Halo, Balik lagi dengan saya.

Maaf saya lama tidak update ini fic karena saya sulit menemukan kata-kata yang pas untuk membuatnya

terima kasih bagi para Reader yang mau membaca fic ini dan Reviewer yang mau menyempatkan memberi komentar pada fic saya.

Baik, tanpa banyak kata silakan membaca


Disclaimer: Masashi Kishimoto, Hiro Mashima

Tales of Tails Heroes

Title Chapter: We Are Back!

Genre:Advanture, Fantasy, Friendship,

Rate:T

Main Chararacter:Uzumaki Naruto, Uchiha Sasuke, Sabaku Gaara.

Note:Just for Fun and let my imagination flow from my brain.


"Kau yakin di sini tempatnya?"

Lelaki berambut pirang yang sedang berjongkok di kanannya mengangguk. Seutas senyum terpasang pada wajahnya yang berwarna Tan. Tidak ada keraguan dari sorot mata biru lautnya, tentu bagi siapa saja yang melihatnya akan segera yakin. Hanya saja, hal itu kurang berlaku bagi seorang Uchiha Sasuke. Mata yang sedari tadi gelap bagai batu onyx , berubah menjadi secerah ruby dengan pola tiga magatama yang melingkar.

"Tenang saja, aku ini tipe sensor. Akan langsung tahu jika ada sesuatu yang aneh, terutama masalah chakra." Si pirang menjelaskan penuh keyakinan. Sasuke tidak bergeming. Mata merahnya beralih dari temannya menuju sebuah danau raksasa yang di kelilingi oleh tebing-tebing terjal. Sejenak ia menyipitkan mata, mencari tahu apakah ada pergerakan di sana.

Memang, tempat ini tempat yang layak bagi makhluk aneh macam Isobu, si biju ekor tiga. Daerah yang terletak di utara Fiore yang daratannya terdiri dari dataran tinggi dengan gunung-gunung yang terlihat sepanjang cakrawala. Selain itu, daerah ini juga sangat sulit untuk di jelajahi oleh manusia biasa. Mengingat teknologi yang ada tidaklah mungkin untuk menembus daerah pegunungan yang curam. Jika pun ada yang, kemungkinan mereka bukanlah manusia biasa. Toh, di dunia ini penyihir juga menjadi hal lumrah. Kemungkinan hanya mereka yang bisa sampai kesini. Itu juga kalau mereka memiliki sihir yang sesuai atau fisik yang kuat.

Sasuke mengangguk, beberapa rencana langsung terlintas di dalam kepalanya. Kemungkinan, cara tercepat menangkap makhluk jadi-jadian itu adalah menggunakan Kirin, salah satu elemen petir terbaiknya. Tapi, akan jadi masalah bila kekuatan jurusnya terlalu besar dan membuat Isobu mati. Ah, kalau tidak salah para Bijuu adalah makhluk Immortal, tidak apa-apa mungkin melukai makhluk itu sedikit, toh yang penting dapat.

Ketika pemuda itu melihat wajah Sasuke yang terlihat tengah berpikir, pemuda itu kembali tersenyum. "Aku harap rencanamu tidak akan membahayakan ekor tiga."

"Aku harap juga begitu." jawabnya setengah yakin. "Ada kalanya rencanaku sedikit meleset. Yah, tergantung situasi dan kondisi saat itu."

Si pirang mendengus. "Heh, alasan saja, otakmu itu jarang kau pakai untuk berbuat kebaikan. Wajar mengkalkulasi agar lawan tidak mati jadi tugas berat untukmu."

"Tergantung.." Sasuke menyipitkan kedua matanya, menarik sebilah Chokuto yang bersembunyi di balik jubah hitam tanpa lengan bergambar awan merah. "Mau coba?"

"Errr.." si pirang menelan ludahnya, "Kapan-kapan aja kali ya? Oke?"

Pria berambut raven itu kembali memasukan Chokuto-nya ke dalam sarung sembari menghela nafasnya tak acuh. Dasar, omongannya saja yang besar. Ketika ditantang ciut, Dasar Naruto. pikir Sasuke. Sementara orang yang di maksud hanya cengegesan tidak jelas. Maklum, menantang Sasuke dengan kondisi seperti ini sama dengan kebodohan. Bukannya ia takut—bahkan ia ingin sekali menghajar si pantat ayam—cuman, tinggal selangkah lagi mereka bisa mendapat satu Bijuu setelah lima tahun lamanya sejak pertemuan mereka dengan Fuu dan Choumei secara tidak sengaja.

Ngomong-ngomong soal Fuu.. "Oi, teme, Fuu sama Gaara kemana? Kok gak keliatan?"

"Hoooi!" tepat sedetik setelah Naruto bertanya, suara cempreng yang khas langsung terdengar oleh telingan mereka.

Menengok ke arah yang di maksud. Mata mereka yang berbeda warna itu menemukan dua sosok yang tengah terbang menuju mereka. Di sebelah kiri. Sosok gadis berwajah ceria berusia 18 tahun tengan melayang menggunakan sepasang sayap berwarna oranye keemasan. Di sampingnya seorang pemuda dengan wajah cenderung datar dan tenang, berambut merah dengan tulisan 'Cinta' dalam kanji di dahinya ikut terbang mengunakan pasir sebaga pijakan. Walau mereka terlihat berbeda, mereka memiliki satu kesamaan. Mereka mengenakan jubah hitam dengan gambar awan merah persis seperti yang di kenakan oleh Naruto dan Sasuke.

"NARUTO! SASUKE! LAMA TIDAK BERJUMPA!" sapa gadis bernama Fuu dengan sangat ceria. Sayangnya kedua orang yang tengah ia maksud hanya menatapnya datar cenderung dingin.

"Kau mengenalnya Sasuke?" Naruto menunjuk gadis bersurai hijau itu mengenakan jempolnya, tampak kurang acuh.

Orang yang sedang di ajak bicara hanya mengangkat bahunya. "Entahlah, menurutmu?" ucapnya dingin.

Perlahan, senyum ceria mulai pudar dari wajah Fuu, berganti dengan mulut tertekuk ke bawah bersamaan dengan matanya yang mulai berlinang air mata.

