"Uchiha Sasuke silahkan kau pilih tempat duduk mana yang kau sukai."

Dengan arogan dan langkah malas pemuda bernama 'Uchiha Sasuke' berjalan ke belakang kelas. Memilih bangku kosong tak berpenghuni untuk menjadi singgahsananya saat ini. Dengan penuh kearoganan pemuda itu melepas jas almamater yang semula melekat di tubuhnya yang terlihat sempurna lalu melemparkannya ke atas meja dengan asal kemudian duduk dan mendelik ke arah gadis-gadis yang seakan menahan nafas melihat tindakkannya barusan. Dia mendecih dan memilih untuk mengabaikan mereka, bersikap acuh adalah pilihannya.

"Urusai!"

Seketika kelas berubah menjadi sepi, riuh yang semula mewarnai kini tak ada lagi. Berganti dengan keheningan yang seolah menyelimuti. Yang merasa membuat keributan langsung duduk tegap dengan tubuh menegang. Guru di depan pun turut bungkam ketika kau berkata demikian dengan penuh ketegasan. "Baiklah kita mulai pelajaran hari ini." Dan mulai membuka suara ketika dirasa semua telah pada tempatnya.

Batu onyx itu memandang tajam kearahmu yang duduk persis di depannya. Tetap bertahan disana hingga dia melihat ke arah jendela dan kembali dengan sikap acuhnya, sekalipun guru sedang menjelaskan pemuda itu tampak sama sekali tidak memperhatikan.

.

.

.

.

Disclaimer:

Naruto © Kishimoto Masashi.

Namida no Monogatari © Sumimurasan

.

.

.

.

Pair : Hinata Hyuuga & Sasuke Uchiha

.

.

.

OOC, TYPO(S), Saya bikin karakter Hinata disini 180 derajat berbeda dari aslinya. Gomen kalo ada yang ga suka, tapi coba baca dulu sebelum menilai fanfic dari tokoh karakternya oke

.

Oh ya terimakasih banyak yg udah review fanfic saya yang berjudul "Voices of My Heart" untuk yang minta squel nanti saya mikir-mikir dulu ya ;)

.

Ini fanfic yang saya janjikan.

Yo langsung saja.

.

.

.

.

Kau berdiri dan bergegas keluar ketika bel istirahat berbunyi beberapa detik yang lalu. Menepuk-nepuk rokmu dan memakai jas almamater yang berupa blazer berwarna biru dongker yang sempat kau tanggalkan di kursi tempatmu duduk dan menyimak pelajaran.

Suara ribut kembali terdengar, wajar saja itu adalah waktu istirahat. Namun hal yang tak biasa adalah cekikikan para gadis centil yang kini tengah berkumpul membentuk lingkaran, bagai semut yang tengah mengerubungi kue manis dengan Uchiha muda sebagai objeknya. Kau melirik sekilas, lalu membungkuk, meraba-raba sesuatu dalam tasmu, mengaduk-ngaduknya saat dirasa sesuatu yang kau cari tak kau temukan disana. Kau mengangkat tasmu dan menaruhnya di mejamu.

Namun seseorang menyenggol meja yang kau gunakan dan membuat tasmu jatuh ke lantai dan isinya pun berhamburan.

Semua terdiam, tak ada satupun yang membuka mulut dan bersuara.

Semua mata menatap kearahmu dan juga tas yang isinya berhamburan secara bergantian.

Kau terdiam sejenak. Memerhatikan semua barang-barangmu yang berserakkan di lantai marmer yang menjadi pijakan kakimu saat ini. Berjalan beberapa langkah kemudian berjongkok untuk mengambil sesuatu yang kau cari yang kini tepat berada di samping seseorang yang menjadi pelaku dalam kejadian ini yang juga diam membeku. Memperhatikanmu yang mengambil sebuah camilan berbentuk panjang dengan bungkus berwarna hijau terang.

Kau lalu berdiri dan otomatis kini kau berhadapan dengan si pelaku yang tak lain adalah murid baru yang duduk di belakangmu. Rupanya dia terburu-buru sehingga menyenggol mejamu yang kebetulan kau taruh tasmu di sana dengan keadaan sleting yang terbuka sehingga otomatis semua isinya keluar tatkala tas itu jatuh ke lantai.

