Tittle : The Past

Main Cast : Xi Luhan and the member of EXO

Warning : ini bukan ff yaoi walaupun bakal menjerumus ke arah sana. Happy reading!

Kau pernah merasa ingin menangis, tapi menangis pun rasanya percuma. Kenapa? Karena menangis takkan menyelesaikan masalah apapun. Seperti saat ini.

Terakhir kali yang kuingat adalah aku sedang bertengkar dengan Sehun. Kami beradu mulut dan pertengkaran itu cukup hebat hingga Sehun tak bisa menahannya dan menerjangku. Tapi Kris dan Tao segera menahan, sayangnya kaki Sehun tak sengaja menendang kakiku hingga aku kehilangan keseimbangan dan kepalaku membentur ujung meja lalu semua menjadi gelap.

Setelah itu, aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Aku bangun dengan kain membebat kepalaku. Saat itu, kupikir sedang berada dirumah sakit. Ternyata semuanya hanyalah ilusi. Aku bangun di tempat asing dan disinilah aku.

Halo, namaku Xi Luhan. Awalnya aku seorang penyanyi di tahun 2013 dan sekarang menjadi seorang Oracle kesayangan raja tahun 1503 – sepertinya – dan hidup bersama orang yang kau ketahui tapi tidak kau kenal.

*Past*

Pagi ini, pelayan pribadiku yang memperkenalkan dirinya lagi padaku, Zhi Jun, mengatakan padaku bahwa raja ingin bertemu denganku. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya hingga ke sebuah gazebo ditengah kolam buatan.

Zhi Jun memberitahu kedatanganku pada pria dengan pakaian mewah yang kuyakini sebagai raja. Pria itu mempersilahkanku masuk dan segera memelukku erat. Saat itu baru kusadari jika ada seorang pria yang bersujud tanpa dihiraukan oleh raja ini.

"Lu Lu, aku sangat khawatir padamu" ungkapnya tulus.

Aku hanya bisa tersenyum canggung, karena aku bahkan tak mengenalinya. Setelah aku sadar, semua orang seperti mengira aku kehilangan ingatan. Itu lebih baik dan sederhana jika aku harus menjelaskan semua ingatanku yang tidak berada pada masa ini.

"Aku Feng," ujar raja ini sedikit muram. "Temanmu sejak kecil Lu." Aku hanya mengangguk mengerti dan mengalihkan pandangan pada pria yang masih bersujud. "Ah, dia tabib yang sudah membuatmu kehilangan ingatan."

Bagaimana mungkin pria ini bisa menjadi penyebabku hilang ingatan. Kudengar dari Zhi Jun kalau aku diserang bandit dan terluka parah. "Err, maksudnya?" aku bingung harus melanjutkannya dengan memanggil raja dihadapanku dengan apa? Kami memang teman, tapi dimasa ini bukankah strata lebih diutamakan?

"Dia telah mengobatimu dengan obat yang salah." Ujar Feng murka. Tiba-tiba ia berbalik menghadap kasimnya. "Sudah kuputuskan, hukum tabib palsu ini dengan hukuman gantung."

Aku sungguh terkejut mendengarnya. Mana mungkin seseorang dapat mengakibatkan hilang ingatan – walaupun aku bukan hilang ingatan – dengan kesalahan obat? Lagi pula raja di hadapanku terlalu semena-mena, atau memang raja zaman ini memang seperti itu.

Tabib pria itu menggigil karena ketakutan, ini terlalu berlebihan apalagi hanya karena obat yang mustahil bisa menyebabkan kehilangan ingatan. "Err, Feng." Ujarku ragu, menunggu reaksi dari raja dihadapanku mengamuk karena kupanggil namanya.

"Ya, ada apa Lu?" balasnya ramah, mungkin aku memang terbiasa memanggilnya dengan 'Feng'.

"Karena aku korbannya, bolehkah aku yang menentukan hukumannya?" aku mengutuk diriku sendiri karena mencoba menyelamatkan nyawa tabib ini dan menggantung nasibku di ujung tanduk, karena bertanya.

Feng terlihat berpikir tapi kemudian ia mengangguk setuju. "Baiklah, apa hukumannya Lu?"

