Journals

Chapter Sebelumnya :

Perlahan Hermione mengusap wajah Draco. Draco terlihat tersentak mendapat sentuhan yang lembut. Hermione menutup Mata Draco dengan salah satu tangannya. Dia menjijit untuk menyetarakan tingginya dan Draco. Hermione mencium bibir Draco pelan dan lembut, mengungkapan semua perasaanya. Dia semakin memperdalam ciumannya. "Tetaplah tutup matamu!" ucapnya disela ciuman yang kini mulai mendapat balasan yang lebih dari Draco.

Yang terjadi selanjutnya haya saya dan Tuhan yang tahu.

Tutup matamu aku akan mengungkapkan semuanya. Semua yang aku pendam selama ini. Kau satu-satunya. Andai cintaku buta, tak ingin kulihat cahaya. Dengan tatapanmu kau mengambil segalanya.

Journals by D. Ar. N.

Harry Potter milik J.K. Rowling

Pair : Hermione Granger & Draco Malfoy

Chapter 6

One Life, Extraordinary!

Warning: Typo(s), OOC, dll.

Seluruh siswa Hogwats nampak tengah asyik menikmati sarapan mereka masing-masing. Ron yang tengah menyantap ayam dengan ganasnya. Harry yang hampir menyemburkan jus labunya karena melihat kelakuan Ron, meskipun hal itu sering terjadi, tetapi selalu membuatnya ingin tertawa. Dan pemeran wanita utama di fanfict ini yang tengah menceramahi Ron.

Sementara di meja Slytherin, Draco menyantap sepiring pancake madu, meskipun begitu pandangan matanya tetap tertuju ke arah seorang gadis berambut semak di Meja Gryffindor, senyum tipis terukir indah di wajah tampannya, tatkala matanya bertemu tatap dengan Hermione. Melihat senyum tersungging di bibir Hermione, seakan menghipnotisnya untuk ikut tersenyum.

Sementara Theo dan Blaise, hanya cengar-cengir Ga-Je melihat dua insan yang saling melempar senyum. Sebuah bohlam imajiner menyala di samping kepala Theo, Theo terlihat membisikkan sesuatu ke telinga Blaise.

"Apa kau yakin akan melakukan itu, Theo?" pertanyaan tersebut hanya mendapat anggukan mantap dari Theo.

Blaise hanya bisa memandang Theo dengan harap-harap cemas, dia mulai berpikir jika sahabatnya ini mungkin sudah agak tidak waras. Tapi sudahlah.

.

.

.

%^&^%

Draco tengah mencari buku di perpustakaan, matanya menjelajahi setiap bagian rak-rak buku yang ada di pepustakaan. Pandangan matanya terfokuskan saat dia menemukan sebuah buku dengan sampul yang serwarna dengan kelamnya langit malam, tangan pucatnya segera mencapai buku itu, namun sebuah tangan menghentikannya.

"Aku dulu yang melihat buku ini!" sahut sebuah suara.

Draco segera mengambil buku itu dari tangan seorang gadis dihadapannya, dengan paksa.

"Tentu tidak bisa, Mione. Aku yang lebih dulu mengambil dan melihatnya!" ucap Draco sembari mempersempit jarak diantara mereka berdua, dan memberi tatapan intens. Draco segera mengambil jarak saat dilihatnya wajah gadis dihadapannya ini sudah semerah udang rebus yang over-cook. Draco tertawa melihat rencananya mengerjai gadis ini berhasil.

Sementara Hermione terlihat kesal, bagaimana tidak kesal jika kau baru saja dikerjai. Dia segera menginjak keras kaki Draco , untuk melampiaskan rasa kesalnya. Dan berhasil, dilihatnya kini Draco tengah meringis kesakitan.

"Rasakan itu, Drakie!" ucapnya dengan nada mengejek yang cukup lirih, mengingat sekarang dia tengah berada di perpustakaan. Dia tidak mau menerima teguran dari penjaga perpustakaan.

Draco hanya tersenyum melihat bagaimana cara Hermione mengejeknya. Kali ini tidak ada pembalasan. Draco menatap Hermione dalam diam, jantungnya berdentum dengan cepat, dia tahu seharusnya tidak boleh seperti ini, semuanya adalah salah. Dia bukanlah seorang yang...

"Tapi aku yang akan meminjam buku ini pertama kali!" Draco segera membawa buku itu pergi.

"Kau boleh meminjamnya setelah makan malam!" imbuhnya sebelum kembali berlalu pergi.

Hermione hanya tersenyum. Dia mencoba mengatur nafas dan detak jantungnya. Meskipun semuanya salah, baginya semua benar. Tak ada satu keraguan pun yang menyelimuti hatinya. Meskipun begitu dia takut semua yang diaggap benar akan menyakitinya dikemudian hari. Dia akan menerima semua rasa sakit itu, tapi setidaknya dia berharap semuaya akan baik-baik saja.

Hermione kembali tersenyum mengingat sesuatu yang telah dia rencanakan seseorang, meskipun begitu dia menganganggap rencana konyol ini sebagai balas budi untuk orang yang telah menyadarkannya. Orang yang sama sekali tidak pernah terpikirkan seumur hidupnya.

'Bukan ide yang buruk!'

%%%

Bukankah cinta tak harus memiliki, suatu hal yang klise memang. Tapi itulah, kenyataan yang harus dihadapinya. Sudah terlalu terlambat untuk semuanya, setidaknya gadis itu bahagia. Meskipun segala hal dia lakukan, gadis itu tak akan pernah berpaling padanya.