Kelereng hitam itu menatapmu yang kini juga menatapnya. Semua menahan nafas, berbisik-bisik dan menerka-nerka apa yang selanjutnya akan terjadi.

"Apa yang kau lihat?"

"Tch." Dia mendecih dengan tatapan sinis ke arahmu yang sama sekali tak menatapnya. Lalu dia bergegas berlalu meninggalkanmu yang kini berbalik dan memunguti semua barang-barangmu yang masih dalam posisi mengenaskan, tergeletak begitu saja. Kau membereskannya dengan terburu-buru. Mereka masih menatapmu dan kau pun mulai risih dengan tatapan mereka. Kau berdiri dengan tas selempang di tangan kananmu dengan tangan lain yang memegang bungkusan berwarna hijau terang.

"Apa yang kalian lihat!?" Lalu melemparkan tas selempangmu dengan kasar dan berjalan keluar.

Kelas mulai riuh setelah kepergianmu. Semua kembali pada kegiatan masing-masing.

.

.

.

Di atap sekolahlah kini kau berada. Duduk di bangku panjang yang menyuguhkan pemandangan taman sekolah dan hamparan kebun teh luas yang berada persis di belakang gedung sekolahmu juga langit biru luas tanpa setitik awan pun yang mengotorinya.

Kau memejamkan matamu. Merasakan angin yang bertiup di sekitarmu yang terasa lebih kencang mengingat tempatmu saat ini yang berada di atap sekolah tinggi yang wajar saja bila itu terjadi.

Camilan itu masih untuh di genggaman tanganmu. Kau belum memakannya, karena rasa lapar yang semula menyerangmu kini kau tak rasakan memutuskan untuk menyimpannya di saku blazermu.

Kau merasa bosan. Kini kau lebih memilih mengubah posisimu menjadi berbaring dengan sepasang tanganmu yang bebas menjadi alas kepalamu.

Kau sama sekali tak menghiraukan helaian rambutmu yang mulai mengganggu dan sedikit menghalangi pandangan mata karena ulah angin yang tengah bermain di sekitarmu. Matamu tetap terbuka meskipun dalam keadaan demikian.

Kau merasa nyaman dengan keadaan yang demikian. Merasakan ketenangan yang selalu kau idamkan. Terbuai dengan permainan nakal sang angin yang membuat sepasang matamu terpejam.

.

.

.

Pemuda itu berjalan tergesa terbukti dengan bunyi sepatunya yang beradu cepat dengan lantai di bawahnya walaupun tersamarkan oleh deru langkah kaki banyak orang yang juga melewati jalan yang sama yang pemuda itu lalui, kolidor sekolah.

Sasuke, nama pemuda itu. Merogoh saku celananya dan mengambil sesuatu dari dalam sana. Sebuah benda berwarna hitam legam yang bernama ponsel. Sejenak dia terdiam, menekan beberapa angka sebelum meletakkan benda iru persis di depan telinga kanannya.

Terdengar nada tunggu yang cukup lama. Membuat Sasuke berkali-kali menatap layar ponselnya. Dia menepi. Berdiri mematung di tengah-tengah kolidor membuatnya terseret oleh langkah orang-orang yang berlalu lalang dengan langkah tak pelan.

Dengan itu, dia memutuskan untuk menyenderkan sebelah bahunya di dinding dengan tangan kanan masih setia memegang ponsel yang kini kembali berada di samping telinganya.

Nada tunggu berhenti tergantikan oleh suara seseorang dari sebrang yang sedari tadi sangat Sasuke harapkan.

"Ck lama sekali. Dimana dia?" Nada dingin itu menyapa sang penelpon. Dengan decakkan tak suka di awal pembicaraan, membuat sang lawan bicara beberapa kali melayangkan permintaan maaf yang sama sekali tak digubris olehnya. Itulah salah satu perangainya.

Sasuke terlihat diam memperhatikan. Menyimak setiap paparan yang lawan bicara berikan.

