THREAD OF DESTINY

.

.

BY: CNARA-CHAN NAMIUZUKAGE

DISCLAIMER: MASASHI KISHIMOTO

RATING: T

WARNING: YAOI, OOC, DLL

—Cnara-chan Namiuzukage—

CHAPTER 1 : WHO IS 'SHE'?

.

.

.

.

"Ck, aku bosan! Hidup ribuan tahun itu tidak enak!" sosok seseorang berkimono merah mulai terdengar menggerutu akan sesuatu.

"Kyuu! Omonganmu itu mengkhawatirkan!" sedangkan sosok berkimono orange terdengar merengek mendengar omongan kakaknya yang terdengar seperti orang yang bosan hidup. Sosok berkimono merah itu melirik adiknya dan tertawa.

"Haha, mau bagaimana lagi?" ujarnya sambil memandangi danau dihadapannya. "Kalau tidak makan, bertapa, ya tidur.., kan membosankan," kini si kimono orange hanya bisa diam, karena semua yang dikatakan kakaknya memang benar.

"Hm..", hanya gumaman halus yang terdengar telah keluar dari mulutnya.

"Aha!" suara yang sedikit sopran milik sang kakak mengagetkan si pirang berkimono orange disebelahnya.

"Gimana kalau kita pergi kedesa?" usul si merah sambil mengerlingkan matanya yang dihiasi bulu mata lentik itu. Si pirang membelalakkan matanya, "Desa? I-itu kan berbahaya!"
"Ayolah, tidak akan ada yang menyadarinya, kok? Ya? Ya?"

"Ck, ya sudahlah.."

"Padahal kau memang ingin juga kan?"

"Hehe, yah lumayan sich," ujar si pirang sambil menunjukkan cengiran lima jarinya yang khas.

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

Matahari yang bersinar terik dengan langit yang bersih tanpa awan membuat udara terasa panas dan menyesakkan.

Kresek. Kresek.

"Eh suara apa itu?" jerit si bungsu. Mata yang berwarna saphire indah itu terbelalak ketakutan, memeluk kakaknya yang berada tepat dihadapannya.

"Stt! Kau ini apa-apa'an sich?" si sulung langsung meronta melepaskan cengkraman dipunggungnya. "Kau itu setannya!"
"Eh? Kita ini siluman Kyuu! Bukan setan! Lagipula kalau aku setan kau juga setan!" ia mengacungkan telunjuknya kemuka sang sulung.

"Ish!" menepuk tangan sang adik keras, "sudahlah, ngomong-ngomong suara apa itu?" omongan sang kakak yang berambut merah panjang sewarna dengan darah, dan juga senada dengan kimono yang dipakainya itu, membuat suasana langsung hening seketika. Kedua makhluk mistis itu menajamkan indra pendengaran mereka. Tiba-tiba..

"UWAAA!" terdengar suara pria dari kejauhan. Dengan sigap sosok berkimono merah langsung melarikan dirinya kearah sumber suara.

Adiknya yang kaget hanya bisa berteriak memanggil kakaknya kembali.

"Kyuu!"

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

Beberapa menit sebelumnya, ditempat yang berbeda.

Disebuah tempat beberapa meter jauhnya dari tempat kedua bersaudara tadi. Ditebing tempat mengalirnya air terjun yang deras, terlihat seorang pria dengan kimono pria berwarna hitam.

"Ugh! Sedikit lagi.." tetesan keringat mulai mengalir menuruni keningnya saat ia tetap mencoba mempertahankan keseimbangan tubuhnya dari ketinggian 20 meter itu. Tangan kanannya yang menumpu berat tubuhnya itu mulai terasa kaku, sementara tangan kirinya mencoba menggapai sebuah tanaman kecil langka yang hanya tumbuh ditebing-tebing tinggi.

"Aku harus mendapatkannya!" geram pria bermata onyx itu. Tangannya kini hanya berjarak beberapa cm dari tanaman itu. Tanaman yang sudah dicarinya selama berhari-hari untuk mengobati seorang anak didesa.

5cm.

4cm.

3.

2.

Grep!

Akhirnya tanaman berdaun hijau keunguan itu berhasil berpindah tempat ketangan pemuda tampan berambut raven tersebut. Sebuah senyuman tipis yang lembut dikembangkan bibirnya. Tapi..

Prek. Prek.

Mata hitam itu terbelalak memandang batu tempatnya berpijak mulai runtuh dan..

"UWAAA!" suara teriakannya menggema saat dirinya terjatuh kealiran air yang deras disusul bunyi ceburannya yang keras.

.

.