Cinta itu adalah setangkai bunga mawar, jika tak berhati-hati kau akan terluka. Meskipun duri itu mengenai jarinya, setidaknya dia mengetahui betapa harumnya bunga itu. Begitupula cintanya, meskipun dia terluka, tapi dia bahagia. Bukankah cinta itu sebuah pengorbanan, kali ini semuaya tak akan sia-sia.

Setidaknya dia akan berdansa dengan gadis itu dalam semalam, mungkin tidak selama itu, tapi siapa peduli. Dia akan menyimpan semuanya dalam-dalam, sampai semuanya hilang tak tersisa. Lebih baik menyimpanya daripada harus membuang sesuatu yang berharaga. Sesuatu yang membuktikannya dia hanyalah makhluk ciptaan Yang Maha Kuasa, makhluk yang bisa merasakan apa itu artinya cinta yang sesungguhnya.

Ditutupnya kotak yang berisi gaun berwarna merah dengan pita emas ditengahnya, dia telah siap untuk menyelinapkan benda ini.

'Semoga kau menyukainya. Inilah hadiah yang pertama dan terakhir dariku!'

Dia hanya hidup sekali, dia tak kan menyia-nyiakan kehidupan ini, meskipun tak berjalan sesuai keinginanya, One Life. Asalkan dia bisa menutup matanya dan bernafas, dia hanyalah seorang manusia. Dan dia akan perlahan meninggalkan semua cintanya.

###

Ginny masih menatap Hermione, menunggu jawaban dari bibir mantan kakak kelasnya ini, tentu saja mantan, sekarang mereka sama-sama duduk di tahun ketujuh.

"Ayolah. Kau mau menemaniku kan? Apa kau tidak ingin mencari gaun untu pesta besok ?"

Hermione, dia hanya menatap malas, dia sama sekali tidak ingin ikut keramaian para cewek ini, bukan berarti dia bukan cewek. Dia ingin cepat-cepat menyelesaikan tugas yag masih menumpuk, dan menyelesaikan buku bacaanya yang baru, buku yang berjudul 'Divergent', yang tidak sengaja ia temukan di tas milik Harry. Tentu dia sudah izin kepada empunya. Ya sebenarnya dia juga tidak menyangka jika sahabatnya itu memiliki buku bacaan selain Quiditch.

"Kau kan bisa ajak Lavender, Gin?"

"Dia sudah pergi duluan sama Parvati, ayolah, Mione!" ucapnya memelas.

Hermione menghela nafas, sebelum akhirnya menyetujui ajakan sahabatnya ini. Ini pasti merepotkan, dan benar saja, sekarang dia sudah diseret oleh Ginny untuk pergi berbelanja. Jika dia bisa mempercepat waktu, pasti dia akan melakukannya, sayangnya dia hanya bisa membalik waktu ke masa lampau, mungkin dia harus membuat penemuan baru, sebuah alat yang bisa mempercepat waktu.

.

.

.

Rasa dingin menyetuh pori-pori kulitnya, dia melakukan kecerobohan kali ini, dia tidak membawa mantelnya, ya sebenarnya ini salah Ginny yang terburu-buru (baca: menyeret)-nya untuk pergi mencari gaun. Sebelum sempat untuk mengambil mantelnya.

Hermione hanya mengikuti kemanapun Ginny pergi, seperti anak ayam mengikuti induknya. Dia sudah bosan dan capek kesana kemari mengikuti pacar Harry ini, mencari gaun pesta yang tidak ketemu-ketemu juga.

"Hai Gin. Hai Mione!" sapa seorang gadis dari keluarga Brown, siapa lagi kalau bukan Lavender.

Hermione baslas menyapa, begitupula Ginny.

"Apa kau sudah mendaatkan gaun untuk pesta? Aku dari tadi belum mendapatkan apapun, tidak ada yang cocok denganku." Ucap Lavender.

"Sama, bagaiman kalau kita ke toko itu sepertinya, gaunnya bagus-bagus!" saran Ginny, dengan mengarahkan pandangannya ke sebuah toko yang hanya berjarak tiga gedung dari mereka, sepertinya toko itu menyediakan diskon.

"Ehhm, sepertinya begitu. Ok lah!" ujar Parvati bersemangat saat melihat adanya diskon di toko itu.

Hermione kembali mengikuti Ginny dan teman-temanya, dengan malas. Seharusnya dia menolak dengan sungguh-sungguh tadi.

Hermione memasuki sebuah toko, sejauh matanya memandang hanya ada gaun-gaun pesta yang indah dengan berbagai bentuk dan ukuran, ada yang untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa. Dia melihat tiga orang temanya itu mulai berpencar untuk berburu gaun, sementara dia hanya memilih duduk di salah satu bangku yang ada di dekat ruang ganti.

Lavender berjalan ke arah ruang ganti sambil menenteng beberapa gaun pesta, "Apa kau tidak mencari gaun, Mione?" tanyanya, karena sedari tadi dia tidak melihat Hermione berkeliling seperti dia maupun yang lainnya untuk mencari gaun.

"Tidak, aku hanya menemani Ginny berbelanja. Lagipula aku masih punya gaun yang masih bisa kupakai." Jelasnya.

"Oh, apa kau benar-benar tidak ingin mencari satu gaun pun? Disini gaunya cantik-cantik!" ucap Lavender bersemangat, terlalu bersemangat malah.

Hermione sama sekali tidak tertarik untuk membeli gaun baru. Hermione berdiri dari duduknya, "Lav, kau bilang ke Ginny aku mau mencari sesuatu dulu, dan bilang tidak usah menungguku.". Lavender hanya mengangguk, sebelum memasuki sekat-sekat ruang ganti.