"HUAAA! KALIAN JAHAAAAT!" jerit gadis itu dengan tubuh yang berguling-guling di tanah.

Kedua pria itu langsung menutup lubang kuping mereka. "BERISIIIIK!" teriak Naruto. "Jangan nangis! Aku cuman bercanda, oke? Jangan di ambil hati gitu dong!"

Setelah Naruto berkata demikian, perlahan Fuu menghentikan gerakannya. Mulai bangkit dan berdiri dengan mata yang fokus pada pemuda pirang itu. Naruto langsung merasa bersalah karena air mata masih menggenangi mata oranye gelap milik Fuu. Karena tidak enak, mata biru safir itu bergerak ke arah lain dan tangan sang pemuda menggaruk belakang kepalanya walau tidak gatal.

PLAK!

"WOI!" jerit Naruto, memegangi pipi kanannya yang mendadak muncul Tatto merah bergambar telapak kanan disana. "Apa-apaan nih!"

Bukannya menjawab, Fuu menarik kelopak mata kanannya ke bawah dengan lidah menjulur keluar. "Rasain! Makannya jangan suka usil, bwee!" ujarnya terkikik riang.

Merasa mendapat perlakuan tidak menyenangkan, urat di dahi Narutu mendadak muncul. "Grr! Awas kau ya!"

Terjadilah aksi kejar-kejaran antara dua idiot dengan tawa riang dari sang gadis dan nada kesal dari si pemuda. Di lain pihak, dua orang pemuda berambut hitam dan merah hanya mendengus pasrah. Bagi mereka, hal ini bukanlah pertama kalinya dua manusia bodoh itu bertengkar konyol seperti ini. Bisa dibilang sangat sering semenjak Fuu masuk ke dalam kelompok pencarian mereka. Mengingat dua-duanya punya sifat yang mirip yaitu sedikit kekanak-kanakan, kejadian seperti ini menjadi hal lumrah. Namun, karena seringnya mereka bertengkar dan pencarian terasa tidak efisien kalau mereka selalu bersama. Semenjak tiga setengah tahun yang lalu mereka memutuskan untuk berpisah, dengan harapan pencarian Bijuu bisa di percepat. Tapi entah kenapa dua teman mereka yang idiot itu selalu bertemu dan membuat keributan.

Merasa jengah, pemuda yang bernama lengkap Sabaku Gaara menggerakan pasirnya, mulai dari kaki, dengan cepat pasir itu mengikat mereka berdua hingga jatuh ke tanah. Gaara berdeham,"Sudah selesai main-mainnya? Ada tugas penting yang harus kita kerjakan.."

Naruto langsung merengek, "Tapi dia menamparku!" Ia mendongak, menunjuk Fuu dengan gerakan kepalanya.

"Hey! Kau dulu yang usil! Jangan salahkan aku kalau aku juga mengerjaimu!" kata Fuu membela diri.

"Apa!? Kau! Kenapa kau tidak menampar Sasuke!? Dia juga ikut ambil bagian!"

SRING!

Mendadak suara besi tertarik menggaung di telinga mereka. Dari tatapan pemuda berambut raven itu langsung bisa diterjemahkan maksud dari gerakannya itu. 'Coba melibat, maka kau tamat!'

Gaara menggelengkan kepala. Ia bingung dengan kelompok yang terkesan tidak beres ini. Satu punya jiwa psikopat, satu tukang bikin onar dan yang satu berwajah ceria namun usil plus ceroboh bukan main. Mungkin hanya dia sendiri yang normal di antara mereka. Yah, walau dia sendiri tidak sadar kalau dirinya orang yang tidak tahu malu kalau dalam tawar menawar.

Pertengkaran belum sempat berlanjut, mendadak air danau yang sedari tadi tenang menjadi bergelombang. Andai kata gelombang itu cuman gelombang terkenan angin mungkin tidak ada yang mau repot-repot mengubris. Sayangnya, gelombang itu lumayan besar bagai batu meteor yang mendadak menabrak permukaan danau hingga membuat Tsunami kecil. Gaara dan Sasuke segera melompat mundur, melupakan dua rekannya yang masih terikat tidak berdaya. Dengan sukses, gelombang itu menghujam mereka berdua hingga terseret ke dalam danau. Tidak butuh waktu lama, Naruto sudah muncul di permukaan danau dengan kaki yang menapak tepat di atas air dan tangan kanan menarik jubah Fuu yang empunya sedang pingsan dengan air yang keluar dari mulutnya.

Gaara dan Sasuke segera berdiri di samping Naruto. Mata mereka bertiga menajam melihat sosok yang mereka cari. Seekor kura-kura raksasa dengan tiga ekor tengah menatap mereka dengan satu mata yang terbuka.

Ketiga pemuda itu menyeringai. "Kami datang Isobu!"

(*-*-*-*-*)

Lucy duduk termangu di dalam kereta kuda buatan Reedus. Mata coklatnya terus menatap dunia luar dengan kosong. Ia tidak pernah tahu akan begini jadinya. Tidak pernah terlintas dibenaknya bila ayahnya akan mencarinya dengan cara seperti ini. Tidak, bahkan ia sendiri berpikir jika ayahnya tidak akan mencarinya sama sekali. Namun, ia terlalu gegabah. Tanpa perhitungan yang matang ia jadi melibatkan seluruh teman-temannya sesama Guild Fairy Tail. Melawan salah satu Guild terkuat yang kini tengah mencari-cari dirinya… Phantom lord.


(Flashback)

"Jadi, kau adalah anak orang kaya?" tanya Gray penasaran. Lucy mengangguk sebagai jawaban. "Wah, kalau begitu Fairy Tail tidak perlu kerja lagi! Kan ada kau! Hahahaha!"

Berkat kata-katanya, pemuda berambut biru kehitaman itu sukses di hajar oleh rekannya yang berbadan besar layaknya preman pasar. Tidak hanya itu, seluruh orang yang sedang mendengarkan kisah Lucy juga memandang Gray tidak suka. Cana sendiri merutuki kebiasaan pemuda itu yang suka bercanda di saat yang tidak tepat.

