Disclaimer : Masashi Kishimoto desu!

Genre : Hurt/Comfort, Romance

Pair : (Main) NaruSasu

Slight : dunno...

Warning!

Sexual content, Homosex, Yaoi, Sadistic-sexual, BDSM, Rape, Lime, HardLemon Typo, Tidak sesuai EYD, and this Warning's for chapter alert...

UzumakiKagari's present

Can I Teach You, Sensei?

.

.

.

*********************** Kagari Hate HerSelf ************************

.

.

.

Birunya langit yang biasanya memancarkan keindahannya dari ini nampak meredup bersamaan dengan gelapnya awan kelabu yang menutupinya. Menyembunyikan sang matahari yang seharusnya bersinar hingga sore menjelang. Rintikan hujan seakan menambah kata –hari yang buruk untuk memulai aktivitas.

Pikiran yang sama dengan seorang pemuda berambut pirang jabrik yang kini tengah mengacak rambutnya frustasi. Kakinya menendang sebuah ban mobil bercorak api merah dengan rubah besar disetiap sisi mobilnya. Ia berdecak dan memegangi kaki yang ia gunakan untuk menendang mobil itu saat rasa sakit menjalar pada kakinya.

Mulutnya mengeluarkan umpatan-umpatan kesal pada mobil di depannya karena telah membuat kakinya sakit, yang sebenarnya adalah salahnya sendiri. Pemuda itu kembali mengacak surai pirangnya hingga lebih berantakan dan menyandarkan punggungnya pada mobil.

Ia meruntuki keteledorannya karena tak memeriksa berapa banyak bensin yang ada dimobilnya sebelum melaju meninggalkan rumah. Listrik yang seharusnya bisa membantu juga sudah dalam keadaan diambang batas antara mati dan hidup saat ia ingin beralih bahan bakar.

Apa gunanya punya mobil mahal yang katanya hanya ada sepuluh biji di dunia, bertenaga ramah lingkungan yaitu tiga puluh persen menggunakan bahan bakar listrik juga bensin bertenaga ratusan kuda dan dapat menempuh jarak beratus-ratus kilometer jika saat ini, keunggulan dari mobil itu malah tidak bisa ia gunakan karena satu, bensin mobilnya habis dan dua, bahan bakar listriknya pun ikut-ikutan habis.

Ia, Uzumaki Naruto pemuda yang sempurna dari segala sisi dan pandangan ini sekarang malah merana di tengah jalan sepi karena mobil kehabisan tenaga. Dan yang paling menyiksa, ia sama sekali tidak menyimpan nomor panggilan darurat semacam kantor mobil derek dan semacamnya.

'Balapan bodoh!' Ia kembali mengumpat dengan tinjuan kecil pada mobil kesayangannya, melampiaskan rasa kesal dan yang sebenarnya salah dirinya pada mobil yang jelas hanya benda mati.

Tapi sebelum pemuda itu berakhir dengan mengalami stress di tengah jalan, benda pada kantung celananya bergetar berkali-kali. Membuatnya kembali mengumpat dan bersumpah siapa saja yang menelponnya saat ini akan menerima hantaman sepati kets hitamnya jika bertemu dengannya.

"APA?!" Ia berteriak kesal pada sang penelpon seakan menemukan pelampiasan dari kekesalannya sekarang.

"DIMANA SOPAN SANTUNMU PADAKU BOCAH SIALAN! BERANI SEKALI KAU MEMBENTAK NENEKMU SENDIRI!" –'Sial!' Kata pertama yang ada dalam benaknya saat mendengar raungan maacam singa betina yang kehilangan anaknya itu terdengar ditelinganya.

"Ehehe... Baa chan. Kukira siapa." Ia tertawa gugup dengan satu bulir keringat yang mengalir dipelipisnya.

Suara disebrang sana terdengar mendengus sebelum kembali bicara, "Pulang sekarang jika kau tidak mau kehilangan semua fasilitas yang kuberikan padamu." Ucap wanita itu, lebih tenang namun menyiratkan sebuah ancaman.