Hermione melangkahkan kakinya keluar, lega rasanya bisa keluar dari sana. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, bingung kemana dia harus pergi, sebenarnya dia tadi berbohong kalau dia ingin mencari seseuatu. 'Mungkin ke kanan, lebih baik!'

Cuaca dingin ini kembali merambat masuk ke pori-porinya, salahnkan Ginny yang tadi menyeretnya, sehingga dia belum sempat untuk mengambil mantel musim dinginnya. Dia hanya menggunakan sweater dan jubah sekolah. Malang benar nasibnya hari ini, sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah menggosok-gosokkan kedua tangannya. Tiba-tiba dia meraskan seseorang merangkulnya.

"Sudah tau musim dingin kau masih saja keluar tanpa menggunkan mantel, dasar Gryffindor, apa semua anak Gryffindor selalu ceroboh?" ucap orang yang tiba-tiba merangkulnya itu dengan nada mengejek.

Hermione merasa sangat amat akrab dengan suara orang ini.

"Aku tadi terburu-buru, jadi tidak sempat mengambil mantel. Dan apa yang kau lakukan, cepat lepaskan aku!" ucap Hermione sambil mencoba keluar dari dekapan, yang sebenarnya malah membuat tubuhnya menjadi lebih hangat.

Draco sama sekali tidak mengindahkan ucapan Hermione, bukanya melepaskan dia malah mempererat pelukannya di tubuh Hermione, "Kau akan mati beku jika aku melepaskan pelukanku, kau harusnya berterima kasih padaku, karena aku telah menyelamatkanmu dari cuaca dingin ini dengan membawamu kepelukanku yang hangat ini, Semak!"

Hermione merasa tidak terima dipanggil 'Semak' dan juga siapa yang meminta bantuan (baca: rangkulan), "Jangan memanggilku 'Semak' atau kubunuh kau, dan juga siapa yang memintamu untuk menyelamatkanku?" tanya Hermione dengan nada jengkel, sejengkel-jengkelnya.

Draco terkekeh, "Lalu aku harus memanggilmu apa, heh? Sayang, darling, honey, princess, atau apa. Kau tidak perlu memintaku untuk menyelamatkanmu, karena aku akan selalu melindungimu." Ucap Draco dengan nada yang cukup untuk membuat jantung Hermione berdetak tak karuan.

Draco menyeret Hermione untuk kembali ke kastil, "Coba kau lihat wajahmu yang sudah semerah tomat itu. Sebaiknya kita segera kembali ke kastil". Hermione memegangi pipinya, dia mengumpat pelan, kenapa wajahnya harus memerah, tentu saja wajahnya memerah karena berbagai panggilan sayang yang didedikasikan Draco untuk dirinya. Namun sejujurnya dia bahagia seperti ini, dimana dia berasa dalam pelukan seorang Draco Malfoy,pelukan yang menawarkan sejuta kehangatan. Kehangangatan yang menjanjikan rasa aman.

'Jika saja seterusnya bisa seperti ini, karena hidup ini hanya sekali. Aku masih tak mengerti sesuatu yang biasa bisa menjadi hal yang luar biasa hanya karena sesuatu yang disebut cinta. Membayangkan sesuatu yang disebut cinta, seperti melihat es yang mencair di bawah sinar matahari musim semi. Sebuah hati yang dingin akan menjadi hidup hanya dengan cinta, Extraordinary Love'

Sesuatu yang Luar Biasa yang kau sebut cinta

Something Extraordinary, you called it L.O.V.E

Hermione memasuki kamarnya saat melihat sebuah kotak merah di atas ranjangnya. Dia mencoba berpikir siapa yang mengirimnya ini, dia membuka isi kotak itu 'Semoga saja bukan sebuah jebakan!'. Sebuah gaun merah dengan pita emas di tengahnya, gaun yang benar-benar indah, pikirnya. Dia mencari-cari di kotak identitas pengirim di kotak itu, namun hasilnya nihil, Hermione tidak menemukan apapun. Tunggu dia melihat sebuah perkamen kecil disitu, perkamen kecil dengan tulisan 'Kau harus memakainnya saat pesta! Dan jangan berpikir untuk mengembalikannya padaku. T. N.'

Sepertinya dia tau siapa yang memberinya gaun ini. Nanti dia harus berterima kasih dengan sang pemberi hadiah ini.

Dia mencoba mengepaskan gaun itu dengan tubuhnya. Dan gaun itu sangat terlihat cocok dan pas untuknya, seperti dibuat hanya untuknya. Pasti dia pasti akan memakainya waktu pesta nanti.

# #

Draco berdiri di depan pintu kamar Hermione. Dia masih tampak ragu untuk mengetuk pintu dengan lambang Gryffindor itu. Dia masih bingung untuk menyampaikan maksudnya atau tidak, sebenarnya dia tidak merasa bingung, tapi merasa gengsi. Dia gengsi untuk menyampaikan maksdunya, yaitu mengajak Hermione ke pesta dansa besok. Draco memandangi buku yang dibawanya sejenak, ya dia membawa buku yang tadi pagi dia rebutkan dengan Hermione di perpustakaan, buku itu dijadikan alasannya untuk bertemu dengan Hermione.

Draco mengetuk pintu Hermione, "Mione, buka pintunya!"

"Buka saja, aku tidak menguncinya!" teriak Hermione dari dalam.

Draco membuka pintu kamar itu. Dilihatnya Hermione yang tengah memasukan sebuah kotak ke dalam lemarinya.

"Kau sedang apa?" tanya Draco penasaran.

