FLASHBACK

Jongin menghela nafas lega. Akhirnya tugas kuliah dari Profesor Nam selesai juga. Untuk pertama kalinya lagi senyuman bangga terbentuk dibibir kissable namja itu. Apalagi saat matanya melihat sebuah kotak kado berukuran sedang yang ada dihadapannya, kado untuk Kyungsoo darinya, senyuman makin mengembang lebar disana.

Jongin melihat jam menunjukkan pukul dua belas lebih. Ada sekitar satu jam lebih empat puluh sembilan menit lagi sebelum janji makan siangnya di rumah Kyungsoo. Jongin memutuskan untuk sedikit bersantai lebih lama diperpustakaan kampus.

Jongin berniat untuk pergi tidur saja, mumpung perpustakan sepi mengingat ini adalah hari sabtu.

Tapi, baru beberapa menit Jongin menutup matanya, ponselnya bergetar membuat Jongin mau tak mau harus terjaga kembali dan mengambil ponselnya meski dengan sedikit umpatan dari mulutnya.

PCY Calling...

Jongin memandang penuh arti pada nama yang tertera di layar ponselnya.

Oh, Apalagi sekarang? Hei, Jongin sudah tahu dengan pasti kebiasaan Chanyeol... Jika namja jangkung itu sudah meneleponnya, sudah pasti Jongin akan disuruh pergi untuk menemuinya dimanapun tanpa terkecuali.

Jongin sebenarnya sangat enggan mengangkat telepon si bajingan itu, hanya saja Jongin masih cukup waras untuk tidak memancing binatang buas dalam diri namja Park itu. Jongin sangat malas sekali untuk berbicara berbelit-belit dengan Chanyeol saat ini, apalagi hari ini Jongin naik kendaraan umum, Ia malas menggunakan kendaraan milik orang lain kemana-mana.

Jongin menarik nafasnya lelah, Ia pun segera menjawab panggilan tersebut.

"Ada apa?" Tanya Jongin to the point. Oh ayolah, apasih yang harus dibasa-basikan dengan orang macam Park chanyeol?

Tak lama suara gelak tawa remeh terdengar dari ujung telepon, "Kau memang selalu tidak sabaran." Ujar Chanyeol terkekeh, "Temui aku di toko bunga Alice's Garden didekat Xoxo High School. Sekarang."

Piip.

Sambungan terputus bahkan sebelum Jongin berkata 'ya' atau 'tidak'. Ohya, apapun itu jawaban Jongin, bagi seorang Chanyeol semuanya harus sesuai keinginan namja itu. Diakan budaknya.

Jongin tersenyum sinis. Senyuman yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Benar-benar pengecut-ujar Jongin dalam hati.

.

"Temui aku di toko bunga Alice's Garden didekat Xoxo High School. Sekarang."

Piip.

Chanyeol menutup teleponnya dan segera memasukan benda persegi itu kembali kesaku, tepat ketika seorang wanita setengah baya menghampirinya dari dalam toko.

"Selamat siang tuan. Anda ingin memesan apa?" Wanita itu bertanya dengan sopan.

"Berikan aku rangkaian sepuluh bunga mawar dan tiga mawar putih ditengahnya, jangan lupa dengan kartu ucapannya juga." Wanita itupun mengangguk mengerti dan segera membuat pesanan Chanyeol dengan telaten.

Sementara Chanyeol menunggu bunganya selesai, namja itupun memilih untuk berjalan menghampiri gedung sekolah yang berada di hadapan toko bunga tersebut.

Chanyeol berhenti dihadapan gerbang lalu memasukkan tangannya kesaku celana. Dan dengan tenang, Ia memandangi bangunan sekolah tersebut dengan tatapan penuh arti.

Tepat ketika itu bel sekolah berdering nyaring, bahkan Chanyeol dapat mendengar itu dari hadapan gerbang. Tak lama gerbang sekolah itu terbuka, menghamburkan beratus anak dengan seragam yang sama dengan senyuman lelah diwajah mereka.

Chanyeol masih berdiri di tempatnya tak bergerak sedikitpun, bahkan ketika anak-anak sekolah itu berjalan kearah yang berlawanan dan melewatinya yang kini mematung seperti kehilangan nyawa.

Tiba-tiba Chanyeol melihat sekelebat anak lelaki berambut hitam dengan kacamata besar yang bertengger dihidungnya, namja itu terlihat mencolok dan menarik dimata Chanyeol diantara semua siswa yang bergerak disekelilingnya. Dia tampak tersenyum sangat lebar seperti tak punya malu. Anak itu bergerak mengikuti seorang gadis bertubuh mungil yang sedang memegang mawar merah sambil tersenyum manis berjalan keluar gerbang lalu masuk ke sebuah mobil yang menjemputnya sama seperti anak-anak yang lainnya.

Sedangkan anak lelaki berkacamata itu hanya bisa mengikuti gadis tersebut sampai gerbang sekolah, dia hanya tersenyum sambil memperhatikan mobil yang membawa gadis manis itu sampai akhirnya menghilang dari pandangannya. Setelahnya Lelaki jangkung itu terlihat bersorak senang seperti telah mendapatkan lotre.

Chanyeol tertegun melihat bayangan tersebut. Namja berkacamata itu kemudian terus berdiri didepan gerbang, Ia seperti menunggu sesuatu. Bahkan ketika sekolahan sudah benar-benar kosong karena anak-anak sudah dijemput untuk pulang. Tapi Namja itu masih disana, lama... lama sekali. Sampai namja berkacamata itupun memutuskan untuk berjongkok bersamaan dengan wajah cerianya yang memudar karena... kecewa?

Hingga akhirnya Chanyeol tercenung mendengar suara lirih yang namja muda itu keluarkan,

"Ayah..."

Puk!

"Tuan?"

Chanyeol tersentak saat sebuah tangan menepuk bahunya pelan. Ia refleks menoleh ke sumber tersebut dan mendapati ibu pemilik toko bunga yang tampak segan memandanginya.

"Bunga anda sudah selesai..." ujar wanita itu sopan. Chanyeol mengabaikannya, namja itu segera kembali berbalik kearah bayangan yang sempat tadi Ia lihat.

Tapi kosong. Semuanya sudah menghilang. Chanyeol tidak lagi menemukan namja berkacamata besar yang sedang berjongkok lemas disana.

Chanyeol hanya bisa membuang nafas.

Chanyeolpun berbalik, mengangguk dan perlahan berjalan mengikuti ibu pemilik toko untuk kembali ke toko Bunga. Meski sesekali mata bulatnya lagi-lagi berbalik untuk melirik sekolah itu. Sekolahannya dulu bersama Kyungsoo.

Tapi ketika suara lirih namja berkacamata besar itu kembali berputar dikepalanya, Chanyeol memutuskan untuk melangkah tanpa menoleh lagi, "

De javu, eoh?" Gumamnya dengan sebuah senyum sinis mengembang.