"Hah! Apa! Baa chan, tega sekali jika kau benar-benar melakukannya padaku!" Pemuda itu memprotes keputusan dari sang nenek. "La –lagi pula aku tidak bisa pulang, mobilku kehabisan bensin dan sekarang aku berada dijalan sepi." Ucapnya kemudian.

"Memangnya aku peduli kau ada dimana sekarang. Yang pasti, jika kau tidak sampai ke rumah dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Semua fasilitas yang ada padamu akan kusita." Mata bermanik biru itu terbelalak. "Ap –apa?! Ayolah Baa chan –Halo! Halo! Ba chaan!" Rasanya pemuda itu ingin sekali menabrakan dirinya saat sambungan telpon itu diputus sepihak.

"AAAARRGHH! Sial!" Tangan pemuda itu teracung dan bersiap melempar gadget canggih dalam genggamannya jika saja sebuah suara tidak mengintrupsi kegiatannya itu.

"Permisi."

Mara biru itu menoleh keasal suara, melihat seseorang –ia yakini laki-laki- tengah berdiri dengan payung hitamnya tengah menatap dirinya. Pemuda bersurai pirang itu menatap laki-laki itu dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Memakai sepatu hitam biasa, celana yang juga hitam, dan kemeja hitam yang terlihat sedikit basah terkena rintikan gerimis pada bagian bahunya, kulit pucat, mata hitam, rambut juga hitam.

Si pirang menaikan sebelah alisnya, 'Dia dari pemakaman atau apa?' Tanyanya dalam hati seraya terus memperhatikan orang itu.

"Apa ada masalah?" Pemuda itu sedikit bingung dengan pertanyaan yang diajukan laki-laki di depannya. Sedangkan laki-laki itu sendiri menangkap kebingungan dari pemuda di depannya, "Apa ada masalah dengan mobilmu?" Ia kembali bertanya dengan memeperjalas maksudnya.

Naruto menatap onyx itu sejenak dan beralih pada mobilnya, "Ya, mobilku kehabisan bensin." Jawabnya sekenanya.

Laki-laki itu terlihat diam cukup lama sebelum kembali bersuara, "Aku punya beberapa liter bensin di rumahku, kurasa cukup untuk mobilmu berjalan hingga stasiun pengisian. Aku akan mengambilnya, jika kau mau?" Tawar laki-laki itu.

Pandangan Naruto kembali terarah pada laki-laki itu, ia menatapnya penuh waspada. Berpikir sedikit negatif disaat-saat begini itu tidak salah kan? Tapi, ia kembali berpikir saat rintikan hujan yang jatuh semakin menderas. Akhirnya Naruto mengangguk, "Jika tidak merepotkan. Apa rumahmu jauh dari sini?" Tanya Naruto.

"Aku kembali sepuluh menit lagi. Kau bisa tunggu dalam mobilmu." Laki-laki itu berjalan menjauh tanpa menjawab pertanyaan Naruto. Membuat Si pirang bertambah heran, apa lagi matanya tak menangkap sedikitpun jalanan kecil atau hal lain yang menunjukan peradaban disekitar jalan besar itu.

'Hantu?' Naruto menggidikan bahunya dan memilih untuk membuka pintu depan mobilnya. Dengan rintikan hujan yang mulai deras, pilihan terbaik adalah masuk dalam mobilnya dan menghangatkan tubuhnya dengan pemanas. Sejenak pikirannya kembali pada percakapannya dengan sang nenek. Habis sudah riwayatnya jika semua fasilitas mewah miliknya disita.

Berlarut-larut dalam pikirannya membuat Naruto merasakan kantuk menyerangnya. Tidak bagus untuk tidur disaat seperti ini, tapi ia memilih untuk menyerah pada rasa kantuknya dan memejamkan matanya. Tidur sebentar mungkin akan lebih baik.

.

.

.

Tok! Tok!

Naruto mengerang pelan dan mengerjapkan matanya saat mendengar suara ketukan yang cukup keras pada kaca mobilnya. Ia mengarahkan matanya pada kaca mobil yang sudah dipenuhi embun itu dan terkejut saat melihat wajah berkulit pucat terpampang di sana. Jika ia tidak segera sadar dengan siapa gerangan itu mungkin ia akan berteriak keras karena baru saja melihat hantu.

Menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya, Naruto membuka pintu mobilnya dan melihat laki-laki serba hitam tadi berdiri di dekat pintu mobilnya dengan tambahan sesuatu ditangannya. "Ini." Ucap laki-laki itu dengan tangan terangkat. Manyerahkan tempat mirip jerigen itu pada Naruto.

Naruto mengangguk kecil dan melangkah turun dari mobilnya, pakaian dan rambutnya yang sudah kering kembali basah akibat terkena air hujan. Ia berlari kecil menuju samping belakang mobilnya dan membuka tutup tangki bensin mobilnya. Ia terhenti sejenak saat tetesan air tak lagi membahasi tubuhnya. Kepalanya menoleh ke samping, menemukan laki-laki dengan mata onyx yang berdiri di sampingnya dengan payung hitam yang ikut memayunginya.

Setelah cairan dengan bau khas bensin itu ia sudah berpindah seluruhnya ke dalam tangki mobilnya, Naruto menegakan tubuhnya yang tadi sedikit membungkuk dan menoleh ke samping. Ia memberikan senyum kecilnya pada laki-laki yang beerdiri di sampingnya.

"Terima kasih." Ucap Naruto seraya menyerahkan kembali jerigen itu padanya.

Laki-laki itu hanya memberi satu anggukan kecil dan menurunkan kembali tangannya setelah menerima benda itu. Tak mengucapkan satu katapun.

"Siapa namamu?" Naruto bertanya dengan sedikit kecanggungan karena ditatap dengan pandangan datar begitu sejak tadi.

"A –ah! Namaku Naruto, Uzumaki Naruto." Ucap Naruto lagi saat ia rasa laki-laki itu tak berniat menjawab pertanyaannya.

"Hn."Naruto mengerutkan alisnya tak mengerti dengan arti gumaman yang dikeluarkan laki-laki itu. Ia melihat laki-laki itu menaruh jerigen ditangannya dan membuka resleting jaket hitam yang dipakainya –benar juga, ia baru sadar laki-laki itu sekarang memakai jaket.

"Ini." Manik biru Naruto melihat sesuatu yang disodorkan laki-laki itu. 'Baju?' Lalu manik itu menatap laki-laki itu lagi. "Bajumu basah. Pakai ini untuk menggantinya." Ucapnya menjawab pertanyaan tersirat Naruto.

Berpikir sejenak untuk mengambil atau tidak baju itu, Naruto memutuskan untuk mengambilnya dari pada memakai pakaian basah miliknya sekarang. Yang ada bukannya sampai dengan selamat sentausa dia malah mati karena kedinginan –meski sebenarnya ia juga tidak akan kedinginan mengingat mobilnya dilengkapi alat pemanas.

"Terima kasih." Ucap Naruto.

Lagi-lagi laki-laki itu mengangguk pada Naruto dan membalikan tubuhnya, membuat helaian pirang itu kembali terguyur derasnya hujan. "He –hei! Namamu!" Naruto berteriak keras namun laki-laki itu tetap melangkah menjauhinya. Ia sedikit kesal karena pertanyaannya tak dijawab juga oleh laki-laki itu.

'Sudahlah.' Naruto memilih acuh dan kembali ke dalam mobilnya. Yang lebih penting sekarang ia harus segera pulang dan mengadakan negosiasi dengan sang nenek mengenai keputusan hidup dan matinya.

Dengan itu, Naruto menyalakan mobilnya dan melaju cepat meninggalkan jalanan sepi itu. Ia masih beruntung karena ada yang mau menolongnya dan memberinya sedikit bensin untuk mobilnya. Kalau tidak ia harus terjebak di jalan sepi itu lebih lama lagi dari ini.

Getaran pada kantung celananya membuat Naruto sedikit memelankan laju mobilnya. Ia mengambil ponsel orange yang dikantung itu dan melihat layar ponsel touchscreennya tertera nama Sang nenek. Ia menyiapkan hatinya untuk diomeli sebelum menekan kata Yes dilayar itu.