Aku berbalik dan tersenyum pada tabib yang masih bersujud. Aku membantunya untuk duduk, dan bisa kudengar napas tertahan semua orang. Ada yang salah? Tabib itu masih menunduk namun aku bisa melihatnya. Beruntung sekali aku menyelamatkannya, jika tidak, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku.

"Jadi apa hukuman untuk tabib itu?" Feng mulai tidak sabar.

Aku tersenyum menatap wajah familiar dihadapanku. "Hukumannya, kembalikan ingatanku." Wajahnya sontak terangkat, penuh terkejutan. "Sampai ingatanku kembali, kau harus di sampingku. Jadi siapa namamu, tabib?"

Bisa kudengar Feng menggerutu sebal tapi tidak kuhiraukan. "Nama hamba Zhang Yixing, Tuan." Ujarnya kaku dan kembali bersujud. Aku bangkit dan menatap puas sosok dihadapanku. Kupikir namanya akan berganti, tapi namaku juga tidak ganti. Mungkin masa ini adalah kehidupanku sebelumnya.

"Sebaiknya kau pergi, aku masih ingin berbincang dengan Yang Mulia raja." Usirku dan segera dipatuhi.

Pantas saja hidupku di masa depan sangatlah mudah, ternyata di masa ini aku seorang yang bijak dan penyanyang. Dan jangan melupakan kalau aku seorang Oracle, walaupun aku tak tahu apa yang harus dilakukan Oracle.

Saat berbalik, Feng menatapku geram. "Kau terlalu baik Lu. Bisa saja dia salah seorang pengkhianat?" Sepertinya tidak, Lay terlalu baik dan lembut untuk menjadi seorang pengkhianat dan pemberontak. Aku mengangkat bahuku tak acuh, dan Feng mempersilahkanku duduk. "Sebenarnya aku memanggilmu kesini ada hal lain yang harus kubicarakan padamu."

"Lanjutkan." Ujarku ketika menyadari ketidaknyamanannya.

"Aku tahu kau baru saja sadar, tapi upacara pengorbanan akan segera datang," ungkap Feng.

Kurasa aku mengerti arah pembicaraan ini tapi aku tidak mengerti kenapa ada upacara pengorbanan. Untuk siapa atau dewata apa? Untuk apa? Dan kenapa? "Err, maaf aku harus memberitahukanmu tentang ini. Tapi seperti yang kau ketahui, aku bahkan tak mengenalimu," elakku halus dan wajahnya langsung gusar. "dan aku tidak tahu apa yang harus dilakukan oracle. Atau dalam kasus ini, apa yang harus kulakukan?"

"Lu, negara ini akan terkena masalah." Ungkapnya semakin gusar.

"Akan kuusahakan, Feng." Sahutku, mencoba menenangkan.

*Past*

Dua jam kemudian aku menyesali kalimat terakhir yang kuucapkan sebelum pergi dari hadapan raja itu. upacara pengorbanan untuk dewata air di sungai Kuning sebagai ucapan terimakasih karena semua kesejateraan Negara.

Aku bahkan tak ingat ada hari peringatan seperti itu dimasa depan, dan siapa juga orang yang percaya tentang hal fantasy seperti itu. Dengan tidak menghiraukan fakta bahwa diriku dimasa ini adalah Oracle, orang yang sangat percaya dengan hal-hal yang berbau mistis.

Lalu apa yang harus kulakukan sekarang, aku bahkan tak tahu bagaimana menjalankan upacara. Dan lagi-lagi aku harus menyesal mengetahui fakta bahwa aku adalah Oracle, peramal, cenayang atau apapun itu dengan tingkat tertinggi di istana berserta dayang-dayang pilihan.

Ah! "Zhi Jun!" panggilku, segera saja pria tua itu tergopoh-gopoh menghampiriku di ruangan penuh lilin. Jangan bertanya, mengapa? "Siapa cenayang dengan tingkat yang mendekatiku?"

"Nona Mei Li, Tuan. Tapi mengapa anda bertanya?"

"Panggilkan dia!" titahku, aku mulai menyukai kekuasaanku untuk memerintah. Akhirnya setelah mendorong, menyakinkan dan akhirnya memaksa disertai bumbu kebohongan dan hadiah, gadis itu yang akan melaksanakan ritualnya.