.

Jongin memberhentikan taksinya tepat didepan Xoxo High School, sesuai yang Chanyeol suruh. Ia membayar taksi lalu keluar dari sana. Matanya menyapu seluruh sudut jalan tersebut, tak begitu sulit bagi Jongin untuk menemukan sebuah toko bunga bernama Alice's Garden, apalagi dengan pria jangkung yang berdiri tak jauh dari sana, semakin mempermudah Jongin.

Jongin membuang nafasnya malas. Oh, apalagi yang akan keluar dari otak tuan Park itu sekarang? Apa Chanyeol akan menyuruhnya membakar sekolahan di depannya ini?

Dengan perlahan Jongin menyeret kakinya untuk mendekat. Hingga hanya lima langkah lagi, Jongin memberhentikan kakinya dibelakang namja itu.

Chanyeol terlihat sedang memegangi sebuah karangan bunga mawar merah dan putih, kemudian namja itu terlihat berbicara dengan wanita pemilik toko yang kembali mengambil alih karangan bunga tersebut dan membawanya masuk ke dalam toko.

Sepertinya Chanyeol memiliki ilmu sihir atau apalah itu, karena namja itu selalu saja tahu kalau Jongin sudah datang bahkan tanpa Jongin mengeluarkan suara sedikitpun.

"Kau selalu tepat waktu." Chanyeol buka suara sambil memberikan senyumnya. Jongin terdiam tanpa berniat menjawab. Namja itu lebih memilih untuk memberikan tatapan jengah yang cukup baik dapat Chanyeol tangkap. Chanyeol tertawa geli melihatnya.

"Oke, oke. Kau memang selalu tidak sabaran." Chanyeol terkekeh. "Kau akan pergi menemuinya kan?"

"Hm," Jongin berdehem sebagai jawaban. Ia terlalu malas. Sungguh. Pasti jika Chanyeol sudah berbicara soal Kyungsoo, namja itu akan memperingatinya soal rencana busuk itu.

Chanyeol melirik jam ditangannya lalu kembali membalas tatapan tajam Jongin, lalu Ia tersenyum. "Lakukanlah hari ini."

Jongin mengepalkan tangannya untuk meredam emosinya yang sedikit tersulut. Entah bagaimana bisa Ia selalu merasa marah meski Jongin sendiri sudah tahu kemana pembicaraan ini akan pergi.

Lagi-lagi itu.

"Kau tahu, jika kau tidak juga melakukannya hari ini... Ya, adikmu... Kau masih menyayanginyakan?" Ucap Chanyeol tanpa rasa bersalah.

Jongin dongkol dalam hati. Ia benar-benar ingin menonjok wajah tampan itu sekarang juga. Demi Tuhan... Apa anak ini tidak punya hati?!

Sebelum Jongin sempat berkata, wanita paruh baya keluar dari dalam toko. Ia tampak memberikan karangan bunga tadi pada Chanyeol, Chanyeol membayarnya lalu wanita itu membungkuk berterimakasih dan kembali lagi kedalam.

Jongin hanya memperhatikannya dalam diam. Karangan bunga itu tampak lebih menarik dibanding wajah si brengsek dihadapannya. Oh, ada yang berbeda dengan bunga itu... Sebelum bunga itu masuk kembali kedalam toko, Jongin tak menemukan tiga pita biru yang mengikat tangkainya seperti sekarang.

Ah, tapi siapa yang perduli? Itu bukan urusan penting. Jongin kembali tenggelam dalam lamunannya, otaknya sedang berpikir keras. Ia tengah menimbang untuk keputusannya hari ini.

Hingga suara berat Chanyeol menyadarkannya untuk kembali, "Kau tidak membawa motor? Wah, jual mahal rupanya." Sindir Chanyeol dengan nada sedikit sinis. Tapi Jongin sudah cukup kebal untuk itu.

Jongin memilih diam daripada mendebat. Chanyeol tersenyum remeh lalu mulai melangkahkan kakinya. "Jangan lupa soal tugasmu. Aku pergi." Ujar Chanyeol saat melewati Jongin.

Chanyeol memasuki mobilnya tanpa berkata apapun lagi. Jongin termenung, Ia bahkan tidak berbalik hanya untuk sekedar melihat mobil mewah Chanyeol menghilang dari pandangannya. Ia lebih memilih untuk berpikir dan berpikir.

Tak lama, sebuah helaan nafas berat keluar dari mulutnya, "Untuk yang terakhir." Gumam Jongin dengan tatapan penuh tekad. "Kurasa tak apa..."

Dan setelah itu, Jongin menelepon Baekhyun untuk memperingatkan adiknya agar tidak bepergian untuk hari ini dan besok.

Jongin hanya mencoba mengantisipasi, melanggar perintah Chanyeol sekali Jongin rasa tak akan berbahaya. Demi Kyungsoo, Demi kebahagiaan Kyungsoo mungkin untuk yang terakhir kali darinya.

.

.

.

Black Handycam

By Adetya L. Maharani

.

Main Cast :

Do Kyungsoo (yeoja)

Kim Jongin (Namja)

Park Chanyeol (n)

Other :

Byun Baekhyun (y)

Xi Luhan (y)

Oh Sehun (n)

Kris Wu (n)

[Cast bisa berubah dan bertambah disetiap Chapternya]

.

Rated T+ (een)

.

Hurt/Comfort /Drama/Angst

.

W(arning) :

GS FOR ALL UKE, TYPOs, OOC, Bahasa agak

kasar, GAJE, NGAWUR, NO EDIT! dsb.

Disclaimer : EXO punya SMent, membernya punya Tuhan, orangtua dan diri mereka masing-masing, dan cerita ini murni milik saya sendiri. Haral tidak copas!

Ket : Kyungsoo, Chanyeol, Jongin, Luhan dan Sehun mereka

satu angkatan tapi hanya berbeda jurusan. Sehun, Jongin dan

Chanyeol satu jurusan. Luhan dengan Kyungsoo. Sedangkan

Baekhyun ceritanya empat tahun lebih muda dari mereka, dia

masih SMA kelas tiga.

.

.

ΠΠ_88_ΠΠ

.

.

.

Hujan yang sore tadi mengguyur Seoul semakin menggila saja, bahkan hingga sampai malam tibapun hujan tersebut tak kunjung mereda. Membuat Jongin mau tak mau harus tetap berada di apartemen Kyungsoo karena tak ada satupun taksi yang lewat di depan kawasan tersebut. Memesan taksipun percuma, karena bisa dibilang yang terjadi sekarang itu badai, hujan deras disertai angin dan petir yang mengerikan. Membuat Kyungsoo tanpa sadar teru saja menempel disisi Jongin karena takut.