"Tidak ada, hanya mencari sesuatu." Jawabanya.

Draco duduk di ranjang Hermione, sambil menunggu Hermione yang masih mengutak-atik isi lemarinya. "Kau mencari apa sih, Mione?" tanya Draco yang masih penasaran dengan apa yang dilakukan Hermione.

"Aha ketemu juga!" seru Hermione, setelah menemukan sebuah novel yang akan dibacanya.

"Apa itu ?" seru Draco penasaran dengan sebuah buku yang sedang dibawa Hermione.

"Ini novel, aku meminjamnya dari Harry."

Draco hanya mengangguk. Dia lalu melemparkan buku yang ada di tangannya ke pangkuan Hermione. "Kau boleh meminjamnya, aku sudah selesai. Tapi kalau kau sudah selesai kau ya yang menggembalikannya ke perpustakaan!" ujar Draco lalu merebahkan tubuhnya di kasur milik Hermione.

"Cepat sekali kau selesai. Baiklah aku yang akan mengembalikannya." Seharusnya Hermione tidak usah meragukan kemampuan otak Sang Pangeran Slytherin yang tengah bermalas-malasan di kasur miliknya, dia adalah lelaki yang selalu mengancam kedudukannya, di peringkat Hogwarts.

"Ya setidaknya aku menepati janjiku, meminjamkanmu buku itu sehabis makan malam."

"Mione!" panggil Draco sambil memejamkan matanya, seakan menikmati setiap sensasi menyebut nama sang gadis pujaan, menikmati setiap getaran yang merambat di seluruh pembuluh daranya.

"Apa?" Hermione mengarahkan pandangannya dari novel yang dibacanya menuju Draco yang tengah memejamkan matanya.

"Apa kau mau pergi bersamaku besok? Ke pesta dansa?" tanya Draco to the point. Dia sudah mengumpulkan keberaniannya untuk mengajak gadis yang disukainnya. Biasanya dia tidak pernah memohon seperti ini, karena para gadis selalu memohon-mohon padanya untuk menjadi pasangan dansa salah satu dari mereka.

Hermione tersenyum jahil, "Kau terlambat, Mr. Malfoy. Karena sudah ada orang lain yang mengajakku terlebih dahulu, dan sayangnya aku menerimannya."

Draco membuka matanya, siapa orang yang berani mendahuluinya. "Siapa?" tanyanya dengan nada datar.

"Kau bisa melihatnya sendiri besok, Draco"

"Jangan bermain-main denganku, Miss. Granger. Kau masih tidak ingin mengatakan siapa orangnya!" ucap Draco dengan nada menahan emosi. Dia memang sedang menahan emosinya untuk tidak melakukan kekerasan secara brutal kepada 'seseorang' yang telah mengajak Hermione ke pesta dansa.

Hermione menggeleng, menegaskan bahwa dia tidak akan mengatakan siapa yang sudah mengajaknya ke pesta dansa. Dia juga masih ingin menikmati ekspresi menahan marah yang tengah di tunjukkan Malfoy di depanya ini. Melihat Draco Malfoy dengan wajah memerah karena marah, benar-benar membuatnya terlihat lucu.

"Jika kau bersikeras tidak ingin mengatakannya. Aku akan menghukummu!"

"Kau mau menghukumku dengan apa?" tantang Hermione, dengan ekspresi yang seakan mengatakan 'aku tidak takut dengan semua hukumanmu'.

Seringai jail tercetak di wajah aristokratnya, "Apa kau yakin? Baiklah. Kau harus tidur denganku malam ini!" perintah Draco sungguh-sungguh.

Mata Hermione terbelak sempurna mendengar apa yang baru saja di ucapkan Draco, "Kau jangan macam-macam, aku sama sekali tidak ingin melakukan semua itu. Aku... aku..". Dia tidak akan pernah melakukan hal seperti itu, sebelum waktunya, sebelum dia lulus sekolah, sebelum dia mendapatkan pekerjaan yang layak, dan lain-lainnya.

Draco tertawa, "Kau memang lucu, aku tidak ingin melakukan apapun padamu, aku hanya ingin melakukan ini." Draco segera menarik Hermione ke dalam pelukannya, membenamkan kepalanya di antara rambut-rambut semak milik Hermione, menikmati setiap aroma Vanilla yang menguar dari tubuh Hermione. Aroma yang memabukkan.

"Aku hanya ingin melakukan seperti ini, memelukmu erat di dalam dekapanku saat aku tertidur. Dan jika kau ingin yang lainnya, kau harus sedikit bersabar, kau pasti akan menjadi Mrs. Malfoy setelah kita lulus nanti." Ucap Draco sambil mempererat pelukannya di tubuh Hermione. Menikmati apa yang bisa dinikmatinya. Menahan semua rasa sakit dalam sebuah ketenangan.

Hermione, dia hanya diam, tak bisa mengatakan apapun setelah apa yang baru saja Draco katakan. Menjadi seorang Malfoy, bukanlah hal yag pernah diimpikannya barang sekali-pun. Dan sekarang seorang Malfoy menawarkannya, Malfoy yang dulu sangat dibencinya, Malfoy yang saat ini mengisi ruang-ruang kosong di hatinya.

Hermione memejamkan kedua matanya, mencoba menganggap apa yang baru saja Draco tawarkan padanya, hanya sebuah angin lalu. Mengharapkan semua itu haya akan membuatnya sakit hati di kemudian hari, lebih baik melupakannya. Dia tak akan bersama dengan Draco, itulah yang coba ia tekankan kepada dirinya sendiri. Dia tak akan mungkin bersama Draco dengan keraguan yang masih menyelimutinya, saat ini dia masih mencoba untuk melawan semua rasa ragu itu sendiri.