Pantas saja Suho dan Kris senang sekali memerintah.

Suho, Kris, Sehun dan yang lainnya? Jika aku adalah Oracle sementara Lay seorang tabib di istana. Kemungkinan besar yang lain juga eksis di zaman ini tapi besar juga kemungkinannya 8 orang lain ada di Korea. Di Cina ada aku dan Lay yang sudah bertemu, itu berarti tinggal Kris dan Tao yang belum ditemukan.

Akh! Aku mulai merindukan mereka, bahkan Sehun yang sudah mengirimku kesini. Aku harap ini semua hanya mimpi dan esok aku bisa bangun dari mimpi konyol ini.

Tapi bagaimana jika ini semua kenyataan? Bagaimana jika aku tetap berada di masa ini dan tidak bisa kembali ke masaku? Apa yang harus kulakukan? Aku sama sekali tidak mengerti apapun tentang dunia ramal- meramal, dan hal mistis lain?

Kenapa aku tidak keluar, dan mencari seorang peramal sesungguhnya dan bertanya padanya?

Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menuju pintu keluar paviliun sebelum dihentikan oleh Zhi Jun. "Tuan, anda ingin pergi kemana?"

Oh ya, aku hampir melupakan kalau aku mempunyai pelayan pribadi plus dayang istana lainnya yang akan mengekori. "Keluar, mencari peramal lainnya. aku membutuhkan sesuatu?"

Rona wajah Zhi Jun menggelap dan menunduk menyesal. "Maaf Tuan, tapi Yang Mulia Raja tidak mengizinkan anda untuk keluar sebelum menemukan pengganti pengawal anda?"

Pengganti pengawal? "Memangnya ada apa dengan pengawalku sebelumnya?" tanyaku penasaran.

"Yang Mulia raja menghukumnya karena kelalaiannya melindungi Tuan dari para bandit sebelumnya, Tuan." Ungkap Zhi Jun yang merasa puas dengan keputusan raja.

"Apa hukumannya?" tanyaku, cukup geram. Sepertinya Feng punya sindrom menghukum orang dengan kesalahan minor.

"Hukuman gantung, Tuan." Jawabnya santai.

Hatiku mencelos mendengarnya, kenapa Zhi Jun semudah itu mengatakannya. Jika pengawal itu memang mengawalku, seharusnya ia merasa sedikit sedih, teman satu kerjanya terkena masalah. "Apa ia sudah meninggal?" tanyaku lagi tercekat.

"Tidak Tuan, hukumannya dilaksanakan 2 hari lagi."

"BAGUS!" seruku tidak sadar sudah berteriak. "Bawa aku padanya."

"Tapi Tuan…?"

"Cepat!" titahku, penuh penekanan. Mau tidak mau ia menurutinya.

Aku dibawa kesebuah tempat yang benar-benar mencirikan penjara masa lampau. Kotor, menjijikan dan berlumpur. Aku bahkan harus menjinjing pakaian satinku agar tak terkena lumpur hingga para dayang istana itu menyadarinya dan mengangkat ujung pakaianku.

Penjaga penjara itu kembali membuatku merunduk dan masuk kedalam penjara bawah tanah dengan penerangan minim. Hanya ada satu tawanan disana dan membuatku berlari tapi harus terhenti ketika ujung pakaianku terinjak. Para dayang itu tidak diizinkan masuk dan akhirnya aku sendiri yang harus mengangkat pakaian satin ini.

Pria itu bertubuh tegap dan lengannya sangat terbentuk. Jika dalam keadaan biasa, mungkin aku akan sedikit iri ia bisa mendapatkannya sedangkan aku harus berusaha mati-matian untuk membentuknya dengan akibat seluruh badanku sakit karena keluar masuk gym setiap harinya. Tapi kali ini, aku menyesampingkan perasaan itu ketika melihat keadaannya.

Pria itu terbaring lemah dengan napas tersengal dan pendek. Bisa kulihat dengan jelas bahwa ia terluka cukup berat dan memar di beberapa bagian tubuhnya walaupun dengan penerangan minim.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyaku sedikit merutuki kebodohonku dengan menanyakan pertanyaan yang sangat jelas jawabannya. Jika Kris ada disini, ia mungkin sudah menghinaku dengan aksennya yang aneh.