Gray bangkit dengan menggeram. "Hey! Apa-apaan kau memukulku dasar gorilla pasar!?"

Orang yang bernama asli Elfman hanya mendengus. "Kau laki-laki tidak berguna! Bukan laki-laki sejati kalau kau membiarkan seorang wanita bertambah sedih!"

Dilain pihak, seorang remaja berambut merah muda langsung tertawa keras dengan telunjuk mengarah pada Gray. "Dasar idiot! Makanya bisa baca situasi sedikit!" ia masih tertawa dengan tangan terus memukul-mukul meja

Sebuah kedutan mendadak muncul di pelipis remaja berambut hitam gelap itu. Ia bergerak maju dan menarik kerah pakaian milik si merah muda. "Aku tidak terima ejekanmu, rambut strawberry!" teriaknya kesal.

Lawannya bicaranya juga tidak terima. Jari tangannya segera dibuat bentuk V dan langsung menghujam lubang hidung Gray. Pemuda yang bernama lengkap Natsu Dragneel ikut berteriak. "Kau duluan yang mulai, dasar exhibitionis!" Dengan tidak elit, mereka memulai perkelahian walau badan sedang penuh luka akibat pertempuran.

Walau enggan, Elfman terpaksa turun tangan untuk menghentikan dua penyihir muda idiot yang mulai bertengkar karena masalah sepele. Namun, sial tak dapat ditolak. Tanpa sengaja dua pemuda tersebut menendang dagu besar milik pria raksasa itu. Otomatis api amarah langsung tersulut dibenaknya. Dengan segera ia molompat ke dalam arena pertempuran. Andai saja situasinya tidak terlalu genting, mungkin semua yang ada di situ akan tertawa dan saling menyoraki, bahkan akan ada yang bertaruh siapa yang akan menang.

Tapi, memang sekarang mereka semua berada pada situasi darurat. Kekalahan melawan Phantom Lord bukan sesuatu yang dianggap sepele. Bahkan hampir seluruh anggota Guild terluka pada situasi ini. Karena itu para anggota lain segera memisahkan ketiga orang yang sedang adu pukul. Cana kembali memegang kepalanya, situasinya terlalu rumit. Ia tidak bisa menyalahkan Lucy karena ia menjadi anggota Fairy Tail sekarang. Otomatis ia dan seluruh anggota bertanggung jawab untuk melindunginya karena mereka adalah keluarga.

Sementara itu, Lucy masih merutuki dirinya sendiri. Ia mengingat kejadian setengah tahun yang lalu dimana ia bertengkar dengan ayahnya karena ia ingin di jodohkan dengan seseorang pengusaha kaya. Tentu bagi gadis berdarah panas seperti dirinya ditambah dengan jiwa muda yang haus akan kebebasan membuat kepalanya tidak bisa berpikir panjang. Sehari setelah pertengkaran itu ia langsung melarikan diri dan pergi ke sebuah perserikatan yang selalu ia impikan sejak kecil. Fairy tail. Tapi, kini ia sadar kalau pilihannya tidak tepat. Ia tidak tahu karena dirinya, seluruh anggota Fairy Tail menjadi susah.

Kebetulan, Cana menangkap raut wajah Lucy dan dapat menafsirkannya. Ia mendesah. "Ini bukan salahmu Lucy." kata Cana sembari berjalan mendekat. "Kau tahu yang bersalah di sini adalah Phantom Lord."

Walau ia mencoba menahannya, segumpal air keluar dari bola matanya yang berwarna seperti kenari. "Maaf.." bisiknya. Kedua tangannya memegang pergelangan tangannya sendiri mencoba terus menahan isakannya. "Ini salahku... seharusnya aku tidak ada di sini."

"Bicara apa kamu Lucy!"teriak Natsu dengan nada marah, "Kau adalah anggota Fairy Tail! Kau adalah keluarga kami! Apapun yang terjadi kami akan melindungimu!"

"Itu benar!" timpal Gray yang melepaskan diri dari tangan anggota lain. "Kami di sini ada untukmu. Walau kami harus mati sekalipun, kami akan tetap mempertahankanmu."

"Laki-laki sejati akan melindungi anggota serikatnya hingga titik darah penghabisan!" kali ini Elfman yang berbicara dengan tangan tertekuk ke atas, memperlihatkan otot-ototnya yang besar.

Semua yang ada di situ mengangguk setuju dan mulai menyemangati Lucy dengan berbagai kata. Walau begitu, air mata miliknya tidak kunjung berhenti, malah alirannya semakin deras. Tangannya terangkat menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tubuhnya menjadi bergetar.

"Terima kasih…" isaknya,"Terima kasih semuanya..*Hiks* a-aku ti-tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas kebaikan kalian…"

Sebuah seringai tercipta di wajah Natsu. Ia mendekati Lucy dengan tangan terjulur ke depan. "Tetaplah bersama kami Lucy! Dari pertama kali kau menginjakkan kaki di sini dan selamanya kau adalah bagian dari kami, Fairy Tail!"

Lucy tertegun, ia tetap tidak tahu harus berkata apa. Namun, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Perlahan ia mengangkat tangan kanannya, meletakan tangan itu di atas telapak tangan Natsu. Dirinya pun tidak bisa menahan senyumannya ketika melihat senyum polos dari bocah yang di juluki Salamender Fairy Tail.

PRANK!

Sontak bunyi gelas pecah menghilangkan suasana yang sedang bagus itu. Buru-buru Lucy menarik tangannya dan mengalihkan pandangannya menuju tempat dimana barang pecah belah itu berasal. Tepat di ujung ruangan, seorang wanita berambut silver cerah tengah berdiri dengan badan bergetar. Ia menggenggam erat gaun ungunya dengan isakan yang cukup terdengar dari tempat Lucy duduk. Buru-buru Cana mengampiri wanita itu.

"Mira, ada apa?" tanya Cana khawatir. Wanita yang bernama lengkap Mirajane Strauss menggelengkan kepala. Cairan bening turun dari kedua kelopak matanya. Semakin Khawatir, Cana memengang bahu Mirajane. "Jika ada yang perlu kau ceritakan, tolong ceritakan." Pintanya.