Draco menghirup dalam aroma tubuh Hermione, mencoba meyakinkan dirinya sendiri, jika suatu saat nanti dia pasti akan menjadikan Hermione miliknya, hanya miliknya. Entah apapun yang menjadi rintangannya. Meskipun dia menyadari bahwa dirinya adalah seorang setengah Vampire, kutukan yang membuat hidupnya dalam neraka, namun dia tak peduli.

'Aku akan membuatmu selalu disisiku, selalu berada dalam dekapanku. Aku ingin merasakan sesuatu yang Luar Biasa, sesuatu yang selalu aku rasakan saat bersamamu. Hidupku hanya sekali, bukankah itu Luar Biasa.'

'Percayalah sesuatu yang Luar Biasa adalah sesuatau yang Nyata, kau akan merasakannya. Asalkan kau tak memilih untuk meninggalkanku membeku disini.'

Hermione tengah memakai gaunya dengan buru-buru, sekarang satu jam setengah sebelum pesta dansa. Dia lupa waktu karena keenakan membaca buku yang baru saja di pinjamnya dari Perpustakaan, buku 'Rune Kuno' yang menceritakan bagaimana awal mula dunia penyihir. Buku yang benar-benar mengunggah semangatnya untuk membaca, dan membuatnya lupa waktu. Sehingga beginilah hasilnya dia tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan dirinya.

Sejujurnya dia juga tidak ingin pergi ke pesta itu, jika bukan karena jabatanna sebagai ketua murid, dia tidak akan datang ke pesta dan memilih menghabiskan waktunta dengan buku-buku tercintanya, tapi apa boleh buat.

Hermione mendengar suara berisik di bawah, sepertinya Draco sedang berbicara dengan beberapa orang. Tak lama setelah itu seseorang, lebih tepatnya tiga orang gadis Gryffindor memasuki kamarnya, Ginny, Lavender, dan Parvati.

"Demi Godric! Kau belum bersiap apapun, Mione?" ucap Ginny terperangah melihat Hermione masih hanya menggunakan gaunnya saja, dan itu juga terlihat acak-acakan.

"Sepertinya kita harus membantu Hermione bersiap!" Lavender mendudukan Hermione di depan meja rias.

Mereka nampak bersiap-siap untuk melakukan perubahan terhadap Hermione.

Kali ini Hermione memilih menurut dengan apa yang dilakukan oleh ketiga temanya ini, dan dia juga harus berterima kasih kepada mereka. karena saat ini Hermione memang membutuhkan orang lain untuk bersiap-siap.

Mereka bertiga nampak sibuk me make-over Hermione, Ginny dan Parvati menata rambut Hermione, sedangkan Lavender memoles wajah Hermione dengan make up make up yang tampak natural untuk wajah Hermione.

"Kau nampak luar biasa!" ujar Ginny dengan nada puas melihat hasil karyanya dan teman-teman tentunya.

Hermione mengamati pantulan dirinya dicermin, dilihatnya seorang gadis yang tengah berdiri dengan gaun berwarna merah dan pita emas ditengahnya, bagian bawah gaun yang tampak sedikit mengembang. Rambutya yang dikepang kebawah dan helaian-helaian rambut depanya yang dibiarkan membingkai indah wajah cantiknya.

"Baiklah gadis-gadis kita siap pergi ke pesta!" seru Parvati dengan nada bersemangat.

Mereka berjalan keluar dari ruang ketua murid. "Mione, ngomong-ngomong kau pergi dengan siapa?" tanya Ginny.

"Kau akan melihatnya nanti." Jawab Hermione sok misterius.

Ginny hanya menekuk wajahnya mendengar jawaban Hermione, dia tidak mungkin bisa memaksa gadis se-keras kepala Hermione untuk mengatakannya. Toh, nanti dia juga akan melihatnya sendiri.

"Hai guys? Sepertinya aku harus pergi kesana?" ujar Parvati sambil mennjuk ke arah Dean Thomas yang sedang melambaikan tangannya kepada mereka.

"Lebih baik kau cepat-cepat kesana!" perintah Lavender.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju aula besar. Hermione hampir terjatuh karena menabrak seseorang, jika saja orang itu tidak menyanggah tubuhnya.

"Kau harus perhatikan langkahmu, Princess!" ujar seseorang.

"Ron!" seru Hermione, saat melihat Ron yang nampak berbeda dari biasanya. Dia terlihat lebih tampan dengan setelan Tuxedo yang dikenakannya. Bukanya menggunakan baju pesta aneh dengan renda-renda, seprti yang digunakannya saat Yule-Ball.

Lavender segera menggamit Ron, "Aku pergi dulu!" ujarnya sambil menyeret Ron. Hermione dan Ginny hanya terkikik geli melihat kelakuan sahabat mereka.

"Wow, apa benar itu kakakku?" tanya Ginny tidak percaya melihat penampilan kakaknya.

Hermione memutar bola matanya malas, sepertinya Ginny sudah mulai pikun, "Tentu saja dia itu kakakmu, apa kau mulai menggalami penuaan dini? Ah, sungguh kasian nasib sahabatku!" ucap Hermione dengan nada dibuat-biuat.

Ginny menyikut Hermione pelan, "Penuaan dini? Kasihan? Jangan bercanda, Mione. Lebih baik kita cepat-cepat menuju aula, karena kurang dari lima belas menit lagi acara harus dimulai."

