Konnichiwa, minna-san! =D \(^_^)

Yang puasa hari ini tetep semangat, ya? ;-D

Rayhan minta maaf atas update-nya yang super ngaret banget dari jadwal. m(_ _)m

Tanpa basa-basi lagi―Oh, iya. Rayhan lupa kalau mesti bales review dulu. Hehehehe. XD

Isame Kuroda : Iya, sama-sama. ^^ Ya ... pokoknya ada, deh, soal Haruto sikapnya misterius itu. *senyum misterius* Kita tunggu aja konfirmasinya nanti. Sebenarnya, sih, cuman aku sendiri selaku author. Kalau para kru (identitas dirahasiakan) tugasnya nyiapin cerita buat di-publish. Terus kalau mbak narrator―yang sekarang ini mau berhenti buat fokus sekolah, tugasnya itu n di awal sama akhir. Yah, meski sekarang Rayhan double peran jadi narrator sama author. ^_^" Makasih support-nya. Selamat membaca chapter ini. \(^O^)/

ryandharmawan35 : *ngangguk setuju* Shotaro ngaku hard-boiled tapi malah takut hantu. Kaco, kaco. X) Happy Reading! =D

Miyucchi sang Capuccino : Thanks buat pengertiannya, dek Miyucchi. ^_^ Nago lagi pengen sok bijak doang pas itu. Paling besoknya udah balek kayak semula. =U= Well, tapi kayaknya, sih, emang ada pembelaan buat Wataru dari Nago. :3 Biasa, namanya Gentaro itu nggak pernah luput dari kata lugu itu. Berdoa aja moga Gentaro nggak ngelakuin hal nekat macam nonton bokep. X) Happy Reading, Miyucchi! ;-)

Natsumo : Wkwkwkwk! Makanya, jangan pergi sembarangan tanpa restu Akiko, Shotaro. XD Makasih buat review-nya and selamat membaca! =U=

ChoiKangMax : Hehehehe. XD Shotaro, kan, phobia han―Ups, keceplosan kasih spoiler. :X Ya udah. Biar lebih lanjutnya, langsung dibaca aja chapter ini. ^_^ Makasih review-nya. Sorry kalo Philip nggak muncul kemaren. ^_^

meliafebrian21 : Entah kenapa, kok, rasanya jadi pengen nyanyi lagunya Syahrini Sesuatu, ya? XD Shotaro emang gampang-gampang dikibulin kalo keadaan mental gak siap dan parahnya phobia bla bla. :3 Yo'i, Melia! ^O^ BTW manggil Melia boleh, kan? o.O

Yui the devil : Ini perasaan Rayhan ato kayaknya TaigaxWataru bakalan jadi official pair, ya? *senyum misterius* B) Ah, tenang aja. Cuman perasaan, kok, fans pair Wataru lainnya. ^^ Oke! Sankyuu buat support-nya, mbak Yui. Happy Reading!

Viloh : Hehehe. Maaf kalau lama update-nya, Viloh-san. Mohon dimaklumi. ^_^ Nago orangnya kadang kala, 'kan, bisa bijak. Cuman gengsi aja kalo sama sesama cowok. Ini udah lanjut. Selamat membaca. ^^ Salam Henshin juga. =D

Ysoh, nggak pakai basa-basi lagi.

3, 2, 1. Action!


Hyde Minamoto present

.

.

Rider High School

"The moon is the witness."

.

.

Kamen Rider and All in this story isn't belong to us

But this story belong to us

.

.


Jemari kiri Wataru yang bertautan dengan jari kanan sang kakak makin mengerat. Dinginnya temperatur di sekitar tempat itu bukanlah alasan dari apa yang dilakukan lelaki itu sekarang. Tapi sebenarnya, karena rasa takut yang amat besar. Ia pun gemetar dalam diam. Ditundukkan kepalanya menatap bawah. Manik sehitam langit malam itu kosong sedari tadi. Seakan tak ada tanda kehidupan di dalamnya.

Setelah berteleportasi dari taman, sekarang keduanya telah tiba di area dalam istana megah itu. Ya, apalagi jika bukan Istana Fangire. Tempat di mana King dan Queen dari organisasi beranggotakan para Fangire terkuat―Four Checkmate, tinggal. Tidak ada penjaga memang. Tapi manusia biasa tak bisa sembarangan masuk menembus barrier pelindung di sekitar istana.

Tap.

Langkah pertama dari Taiga disusuli langkah kedua oleh Wataru. Begitu seterusnya sampai mereka melangkah beriringan dengan tujuan ialah sebuah ruang di ujung lorong utama istana.

Keduanya nampak tak berbicara satu patah kata pun di dalam suasana canggung dan hening itu. Salahkan Wataru yang masih hanyut dalam pikirannya mengenai apa yang harus ia katakan kepada kedua orangtuanya. Atau mungkin Taiga yang terlalu fokus untuk menuntun Wataru agar tetap mengikuti laju kakinya.

Tak terasa mereka telah sampai di ujung lorong itu. Sebuah pintu raksasa berukirkan malaikat-malaikat surga berdiri dengan gagahnya sekitar satu meter dari mereka. Lalu pintu itu membuka sendiri. Mempersilahkan kedua pangeran itu masuk sebelum menutup kembali.