Hanya dua kalimat yang Sasuke lontarkan. Itupun hanya di awal. Selebihnya dia hanya diam memperhatikan. Akhirnyapun dia mematikan dan kembali memasukkan ponselnya dengan gerakan cepat tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Tak ada kata terimakasih ataupun ucapan serupa yang Sasuke berikan atas semua informasi yang di dapatkannya. Baginya itu membuang waktu. Dan Sasuke lebih suka terburu-buru. Dan tindakkannya yang seperti itu menurutnya sangat menghemat waktu.

.

.

.

"Kenapa aku selalu merasakan sakit?"

"Dan aku tidak pernah bisa berhenti menangis."

"Aku selalu menjadi lemah."

"Kalau begitu lupakan dan berhenti. Kubur dan buanglah. Lalu jadilah kuat."

Sepasang mutiaramu terbuka dengan paksa. Pandanganmu langsung tertuju pada langit luas yang menjadi langit-langit tidurmu saat ini. Masih dalam posisi yang sama, kau merogoh saku dimana kau menaruh camilan jatah makan siangmu tadi.

Kau duduk bersila ketika camilan itu sudah berpindah ke tanganmu. Membukanya pelan sebelum melahapnya tenang. Kau memperhatikan sekitar, menatap kawanan anak yang nampak bahagia dengan apa yang mereka punya. Kau terpaku sejenak. Menaruh 'makan siangmu' yang kini tinggal separuh. Sebelum mengganti posisi dengan tanganmu yang memeluk lutut. Sekali lagi kau menengadah, mencoba mencari sesuatu yang bisa menarik perhatianmu. Namun ternyata kau sama sekali tidak menemukannya disana. Selain langit biru yang kini dikotori oleh beberapa titik awan yang entah membentuk apa.

Kau mendesah sedikit kecewa ketika bel tanda masuk berbunyi nyaring membawamu pada realita nyata yang menurutmu selalu itu-itu saja dan terkesan biasa saja. Membuatmu seketika mengubah posisi dan berlari cepat menuju kelasmu yang berada jauh di lantai bawah.

.

.

.

.

"Sekarang siapa yang akan menerjemahkan ini untukku?" Sensei berambut gelap bernama Asuma itu berdiri di depan kelas setelah selesai menulis beberapa kalimat di papan tulis. "Hyuuga kau terjemahkan itu!"

Kau segera berdiri dari kursimu, membuat gerakan sedang dan bunyi berdecit dari kursi yang semula menjadi tempat dudukmu, bertanda kursi itu bergeser dan bergesekkan dengan lantai. Kau menatap lurus papan tulis hitam yang kini dipenuhi oleh coretan huruf abjad dengan kapur putih, tak hanya tulisan romaji yang berada disana, kanji pun turut ikut serta, walau sebenarnya romajilah yang lebih mendominasi diantaranya. "Oleh karena itu Mery berkata, kau harus memasukkan gantungan kunci ke dalam dompetmu."

"Bagus sekali Hyuuga. Kau boleh duduk kembali." Tanpa disuruh dua kali kau menuruti perintah senseimu yang beberapa detik yang lalu melayangkan kalimat pujian kepadamu. Sebelum fokusmu kembali tertuju pada papan hitam dan sensei yang sedang menerangkan.

"Sebenarnya ini adalah kalimat yang rumit. Cara untuk menerjemahkan bagian ini sangatlah sulit," Asuma-sensei menunjukkan kata 'Chain' yang tertera dalam papan hitam di depan yang semula ia tulis. "Ini di ajarkan di sekolah tinggi. Jadi aku terkesan."

"Arigatou." Kau berucap dengan tetap memperhatikan setiap detail materi yang di paparkan oleh guru di depanmu, juga membaca beberapa materi yang ada dalam buku di depanmu dengan teliti dan penuh keseriusan. Mencatat beberapa hal yang perlu.

Terus seperti itu.

Hingga bel pergantian pelajaran berbunyi dan sensei yang mengajar di kelasmu meninggalkan kelas. Kau akan merapikan bukumu lalu mengganti buku-buku itu dengan buku pelajaran selanjutnya. Selalu begitu.