Seperti sekarang. Mereka berdua kini memilih untuk duduk berselonjoran di lantai berkarpet di depan televisi yang mati. Sudah hampir setengah jam mereka bersisian seperti ini.

Awalnya sih normal saja. Jongin pun memutuskan mengikuti saran Kyungsoo untuk menginap saja di kamar tamu. Jongin maupun Kyungsoo sudah berada dikamar masing-masing bahkan pada pukul 7 malam, setelah sebelumnya mereka makan malam.

Tapi ketika sebuah kilatan menyala terlihat diluar, lalu suara gemuruh menyeramkan menggelegar menyusul itu, Kyungsoo berteriak dan memanggil-manggil Jongin dengan ketakutan. Membuat pikiran Jongin yang sedang kacau menimbang apakah Ia harus melakukannya atau tidak soal rencana busuk yang menyiksanya akhir-akhir ini buyar seketika.

Jongin langsung berlari panik ke kamar Kyungsoo, masuk bahkan tanpa menggedor pintu pemiliknya terlebih dahulu. Jongin sungguh sangat panik. Tapi untunglah... Yang Jongin dapati Kyungsoo masih utuh meski yeoja itu terlihat meringkuk ketakutan. Jongin mendekat dan Kyungsoo langsung datang memeluknya sambil terisak kecil.

Dan disiniah mereka berakhir... Dengan Kyungsoo yang masih tampak ketakutan karena petir masih sesekali menyambar.

Jongin tampak khawatir disisinya, tapi namja itu hanya diam tanpa berani melakukan apapun kecuali memperhatikan Kyungsoo yang kini berbagi selimut dengannya.

"Gwenchana?" Tanya Jongin pada akhirnya, Ia sungguh sangat khawatir melihat Kyungsoo yang tampak sekali ketakutan.

Sebenarnya Jongin sudah bertanya itu sekitar lima kali, tapi yeoja itu hanya menggeleng meski wajahnya tetap tidak bisa berbohong. Jongin hanya bisa menghela nafas dan memberikan perhatiannya pada gadis itu, membiarkan masalahnya yang mumet Ia simpan untuk sementara.

Kyungsoo hendak membuka suaranya untuk menjawab Jongin lagi, tapi sambaran petir lagi-lagi terdengar memekakan telinga.

"Kyaaa!" Kyungsoo refleks menjerit ketakutan, yeoja itu langsung menyusrukkan wajahnya pada lengan Jongin. Jongin sendiri tampak kaget, kaget karena pergerakan Kyungsoo barusan, bukan petirnya.

"Kyungsoo-ya... gwenchanayo?" Tanya Jongin hati-hati, Ia sedikit menundukan wajahnya untuk melihat gadis itu. Kyungsoo sendiri tampak enggan untuk menjawab. Perlahan Kyungsoo mengangkat wajahnya dan menatap Jongin dengan takut.

"Kau sangat takut pada petir ya?" Kali ini Kyungsoo mengangguk dengan airmata yang sudah di ujung. Jongin tersenyum melihat Kyungsoo kali ini jujur. Ia menarik tangan Kyungsoo agar yeoja itu memeluk lengannya, kemudian menyandarkan kepala Kyungsoo ke bahunya.

"Seharusnya kau jujur padaku dari awal." Ujar Jongin lembut sembari menggenggam telapak tangan mungil yang terasa dingin itu. Kyungsoo hanya mengangguk malu-malu dibahu Jongin. Jongin melihat jam tangannya yang kini menunjukkan pukul sebelas malam lebih tujuh menit.

"Bagaimana jika kau sedang sendirian ketika sedang hujan besar seperti ini?" Jongin penasaran, lama Kyungsoo tak menjawab hingga akhirnya Jongin memastikan sendiri, "Jadi... Kau akan selalu meringkuk ketakutan dibalik selimutmu?" Kali ini Kyungsoo mengangguk mengiyakan.

Jongin menghela nafas iba. Dapat Ia mengerti bagaimana perasaan takut yeoja disampingnya, bahkan itu bisa sampai membuatnya gemetar.

"Lain kali, jika kau sendirian malam-malam dan diluar hujan petir, sumpal-lah telingamu dengan headset dan putarlah lagu The Call milik Regian Spektor dengan volume full. Pejamkan matamu dan berpikirlah semuanya akan baik-baik saja besok." Kata Jongin dengan sungguh-sungguh. Kyungsoo mengangguk mengerti. Yeoja itu memilih diam saking nyamannya dalam posisi seperti ini.

Entahlah. Kyungsoo hanya merasa sangat terlindungi sekarang. Ini sudah lama sekali... Lama sekali sejak terakhir kali Ia merasakan perasaan seperti ini. Apakah dua tahun yang lalu? Tiga tahun? Atau Empat?

Ah Entahlah, Kyungsoo lupa. Yang pasti Kyungsoo selalu ingat kalau Ia selalu mendapatkan perasaan nyaman ini dari Appa kandungnya yang sekarang sudah meninggal.

Ya, eomma Kyungsoo memang sudah menikah kembali dengan orang Jepang dan menetap disana. Appa tiri Kyungsoo sangatlah baik. Tapi tetap saja, Kyungsoo tidak bisa menggantikan Appanya dengan appa terbaik manapun yang ada di dunia ini. Baginya, appanya adalah yang paling terbaik. Hingga Eommanya menikah lagi dua tahun yang lalu, Kyungsoi memohon untuk tidak mengganti marganya. Itu jugalah yang menjadi alasan kenapa Kyungsoo berada di Korea sendirian sekarang, Ia beralasan ingin berkuliah disini meski pada dasarnya, alasan Kyungsoo adalah tidak mau pindah.

"Kenapa kau sangat takut petir?" Tanya Jongin penasaran. Kyungsoo menarik nafas pelan, dan Jongin yang bisa merasakan itu pun meremas lembut tangan kecil dalam genggamannya.

"Hanya takut saja. Itu sangat menakutkan." Jawab Kyungsoo dengan lirih.

Jongin tersenyum dan mengangguk mengerti. Syukurlah jika alasannya hanya sesederhana itu. Jongin takut jika itu adalah suatu trauma yang parah dan susah untuk dihilangkan. Ternyata hanya phobia rupanya.

"Baiklah. Sekarang tidurlah... Aku akan menemanimu." Kyungsoo mengangguk kecil, dengan senyuman tipis Yeoja itu mulai menutup matanya dan menenggelamkan diri dalam buaian rasa kantuk.

Tak butuh waktu lama hingga nafas teratur terdengar ditelinga Jongin. Namja tan itu mengusap lembut jemari Kyungsoo agar yeoja ini tenang. Nampaknya yeoja itu sudah tertidur, terbukti saat Jongin meliriknya untuk memastikan.