Mereka mempercepat langkahnya. Hermione sudah sampai di tangga yang menuju aula besar, dilihatnya Theo, Blaise, Draco, dan Harry? Yang tengah berbincang seru, sepertinya mereka membicarakan quiditch, memangnya apa lagi?

"Kau nampak luar biasa, Mione!" seru Blaise saat melihat Hermione yang berjalan ke arah mereka.

Draco seperti terhipnotis, dia sama sekali tak bisa melepaskan fokus matanya dari Hermione, baginya saat ini Hermione adalah objek yang paling menarik di dunia ini, bahkan mengalahkan Quiditch sekalipun. Dia mengumpat pelan, jika saja dirinya yang menjadi pasangan Hermione.

Theo dan Harry hanya tersenyum simpul ke arah Hermione, meskipun sejujurnya mereka berdua juga terkagum-kagum dengan kecantikan Hermione saat ini. Harry segera tak akan tersadar, jika saja tak ada Ginny yang segera menariknya ke alam nyata.

"Apa yang kau lihat, Mr. Potter?" bisik Ginny tepat di telinga Harry, yang membuat bulu kuduknya berdiri. Harry menelan ludah dengan susah payah.

Theo mendekat ke arah Hermione, membukukan badanya sejenak, sebelum berdiri di samping Hermione, dan menggaet lengan Hermione. Theo tersenyum penuh kemenagan, setidaknya kali ini dialah yang mengambil gadis Draco, meskipun hanya sejenak.

Draco masih benar-benar tidak percaya berani-beraninya Theo, apa dia mau cari gara-gara. Draco memberi Deathglare gratisan untuk Theo, seakan-akan mengatakan 'Kau akan mati, Theodore Nott!'. Draco segera pergi meninggalkan tempat itu, dia harus menenangkan dirinya.

Theo hanya acuh-tak acuh atas kepergian Draco, dia sama sekali tak gentar untuk berhadapan dengan Draco, meskipun itu adalah sahabatnya sendiri. Setidaknya untuk kali ini, dia ingin merasakan sebuah kebahagiaan yang sesungguhnya.

Hermione hanya bisa pasrah melihat kepergian Draco, setidaknya untuk kaLi ini.

###

Aula besar dipenuhi dengan alunan lembut musik dansa, para siswa Hogwarts nampak tenggelam di antara alunan-alunan tersebut. Tak terkecuali Theo dan Hermione yang masih berdansa di lagu kedua ini.

"Apa kau menyukai gaunnya?" tanya Theo disela-sela tarian dansa mereka.

"Sangat indah dan luar biasa, bagaimana mungkin aku tidak menyukainya?" Hermione tersenyum. Diliriknya Draco yang tengah berdansa dengan Astoria Greengrass, adik Daphne Greengrass. Gadis yang digadang-gadang sebagai calon istri Draco nantinya, sakit memang rasanya mendengar hal tersebut. Hermione segera mengalihkan pandangannya saat Draco melihat ke arahnya.

Theo menyadari meskipun raga Hermione berada dihadapannya, namun hati dan pikirannya bersama Draco. "Terima kasih" ucapnya lirih, dilihatnya Hermione tersenyum kearahnya. Mungkin itu adalah sebuah senyuman terakhir dari Hermione yang dianugerahkan untuknya, hanya untuknya.

Tempo lagu berubah menjadi lebih cepat. Sekarang sudah memasuki lagu ketiga. Draco nampak gelisah, rasa sakit ini kembali menjalari setiap inchi tubuhnya. Dia menghentikan dansanya dan pergi keluar, sama sekali tak peduli dengan cacian yang diucapkan Astoria padanya. Rasa sakit ini membuatnya tersiksa, dia mencoba mencari-cari ramuannya di kantong jasnya.

Hermione dan Theo melihat kepergian Draco, Theo menyadari apa yang sebenarnya terjadi kepada sahabatnya itu, dilihatnya Hermione yang nampak tidak tenang melihat kepergian Draco. Theo mencoba mengerti bagaimana perasaan Hermione, dipegangnya lembut pundak Hermione "Pergilah! Susul dia!" perintahnya.

Hermione sangat berterima kasih atas pengertian Theo, dia segera menyusul Draco meninggalkan aula besar. Hermione menyadari apa yang tengah terjadi pada Draco, dia tau karena bisa melihat perubahan pada mata Draco yang berubah menjadi merah darah.

Theo hanya bisa memandangi kepergian Hermione, dialah yang menginginkan semua itu. Dia lebih memilih seperti ini menyimpan semuanya rapat-rapat dalam hatinya tanpa ada satu orang=pun yang tahu, hanya dia dan Tuhan.

Dia memilih melepaskan tangan satu-satunya gadis yang mengisi hatinya sedari dulu, gadis yang menarik perhatiannya sejak tahun ke-3 saat dia tidak sengaja bertemu dengan gadis itu di antara rak-rak buku perpustakaan Hogwarts. Dia tak akan pernah bisa membuat gadis itu bertahan disisinya, sampai kapanpun. Setidaknya gadis itu akan bahagia.

'Aku hanya bisa memegang diriku sendiri, sesuatu yang hanya aku rasakan sendiri. Kalian tak akan mengerti apa yang aku rasakan ini, sesuatu yang luar biasa. Inilah saatnya mengucapkan selamat tinggal, sesuatu yang nyata dalam kehidupan yang hanya sekali.'

Theo tersenyum untuk dirinya sendiri, merayakan kemenangannya atau mungkin kekalahannya. Diambilnya segelas anggur dan mengangkatnya tinggi-tinggi. 'Mari mulai dari awal!'