Pria itu tersentak dan segera bersujud. Mungkin karena mengenali suaraku. "Maafkan hamba Tuan. Karena kelalaian hamba, anda kehilangan ingatan."

"Bukankah aku bertanya hal lain?" ujarku sebal. "Aku mungkin melupakanmu, tapi pasti kau sudah berusaha untuk melindungiku bukan?" Pria itu tersentak namun tidak berubah dari posisinya. "Angkat kepalamu!"

Perlahan pria itu mengangkat kepalanya. Mataku otomatis membulat dan bisa dipastikan jika aku bisa kembali ke masaku. Aku akan merawatnya dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Walaupun luka lebam dan bengkak menghiasi wajahnya, bisa kupastikan wajah tampan itu hanya dimiliki oleh Kris.

Aku bangkit dari posisi berlututku dan menatap garang pada penjaga penjara. "Buka pintunya!" ujarku menahan amarah. Wajah sempurna itu menjadi remuk pasti karena siksaan yang tidak manusiawi.

"Tapi Tuan, Yang Mulia Raja…"

"Buka pintunya!" desisku. Dengan tangan gemetar, penjaga itu membuka pintu.

*Past*

Semua dayang yang berada di paviliunku sedang sibuk dibawah gadis bernama Mei Li yang menggantikanku untuk upacara pengorbanan. Walaupun begitu, Zhi Jun masih berada di sisiku. Berdiri di sudut menemaniku membaca buku tentang upacara-upacara lainnya hingga kebosanan menyerangku.

Aku bangkit berdiri menuju kamar di mana Kris di rawat. Di masa depan ia sangat mempesona dan berwibawa tapi disini ia bagai anjing yang menuruti majikannya, sungguh ironi yang menyedihkan. Zhi Jun masih setia mengikuti, mungkin memang tugasnya mengikutiku.

Saat aku sampai, Lay sedang membebat luka di dada Kris yang menganga lebar. "Boleh kubantu?" Kedua orang itu tersentak namun Lay mengangguk pelan, cukup tidak yakin membiarkanku menyentuh pasiennya.

"Yang Mulia Raja akan sangat murka dengan tindakan anda, Tuan?" ujar Zhi Jun tiba-tiba.

"Biarkan saja. Kris adalah pengawalku, biar aku sendiri yang menentukan hukumannya." Sahutku sedikit jengkel dan tidak sadar membebat luka Kris terlalu keras.

"Maaf Tuan, tapi K…Kr…Kris, siapa?" tanya Kris.

Kau! Tentunya aku tak mengutarakannya. "Err, namamu siapa?"

"Wu Yi Fan, Tuan." Tentu saja ia menggunakan nama aslinya disini.

"Mulai sekarang kau Kris dan kau," aku menunjuk Lay. "Namamu Lay."

"Tapi aku tidak lelah, Tuan." Elaknya bingung, tangannya yang penuh darah terhenti di udara. Memang nama Lay terdengar seperti lei yang artinya lelah.

Ugh! Nevermind. "Pokoknya namamu Lay." Ia hanya bisa mengangguk pasrah dengan nama yang pasti terdengar aneh di telinganya. "Apa kondisi Kris sudah baikan?" tanyaku pada Lay, mungkin ini terdengar bodoh karena bertanya karena jelas-jelas Kris baru di rawat selama sehari.

"Ya Tuan, ini semua berkat kemurah hatian anda." Junjungnya padaku, yang terdengar mengerikan di telingaku karena di ucapkan oleh seorang Kris yang pemarah.

"Err, kalau begitu bisa temani aku keluar dari istana?"

"Tapi Tuan, Yang Mulia…" Zhi Jun langsung menahan.

"Aku akan baik-baik saja. Bukankah aku boleh keluar istana jika membawa pengawal?" aku harus keluar dan mencari cenayang yang tahu bagaimana untuk memulangkanku.

"Baiklah Tuan, biar hamba berpakaian." Balasnya mencoba menahan ringisannya. Sejujurnya aku kasihan padanya, tapi keadaanku lebih parah darinya, lebih parah karena terlempar 510 tahun ke masa lalu.