Ruangan itu tampak besar dan megah. Interior Eropa abad pertengahan menghias di setiap sudutnya. Di depan mereka, duduk di singgasana sepasang pria dan wanita―yang diketahui sebagai Otoya Kurenai dan Maya Kurenai, alias King dan Queen, dengan busana bangsawan yang bernuansa gothic.

Taiga membungkuk hormat, "Maaf atas keterlambatannya, Ayahanda, Ibunda,"

"Wataru anakku~~~~"

Otoya dengan sumringah melesat dari singgasananya dan langsung memeluk Wataru erat-erat. Memberikan kejutan tersendiri untuk si Fangire muda. Sementara Maya melangkah tenang menghampiri keduanya.

"Bunda sangat merindukanmu," Wanita berusia ratusan tahun itu mengelus pelan kepala Wataru.

Wataru membalas pelukan sang ayah. Lalu tersenyum amat tipis. Sebuah gestur bibir yang bisa diartikan sebagai senang dan sedih. Seiring bersama kedua irisnya yang perlahan tertutup oleh kelopak berwarna senada dengan pasir.

Ia masih tak percaya dengan kenyataan bahwa ia sudah meninggalkan teman-temannya begitu saja.

oOoOo

Kurang satu minggu lagi, Golden Week―sekaligus pertengahan dari musim semi, akan tiba di bumi sang Negara Matahari Terbit. Suatu momentum istimewa menuju awal dari bulan Mei.

Di kelas 11-1, jam pelajaran berlangsung seperti biasa. Tidak ada kegaduhan, tidak ada acara kabur dari kelas demi menyelamatkan teman, tidak ada teriakan cetar membahana, tidak ada Kuroko Tetsuya yang mendadak muncul, tidak ada tim Inazuma Eleven yang numpang lewat, tidak ada Titan yang menyerang, tidak ada murid pindahan bernama Gokudera Hayato, tidak ada anggota Fairy Tail yang jatuh dari langit, tidak ada konser One Ok Rock dadakan, tidak ada―Maaf, mari kita kembali ke topik.

Ehem.

Memang tak terjadi hal-hal aneh―atau istilah bahasa inggrisnya 'weird'. Tapi ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang mengganjal di pikiran para penghuni kelas top Rider High School itu.

"Dwoh zemwinggwu inwui Vuatwaru gwaq muaswuq. Nuapwa, ywuha?" ("Dah seminggu ini Wataru gak masu. Napa, ya?")

Barisan perkataan yang meluncur dari mulut penuh takoyaki seorang Eiji Hino sukses membuat teman-teman sekelas lelaki itu―minus Tendou yang tetap fokus untuk makan bento-nya dan Takumi yang terlelap di alam mimpi, menolehkan pandangan ke dirinya.

Shinji mengangguk setuju. Entah bagaimana caranya bisa memahami bahasa alien dari pecinta boxer itu, "Iya, nih. Abis Philip, sekarang Wataru,"

"Yang penting,'kan, aku pakai ijin," sahut Philip yang sejenak mendongakkan kepalanya dari komik Hunter x Hunter volume 11―di mana ceritanya berpusat pada Gon dan Killua yang berhasil kabur dari markas Genei Ryodan. Oke, untuk lebih lanjutnya silahkan Readers baca sendiri komiknya.

"Kelas bagaikan taman tak berbunga tanpa dirimu, aibou,"

Philip refleks menutupi wajahnya yang penuh semburat merah dengan komik di pegangannya. Sementara yang lain cengo dengan apa yang barusan diucapkan oleh Shotaro tadi, bahkan Takumi yang masih tertidur, dan kecuali Tsukasa yang bertepuk-tangan riuh.

Sejak kapan detektif (yang mengaku) hard-boiled itu bisa menggombal? O.o

Apa jangan-jangan jiwa casanova-nya telah berevolusi melebihi Tsukasa? o_O

Kenapa Tsukasa malah bertepuk-tangan? Apa dia tidak iri alias jealous? =?=

Jangan tanya Narrator.

Karena hanya Tuhan dan Author yang tahu.

oOoOo

"Oi, Godai!"

Sang wali kelas 11-1 menghentikan aktivitas mengoreksi buku tugas yang sedari tadi dilakukannya. Ia menyisipkan pembatas bergambar simbol Smile dari anime One Piece pada buku yang sedang dikoreksi. Begitu menengadah ke samping, ia mendapati rekan sesama gurunya, Shigeru, tengah berdiri gagah―di saat yang bersamaan mengerikan bak 'King of Sparta', dengan kedua tangan disilangkan di depan dadanya, "Ada apa, ya?"

"Wataru Kurenai itu murid loe, 'kan?" sahutnya to the point.

Godai nampak berpikir sejenak sebelum memasang wajah pura-pura polos. Lengkap dengan senyum jahil, "Kalau enggak?"

"Godai! Gue ini serius, tahu!"