Jongin terdiam memperhatikan wajah Kyungsoo yang tertidur damai. Sangat polos dengan wajah imutnya. Entah kenapa itu malah membuat hatinya kembali berdenyut sakit. Seolah apapun yang menjadi keputusan Jongin pada akhirnya adalah hal yang salah.

Jongin membenahi poni Kyungsoo yang berantakan. Otaknya terus bekerja, meyakini bahwa pilihan yang sudah diambilnya adalah yang terbaik. Jongin sudah memantapkan dirinya untuk melanggar apa yang di pinta oleh Chanyeol. Ia tidak akan meniduri Kyungsoo untuk alasan yang sangat brengsek itu. Persetan jika Chanyeol mengancam soal adiknya lagi, Jongin akan bertindak lebih cepat sebelum Ia menyampaikan soal penolakannya pada Chanyeol.

Ya, Jongin berniat memindahkan Baekhyun ke asrama. Sebodoh jika itu membuatnya berkali lipat harus semakin bekerja keras akibat biaya, yang terpenting semuanya baik-baik saja. Termasuk yeoja disampingnya ini. Jongin janji mulai besok semuanya akan mulai dibereskan. Ia akan menjauh dari Kyungsoo dan tidak akan membuat gadis ini terlibat dengannya ataupun Chanyeol lagi akibat perasaan sukanya pada Jongin. Jongin akan membuat yeoja ini menjauh bagaimanapun caranya.

"Mianhae Kyung..." bisik Jongin pelan. Namja itu menatap sedih wajah damai Kyungsoo. Jongin bangkit perlahan untuk mengangkat tubuh Kyungsoo, memindahkan tubuh mungil itu kedalam kamarnya dengan sangat hati-hati karena badai sudah berhenti sejak sepuluh menit yang lalu.

Jongin meletakkan tubuh Kyungsoo keatas kasur dengan penuh hati-hati. "Jaljjayo Soosoo..." kali ini Jongin memaksakan satu senyumnya yang terlihat jelek, sungguh, mungkin itu efek dari sumbernya yang tidak dari hati.

Entah darimana Jongin mendapat keberanian untuk mendekat lalu mengecup kening Kyungsoo sekilas namun terasa sangat dalam. Kemudian Jongin kembali menata poni Kyungsoo yang sempat berantakan dan membenahi letak selimut yeoja itu sebelum akhirnya bangkit berdiri.

Jongin memandangi sekali lagi gadis itu lalu pergi kembali ke kamar tamu. Bukan untuk tidur, karena yah, Jongin tidak bisa tidur mengingat Ia sedang menginap dirumah seorang gadis baik hati yang sempat akan Ia jebak untuk kepentingannya.

"Park Chanyeol... Jadi kau menyukai Kyungsoo?" Jongin bergumam pelan. Ia sedang berpikir keras sekarang. Apa yang sedang namja jangkung itu rencanakan sebenarnya. Ia sungguh bingung.

Jika Chanyeol benar-benar mencintai Kyungsoo, kenapa namja itu menyuruh Jongin menidurinya? Kenapa namja itu malah berniat mengahancurkan gadis itu?

Jongin meringis ketika tak ada satupun jawaban yang Ia dapat untuk pertanyaannya. Jongin mengusak rambutnya frustasi. Ia menjatuhkan diri pada empuknya kasur dan memejamkan matanya lama, lalu membukanya kembali.

"Sebenarnya apa rencanamu, Park Chanyeol?" Rutuk Jongin dengan sorot mata dipenuhi emosi. Jongin menerawang mengingat semuanya, untung saja Jongin belum melakukan apapun yang menyakiti Kyungsoo. Untung saja Jongin belum terjebak dalam permainan Chanyeol lebih jauh.

Kali ini Jongin sudah membuat keputusan. Ia tak akan melanjutkan ini. Ia akan menyelesaikannya dengan Chanyeol, tanpa membawa siapapun lagi. Hanya mereka berdua.

Jongin akan menjauh dari kehidupan Kyungsoo setelah ini. Ia tak mau kebahagiaan gadis itu kembali terancam jika terus bersamanya.

Meski perasaan sesak seperti ini akan terus memenuhi rongga dadanya saat ingat bahwa yeoja itu akan pergi dari kehidupannya. Jongin menyemangati dirinya kalau itu tak akan lama, mengingat bahwa Ia menyukai Kyungsoo baru-baru ini. Nanti juga pasti akan hilang.

Dibanding perasaannya, Yang terpenting bagi Jongin adalah, Ia hanya ingin yeoja yang perlahan tengah mengisi hatinya itu bahagia. Kyungsoo harus bahagia tanpa dirinya. Semuanya harus kembali seperti semula.

Jongin tidak mau perasaan sukanya ini semakin besar, jadi Ia harus segera pergi menjauh secepatnya... Agar Jongin maupun Kyungsoo tak akan merasa terlalu sakit saat semuanya berakhir.

.

.

.

Matahari kembali meninggi, minggu pagi terasa lebih cerah setelah badai menerjang Seoul malam kemarin.

Kyungsoo melenguh kecil ketika dirasa ruangan kamarnya semakin terang, membuat matanya tak nyaman untuk terpejam lebih lama lagi. Kyungsoo akhirnya menyerah untuk rasa kantuknya, memaksakan mata bulatnya untuk terbuka menyudahi tidurnya semalam.

Kyungsoo masih terdiam diatas kasurnya seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa. Tak lama setelah itu, Kyungsoo terduduk dan melakukan peregangan disertai uapan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Jam 7. Ugh, untung ini minggu." Gumam Kyungsoo setelah melihat jam weker pororo miliknya di meja nakas.

Kyungsoo turun dari kasurnya, memakai sandal rumahan dan menghampiri meja rias dan bercermin untuk sekedar mengikat rambutnya. Tapi saat sedang asyik-asyiknya melakukan kegiatan bercermin pagi, Kyungsoo tersentak kaget saat kepalanya tiba-tiba mengingat kejadian semalam.

Kejadian dimana Ia sangat ketakutan karena petir, dan... OH, Kim Jongin! Namja itu!

Kyungsoo sontak berlari kecil keluar dari kamarnya dengan buru-buru, Kyungsoo langsung menghampiri kamar di dekat ruang tv, yaitu kamar tamu. Perlahan, dengan sedikit ragu Kyungsoo memutar kenop pintu dan melonggokkan setengah kepalanya untuk melihat kedalam.

Kyungsoo tersenyum manis melihat Jongin masih tertidur dikasurnya. Tapi tiba-tiba kening Kyungsoo berkerut mendapati Jongin yang tidur sambil tengkurap, tanpa menggunakan selimut.

Dia tertidur seperti itu dari semalam? Ya Tuhan.

Perlahan Kyungsoo melebarkan pintu dan memasukkan tubuhnya kedalam. Berjalan tanpa suara menghampiri kasur tersebut kemudian duduk dipinggiran ranjang.