*Past*

Aku tidak tahu bagaimana nasibku jika aku terlempar kemasa lalu dan hanya menjadi orang biasa. Melihat keadaan di sekelilingku, sudah bisa di pastikan aku lebih memilih mati kelaparan daripada berkeliaran di tempat kotor seperti ini.

Aku tidak yakin ini dinamakan pasar, tempat ini lebih cocok dikatakan kandang babi. Untung saja, aku telah mengganti pakaian Oracle super bersinar itu dengan pakaian yang lebih merakyat walaupun masih banyak pasang mata menatapku penasaran.

"Kris, bisa kita pergi dari tempat ini? Ketempat yang sedikit beradab mungkin?" pintaku padanya yang berdiri menamengiku dengan Lay yang menjaga punggungku. Aku memutuskan meninggalkan Zhi Jun di istana karena ia terlalu ramai dan akan mengundang banyak perhatian serta dia tidak boleh tahu kalau seorang Oracle kerajaan pergi ke tempat Oracle atau cenayang yang lebih rendah posisinya.

Kris terus menggiringku meninggalkan pasar kumuh ke tempat yang lebih bersih. Kenapa tidak dari tadi saja ia membawaku kesini?

"Sebenarnya apa yang Tuan cari disini?" tanya Lay, linglung.

"Panggil aku Luhan saja atau Luhan gege mengingat umurku lebih tua daripada dirimu." Ucapku mencoba rileks sembari mencari tempat-tempat cenayang. Aku menoleh ke arah 2 orang tersebut hingga aku sadar mereka mematung. "Ada yang salah?"

Mereka menggeleng kaku dan aku melihat rumah dengan benda-benda yang sering kulihat di pavilion-ku. "Tuan.. maksudku Luhan ge, untuk apa anda ketempat cenayang lain?" tanya Lay lagi.

Aku memutuskan untuk tidak menjawabnya dan segera mengambil antrian untuk masuk. Lay dan Kris hanya menatapku heran tapi tak berani mengutarakannya dan berdiri cukup dekat untuk menjagaku.

Setelah menunggu lama, giliranku untuk masuk tiba.

*Past*

Seorang wanita muda dalam balutan gaun kuning duduk ditengah ruangan sembari memainkan kartu tarotnya. Luhan terus berdiri diambang pintu, namun lambat laun ia duduk dihadapan wanita itu. Wanita itu mengangkat kepalanya dan tersenyum lembut. Luhan ikut tersenyum mengira cenayang di hadapannya mengetahui masalahnya.

"Apa kau tak menyukai gadis yang di jodohkan oleh keluargamu, tuan muda?" tanyanya langsung.

Seketika senyuman di wajah cantik Luhan luntur, digantikan oleh wajah sebalnya. Luhan segera melirik kartu tarot wanita muda itu yang menunjukkan kematian dan cinta. "Maaf aku salah tempat." Ujarnya malas dan segera beranjak pergi.

"Apa dia benar-benar cenayang? Dia langsung mengutarakan hal yang mustahil bagiku untuk terjadi mengingat posisiku sebagai oracle. Lebih baik dia bertanya secara baik-baik daripada langsung melontarkan prediksinya yang melenceng jauh." Dumel Luhan, tidak memperhatikan bahwa kedua bawahannya menatap heran.

Cenayang kedua dan ketiga hingga keenam selalu saja begitu hingga Luhan tergeletak lemas diatas meja di sebuah restoran. Lay dan Kris membiarkannya tanpa berani bertanya apa yang menyebabkan Oracle kesayangan raja terlihat sangat lelah.

"Apa yang kau pesankan untukku?" tanya Luhan tidak menoleh kearah bawahannya.

"Sup ayam Luhan ge." Jawab Lay tercekat.

Mendengar Kris tidak menjawab, Luhan mengangkat kepalanya dan mendapati pengawalnya bermuka pucat dengan peluh di dahinya. "Ya Tuhan, seharusnya aku tak memaksamu untuk menemaniku! Sebaiknya kita segera pulang!" ucap Luhan khawatir dan langsung bangkit dari duduknya.

"Tidak apa-apa Luhan gege, aku baik-baik saja. Kita lanjutkan apa yang anda cari." Elaknya.

"Aku sudah lelah. Lebih baik kita lanjutkan besok saja. Sekarang kita kembali ke istana." Sergah Luhan yang langsung menyeret Kris keluar restoran.