. —Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

Tubuh Itachi terasa sakit karena menghantam permukaan air dari jarak yang cukup tinggi, membuatnya tidak sempat menahan nafas sebagaimana yang biasanya dapat dilakukan Uchiha sulung itu. Tangannya masih tetap menggenggam erat tanaman keungguan itu. Sayup-sayup terdengar olehnya suara seseorang yang melompat—menceburkan dirinya—keair. Dada Itachi terasa sesak, saat Itachi merasakan genggaman halus ditangannya. Pemuda tampan itu seketika memaksakan matanya kembali terbuka. Walau samar, dapat dilihatnya seseorang yang menarik wajahnya.

Deg!

Mata itu.. matanya seperti menarik Itachi tenggelam kedalamnya. Mata kucing itu telah menghipnotisnya. Rambut panjang gadis itu melambai terbawa arus air yang kencang. Gadis itu mendekatkan diri padanya dan mengecup bibirnya. Terasa manis...

Manis dan segar seperti apel.

Namun kemudian, kesadaran Itachi pun menipis, terasa semakin jauh dan pudar. Kemudian segalanya menjadi gelap.

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

"Hoi!" panggil seorang pria bertubuh tinggi besar dengan masker yang menutupi wajahnya, menepok pipi Itachi keras.

Plak. Plok. Plak. Plok. Kepala Itachi mental kekanan-kiri-kanan-kiri-kanan.

"Uhuk!" tiba-tiba Itachi terbatuk keras disertai air yang sempat masuk kedalam saluran pernapasannya. Zabuza, nama pria bermasker tadi menghela napasnya lega.

"Kau ini merepotkan saja! Kukira kau akan mati!" Zabuza meneriaki sahabatnya yang masih linglung itu, menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri.

"Mana gadis yang tadi?" tanyanya pada Zabuza saat tenggorokkannya sudah dapat kembali mengeluarkan suara baritonnya.

Zabuza cengo, "Hah? Gadis mana?" tanyanya.

"Yang tadi menciumku didanau?"

Krik. Krik. Krik.

"Kau sakit, kawan.." Zabuza mengatakannya sambil menepuk pundak Itachi pelan.

"Eh?" sekarang giliran Itachi yang cengo.

Tapi kemudian..

Nyut. Nyut. Nyut

Pipi Itachi yang merah menyala hampir lecet berdenyut perih. Sontak membuat Itachi menyentuh bagian yang anehnya terasa sakit itu.

"Eh? Sakit ya?" tanya Zabuza innocent,

"Maaf tadi kau tidak sadar-sadar, aku jadi keasyikkan dech.." lanjutnya tanpa merasa bersalah.

Ctek.

Aura hitam mulai menyelimuti sekeliling tubuh putra sulung penyandang nama bermarga Uchiha itu. Yang pada akhirnya terdengar bunyi teriakan pilu yang dapat kita definisikan sebagai teriakan dari Zabuza. Membuat burung-burung dihutan itu berterbangan tak tentu arah.

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

Tak jauh dari tempat Itachi sedang menimpuki sahabatnya itu dengan jitakan, berdiri seseorang yang sedang tersenyum dibalik pohon. Memandangi pria Uchiha itu dari kejauhan.

"Untunglah dia selamat, ya kan Kyuu?" tanyanya kemudian sambil berpaling pada kakaknya yang mulai berjalan menjauh sambil mengangkat bagian bawah kimononya yang masih meneteskan air dengan derasnya.

"Tentu saja.." Kyuubi memeras ujung kimononya, "ayo pulang!" lanjutnya.

"Kyuu, tadi aku lihat kau membaginya inti sarimu ya? Kalau tidak mana mungkin orang tadi bisa selamat?" tanya Naruto—sang adik—lagi,

"Ck, tentu saja, kalau bukan karena aku dia sudah jadi mayat mengambang tahu!", ujarnya bangga dengan senyum meremehkan yang terukir dibibirnya.

"Aishh..." Naruto geleng-geleng kepala melihat sikap superior sang kakak. Naruto mulai berjalan mengikuti Kyuubi dari belakangnya.

"Tapi.." Naruto tersenyum menggoda.

"Kenapa kau melakukannya?" Naruto menatap mata kucing Kyuubi.

"Kau menyukainya ya?" tanyanya lagi sebelum sang kakak sempat menjawab.

"Hah? Kau ini bicara apa sich?" Kyuubi menaikkan sebelah alisnya kepada Naruto.

"Kami kan sama-sama pria!"

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

"Aneh.." terdengar sebuah suara diruang makan sebuah rumah kecil yang sederhana.

"Aku yakin kok, aku gak berkhayal!" gumam Itachi sambil menyumpit nasi kedalam mulutnya.

"Hn," ucap sebuah suara.

"Aku yakin kok, ada gadis cantik berkimono merah yang menolongku," lanjutnya lagi.