"Moshi-moshi, Baa chan. Jangan marah dulu! Dengarkan aku! Aku sedang di jalan dan tidak bisa ngebut karena hujan! Jangan berpikiran untuk menyita fasilitasku dulu!" Ucap Naruto dengan satu tarikan napas sampai akhirnya diam dan menunggu respon dari si penelpon.

"Naruto," Alis Naruto berkerut.

"Baa chan?" Panggil Naruto heran.

"Ayah... Ibumu." Naruto semakin heran dengan nada bicara Sang nenek yang sedikit begretar. "Tou san dan Kaa san? Ada apa dengan mereka? Kenapa Baa chan tiba-tiba –"

Ucapan itu putus saat satu lantunan kalimat pahit memerpa gendang telinganya. Membuatnya diam seribu bahasa saat tangis pilu mengiringi usainya ucapan Sang nenek. "Ayah dan Ibumu, pesawat mereka jatuh saat terbang kembali ke Konoha."

Riakan air saat ban mobil sport itu melintas membelah jalanan yang basah. Begitu riuh antara suara angin dan air yang semakin derasnya turun membasahi aspal jalanan. Tapi, bagi Naruto saat ini terasa sangat sunyi. Telinganya seakan tuli, tak mendengar apapun suara-suara disekitarnya. Bibir itu terkatup dengan sempurna, tak ada celah untuk hembusan sedikitnya udara keluar dari sana. Mata dengan iris sapphire itu menatap kosong rintikan air yang menabrak kaca mobilnya. Memandang jauh menembus derasnya hujan. Ponsel yang ada ditelinganya sejak beberapa detik lalu sudah jatuh ke ke dekat kakinya.

Kedua tangan itu terkulai lemas, melepaskan pegangannya pada setir mobil yang ada di depannya. Dunianya mendadak berubah menjadi gelap dengan suara debaman keras yang mampu terdengar hingga beberapa kilo meter jauhnya.

BRAAAAAAK! –DUAAR!

"Naruto! Apa yang terjadi Naruto!"

"Naruto! Suara apa itu! jawab aku bocah!"

.

.

.

Sakit, tubuhnya sulit sekali untuk digerakan.

Apa yang mengalir dikepalanya ini? Air? Apa atap mobilnya bocor sampai-sampai air bisa masuk? Kenapa gelap sekali di sini? Ada yang mematikan lampunya? Apakah sudah malam?

'Mengantuk sekali...'

'Kaa san... Tou... san..."

.

.

.

.

.

.

.

Semuanya berubah dalam waktu sekejap, hanya satu hari yang membuatnya menjadi pangeran tidur untuk waktu yang lama. Namun, bukan sang putri yang membangunkannya.

Ia bangun dengan sendirinya. Tapi, bangun sama saja dengan mati bagi sang pangeran. Ia bangun, itu artinya ia berhadapan langsung dengan gelapnya dunia keputus asaan.

.

.

.

.

To Be Continue...

A/N : Aku tahu! Aku tahu! Aku cewek bego yang lagi-lagi bikin fic baru padahal tunggakan ficku yang semuanya multychapter! Aku tahu aku cuma author yang ga bertanggung jawab!

Silahkan flame! Aku ga maksa review karena aku tahu kalian pasti kecewa dengan karya abalku ini!

#Menggalau karna jadi manusia ababil banget... T^T~

#plakk!

Ehehehehe... ^~^a Hallllo~~~~ Aku kembali bikin fic baru~

Gomen ya karna aku ini malah bikin ini fic bukannya lanjutin ficku yang lain. Tapi bener deh. Ini fic tuh cuma karna aku pengen buat NaruSasu. Kan Ficku yang lain SasuNaru semua tuh. Kali ini nyoba dengan NaruSasu. Eksperimen, apakah aku ini bisa atau nggak jadiin Naruto seme.. abis aku rada nggak pede kalo bikin Naruseme.. T^T ... padahal aku juga suka NaruSasu...

Udah ah, nanti ini prolog jadi kepanjangan.

.

.

Satu lagi, Itu judulnya baru bakal nyambung sama chapter-chapter berikutnnya. Kalo ini tuh Cuma prolog kepanjangan yang cuma jadi awal fiksi biar nggak terlalu maksa di chap dua nanti.

Bye~ bye~~~~ :*