Kyungsoo hanya diam memperhatikan wajah Jongin. Ia tersenyum kecil melihat betapa imutnya Jongin saat tertidur.

Entah setan apa yang telah merasuki yeoja itu, dengan perlahan Ia mendekatkan wajahnya... Dekat sekali. Kyungsoo sudah memajukan bibirnya untuk meraih pipi Jongin, tapi tiba-tiba mata terpejam milik namja tan itu terbuka dan langsung menatapnya tajam.

Kyungsoo membeku tak bisa bergerak, bahkan hanya untuk menjauhkan wajahnya Kyungsoo tak bisa. Untuk beberapa detik keduanya hanya terdiam menyelami iris dihadapan mereka.

Entah kenapa melihat tatapan Jongin itu membuat Kyungsoo merinding seketika. Sorot matanya sangat berbeda, tidak seperti biasanya yang selalu menguarkan tatapan hangat dan ramah. Kali ini yang Kyungsoo dapatkan hanyalah tatapan... dingin. Tatapan kosong yang entah mengapa kali ini Kyungsoo tak bisa membacanya.

Mata itu mengunci Kyungsoo terlalu kuat, sampai yeoja itu tak sadar saat wajah Jongin mendekatinya dan tanpa aba-aba meraup bibir heart shapes miliknya dengan bibirnya yang hangat.

Untuk kedua kalinya Kyungsoo kembali merasakan lidah itu mengadu lidahnya dengan ganas, terlalu ganas bahkan tanpa memberikannya celah bagi Kyungsoo untuk melawan apalagi melepaskan diri. Kyungsoo yang tahu diri tak akan menang hanya pasrah dan memilih memejamkan matanya untuk menikmati sensasi menyenangkan yang membuat jantungnya seperti akan meledak, menurut saja ketika pinggangnya ditarik hingga akhirnya ikut berbaring berhadapan dengan namja itu.

Jongin menekan tengkuk Kyungsoo untuk memperdalam ciuman mereka, Ia memiringkan wajahnya berusaha untuk memasukkan lidah miliknya kedalam rongga manis milik yeoja dihadapannya. Rongga itu bagaikan candu bagi Jongin. Entah bagaimana bisa itu semua terasa begitu manis dimulutnya, membuat Jongin berkali-kali menyedot bibir empuk itu dengan kuat, mencoba meraup saliva manis itu untuk mulutnya.

"Eunghh..."

Tanpa sadar Kyungsoo melenguh merasakan tangan Jongin kini merayapi punggungnya, mengusapnya dengan intim lalu menekan tubuhnya akan mereka semakin merapat.

Jongin semakin menjadi, namja itu kini memainkan belahan bibir Kyungsoo dengan lidahnya. Menekan-nekannya dengan lembut namun panas. Bahkan bisa dipastikan saliva keduanya kini sudah menyatu dan mengalir melewati dagu lalu keleher masing-masing

Ciuman itu berlangsung lama. Kyungsoo kini sudah merasakan sesak butuh oksigen untuk dadanya. Tapi Jongin masih saja semangat mengeksplor bibirnya tanpa ada tanda akan berhenti.

Kyungsoo bahkan masih sempat bertanya dalam hati, begitu mahirnya namja ini berciuman. Sebenarnya sudah berapa banyak yeoja yang pernah namja itu cium? Seberapa banyak juga yeoja yang pernah menjadi kekasihnya? Apakah dia mahir mencium karena sudah memiliki banyak pengalaman dengan banyak gadis bahkan tanpa memiliki status... sepertinya?

Mengingat itu, Kyungsoo langsung membuka matanya. Dadanya semakin sesak saja mengingat kalau Ia sebenarnya bukanlah siapa-siapa Jongin.

Jadi kenapa Kyungsoo mau saja diperlakukan seperti ini? Bahkan sebelum Jongin memberikan penjelasan sebenarnya apa hubungan mereka.

Sontak Kyungsoo memukul-mukul kecil dada Jongin agar melepaskan tautan mereka. Terlihat enggan, tapi akhirnya Jongin membebaskan bibir Kyungsoo juga. Untuk sesaat Jongin tetap mempertahankan Kyungsoo dalam dekapannya, tapi kemudian Jongin melepaskan tangannya lalu merebahkan tubuhnya menghadap langit-langit kamar.

Nafas keduanya memburu. Kyungsoo bahkan berkeringat dengan wajahnya yang memerah, dengan perlahan yeoja itu mengikuti Jongin memperbaiki posisinya menghadap langit kamar.

Mereka terdiam. Lumayan lama, yang terdengar hanyalah suara nafas yang berlomba dan berangsur memelan.

Kyungsoo memandangi langit kamar dengan perasaan gugup. Sebenarnya dia diam sedang berpikir karena ingin ada yang Kyungsoo tanyakan pada namja disampingnya. Tapi melihat Jongin yang terlihat lebi diam dan belum juga membuka suaranya, Kyungsoo harus menelan pertanyaannya lagi dan lagi.

"Oppa?" Kyungsok bertanya pada akhirnya. Meski dia harus mengumpulkan keberaniannya dulu sebelum itu. Kyungsoo menelan ludahnya gugup juga.

"Hm?" Jongin menjawab sekenannya. Kyungsoo kembali berpikir keras, apa dia harus menanyakan ini atau tidak.

"Wae?" Kali ini Jongin bertanya balik. Sepertinya namja itu juga penasaran.

Kyungsoo mereguk ludahnya susah payah, Ia memejamkan matanya untuk menarik nafas lalu membuangnya. "Aku ingin bertanya," Kyungsoo bertanya menggantung.

Jongin mengerutkan alisnya, posisinya tidak berubah sejak lima sepuluh menit yang lalu. Tidak biasanya Kyungsoo bertanya, ini aneh... Kyungsoo bukanlah tipe perempuan cerewet. Tapi... Apa boleh buat sih.

"Hm. Tanyakan saja."

Kyungsoo terdiam mencoba merangkai kalimatnya sebaik mungkin, lalu, "Sebenarnya, Oppa menganggapku... Apa?"

Kali ini Jongin merubah wajahnya menjadi datar. Untunglah Kyungsoo tidak itu. Gadis itu tampak menahan nafasnya, menutup matanya dengan takut.

Jongin sendiri bingung. Oh baiklah, sebenarnya sih tidak perlu ada yang dibingungkan. Kyungsoo wajar bertanya seperti itu. Sediam-diamnya seorang Do Kyungsoo, dia juga wanita, dia berhak bertanya saat seorang namja memperlakukannya seperti Jongin sekarang.

Apa ini saat yang tepat?