"Laxus.." isak Mirajane. "Ia tidak mau membantu kecuali kita menuruti syaratnya."

"Syarat?"

Mirajane mengangguk. "Ia meminta agar Lucy menjadi budaknya dan menjadikan dirinya sebagai pemimpin Fairy Tail."

"Apa!? Apa-apaan dia—" mendadak Cana tidak melanjutkan perkataannya. Sebuah perasaan ganjil terlintas di benaknya. Ia melihat ke sekitar. Tidak ada yang aneh. hanya markas Guild-nya yang porak poranda setelah pertarungan dan juga para anggota yang…diam..?

Tunggu!? Kenapa mereka semua diam. Apakah ada sesuatu yang aneh? atau mereka telah terkena suatu sihir tersembunyi? Tidak-tidak, itu terlalu ekstrim. Andai terkena mungkin dirinya akan langsung kehilangan kesadaran tapi ini..?

BOOM!

Sebuah suara layaknya meriam menggaung di telinganya. Tidak hanya itu, bumi seperti terguncang. Gempa bumi? Tidak. Gempa bumi tidak akan menimbulkan suara. Jika demikian, lalu apa?

"GYAAA!"

Dengan teriakan itu, semuanya menjadi jelas. Mata Cana yang sedari tadi fokus mencari sesuatu yang ganjil langsung mendapati Alzack yang menujuk sesuatu di luar sana. Segera, pandangannya beralih ke arah yang di maksud penyihir koboi itu. Sayangnya, ia menemukan sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari apa yang terlintas dipikirannya. Sebuah kastil berkaki enam tengah berjalan melewati lautan dengan moncong meriam tepat di depannya. Dan Cana langsung tahu kalau meriam itu di arahkan pada markasnya. Detik berikutnya seluruh anggota berhamburan keluar, mencoba memastikan jika apa yang mereka lihat tidaklah salah.

"Serahkan Lucy Heartphilia!" teriak suara yang berasal dari kastil itu. "Jika tidak, akan aku tembakan meriam Jupiter pada kalian!"

Tentu saja kalimat singkat itu membuat syok seluruh anggota Fairy Tail. Mereka jelas tahu kalau meriam Jupiter bisa menghancurkan satu kota dengan sekali tembak. Tentu itu tidak hanya mengancam markas mereka, benda itu juga mengancam seluruh keselamatan warga kota Magnolia yang tidak tahu apa-apa soal konflik antar Guild yang tengah terjadi.

Mendadak sosok gadis berambut merah cerah menghambur keluar dari markas yang hanya memakai seutas handuk yang melindungi tubuhnya. Kedua matanya yang berbeda warna itu menatap kastil itu dengan tegang. Namun ia tetap teguh dan bergerak maju ke garis depan.

"Kami tidak akan menyerahkan Lucy! Ia adalah bagian dari kami sekarang!" teriaknya lantang.

Pemilik suara itu yang tidak lain dan tidak bukan adalah pemimpin Guild Phantom Lord, Jose Porla, langsung naik pitam. "Kalau begitu, tidak ada ampun lagi! Tembakan Meriam Jupiter!"

Di akhir kalimatnya, moncong meriam Jupiter mulai mengumpulkan bola energi hitam raksasa. Di saat bersamaan tubuh Erza bersinar keemasan, merubah handuk yang melilit tubuhnya menjadi sebuah zirah biru keperakan dengan dua perisai di masing-masing lengan.

"Tunggu itukan Adamantine Armor, salah satu zirah pertahan tak terkalahkan.. jangan-jangan…" Teman-temannya langsung menyadari apa yang akan gadis itu lakukan. "Erza! Jangan gila! Sekuat apapun bajumu, mustahil menahan meriam Jupiter bertenaga penuh!"

Erza tidak bergeming. Natsu yang kehilangan kesabarannya bergerak menuju Erza, tapi tangan Gray sudah menahannya terlebih dahulu. "Gray, lepas—!"

BOOM!

Meriam itu meluncur bagai laser kehitaman yang bergerak dengan cepat menuju mereka. Erza dengan sigap menyatukan kedua perisainya diselingi dengan lingkaran sihir yang muncul tepat di depan dirinya. Natsu berteriak namun terlambat. Energy itu sudah mengenai perisai Erza terlebih dahulu. Sekuat tenaga Erza menahan hingga dirinya terseret kebelakang dari posisinya berdiri. Retakan demi retakan mulai bermunculan pada baju zirahnya.

"Ugh!" Erza tahu tidak lama lagi pertahanan terbaiknya akan jebol. Tapi ia harus bertahan, ia tidak boleh mati. Ia harus terus hidup karena dirinya ingin bertemu dengan dua orang itu. Dua orang yang telah menyelamatkan hidupnya dan sangat berati baginya.

Pada akhirnya, zirahnya pecah. Hancur berkeping-keping melontarkan dirinya hingga menabrak dinding markas Fairy Tail. Darah mengucur dari kening maupun mulutnya. Dia tahu bahwa kesadaraannya akan hilang sebentar lagi, bahkan ia tidak tahu akankah dirinya masih hidup atau mati setelah ini. Yang pasti Erza tahu apa yang harus dirinya lakukan. Ia mengangkat kepalanya, membuka mulut dan berteriak, "Kita harus mempertahankan Lucy apappun yang terjadi! BERTAHAN SEMUA!" dan seketika pandangannya menjadi gelap.

Natsu langsung berlari dengan terus meneriakan nama Erza. Ketika sampai, ia hanya melihat sosok gadis berambut merah terbujur lemah di sana. Ia menggerak-gerakan badan Erza namun tidak ada respon. Pemuda itu menggeram dan memukul tanah hingga tanah itu di pijakannya itu retak.

Jose kembali bersuara, "Serahkan Lucy Heartphilia, sekarang juga!" dan itu sukses membuat Natsu muak.

"JAWABAN KAMI TIDAK AKAN BERUBAH! LUCY TETAP BERSAMA KAMI DAN KAMI AKAN MENGHABISIMU!"