Luhan terus mengomel tentang Kris yang harusnya mengatakan kondisi tubuhnya, yang hanya di jawab oleh permintaan maaf oleh Kris dan Lay. Hingga sebuah bahu menabraknya keras dan membuatnya tersungkur ke jalanan yang kotor.

"Aish." Ringis Luhan, Lay segera membantu Luhan untuk berdiri sementara Kris menahan pria yang menabrak Luhan. "Bisakah anda berjalan pelan-pelan?" rutuknya sembari mengibaskan debu dari pakaiannya.

"Ah maafkan saya. Saya benar-benar tidak melihat anda!" ujar pria itu dalam bahasa mandarin yang terbata-bata. "Anda baik-baik saja kan?"

Mendengar suara tersebut, Luhan terpaku dengan tangan melayang aneh di udara. Perlahan ia mengangkat kepalanya dan menambah keterkejutannya. "Min Seok hyung?"

Kim Min Seok tidak kalah terkejut. "Anda mengenalku?" Luhan melompat seperti anak kecil dan segera memeluk Min Seok, rindu. Sedangkan Min Seok, Lay dan Kris terdiam melihat tingkahnya. "Maaf, anda mengenalku?"

Luhan melepas pelukannya tanpa melepas bahu Min Seok. "Tentu saja," jawabnya bersemangat dalam bahasa Korea. Namun ia segera tersadar dan melepaskan tangannya, wajah Luhan sedikit tertekuk dan tersenyum sedih. "Err, tidak juga."

Mereka semua terdiam dalam kesunyian yang canggung hingga Kris mengenali pakaian yang dikenakan oleh Min Seok serta beberapa orang yang berdiri di belakangnya, mengenakan pakaian berwarna serupa.

"Apakah anda utusan dari Goryeo, Jendral?" tanya Kris singkat.

"Eoh, apa kau mengenalku?" balas Min Seok heran.

"Tidak, tapi kedatangan anda memang sudah di tunggu oleh Yang Mulia raja." Sahut Kris. "Kami dalam perjalanan kembali ke Istana, biar saya tunjukkan jalannya?" Min Seok menerima tawaran Kris dan berjalan lebih dahulu, sekilas ia melihat Luhan yang masih terlihat canggung.

Luhan sebenarnya tidak sedang canggung melainkan ia sedang terserang shock mendengar pangkat Min Seok. "Holy shit, Xiumin hyung seorang jenderal. Itu sedikitnya menjelaskan kenapa bahunya terasa keras sekali. Tapi wajah dan sikapnya tidak cocok sama sekali dengan pangkatnya."

"Tuan," panggilan Lay menyadarkan lamunannya dan segera mendekati Kris untuk berjalan dibelakang Min Seok.

"Boleh kubertanya, siapa kau?" tanya Min Seok terbata dalam bahasa Huan.

Luhan tersenyum kecil. "Aku bisa bahasa Kore… maksudku Goryeo jika kau kesulitan dengan bahasa Huan." Balas Luhan lembut, "Aku Xi Luhan."

"Bagaimana kau mengenalku?" tanyanya lagi.

"Sejujurnya aku tak mengenalmu," elak Luhan santai. "Aku hanya melihat gambaran dirimu dan kita berteman baik."

"Maksud anda?"

"Err, aku Oracle." Ucapnya setengah berdusta. Setengah bagian memang Luhan dan Min Seok berteman tapi sebagian lagi sebuah kebohongan karena Luhan tak pernah melihat gambaran Min Seok.

*Past*

Hari ini Luhan memutuskan untuk keluar dari istana sendirian, mengingat keadaan Kris yang belum benar-benar sembuh dan yang harus merawatnya. Setidaknya ia tahu bagaimana cara keluar istana, berkeliaran di pasar dan kembali ke istana. Yang perlu ia lakukan hanya menunjukkan tanda pengenalnya.

Luhan cukup menikmati kesendiriannya, tanpa seseorang mengenalinya sebagai Oracle raja di masa ini atau sebagai artis di masa depan. Hingga ia merasakan sepasang mata menatapnya tertarik dari kejauhan begitu pula dengan Luhan yang menemukannya.