Hingga sebuah bunyi keras mengganggu membuatmu berbalik. Namun si pembuat keributan sudah melenggang pergi keluar.

Kau mendecak kesal, berusaha tidak peduli kepadanya yang memang tidak kau kenal sama sekali. Menurutmu akan sangat merepotkan bila kau sampai terlibat dengannya.

.

.

.

.

Entah keberapa kalinya kau melihatnya membolos dalam pelajaran dalam kurun waktu seminggu dia menjadi murid baru dan satu kelas denganmu. Tak banyak yang kau ingat darinya, bahkan namanya saja pun kau tak tahu betul. Yang kau tahu marganya adalah Uchiha. Seorang murid baru yang datang pada tahun ajaran pertama namun di Semester kedua, aneh. Dan kau hanya ingat dia pernah menjatuhkan tasmu ke lantai tanpa membantumu merapikannya dan tanpa meminta maaf kepadamu.

Kesan pertama yang kau dapat.

Dia sosok dingin yang menyebalkan.

Dan saat ini kau yang harus terlibat dengan salah satu orang yang menduduki peringkat ketiga yang tidak mau kau terlibat dengannya.

Awalnya kau tidak mau terlibat dan peduli. Tapi itu sudah menjadi tanggung jawabmu sebagai ketua. Dan kau tak mau lepas tangan dalam semuanya.

Alasan itulah yang membawamu untuk mengikutinya yang beberapa detik lalu keluar kelas setelah pelajaran kedua berakhir. Masih cukup pagi untuk membolos hari ini bukan?

Kau mengikutinya yang berjalan jauh di depanmu dengan tenang tanpa gelagat aneh. Kau seakan sedang berjalan dengan santai tanpa gerakkan mengendap ataupun mengikutinya dengan sembunyi-sembunyi. Kau bahkan lebih terkesanterang-terangan dalam mengikutinya yang berjalan ke arah yang bagimu tak asing lagi. Atap sekolah.

Dia berbaring disana. Di tempatmu biasa menghabiskan waktu istirahatmu. Di bangku panjang yang berada di pojok yang tidak tersinari cahaya matahari namun kau masih tetap bisa melihat langit luas disana. Bangku yang strategis untuk menatap langit dan menghitung ratusan bahkan ribuan bola kapas berwarna putih yang menjadi penghias semesta biru.

Dia terbaring dengan sepasang tangan kekarnya yang menjadi alas kepalanya. Kau tetap memperhatikannya dari pagar pembatas. Tepat di depan pintu atap itu kau bersandar tenang memperhatikannya yang seolah tak menyadari kehadiranmu atau bahkan mungkin berusaha mengacuhkanmu. Kaupun tak tahu.

Kau menatap langit yang berhiaskan awan-awan putih abstrak yang menjadi corak. Menjadikan langit luas semakin indah dengan goresan kuas tuhan yang membuatmu terkagum-kagum. Ribuan awan itu bergerak perlahan. Dengan sabar kau memperhatikan. Melihat awan yang semula bersatu menjadi terpisah, bercerai-berai menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Disisi lain awan kecil untuk bergabung dengan kawanan awan lain dan bersatu kembali, lalu terpisah dan kembali bersatu. Terus seperti itu sampai semua awan menghilang dari pandangan yang entah kapan itu kaupun tak tahu.

"Cukup Uchiha." Kau merasa jengah dengan semuanya. Berjalan pelan dengan tangan bersilang di depan dada dan mata dengan sorot tajam ke arahnya yang masih dalam posisi semula. Terbaring.

"Aku tahu kau mendengarku." Sekarang posisimu tepat di hadapannya. Berdiri menjulang dengan dia yang terbaring. Dengan tangan yang mengepal menahan kesal walau masih dalam posisi bersilang. "Jawab a-"

"Apa yang kau lakukan?" Suara baritone itu terdengar dengan nada datar dengan mata yang masih terpejam. "Seharusnya itu yang ku tanyakan." Matamu menyipit. Mulai tak suka dengan sikapnya yang arogan dan menyebalkan. Kesan pas yang kau dapat, sama sekali tak meleset.