"Bagiku kau..." Jongin menahan kalimatnya, membuat Kyungsoo memejamkan matanya makin rapat, jantungnya sudah berdetak dengan tak karuan, Kyungsoo... Oh, jika disuruh memilih Kyungsoo benar-benar menyesal telah menanyakan ini!

"Kau bukan siapa-siapa..."

DEG!

Jantung Kyungsoo mencelos seketika. Kerutan dikening yeoja itu perlahan menghilang. Kyungsoo benar-benar merasa jantungnya berhenti mendadak lalu tiba-tiba ada sebuah tangan yang datang dan meremas jantungnya tanpa belas kasihan.

Itu sakit, sungguh. Kyungsoo bahkan tanpa sadar melelehkan airmatanya karena rasa sakit itu. Ia menangis tanpa isakan keluar cengeng dari bibirnya.

Apa Jongin serius mengatakan itu? Apa dia tidak sedang bercanda? April Mop bahkan masih jauh hari. Kenapa Jongin kejam sekali?

Bagaimana bisa Jongin berkata seperti itu setelah namja itu memperlakukannya dengan begitu baik? Kyungsoo masih ingat betul bagaimana namja itu memperlakukannya dengan sangat baik hampir sebulan terakhir ini. Mengantar-jemput setiap hari. Memberikan jaketnya saat mereka pergi malam waktu itu, mengecupnya dengan posesif kemarin siang, memeluknya saat ketakutan dengan kalimatnya yang manis semalam. Dan barusan? Apa namja ini baru saja terbentur?

Bagaimana bisa kalimat 'Kau bukan siapa-siapa' dengan begitu entengnya keluar dari bibir itu? Dengan nada dinginnya, tanpa rasa bersalah.

Bukan siapa-siapa? Oh. Tidak bisakah kau menghiburku meskipun dalam hati kau membenciku dengan minimal mengatakan bahwa aku ini adalah temanmu?

"Hiks," Isakan kecil itu lolos tanpa diperintah. Kyungsoo masih memejamkan matanya, tapi airmata mengalir begitu deras. Sementara Jongin masih diam dalam posisinya.

"Hiks. Bi-bisakah kau p-pergi oppa?"

Kyungsoo terlalu baik. Bahkan ketika hatinya baru saja tergores oleh orang disampingnya, yeoja itu memilih mengusirnya dengan nada yang jauh dari kata marah. Terlalu halus. Namun lirih. Seolah membuktikan bahwa yeoja itu benar-benar tersakiti.

Aku yakin, oppa pasti sedang bercanda... iya, hiks. Besok dia pasti akan baik padaku lagi.

Kyungsoo terus menyemangati dirinya dalam hati. Tapi tetap saja, rasa sakit itu belum juga menghilang dan berkurang sedikitpun.

Kyungsoo belum berani membuka matanya. Ia masih menangis saat telinganya menangkap suara pergerakan Jongin yang perlahan menjauh dari sampingnya. Dan itu membuat hatinya yang berharap langsung memupus.

"Aku pergi." Ujar Jongin dengan nada dingin.

"Hiks, huhuhu." Kyungsoo yang sejak awal menahan isakannya akhirnya menyerah. Tangisannya mengeras. Ia menangis sambil memejamkan matanya, tak berani untuk membukanya.

Dia pergi? Semudah itu? Apa benar, dia hanya mempermainkanku?

"Huhuhu, Oppa... Wae?" Kyungsoo menangis dengan miris. Kyungsoo mengira Jongin benar-benar sudah pergi.

Padahal namja itu masih disana, Ia masih berdiri di luar kamar. Dan... Jongin juga menangis.

"Kenapa kau jadi cengeng, cih. Menjijikan. Dia bahkan bukan siapa-siapamu, Kim Jongin." Jongin mengusap setetes air yang keluar dari matanya. Kemudian dengan perasaan bersalah, Jongin melangkahkan kakinya menjauhi kamar itu. Masih bisa Ia tangkap suara isakan memilukan itu.

Jongin memejamkan matanya, "Mianhae Kyung."

.

.

.

Luhan dan Kyungsoo kini sedang berada di kantin, kelas mereka sudah berakhir sejak lima belas menit yang lalu. Keduanya sedang menunggu si manja Oh Sehun yang masih ada kelas. Luhan terlihat sibuk dengan isi ponselnya, sementara Kyungsoo terlihat terdiam melamun memandangi dengan sendu meja tujuh yang kosong.

Sudah tiga hari berlalu semenjak kejadian itu. Kejadian dimana Kyungsoo harus menelan kekecewaan saat mendengar namja yang dicintainya tidak menganggap dirinya apa-apa. Sudah tiga hari itu pula keduanya tidak saling bertemu.

Kyungsoo maupun Jongin memilih untuk tidak saling berhubungan.

Kyungsoo sungguh merindukan Jongin. Meski Kyungsoo masih menyimpan rasa sakitnya untuk Jongin, tapi yeoja ini bahkan menyimpan lebih banyak rasa rindu untuk namja tan itu.

Kyungsoo sangat sedih mengingat untuk tiga hari terakhir yang sama, Ia tidak dapat menemukan Jongin.

Namja itu seperti menghilang.

Kyungsoo tidak dapat menemukan Jongin dalam pandangannya.

Padahal Kyungsoo berharap, meskipun Jongin harus membencinya bahkan tanpa ada alasan yang jelas, Kyungsoo ingin semuanya kembali seperti dulu. Biarkan Kyungsoo tetap menjadi orang yang menyukai Jongin dari kejauhan. Memandanginya saat makan siang, tertidur dengan earphone ditelinganya, membaca buku dengan serius di meja kantin... seperti dulu. Maka semuanya akan baik-baik saja bagi Kyungsoo.

Meski rasa rindu itu terus menyesakkan dadanya, tapi Kyungsoo terlalu takut untuk sekedar mencari tahu, meski pada dasarnya Kyungsoo tetaplah Kyungsoo yang mencari Jongin dalam keterdiamannya.

"Kyung?"

Suara Luhan dari sebrang berhasil menarik Kyungsoo kembali kealam sadarnya, "Kau terlihat pucat." Ujar Luhan sambil meraih tangan Kyungsoo dalam genggamannya. "Kau bahkan tidak makan. Apa kau ada masalah?"

Luhan terlalu pintar untuk tidak menyadari ada yang tidak beres pada sahabatnya akhir-akhir ini. Tapi Luhan mencoba untuk diam saja dan menunggu Kyungsoo untuk bicara sendiri padanya.

Kyungsoo tersenyum, senyuman sendu yang terlihat berbeda. Luhan tau itu. Dia dan Sehun sungguh khawatir, keduanya bahkan sudah mencoba menebak-nebak kira-kira apa yang membuat Kyungsoo terlihat murung.

Jawaban mereka hanya satu, Jongin.

Ya, karena namja itu juga terlihat tidak bersama Kyungsoo lagi sejak kemarin-kemarin.