Draco merasakan rasa sakit yang semakin mencekiknya. Dia sudah meminum ramuan itu dua kali namun entah mengapa rasa sakit ini tak kunjung berkurang juga. Dia mencium bau seseorang yang sangat akrab di indra penciumannya, bau yang memabukkan. Kenapa harus di saat seperti ini.

Mungkin ini adalah akhir dari semuannya.

Draco Pov's

Kenapa kau harus melihatku di saat seperti ini, jangan pernah mendekat ke arahku mungkin aku akan menyakitimu. Mungkin kau akan pergi dariku setelah melihat semua ini. Aku hanya bisa berharap kau tak akan melakukan itu.

"Draco!"

Mendengarmu memanggil namaku semakin menambah rasa sakit di hatiku. Apakah bisa berhenti sampai disini. Kau membuatku gila, apa kau ingin aku menyakitimu, sebaiknya kau pergi. Ini akan menjadi semakin sulit.

Kau akan menyadari apa yang sebenarnya terjadi padaku, saat aku kehilangan kendali atas diriku sendiri. Aku harap kau mengerti.

End Pov's

Hermione berdiri diantara palang pintu ruangan astronomi, dilihatnya Draco yang duduk di lantai ruangan astronomi, dia tampak kacau, bukan seperti Draco yang biasanya.

Entah kenapa rasa ini muncul, disaat seperti ini, rasa takut saat melihat mata Draco yang menyala merah seakan-akan ingin menelannya, Hermione mundur satu langkah, dilihatnya Draco menundukan kepalanya.

Hermione mencoba mengendalikan dirinya, mencoba menghilangkan rasa takutnya, dia seorang Gryffindor sejati.

"Pergilah dari sini! Aku baik-baik saja!" perintah Draco tanpa menatap mata Hermione.

Suara Draco terdengar sarat akan rasa sakit. Hanya orang gila yang akan percaya bahwa dia baik-baik saja. Apa dia tak bisa berhenti menanggung semuanya sendiri, dialah yang membuat semuanya menjadi semakin sulit.

Hermione berjalan ke arah Draco, mengeliminasi jarak di antara mereka. menjadikan dirinya sandaran untuk Draco, apapun yang akan terjadi, meskipun ini salah.

Hermione pov's

Aku hanya ingin kau berhenti mengatakan semuaya baik-baik saja dan menyelimuti dirimu dengan rasa sakit. Berhentilah berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja, jangan menanggung semuanya sendiri.

Akulah yang akan menemanimu, aku yang menjadi sandaranmu.

Kau hanya perlu jujur padaku tentang apa yang kau rasakan, sebesar apa rasa sakit yang menaungi jiwamu. Kau hanya perlu percaya padaku dan mengatakan semuanya, mengungkapkan semua rahasiamu, kita hanya punya hidup sekali, One life, you just be honest for me. Semuanya akan terasa berbeda. Aku akan mengikuti kemanapun kau pergi. Meskipun semua ini salah, kita bisa membuatnya menjadi hal yang benar, dan menjadikanya luar biasa.

End pov's

Draco merasakan sebuah kehangatan yang menaungi dirinya, kehangatan yang perlahan menggantikan rasa sakit ini. Dia tau saat ini dia tengah dalam pelukan Hermione. Apa gadis itu tak takut apa yang akan terjadi padanya nanti. Perlahan dia mulai bisa menguasai dirinya lagi. Percuma semuanya akan sia-sia.

Hermione melepaskan pelukannya saat melihat Draco yang mulai bisa menggendalikan dirinya sendiri. Draco telah kembali menjadi dirinya lagi. Dia tak pernah tau bagaimana rasa sakit yang dirasakan Draco, namun dia mencoba mengerti melalui tatapan matanya. Percayakah kalian bahwa tatapan mengatakan semuanya, mengatakan kejujuran seperti sebuah cermin.

Draco menyandarkan kepalanya di dinding menara astronomi, "Sekarang kau sudah tau semuanya, apa yang akan kau pilih?"

"Aku sudah tau semuanya sebelum ini. Apa yang aku pilih? Entahlah terkadang aku ragu dengan diriku sendiri, tapi aku telah memilih. Aku memilih bersamamu." Hermione menatap lekat maat kelabu milik Draco, mencoba meyakinkan bahwa yang di ucapkannya adalah sesuatu yang sungguh-sungguh.

Draco menyeringai, "Bersamaku? Apa kau tidak tahu aku ini seorang MONSTER! AKU INI MONSTER! AKU MUNGKIN AKAN MENYAKITIMU atau MEMBUNUHMU!" teriak Draco frustasi, apa gadis ini tidak tau apa yang akan terjadi dengannya. Dia ingin membuat gadis yang dicinainya ini mengerti.

"Seharusnya kau takut denganku dan menjauh. Bukan bersamaku. Dan apa yang kau maksud dengan mengetahui semuanya sebelum ini?"

Hermione menghela nafas, entah bagaiman lagi dia harus meyakinkan laki-laki di depannya ini, "Bagiku kau bukanlah seorang monster, Draco. Kau adalah Draco Lucius Malfoy yang aku kenal. Kau hanya dalam keadaan yang buruk. Kau tak akan pernah membunuhku ataupun menyakitiku. Dan aku tahu semua ini, dan kau tak perlu tahu bagaimana aku bisa mengetahuinya. Apa kau tidak bisa merasakan semuanya, merasakan apa yang aku rasakan padamu."

Itulah yang selalu ia coba lakukan, meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bukanlah seorang monster. Dia merasakan sesuatu yang luar biasa, saat tangan Hermione menyentuh setiap bagian wajahnya. Draco menatap lekat mata madu milik Hermione yang menenangkan. Entah bagaimana ini bisa terjadi tak ada lagi jarak diantara mereka.