"Jika itu jawaban kalian, kami akan tembak Jupiter yang lebih kuat dari ini. Lima belas menit dari sekarang, rasakan ketakutan yang akan menyertai kalian!"

Setelah itu, ratusan pasukan mulai keluar dari kastil berjalan itu. Mereka meluncur dengan cepat menerjang anggota Fairy Tail yang masih kebingungan dengan situasi yang mereka sedang hadapi.

Sialnya, Cana langsung tahu pasukan macam apa yang tengah menerjang mereka. "Itu pasukan bayangan!"

"Apa itu!?"

"Semacam sihir hitam yang bisa membuat puluhan hingga ribuan pasukan dari kegelapan. Itu adalah salah satu sihir berbahaya yang dikuasai Master Jose!" jelas Cana panik. "Tidak hanya tangguh, walau kita berhasil menjatuhkannya, tubuhnya akan menghilang dan membuat tubuh baru. Ini sama saja pasukan yang tidak ada habisnya!"

"Ck! Kalau begitu kita hanya harus menjatuhkan kastil sialan itukan!?" Natsu langsung berlari menerjang. "15 menit! Akan aku hancurkan meriam itu brengsek itu dan aku ledakan seluruh bangunannya, Happy!"

"Aye!" makhluk berbentuk kucing berwarna biru itu memunculkan sepasang sayap di balik punggungnya, tepat ketika Natsu melompat. Tangan kecil kucing aneh tersebut menangkap punggung pemuda itu dan membawanya terbang menuju moncong meriam Jupiter.

"Aku tidak bisa diam saja. Elfman! Ayo!" Gray segera membuat jembatan es untuk menyebrangi lautan menuju kastil dengan pria besar yang berlari di belakangnya.

Mirajane segera mengambil alih situasi. Dia segera menggenggam tangan Lucy dan menariknya pergi dari lokasi pertarungan.

"Aku harus bertempur!" jerit Lucy yang terus menarik diri dari Mirajane.

"Tidak, kaulah yang sedang dalam bahaya. Kita harus mengamankanmu di suatu tempat. REEDUS!"

Seorang pria gedut dengan kuas dan cat warna langsung mengangguk. Ia menggambar sebuah kereta kuda pada tubuhnya dan saat berikutnya gambar itu berubah menjadi beda asli yang persis seperti yang di gambar Reedus. Mirajane segera mendorong Lucy masuk dan menguncinya dari luar. Gadis berambut pirang itu terus menggedor-gedor pintu kereta. Tetapi, Reedus dengan sigap melompat pada stir pengemudi dan meninggalkan lokasi pertempuran bersama Mirajane yang masih berdiri diam disana.


"Tenang saja, ini bukan salahmu." ucap Reedus menenangkan. "Mereka akan baik-baik saja, toh mereka semua sangat kuat."

Lucy tetap diam. Dia sendiri bingung harus menjawab apa. Perasaanya yang campur aduk membuat otaknya buntu untuk berpikir. Rasa bersalah masih merasuki benaknya, ditambah perasaan yang tidak enak terus menyeruak keluar mempengaruhi kepalanya.

Mendadak, kereta berhenti. Gadis berambut pirang itu jelas terkejut. Ada apa gerangan lagi ini. mencoba mengintip, mata berwarna kenari itu terbalak terkejut dengan apa yang ia lihat. Belum sempat otaknya memikirkan suatu tindakan, tubuhnya secara tiba-tiba melayang ke udara. Pandangannya mulai mengabur, ia seharunya tahu kemungkinan ini juga akan terjadi, tapi semuanya terlambat. Ia hanya bisa melihat kereta kuda itu hancur berkeping-keping hingga kegelapan menelan dirinya.

(*-*-*-*-*)

Situasi semakin memburuk. Seluruh anggota Guild masih bertempur melawan tentara bayangan yang semakin lama semakin banyak. Tentu stamina dan tenaga sihir mereka terkuras banyak. Ditambah para penyihir andalan mereka sedang tidak ada di sana, membuat semua menjadi tambah buruk. Sial bagi Mirajane, ia sedang tidak bisa menggunakan kekuatan sihirnya. Ada sesuatu yang menahannya sejak adiknya, Lisanna Stauss menghilang secara mendadak. Entah apa itu namun hal itu telah menyegel kekuatannya yang sesungguhnya. Hingga kini ia hanya menjadi petarung pembantu saja di lini belakang.

Andai Laxus dan Mystogan ada di si—, tidak. Laxus tidak bisa di harapkan. Banjingan itu kemungkinan akan memperburuk keadaan. Mystogan? Orang itu sangat misterius, sampai-sampai kemunculannya pun tidak jelas. Sementara itu Erza dan Master Makarov masih tebaring tidak berdaya sekarang. Ini buruk, sangat buruk. Tidak adakah yang bisa membantu mereka saat ini?

Mirajane menghela nafasnya. Gadis bersurai perak keemasan itu mengintip dari balik jendela. Melihat rekan-rekannya tengah kerepotan menghadang seluruh tentara bayangan. Kedua telapak tangannya saling merangkul, memanjatkan doa memohon pada para dewa agar seluruh teman-temannya selamat dari pertempuran ini. Tidak lupa ia memanjatkan doa agar terjadi keajaiban di sini. Atau adanya orang kuat yang baik hati yang akan menolong mereka? siapa tahu.

BOOM!

Suara ledakan kembali terjadi. Apakah Jupiter tengah ditembakan? Mirajane kembali memanjatkan doanya.

"HOOREEE!" seketika itu ia mendengar sorak senang dari luar sana. Mirajane kembali mengintip. Mata birunya mendapati moncong Jupiter itu meledak, hancur, dan jatuh menuju lautan. Ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa senangnya, tetapi yang jelas ia sangat berterima kasih kepada para dewa yang telah mengabulkan doanya.

Sayang, seribu sayang. Di tengah kegembiraan itu, mendadak benteng itu berubah. Yang tadinya berupa kastil dengan kaki, menjadi sesosok raksasa dengan kedua tangan dan kepala besar bertanduk dua. Mata merah yang tercipta dari raksasa itu terasa mencekam penuh ancaman. Kedua lengannya bergerak ke depan, hingga sebuah lingkaran sihir raksasa tercipta di depannya.