Luhan menghela nafasnya kecewa melihat Kyungsoo hanya diam tak berniat memberikan jawaban, tapi kemudian Luhan tersenyum pengertian, "Gwenchana. Kalau kau tidak mau cerita. Tapi jika hal itu menyusahkanmu, kau harus cerita padaku dan Sehun. Arra?"

Kyungsoo hanya mengangguk pelan.

"Hai gadis-gadis cantik... wah, wah, ada apa ini?" Tiba-tiba suara Oh Sehun menggema dengan tidak elitnya, Ia datang dan langsung menyerobot tempat disamping Luhan, membuat gadis rusa itu kaget dan langsung memberikan death glare terbaiknya.

"Kau baru saja terlambat 5 menit tuan Oh. Habis darimana saja, eoh? Selingkuh lagi ya?" Tuding Luhan tanpa perasaan.

Sehun langsung monyong disampingnya, "Eoh, Luhannie... Kenapa sih menuduh aku terus. Aku kan sudah bilang waktu itu Krystal datang padaku hanya untuk menanyakan Jongin! Dia pikir aku dekat dengan Jongin karena kami sempat duduk bersama waktu itu!"

Hening.

Sehun baru sadar kalau ada yang salah dari ucapannya. Ia langsung menoleh kearah Luhan yang kini sedang memasang wajah horor kearahnya. Kyungsoo hanya tertunduk mendengar itu.

"Eung... I-itu... yaa..." Sehun terbata ketika akan memberikan alasan.

Luhan berdecak pelan. Ia memandang kesal kearah Sehun dengan tatapan kau-mau-mati?!

Sehun menggaruk kepalanya bingung, lalu tak lama Kyungsoo mengangkat wajahnya dan langsung memandang Sehun.

"Jongin oppa... Aku tidak melihatnya lagi. Sebenarnya dia kemana?" Kyungsoo akhirnya menanyakan apa yang sejak kemarin Ia tahan. Kyungsoo benar-benar sudah tidak tahan lagi, Ia ingin tahu keberadaan Jongin.

Sehun menggaruk pipinya gugup, kemudian Ia melirik Luhan yang hanya mengangguk seolah menyuruhnya menjawab saja.

"Sebenarnya, sudah dua hari ini dia tidak masuk. Aku dengar dia sakit. Aku juga tidak tahu, terakhir aku bertemu dengan Jongin ya itu, saat Krystal datang menanyakan Jongin-akh!"

Kyungsoo lagi-lagi menundukkan wajahnya. Apa? Jadi dia sakit?

Pikirannya berkecamuk, Kyungsoo khawatir, apalagi setau gadis itu Jongin hanya tinggal bersama saudaranya, itupun dia jarang pulang.

Tanpa sadar Kyungsoo meremas ujung kemeja miliknya dengan resah.

Sehun mengusap-usap pahanya yang memanas dan berdenyut nyeri, bibirnya Ia majukan dan matanya memandang ketus kearah Luhan. Sedangkan sang kekasih pujaan hati memandangnya dengan galak.

Luhan menatap Kyungsoo dengan tak enak. "Kyungi? Ayo makan... Aku pesankan makanan ne?"

Kyungsoo menggeleng dengan lesu, "Gomawo Luhanie, tapi aku tidak lapar." Kyungsoo tersenyum sendu.

"Noona, sebenarnya Noona dan Jongin sedang bertengkar ya-Auw! Luhan YA!"

Sehun memekik saat Luhan kembali menggerayangi pahanya dan memberi satu cubitan kejam disana. Sehun meringis sebal, melihat wajah cantik itu tampak datar tak merasa bersalah. Apanya sih yang salah?

Luhan tak habis pikir pada kekasih albinonya itu, bagaimana bisa dia menanyakan hal sesensitif itu pada Kyungsoo? Ugh, dia tidak punya otak atau hati sih?

"Kau mau mati Ya?" Luhan berbisik tepat ditelinga Sehun, membuat sang empu telinga merinding ditempatnya.

Kyungsoo sendiri tidak sadar dengan apa yang terjadi dengan dua sejoli itu. Ia terlalu sibuk memikirkan keadaan namja Kim itu. Apa dia baik-baik saja? Apakah dia makan dengan baik? Apakah dia sudah sembuh?

Hingga akhirnya Luhan maupun Sehun sadar, Kyungsoo harus segera di bawa pulang sekarang juga.

"Dasar si hitam itu. Apa susahnya sih menghubungi Kyungsoo." Desis Luhan geram. Luhan sendiri tidak tahu menahu soal permasalahan Kyungsoo dan Jongin. Yang yeoja itu pikir adalah, Jongin dan Kyungsoo bertengkar kecil tapi keduanya tak ada yang mau mengalah.

.

.

.

Kyungsoo merebahkan tubuhnya dikasur. Matanya menerawang memandangi langit-langit kamar penuh arti. Kamar tamu ini mengingatkannya pada Jongin.

Oh. Kyungsoo jadi ingat lagi namja itu.

Bagaimana ya keadaanya sekarang?

Apakah dia baik?

Kyungsoo membuang nafasnya kasar, tangannya terulur untuk meraih yang berada di saku roknya. Tangannya dengan perlahan mengetikkan sebuah pesan yang akan dikirmkannya pada Jongin.

To : Jongin Oppa

Apa kabar oppa? Kudengar kau sakit? Apa kau baik?

Jemari Kyungsoo berhenti bergerak, Kyungsoo tertegun melihat isi ponselnya. Hanya tinggal menekan Send pada layar ponselnya maka pesan itu akan sampai pada Jongin.

Kyungsoo meragu. Ia menghabiskan waktu yang lama hanya untuk memandangi layar ponselnya. Kyungsoo mendesah kecil, Ia lalu menghapus kembali ketikannya dan melempar ponsel miliknya ke samping tubuhnya asal.

"Aku tidak bisa seperti ini. Aku tidak mau jika aku hanya mengganggu. Kau harus tetap diam sebelum Oppa melakukannya duluan, Kyungsooya!" Kyungsoo bergumam meyakinkan dirinya.

Tiba-tiba perutnya bergemuruh. Kyungsoo baru sadar kalau perutnya sejak tadi berteriak minta diisi. Matanya bergerilya untuk melihat jam yang tertempel di dinding. Pukul 8 malam. Oh pantas saja, Kyungsoo tidak makan siang dan dia baru saja melewatkan makan malam.

Kyungsoo dengan ogah-ogahan bangun dari posisi tidurnya. Ia menyeret tubuhnya kedapur lalu membuka kulkas berniat mengambil apapun yang bisa dimasak untuk dia makan.

Tapi sayangnya Kyungsoo harus menelan rasa laparnya lebih lama. Kulkasnya kosong. Oh oke, ini menjengkelkan. Iabenar-benar lapar sekarang! Masalahnya dengan Jongin membuat gadis bersurai hitam ini lupa sola kebutuhan hidupnya.