Luhan mendekati sepasang mata itu yang dimiliki oleh wanita paruh baya yang menatapnya lembut, sedih, kasihan dan prihatin menjadi satu.

Tangan yang dimakan usia itu membelai lembut surai kecokelatan milik Luhan. "Aku tahu bagaimana caramu untuk kembali anak muda?"

Mata Luhan membelalak lebar, ia tidak perlu repot-repot mencari cenayang lain. "Bagaimana nainai?"

"Kau hanya perlu menemukan 13 darah suci dan meminumnya." Ujar nenek itu, membuat Luhan mual membayangkan meminum darah seperti vampire.

"Tapi bagaimana aku tahu siapa pemilik darah suci?" tanyanya bingung.

"Mereka adalah orang-orang yang berkaitan dengan masamu, Xi Luhan." Ujar nenek itu.

"Maksudnya?"

Sebuah tepukan di bahunya membuat Luhan menoleh secara refleks dan menemukan Min Seok, Lay dan Kris dengan wajah khawatir tercetak jelas. "Apa yang kau lakukan disini?" ujar Min Seok.

Luhan menoleh ke arah nenek tadi tapi hanya menemukan ruang kosong dihadapannya dan ia berdiri di tengah jalan. "Bukan apa-apa. Aku… aku hanya ingin kembali ke istana."

Lay dan Min Seok menatap aneh Luhan namun Kris yang sudah melindungi Oracle ini sejak lama, mengira bahwa Luhan baru saja mendapatkan penglihatan dan mengangguk mantap.

Luhan berjalan tidak focus dan berulang kali harus diselamatkan oleh Kris sebelum ia menabrak atau tertabrak orang yang berjalan berlawanan arah.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Min Seok, penasaran.

"Biasanya jika Tuan seperti itu, berarti ia melihat sesuatu yang menakutkan atau menjijikan." Sahut Kris cukup pelan.

"Tapi aku tak melihat sesuatu yang menakutkan atau menjijikan." Tandas Lay, polos.

"Maksudku, ia mendapat penglihatan, gambaran, atau apapun kau menyebutnya. Ingat Tuan Xi itu Oracle." Sambung Kris sebal dengan Lay yang susah sekali mengerti.

Disisi Luhan, pria itu terus memikirkan siapa 13 orang yang berasal dari masanya. Apakah 13 orang tersebut benar-benar berasal dari masanya dengan kata lain ada orang lain yang ikut terlempar ke masa lalu atau 13 orang yang memiliki koneksi dengan masanya?

Luhan mendengus sebal dan menendang kerikil. Ia mengikuti kerikil itu hingga berhenti tepat di dekat gerombolan orang banyak. Tanpa pikir panjang Luhan segera mendekati diikuti oleh ketiga orang tersebut.

Luhan harus menjijit ketika ia tidak melihat apa yang dilihat gerombolan orang tersebut. "Apa yang terjadi Kris?"

Kris yang belum terbiasa dipanggil dengan nama itu mengeryit aneh baru beberapa saat menyadari bahwa Luhan berbicara dengannya. "Segerombalan preman pasar sedang memalak seorang pedagang Luhan gege. Sebaiknya kita segera pergi, ini bukan urusan kita Luhan gege."

Luhan mengikuti nasihat Kris begitu melihat Min Seok yang juga tidak peduli hingga jeritan suara yang terasa familiar merangsek ke gendang telinganya. Tanpa pikir untuk 2 kali, Luhan memutar badannya dan mencoba mendekati para preman tersebut serta pedagang yang kasihan.

"Tuan, kita sebaiknya kembali ke istana?" bisik Lay khawatir ketika pandangan mata Luhan tidak teralihkan dari preman dan pedagang tersebut.

Pemandangan yang tak akan pernah dilupakannya dimana 2 orang yang dikenalnya saling berhadapan. Tao, si baby panda yang ia kenal sedang mencengkram kerah baju dengan tinju terangkat tinggi di wajah Chen.

TBC

ini adalah ff gaje pertamaku yang aku publish di dan ff pertama series tentang EXO. mianhae kalau cerita ini membosankan dan mengecewakan. aku ingin bikin ff time travel karena nyari ff seperti itu sangat susah.

semoga ff-nya berkesan dan please review