Mira langsung tahu, apa itu. Itu adalah Abyss Break. Semacam sihir yang menyatukan empat elemen alam. Air, api, tanah dan udara. Menyatukan keempat elemen dasar sama buruknya dengan peluru Jupiter. Magnolia bisa hilang seketika dari daratan Fiore. Buru-buru Mirajane kembali berdoa. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa . Ia tetap memohon dan memohon pada dewa agar ada pertolongan yang akan menolong mereka.

"Jel..ruto.." suara itu mengalihkan perhatian gadis bersurai perak itu. Ia berbalik untuk melihat Erza yang mengigau menyebut nama seseorang yang Mirajane tahu. Sepertinya, Erza tidak bisa menghilangkan memori akan kedua orang itu ya. Hal itu membuat Mirajane tersenyum. Perasaannya yang begitu kuat akan kedua orang tersebut sampai-sampai membuat sahabatnya itu mempikan mereka. Gadis itu merunduk, membelai lembut rambut merah itu.

Mendadak, guncangan kembali terjadi. Mirajane berbalik untuk mengetahui kalau raksasa itu berjalan mendekat. Rasa khawatir segera menyerang dadanya. Ia bingung harus berbuat apa di saat seperti ini. Apakah ia harus ikut bertempur juga? Tapi bukankah itu akan menghambat rekan-rekannya? Sial.

"H..llo?" seketika telinganya menangkap sebuah suara. "Ad..rang di sana? Halo?"

Mirajane menengokan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Mencoba mencari asal suara tersebut.

"Hallo, hallo? Ada orang di sana?"

Ia mulai bergerak menuju tumpukan kotak-kotak kayu yang berada di pojok ruangan. Semakin ia mendekat, suara itu semakin keras. Perlahan, ia memindahkan kotak-kotak kayu yang menumpuk tidak karuan di sana. Mencoba menganalisa, mata birunya menemukan sebuah kotak berwarna putih yang berbeda dari kotak lainnya. Mirajane juga yakin suara itu berasal dari dalam kotak tersebut.

Dengan hati-hati, ia membuka penutuk kotak aneh itu untuk menemukan sebuah bola Kristal berwarna hijau tua yang diberi alas mirip seperti bantal berwarna ungu. Di sebelah Kristal itu, sebuah pisau aneh bercabang tiga tertata rapi dengan tulisan yang sulit dia mengerti. Tangan kanannya mengambil bola Kristal itu sementara tangan kirinya mengambil kunai bercabang tiga. Mirajane sedikit bingung hubungan antara Kristal itu dengan pisau itu.

"WAH! ADA ORANG!"

"KYAA!" pekik Mirajane terkejut karena secara tiba-tiba Kristal itu memunculkan wajah seorang gadis berambut hijau dengan mata oranye gelap tengah menatapnya. Untung saja ia dapat bergerak cepat hingga bola Kristal yang hamper jatuh itu dapat ia tangkap. Gadis bersurai perak itu bernafas lega.

"Hehe, kaget ya? Maaf deh. Tapi, bisa aku berbicara pada kakek Makarov?" tanya gadis itu.

Buru-buru Mirajane berdiri. "Err.. bisakah kamu menolong kami!?" pinta Mirajane dengan nada memohon. "Kami berada dalam bahaya sekarang?"

"Eh?" gadis itu terlihat bingung. "Bagaimana ya? Sebenarnya kami ju—"

"AKU MOHON! GUILD KAMI SEDANG TERANCAM BAHAYA! MASTER SEDANG TERBARING KARENA IA MELINDUNGI KAMI SEMUA!"

Gadis bersurai hijau itu tampak menimbang-nimbang. Sesekali ia melihat ke arah lain dengan wajah yang terlihat khawatir. Sejenak, ia menghela nafas pasrah. "Baiklah, akan aku sampaikan pada Nar—" bayangan gadis itu mendadak menghilang. Mirajane menggoyangkan Kristal itu, mencoba mengembalikan figur gadis tersebut kalau-kalau ternyata ada yang tidak beres. Sayang, tidak ada respon. Dia melempar bola Kristal itu kesal. Seharusnya ia tidak berharap banyak. Mustahil bala bantuan akan segera datang, bahkan dari komite penyihir. Andai pun bisa, setidaknya butuh satu hari menuju Magnolia dari pos terdekat komite penyihir.

BRAK!

Tiba-tiba pintu Guild terbuka. Satu sosok tentara bayangan tengah diam melayang di udara. Mata merahnya menerawang dan menemukan Mirajane yang sedang berlutut. Menggeram sesaat, tentara bayangan itu menerjang dengan cepat. Mirajane segera mengambil pisau bercabang tiga itu. Bersiap menebas bila tentara itu sudah mencapai jarak serang.

Tepat satu meter sebelum tentara itu mencapai Mirajane, sebuah cahaya kuning cerah muncul di antara mereka berdua. Tentu keduanya terkejut dan bergerak mundur seketika. Bunyi benda jatuh pun terdengar di aula Guild. Walau sedikit berasap, mata biru Mirajane berhasil menangkap empat sosok yang tengah terbaring di lantai dengan jubah mereka yang tampak rusak.

Seorang pemuda berambut pirang mulai berdiri, bergerak setengah berlari menuju pemuda berambut hitam yang masih terkapar di lantai. Si pirang melompat dengan tangan terkepal. Tapi, kaki pemuda berambut raven itu berhasil menyetuh perut si pirang. Otomatis si pirang terpental namun ia berputar kebelakang, menapakan kakinya pada dinding dan menendang keras dinding hingga ia meluncur lurus dengan menyarangkan pukulannya pada si raven yang baru saja bangkit dari duduknya. Kondisi keduanya kini terlihat sama. Sama-sama terkapar dengan posisi berdekatan dan mulut yang mengeluarkan darah.

Si pirang bergerak cepat. Ia kembali bangkit dan menindih si raven dengan kerah jubah ditarik oleh kedua tangannya. "Brengsek kau Sasuke!" si pirang meninju wajah pemuda yang bernama Sasuke. "Lihat perbuatanmu! Seharusnya kita mundur dari tadi!"