"Hn,"

"Rambutnya panjang, dan berwarna merah juga"
"Hn,"

"Tapi yang paling menarik darinya, adalah matanya yang terlihat seperti.." Itachi nampak menimbang-nimbang sesuatu, "seperti mata kucing", gumamnya takjub.

"Hn"

"Hei! Kau ini sebenarnya mau mendengarkan curhatanku tidak sich?" Itachi memandang pemuda dihadapannya dengan kesal.

"Hn,"

Itachi cengo.

"Hahhh..." Itachi menghela nafas panjang. "Yahh, mau diapakan lagi, punya adik yang 'luar biasa' pelit kata memang berat," ujarnya, menekankan suaranya pada kata luar biasa.

Itachi terdiam.

"Aku... akan menemukannya"
"Berhentilah bicara saat makan,"

PRANG!

Image keren yang baru saja dibangun oleh Itachi dengan susah payah dipecahkan begitu saja oleh sang adik yang rambutnya mencuat-cuat kebelakang seperti ekor ayam.

Setelah itu, Itachi hanya diam sepanjang makan malam dengan tangan yang terus menyuap mulutnya dengan nasi, dan tatapan tajam yang terarah pada sang Uchiha bungsu.

Uchiha Sasuke.

Tuk. Itachi meletakkan sumpitnya diatas mangkuk nasi yang dipakainya.

"Aku sudah selesai", ucapnya, jelas ia masih kesal dengan adiknya yang menyebalkan itu.

"Kapan kau pulang?" tanya Sasuke pelan. Itachi membawa piring-piring kotor ketempat cuci.

"Memangnya kenapa?" balasnya sambil lalu.

"Menurutmu?" Sasuke menatap langsung mata Itachi. Itachi terdiam.

"Apa Tousan yang menanyakannya?" tanya Itachi datar.

Sasuke hanya menjawab ,"Hn".

"Entahlah Otoutou..", mengangkat bahunya, Itachi melanjutkan, "Bukankah Tousan tidak setuju dengan impianku?"

Hening sejenak. Hanya terdengar suara hewan-hewan malam diluar.

"Kenapa harus tabib?" tanya Sasuke lagi.

"Kau tahu alasanku," jawab Itachi dingin.

"Karena kematian Kaasan?" Sasuke terus menatap Itachi tajam.

Itachi hanya diam, masih tetap dengan wajah dinginnya yang tanpa ekspresi.

"Kau tahu itu bukan salahmu Aniki,"

"Pulanglah, aku sudah mau tidur," potong Itachi, ia mengalihkan pandangannya dari Sasuke. Menunjukkan sikap yang biasa ditunjukkannya jika topik seperti ini mulai dibahas.

"Aniki!" Sasuke mulai emosi, bingung akan apa yang harus—tepatnya yang bisa—dilakukannya untuk Itachi.

Itachi lagi-lagi hanya diam, ia melangkahkan kakinya berjalan kearah pintu. Ia membuka pintu itu dan membiarkannya tetap terbuka tanpa melakukan pergerakkan berarti. Secara tidak langsung mengisyaratkan Sasuke untuk segera keluar dari rumahnya.

Sasuke tidak lagi berkata-kata, ia sangat paham sikap Anikinya. Mengetahui kalau mengajak Itachi Uchiha bicara saat ini adalah hal yang mustahil. Jeda sesaat sebelum pintu benar-benar ditutup oleh tuan rumah, membuat Sasuke kembali mengalihkan pandangannya kepada mata onyx Uchiha sulung yang sedang menatapnya datar.

"Aku akan menemukannya. Orang yang menolongku itu. Aku akan menemukannya dan memilikinya, siapapun dia,"

.

.

—Cnara-chan Namiuzukage—

.

.

"Hatcchhi!" tubuh Kyuubi bergetar kedinginan. Kyuubi menggosok hidungnya keras dengan kesal.

"Keluarlah dari air kalau kau tidak mau bersin, Kyuu," omel Naruto yang mulai kesal karena Kyuubi memperlakukan hidungnya secara tidak berperikeidungan. Kyuubi yang memang dasarnya tidak suka diomeli hanya memalingkan wajahnya, cuek.

"Bagaimana ya kabar pemuda itu?" celetuk Naruto dari bawah pancuran air terjun dengan nada sing a song. Mengalihkan topik pembicaraan semudah membalikkan telapak tangan. Kyuubi melirik Naruto sesaat, otaknya langsung mengerti 'pemuda' yang dimaksud si pirang.

"Entahlah.. untuk apa kau pikirkan?" cuek Kyuubi sambil mengangkat kedua bahunya dan keluar dari danau indah yang dihiasi air terjun itu.

"Well, hanya penasaran, memangnya kau tidak?" Naruto memandang punggung Kyuubi sambil mengangkat alisnya.

"Tidak tuhh," jawab Kyuubi sambil lalu.