"Aigo. Jadi aku harus ke minimarket sekarang? Ugh, di cuaca dingin seperti ini? Ya Tuhaaan." Kicau Kyungsoo melas. Sore tadi hujan besar memang mengguyur kota Seoul, memang sih sekarang yang tersisa hanyalah gerimis kecil. Tapi Kyungsoo tetaplah Kyungsoo, Ia adalah salah satu dari sekian banyak manusia yang membenci cuaca dingin. Karena cuaca dingin membuat hidung bangirnya memerah karena tersumbat (flu).

Suara perut Kyungsoo kembali menggeram, Kyungsoo berdecak kesal dan memukul perutnya pelan. "Arra arra, aku akan belanja sekarang." Sindir Kyungsoo berjalan ke kamarnya untuk mengambil jaket. Kemudian yeoja gembil itu masuk ke kamar tamu untuk mengambil ponselnya.

Melihat jalanan yang ramai, gerimis sudah berhenti dan mengingat minimarket tak begitu jauh dari apartemennya, Kyungsoo pun memilih pergi dengan berjalan kaki. Kyungsoo berjalan dengan langkah lumayan lebar dengan kedua tangan disimpan dalam saku, tubuhnya merinding bahkan ketika sweater dan jaket tebal membungkus separuh dari tubuhnya. Oh ya ampun, Kyungsoo lupa kalau kini Ia memakai rok hijau toska selutut, pantas saja rasanya dingin sekali.

Tak buruh waktu lama bagi Kyungsoo untuk berhasil mendapatkan bahan makanannya untuk seminggu ke depan. Kyungsoo memang sengaja untuk tidak menetap terlalu lama dan ingin segera sampai rumah lagi.

Kyungsoo berjalan ke kasir untuk membayar belanjaannya lalu keluar minimarket dan bergegas pulang.

Tepat saat Kyungsoo keluar dari minimarket, hujan turun dengan derasnya tanpa perasaan. Kyungsoo menganga tak percaya, "Andwe! Haish, hujaaan... aku masih disini, tak kasihankah kau padaku?"

Beruntung hujan turun tanpa ada petir menyertai. Kyungsoo membuang nafasnya, wajahnya kentara sekali kalau Ia kesal. Kyungsoo berbalik melirik kedalam minimarket, dengan terpaksa Kyungsoo akan membeli payung ke dalam, tapi langkahnya terhenti saat dirasa saku roknya bergetar.

Dengan segera Kyungsoo meraihnya dan melihat siapa si pemanggil. Matanya membulat seketika, jantungnya berpacu menggila dalam waktu singkat.

Jongin Oppa Calling...

Kyungsoo gugup ditempatnya. Ia sangat terkejut melihat tiba-tiba orang yang ditunggunya sejak kemarin akhirnya menelepon.

Kyungsoo menahan nafasnya, dengan ragu Kyungsoo menjawab oanggilan tersebut.

"Ye-yeoboseyo?" Ujar Kyungsoo dengan suara yang mendadak serak.

Hening sebentar. Yang terdengar hanyalah suara air yang mengucur dari sebrang sana. Kyungsoo meremas ujung roknya gelisah.

"Kyungsoo-ya?" Suara lemah itu akhirnya menjawab. Suara yang empat hari terakhir sangat Kyungsoo rindukan.

"Ada ap-" ketika Kyungsoo akan menanyakan keadaan Jongin, namja itu memotongnya.

"-Kyung..." Jongin memanggil untuk menahan kalimat lemahnya, Kyungsoo terdiam dengan tegang menunggu lanjutan namja itu,

"...kumohon... bantu aku..." lanjut Jongin, Ia meminta dengan suara sedikit bergetar. Jantung Kyungsoo berdegup tak karuan, tubuh Kyungsoo melemas mendengar lirihan itu. Kekhawatirannya memuncak tatkala mendengar Jongin memohon dengan suara seperti ingin menangis.

Tanpa pikir panjang...

"Tunggulah dirumah, aku akan segera kesana."

...Kyungsoo segera berlari menembus hujan bersamaan dengan belanjaannya, membiarkan tubuhnya basah kuyup dihantam air dingin, yeoja itu bahkan melupakan payung yang seharusnya bisa Ia beli di minimarket.

Yeoja itu terlalu kalut oleh rasa kekhawatirannya pada Kim Jongin. Ia bahkan lupa, kalau tubuhnya sekarang sudah menggigil kedinginan.

Ya Tuhan... Semoga dia baik-baik saja.

.

.

.

TBC~

Bacotan Auhtor's :

Haloo semuanya, ini Black Handycam update chapter 3 ^^ mianhae lama ne^^ hehe, aku baru selesai UAS soalnya... biasalah, derita anak kelas 3 T^T

Aku mau minta maaf untuk chapter ini yang mungkin pendek dan agak semrawut. Entah kenapa aku ngerasa ff ku maksa banget kali ini. Maaf ya ^^ maaf bangeeet. Tapi apapun kekurangan itu, mohon dinikmati aja ne? Kekeke. Dan Oh, aku mau kasih pemberitahuan kalo ff ini ratednya aku ubah jadi T. Tapi itu bukan berarti tidak akan terjadi NC/?/. Aku melakukannya demi mengantisipasi kekecewaan para yadongers yang mampir menggantungkan harapan tinggi ada NC disetiap chapternya. Aku bakal adain NC sesuai kebutuhan cerita aja^^ Mianhae buat yang kecewa

Dan Oya, aku mau ngucapin Happy EXO 2nd Anniversary juga nii^^ YEAY! Saengil Cukkhae urideul EXO-ya! WE ARE ONE, WE ARE EXO! Pokoknya, EXO SARANGHANJA!

Dan owowow, mereka bakal kambek ya? Ya ampuuun, seneng banget deh... Tapi sayang, kambeknya EXO sekarang aku nggak akan bisa terlalu ngikutin. Terlalu terbatas. Mau UN brooo :( *huweh malah curhat* Pokoknya yang baca ni FF kudu wajib doain saya okeh?! *maksa sambil ngasah golok*

Yaudin deh, thanks buat semuanya yang udah baca dan review meski itu dengan hati yang setengah-setengah... Tapi aku tetep SANGAT menghargai itu :* . Dan Maaf aku ngga bisa sebut satu-satu yang udah kirim komentar di kotak review, karena bikin inipun aku ngebut ya jadinya memang agak mengecewakan, ini no edit dan aku ngetik di tab :3 tapi tenang, tetep kok aku baca support dari kalian semua. Terhura deh :')

Jadi intinya, THANKYOU YA SEMUA~~~ AKU CINTA KALIAN POKONYA~~~ :* :*

Xoxo.

Yehet,

.