"Dan kau melepaskan kesempatan kita menangkap Sanbi!?" Sasuke ikut memegang kerah jubah si pirang. Memutar badannya kesamping dan memukulnya tepat di hidung hingga pemuda itu terpental. "Kau seharusnya berpikir menggunakan Chakra Kyuubi saat itu, Sialan! Karena sifat sok kuatmu itu kita semua yang kena getahnya."

"Kau menyalahkanku, keparat!? Kau yang bersih keras menangkap Isobu sambil melawan naga hitam itu! Kau tahu melawan keduanya sama saja bunuh diri! Tapi kau tetap keras kepala! Lihat itu!" pemuda pirang itu menunjuk gadis berambut hijau yang masih terkapar di lantai tidak jauh dari pemuda berambut merah yang masih terduduk sembari mengambil nafas. "Aku dan Gaara sudah berencana mundur! Tapi karena sikap idiotmu itu Fuu yang harus membayarnya."

Sasuke mendengus, "Orang lemah memang sepantasnya terluka."

"KEPARAT KAU!"

"Berhenti kalian berdua!" teriak Gaara sebelum si pirang kembali menyerang. "Tidak ada gunanya kita bertengkar sekarang! Sekarang prioritas utama kita haru—"

"Mau berlagak sok jagoan, huh?" potong Sasuke sinis. "Dasar kau mata panda tidak berguna."

"Jangan ikut campur Gaara, ini urusanku dan Sasuke. Coba-coba menghalangi, aku akan hajar kau.."

Seketika, kesabaran Gaara habis sudah. Gentong yang terikat di punggungnya dan botol-botol pasir yang terikat di pinggangnya berubah menjadi gumpalan pasir yang melayang di udara. "Naruto, Sasuke. Sepertinya kalian sudah siap aku buatkan peti mati ya, HAH!"

"Heh! Coba saja!" Sasuke mencabut pedang Kusanagi-nya dari balik punggungnya. "Sebelum kau buatkan aku peti, aku akan lempar kau ke dalam liang kuburmu."

Naruto juga tidak tinggal diam, ia mengambil dua buah Kunai bercabang tiga miliknya. Bersiap bila keduanya segera memulai pertarungan. Suasana yang sedari tadi tenang berubah menjadi mencekam. Mirajane sendiri kaget dan bingung dengan perubahan kondisi secara tiba-tiba seperti ini. Berbagai pertanyaan seperti 'siapa mereka?' dan 'apa yang sedang mereka lakukan' muncul di dalam pikirannya. Tapi, semua itu menghilang ketika sosok Tentara bayangan menerjang dirinya.

"Kyaa!"

Ketiga pemuda itu tersadar kalau bukan mereka saja yang ada di sana. Menganalisa situasi dengan cepat. Naruto berpindah dalam sekejap tepat di belakang Mirajane dan menariknya ke kiri hingga tentara bayangan itu tidak mengenai targetnya. Bergerak cepat, Sasuke membuat sebuah pisau listrik di tangan kirinya, melemparnya hingga menancap pada kepala sang tentara. Gaara sendiri menggerakan pasirnya hingga tubuh sang tentara tertutup oleh pasirnya. Terkahir. Suara retakan terdengar dari dalam pasirnya dan tentara itu berubah menjadi uap hitam yang melayang di udara.

Ketiganya melepas nafas lega. Sepertinya, karena menyerang tentara bayangan tadi mood mereka untuk berkelahi menjadi hilang. Mau tidak mau, senjata yang sedari tadi sudah disiapkan untuk bertempur mereka kembalikan ketempatnya semua.

"Te-terima kasih." ucap Mirajane gugup mengingat hamper saja ia terkena serangan tentara bayangan.

"Ah, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, dari mana kau mendapat kunai Hiraishin-ku?" tanya Naruto penasaran.

"Ku-kunai apa?"

"Lupakan." Naruto melihat sekeliling ruangan. Bobrok seperti gudang tua seperti habis terkena bom "Ini dimana?"

"A-ini di Guild kami. Fairy Tail."

Sasuke mendadak mencibir, "Cih, aku kira pak tua itu punya markas yang bagus. Tidak tahunya mirip seperti kapal pecah."

Sontak saja api amarah segera membakar hati gadis bersurai perak itu. Sebelum ia bersuara, mendadak ia menyadari sesuatu. Ya, dia kenal salah satu dari mereka. "Ah, aku mengenalmu!" tunjuknya pada Gaara yang kaget.

"Maaf, tapi kapan kita bertemu?" Gaara mencoba mengingat-ingat sosok gadis ini. Tapi tidak ada petunjuk. Dia merasa baru pertama kali melihat gadis ini.

Mirajane melangkah ke depan Gaara. Mengikat rambutnya ekor kuda dengan satu tangannya dan merubah wajahnya dari ramah menjadi sangar. Seketika, ingatan sekitar tiga tahun yang lalu melintas pada kepalanya. "Ah, kau ternyata."

"Benar!" ucapnya riang. "Aku tidak menyangka kita bisa bertemu di sini."

"Kau sudah banyak berubah." Gaara menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu. "Di mana kedua adikmu?"

Wajah Mirajane yang sempat ceria berubah menjadi murung. Walau bukan tipe perasa, Gaara segera tahu ada sesuatu yang terjadi. "Ceritakan."

Mirajane hanya mendesah. "Elfman sedang bertempur di luar sana, dan Lisanna…" ia berhenti di situ. Ada sesuatu yang ganjil tengah terjadi pada adiknya yang perempuan. Tapi tanpa informasi yang jelas, Gaara tidak bisa menganalisa lebih lanjut apa yang tengah terjadi.

Tiba-tiba Naruto memotong. "Kau bilang 'ada pertempuran'? pertempuran apa?"

Gadis itu menengokan kepalanya. "Guild kami, Fairy Tail tengah di serang oleh pha—"

"APA!? Diserang!?" teriak ketiganya secara bersamaan. Tidak butuh waktu lama Naruto langsung berlari. Tapi Sasuke sudah berdiri tepat di depannya.