"Kau tau alasannya." Masih dalam posisi sama dia menjawab.

Kau tak membalasnya. Membiarkan kata-katanya melayang diudara dan menguap lalu mengilang di bawa oleh angin yang terbang di sekitar kalian. Kau lebih memilih menyenderkan bahu kirimu pada dinding tepat di depan tempatnya saat ini. Sehingga posisimu saat ini berada persis berhadapan dengannya yang masih tak mau mengubah posisinya bahkan tak mau menunjukkan kelereng hitamnya.

"Aku tahu alasanmu kesini bukan untuk belajar."

"..."

Sekarang giliran kalimatmu yang seolah melayang dan menghilang tanpa jawaban. Kau tahu dia mendengarmu dan kau tahu dia tidak sedang dalam keadaan tertidur. Untuk itulah kau memutuskan untuk melanjutkan kalimatmu walaupun dengan susah payah kau harus menekan egomu dan menahan emosimu karena dirinya yang mengacuhkanmu. "Buanglah sifat burukmu itu."

"Kimi ni wa kankenai."

"Kau tanggungjawabku."

"Aku tidak suka seseorang mengatur hidupku." Kelereng hitam itu terbuka. Langsung menatapmu tajam dengan kilatan kemarahan yang dapat dengan jelas kau lihat disana. "Aturlah hidupmu jika kau tidak mau oranglain yang mengaturnya."

"Ck." Sasuke –nama pemuda itu–kembali memejamkan matanya tanpa membalas perkataanmu. Yang membuat kesabaranmu yang memang sedikit semakin menipis. "Ikuti aturan jika kau masih ingin bersekolah disini."

"Aku tidak mau. Kau tau?" Dia tampak menahan kata-katanya dan melirik name tag yang kau kenakan di samping kiri atas blazermu. "Kau tau Hyuuga? Sekolah ini membuatku bosan. Teman-teman, guru-guru bahkan semua materi pelajaran disini membosankan."

"Buktikan."

"Aku sedang membuktikannya." Kau sangat mengerti dengan apa yang dia maksudkan. "Kau berbicara seolah kau menguasai semuanya."

"Memang." Dia menyeringai lebar.

Dan mengubah posisinya menjadi duduk dan saling berhadapan denganmu yang lebih tinggi darinya karena posisimu saat ini. "Dengar. Tidak ada yang akan mengeluarkanku dari sekolah ini. Tidak. Ada. Diam dan lakukan semua tugasmu."

"Karena mereka takut pada keluargamu, keluarga Uchiha. Bukan padamu. Buktikan kalau kau layak untuk mereka takuti dengan prestasi."

"Kau menantangku?" Dia berdiri berhadapan denganmu. Tingginya yang hanya beberapa senti lebih tinggi darimu tak menyulitkanmu untuk melihat langsung ke mata hitamnya yang menatapmu remeh. "Kau bahkan tidak layak untuk itu."

Kau merasakan emosimu sudah siap untuk kau keluarkan saat itu juga. Beruntung akal sehatmu masih berfungsi dan mengambil alih. Semua emosi yang akan kau luapkan tidak akan menyelesaikan semuanya, bahkan akan lebih memperburuk keadaan walaupun saat ini secara tidak langsung dia sudah menghina dan menjatuhkan harga dirimu. "Buktikan itu Uchiha." Kau berbicara penuh penekanan.

"Jadilah rivalku."

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

Urusai : Diam

Kimi ni wa kankenai : Bukan urusanmu.

.

.

.

.

Yah cukup segini dulu oke.

Saya pengen liat respon dan tanggapan dari kalian. So, saya pengen dikasih masukan yang bisa membangun dan menyempurnakan fanfiksi ini.

Sebenernya saya mau publish ini fanfic di penghujung tahun, cuman yah ffn tidak menghendaki #eror.

Anggap aja ini adalah hadiah tahun baru dari saya yang seorang fans SasuHina. Happy new year

So,

Review pliss

Salam sayang.

Salam kenal.

Sumimurasan.