Hermione merasakan getaran listrik disetiap aliran darahnya, dia yang memulai semua ini, mungkin dengan ini Draco akan mengerti apa yang dirasakannya selama ini, bagaimana dia percaya dengan laki-laki itu. Dia menikmati semua ini. Hermione mengalungkan kedua lengannya di leher Draco. Dia menikmati semua ciuman ini.

Draco seperti merasakan sebuah pencerahan. Dia seperti tau apa yang harus dilakukannya, apa yang diinginkannnya. Dia ingin Hermione, dia ingin selalu bersama gadis itu. Dia ingin memimpikan apa yang gadisnya impikan, dia ingin pergi kemanapun gadisnya pergi. Dia hanya perlu jujur pada dirinya sendiri.

Draco melepaskan ciuman itu, kebutuhan akan oksigenlah yang membuatnya melakukan itu. Dilihatnya Hermione yang tengah menarik napas dalam-dalam dengan wajah yang merona merah. Sekali lagi dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Draco melepaskan sebuah cincin yang selalu bertengger manis dari jari manis tangan kananya, sebuah cincin milik keluarga Malfoy. Entah apapun yang akan dihadapinya inilah pilihannya, inilah keinginannya.

"Maukah kau menjadi seorang Malfoy?"

'Sesuatu yang selalu ingin aku tunjukanmu, sesuatu yang lebih dari sebuah sihir, sesuatu yang bisa mengubah segalanya, sesuatu yang bisa merubah pilihan seseorang, sesuatu yang luar bisaa, Extraordinary. Sesuatu yang disebbut cinta. Apakah kau merasakan hal yang sama?'

'Kau hanya perlu jujur pada dirimu sendiri atas apa yang kau rasakan, kau hanya punya hidup sekali. Behenti berpikir semuanya akan baik-baik saja, besandarlah padaku. Aku mencintaimu, aku mebutuhkan orang yang mengerti tentangku, bukankah kau juga begitu?'

'Kau tak akan berdetak, karena kau tak merasaknnya, Flatline. Hatimu akan hancur berkeping keping, karena semua ini, HeartBreaker. Namun kau mencoba bertahan, sesakit apaun semua itu, Stay. Kau berubah menjadi mengerikan, kau berpindah kesisi lain, sisi dimana hanya kegelapan yang mendapingimu, The Other Side (Demon). Kau hanya perlu menutup matamu, aku akan mengatakan semuanya, Close Your Eyes. Kejujuran akan mengatakan semuanya dalam kehidupan ini, mengungkapan sesuatu yang Luar Biasa, One Life, Extraordinary!'

The End

Seorang anak laki-laki dengan rambut pirang platina dan mata selembut madu, menutup sebuah buku denga tulisan 'Journals' dan mengembalikan lagi ke rak buku milik ibunya.

"Scorp, cepat turun, atau kau tak akan mendapat jatah makan malam!" teriak sebuah suara dari bawah.

Dia menatap lagi buku itu, "Sebentar lagi aku akan turun, Mom!"

Anak laki-laki bernama Scorpius Malfoy itu segera turun sebelum menerima omelan yang tiada hentinya dari ibunya tercinta. Jika ibunya sudah mengomel maka tak akan ada yang menyelamatkannya meskipun itu ayahnya sendiri.

"Malam, Dad!" sapanya saat sudah samapai di ruang makan. Dilihatnya ibu dan ayahnya yang sudah duduk di meja makan.

"Apa saja yang kau lakukan, kenapa ibumu sampai harus berteriak, heh?" tanya ayahnya.

Scorpius memutar bola matanya, "Aku hanya membaca sebuah buku." Jawabnya.

Draco menatap anak pertamanya, anaknya ini benar-benar memiliki hobi yang sama dengan ibunya, sama-sama gila baca. Jika anaknya ini sudah membaca buku ada orang melakukan ritual pengusiran setan di sampingnya, mungkin dia tak akan mendengarnya.

Dialaihkan pandangannya menuju istrinya tercinta, seorang wanita dengan perut buncit, tanda hamil. Seorang wanita yang telah memberikan kebahagian dalam hidupnya, Hermione Malfoy.

Scorpius memandangi kedua orang tuanya, dia sangat bahagia bisa memiliki kedua orang tua yang begitu meyayanginnya. Dia hanya bisa bersuykur atas kehidupan yang dimilikinya. Kau hanya punya kehidupan sekali.

D. Ar. N.

Sebelumnya saya ingin meminta maaf atas keterlambata saya. Saya benar-benar meminta maaf, ini adalah update saya yang paling lama. Banyak pekerjaan dan ujian-ujian yang menumpuk.

Saya berharap chapter dan fanfict ini tidak mengecewakan para readers. Dan terima kasih untuk semuanya yang me-Review fanfict saya ini, terima kasih atas semua dukungan dan semangatnya.

Maaf jika endingnya mengecewakan, tapi saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk membuat ending yang memuaskan, meskipun menurut saja endingnya Ga-Je. ^_^V

Sekali lagi saya berterima kasih karena telah mengikuti fanfict saya sampai akhir. Saya sangat berterima kasih. Untuk Silent readrers, saya berharap kalian berniat untuk me-review di chapter ini.

Song for this Fict

Flatline, HeartBreaker, and One Life by Justin Bieber

Stay by Rihanna

The Other Side by Jason Derulo

Demons by Imagine Dragon

Extraordinary by Clean Bandit

Thanks all!

See you at next fict.

D. Ar. N.