"Minggir Sasuke!" hardik Naruto. "Guild kita sedang dalam bahaya!"

Sasuke tetap diam tidak bergeming. "Dan kau mau menerjang bahaya tanpa tahu situasinya? Dasar idiot."

"Apa katamu!?"

"DIAM KALIAN BERDUA!" kali ini Gaara turun tangan yang di balas dengan decihan Naruto. "Kita harus mengetahui situasinya dulu Naruto, tanpa perencanaan yang pasti bisa-bisa korban seperti Fuu bisa berjatuhan. Dan kau Sasuke.." orang yang di maksud hanya mengerling dari sudut matanya. "Coba jaga ucapanmu, jangan suka berkata seenaknya."

"Terserah." jawab Sasuke tidak perduli.

Kalau saja dirinya orang baru, mungkin akan langsung menghajar bocah bermarga Uchiha itu. Tapi ia sudah biasa, jadi dia tidak terlalu perduli. "Nah, bisa kau ceritakan secara singkat apa yang terjadi?"

Mirajane mencoba menimang dari mana ia akan mulai bercerita. Dia menarik nafas "Guild yang menyerang kami bernama Phantom Lord. Mereka mencoba menculik salah satu anggota kami, Lucy Heathphilia, karena dia anak dari konglomerat yang melarikan diri dari rumah."

"Dasar menyusahkan." komentar Sasuke.

Wanita itu berusaha tidak perduli. "Kami berusaha mempertahankan Lucy, tapi karena itu Phantom Lord menyerang kami menggunakan meriam Jupiter. Salah satu anggota kami, Erza, berhasil men—"

"Tunggu!" potong Naruto yang tampak kaget setelah meletakan Fuu di salah satu meja panjang. "Kau bilang Erza? Dimana dia sekarang?"

Mirajane menunjuk salah satu meja di ujung ruangan dimana seorang gadis berambut merah tengah terbaring tidak berdaya di sana. Naruto langsung melompat mendekati gadis itu. Ia menyentuh tangan putih penuh luka itu sembari menutup mata. Perlahan namun pasti, sebuah cahaya kuning keemasan mulai berpendar dari tangan menuju seluruh tubuh gadis itu. Tidak hanya dia, Fuu yang terbaring di tempat lain juga mulai terselubungi cahaya itu.

"Naruto sedang mengobati mereka berdua." Jawab Gaara yang dari tadi melihat wajah Mirajane yang kebingungan. "Kemampuan orang itu sedikit spesial. Dari pada itu, bisa kau lanjutkan ceritamu?"

Wanita itu mengangguk. "Setelah itu, kami semua mulai bertarung sementara aku bertanggung jawab untuk menyembunyikan Lucy. Aku mengirimnya ketempat yang jauh bersama Reedus. Tidak lama, Natsu berhasil menghancurkan meriam Jupiter, tapi keadaan bertambah buruk ketika benteng musuh berubah menjadi raksasa dan berniat menggunakan sihir penghancur massal."

"Sepertinya pointnya jelas. Cukup hancurkan bentengnya dan semua tuntas." jelas Sasuke. "Naruto, gunakan Bijuu dama-mu dan aku akan gunakan Susanoo. Pekerjaan mudah."

"Tunggu, kalian bisa menghancurkan benteng itu?"

Sasuke mendengus, "Menurutmu?"

Naruto hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya itu. Akhir-akhir ini perkataannya menjadi makin tajam. Mungkin ada sesuatu yang terjadi tiga tahun belakangan ini. mencoba tidak perduli, pemuda pirang itu kembali menatap gadis yang masih tertidur dengan tenangnya. Ia menggenggam erat tangan Erza. Naruto mendekatkan kepalanya pada telinga Erza dan berbisik, "Aku akan segera kembali."

Naruto berputar. Berjalan tegap menuju pintu keluar dengan mengecangkan jubah hitamnya. "Ayo Gaara! Sasuke! Kita hajar kelompok bajingan ini!"

Sasuke ikut mengencangkan jubahnya dan tanpa banyak bicara ia mengikuti di belakang Naruto. Beda dengan pemuda raven itu. Gaara masih tidak bergeming. Kedua tangannya kini tengah di pegang erat oleh wanita bermata biru langit di depannya. Wanita itu berbisik. "Namaku Mirajane."

"Gaara." balas pemuda itu. "Sabaku Gaara."

"Sabaku Gaara ya. Aku doakan agar kau berhasil." Gaara mengangguk. Ia segera melepaskan tangan itu menyusul kedua temannya.

Dengan sekali lompatan mereka menginjakan kaki di luar ruangan. Menemukan sekumpulan penyihir dan ratusan tentara bayangan tengah bertempur sengit. Mereka bertiga saling bertatapan. Menganguk dan berlari dengan tangan membuat segel jurus.

"Raiton: Chidori Senbon"

"Fuuton:Shuriken Kagebunshin no jutsu"

"Ame Suna Shuriken"

Ratusan butir jarum listrik, Kunai bercabang tiga dan Shuriken pasir menyerang para tentara bayangan bagai hujan yang melukai mereka. Beberapa detik setelah itu, ratusan tentara bayangan menguap menjadi asap hitam di udara. Menyisahkan beberapa saja yang saat itu berada di tanah. Seluruh anggota terkejut sekaligus takjub. Levy yang pertama kali menemukan ketiga pemuda itu yang tengah berdiri di antara mereka.

"Kalian..Siapa."

Naruto membuat seringainya yang biasa. "Kami adalah anggota rahasia Fairy Tail. Kalian bisa memanggil kami dengan nama…"

"Akatsuki."

TBC


Note

Raiton: Chidori Senbon(Jurus petir: Jarum seribu burung)

Fuuton: Shuriken Kagebunshin no Jutsu (Jurus angin: Seribu Bayangan Shuriken)

Ame Suna Shuriken (Hujan Shuriken Pasir)

Oke, segitu dulu cerita dari saya. Bila ada komentar apapun silakan tulis di kolom review. namun ingat. Flamer dengan anon langsung saya hapus.