"Kau tahu namanya?" Naruto terus memancing Kyuubi. 'Kan tumben-tumbenan pemuda berambut merah itu 'dekat' dengan manusia.

Kyuubi membalikkan badannya menghadap si pemuda berkulit tan dengan tiga garis halus dikedua pipinya, dan yang menyandang gelar sebagai adiknya itu.

"Jangan berpikir macam-macam, baka!" Kyuubi memasang tampang seolah Naruto benar-benar bodoh.

"Hehe," cengiran lima jari terpampang diwajah manisnya.

"Oh ya! Kudengar Kiba menemukan mayat seorang penduduk desa ditengah hutan. Kau mau memeriksanya?" tanya Naruto serius.

Kyuubi terdiam sesaat, "Baiklah," jawabnya setelah berpikir sesaat.

Hening.

"Hei, kau tidak mau mengantarku?" tanya Kyuubi pada pemuda jabrik berambut cokelat yang sedang duduk diatas batu besar ditepi danau. Pemuda yang sedang asyik bermain dengan seekor anjing putih menengokkan wajahnya.

"Apa? Kenapa?" tanyanya bingung.

Kyuubi berkedut kesal.

"Mayat. Manusia. Hutan," Kyuubi memperagakan gaya seseorang yang berbicara dengan orang tuli, menggerak-gerakkan tangannya gak jelas.

Kini perempatan itu berpindah kekening si siluman anjing, Kiba.

"Ck, ayo Akamaru!" Kiba langsung lompat, turun dari batu besar tempatnya duduk tadi dan mengajak adiknya, Akamaru.

Tempat mereka tinggal, sebuah hutan yang memiliki aura mistis ini sebenarnya masih didunia manusia. Hanya seolah-olah menjadi hal yang tabu bagi makhluk-makhluk homo sapiens itu. Seperti ada tabir misterius yang menyelimuti daerah terlarang yang dtinggali pleh para siluman. Salah satunya, Kyuubi dan Naruto, mereka adalah siluman rubah berekor sembilan. Kiba dan Akamaru siluman anjing bersaudara, dan banyak lagi. Ahh.. jangan lupakan Tsunade, siluman siput—yang sangat berlainan sifatnya dengan siput asli—yang memimpin kelompok siluman ini. Memang bukannya apa-apa, hanya seseorang yang memang harus ada untuk memandu kompok 'unik' tersebut.

"Guk!" gonggong Akamaru memandu perjalanan mereka bertiga. Adik dari Kiba itu berjalan dengan ditunggangi oleh kakaknya sendiri. Oh yaa.. mungkin ada yang bingung mengapa Akamaru masih berwujud aslinya, seperti anjing. Hal ini dikarenakan kekuatannya yang belum mencukupi untuk bertransformasi seperti manusia.

Kyuubi memandang mayat yang tergeletak dihadapannya penuh selidik.

"Jelas siluman kelelawar," gumamnya pada Kiba, melihat darah sigadis a.k.a mayat telah habis dihisap.

"Kupikir juga begitu," jawab Kiba.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" lanjutnya lagi.

"Seperti biasa, hal-hal seperti ini harus kita bawa diam-diam ketepi hutan." Jawab Kyuubi, mereka tidak bisa membiarkan para penduduk desa mencari gadis ini kedalam hutan, dan mengambil resiko menemukan 'pemukiman' para siluman.

"Kau tahu para penduduk desa akan mulai bertindak. Mereka akan memburu makhluk yang telah menghabisi anggota mereka," Kiba memandang Kyuubi, "total sudah tiga orang."

"Itulah hal yang sedang kupikirkan saat ini," Kyuubi mengerutkan alisnya dalam, berusaha mencari jalan keluar dari masalah ini dengan mata yang terpejam.

"Apapun yang terjadi," ucapnya setelah beberapa saat, matanya berkilat tajam, "Kita hanya perlu menyingkirkan mereka dari wilayah kita, sebagaimana mestinya." Seringai mengerikan terpasang dibibirnya.

To Be Continued...

Gimana? Pantes buat dilanjutin gak?

Hah? Hah?

Review yah..

Oh ya, buat para readers n reviewers nya Jadilah Egois, Kura-Kura mohon maaf, karena kemungkinan besar fic itu bakal dihiatusin dulu..

Ato ada yang mo ngelanjutin? Nhe.. ketik REG spasi mao kirim ke no dibawah ini yah,,

xxxxxxxxxxxx

soalnya idenya masih mentok, secara keseluruhan sich kelanjutan critanya gimana ada,

tapi bagian-bagian penghubung itu loch yang susah bangettt.. (lebay).

Author masih blom tau caranya ngatur plot ato ngerangkai kejadian yang tepat.

Tolong direview ya...

By. Cnara-chan Namiuzukage

Sekian... ^_^