"Ahahaha~ maaf,"

Guru yang berhasil menyabet julukan guru tergarang di Rider High School―dan sudah diakui oleh seluruh penghuni sekolah itu, menarik napas dalam-dalam. Sejurus kemudian dihembuskan dengan sedikit geraman, "Jadi emang iya?"

"Memangnya ada apa dengan Wataru?" tanya Godai balik.

"Udah seminggu itu murid pucat nggak masuk tanpa ijin," Shigeru berdehem sejenak, "Bukan maksud gue khawatir, tapi ada baiknya juga loe mampir ke rumahnya buat nanya and terus terang ke kepsek," sarannya dengan nada ketus sambil memalingkan muka ke kiri.

Sudahlah, Shigeru. Kita semua (sekarang) tahu kalau kau itu orang yang GGT alias Galak Galak Tsundere. Tapi itu bukan berarti kau bisa jadi seme-nya Wataru. Kau sudah ada jatah sendiri nanti. =U=

"Tenang aja. Aku udah bilang ke kepala sekolah kalau Wata-chan lagi ada urusan keluarga yang mendadak,"

"Loe pasti bohong, 'kan?" selidik Shigeru seraya memicingkan matanya pada Godai.

"Nggak,"

"Karena aku udah tahu semuanya dari 'dia',"

Shigeru menautkan alis bingung dengan ucapan Godai barusan. Sedangkan guru geografi itu kembali melanjutkan aktivitas yang sempat ia tunda tadi.

oOoOo

Bel tanda istirahat telah berakhir menggema ke penjuru Rider High School. Para siswa segera menuju ke―ya tentu saja kelas mereka masing-masing, lah! Masa' mereka mau ke Seireitei untuk membantu para Shinigami melawan Quincy? Jangan ngaco, ah, Readers. =_=

Kembali ke cerita.

"Fuuh~~~ Kenyang, kenyang~" gumam Eiji sembari menepuk-nepuk perutnya yang agak membuncit namun aman dalam batasan normal ilmu kesehatan.

Mereka (murid 11-1) terlihat berjalan dengan cepat menuruni tangga agar segera sampai ke kelas. Ini adalah pertama kalinya mereka menghabiskan waktu istirahat di atap sekolah. Selain aman dari kejaran fans (khusus untuk Tendou, Takumi dan Tsukasa), tempat itu juga teduh dan nyaman.

"Ji, elo sebenernya dapet takoyaki sebanyak gitu dari mana?" tanya Shinji penasaran.

"Ngambil dari dapur,"

"Dapur mana?"

"Itu, ah. Dapur resto,"

"YA AMPUN, KAMI-SAMA! Eiji, loe nggak takut di-smack down ama Sanako Obaa-san?!" (OhO)

"Yang punya restoran, 'kan, Kurihara-san. Napa yang sewot malah Sanako-baa?"

"Gitu-gitu, Haruka-san udah dianggep anak sendiri ama Sanako Obaa-san. Berani macem-macem, piring melayang," peringat Shinji dengan wajah yang horror membayangkan jika wanita tiga per empat abad itu mengamuk. Sayangnya hal itu malah diabaikan oleh Eiji.

"Mau aku foto?" tawar Tsukasa.

Keduanya menggeleng cepat, "Tidak usah. Terima kasih," sahut mereka cepat.

"Ya sudah. Ah, Kenzaki!"

Yang dipanggil menoleh, "Ya?"

"Gimana soal rapat buat mbahas Wataru?" tanya Tsukasa dengan amat antusias.

"Malam ini, kita akan langsung ke rumahnya saja. Sekali-kali, lah, nggak rapat. Philip juga sepertinya sedang tak mood untuk mencarikan informasi tentang Wataru," bisik Kenzaki sembari melirik Philip yang masih malu-malu kucing.

Maniak foto itu mengangguk-angguk tanda paham. Toh, Wataru sekarang yang paling penting. Philip itu urusan belakangan saja.

Oh, jadi begitu rupanya. Teganya kau, Tsukasa. Mentang-mentang casanova. =_=

"Ara?!"

Asumu tiba-tiba berhenti di tempat. Wajahnya yang semula biasa-biasa saja kini menggambarkan rasa bingung. Ia lantas menoleh ke jendela. Hanya untuk mendapati pemandangan berupa gedung aula dari kejauhan yang menjulang tinggi nyaris menyamai gedung kelas.

"Loh, ada apa, Asumu-san?" tanya Ryotaro yang heran dengan sikap lelaki baby face itu.

"Aku seperti merasa ada yang lewat tadi,"

Angin berembus dari jendela menerpa keduanya. Ryotaro sudah berwajah pucat. Sedangkan Asumu terlihat was-was dan berusaha untuk tidak negative-thinking.

"Ryotaro! Asumu! Buruan! Entar keburu guru masuk, loh!"

"Se-sebentar, Shinji-san!"

Mereka pun bergegas menyusul yang lainnya.

oOoOo

Malam harinya, di depan Tea House Atori, Shinji terlihat bersiap-siap dengan sebuah tas gunung penuh isi yang bertengger di punggung. Sanako yang baru saja membereskan stand-nya lantas menghampiri si reporter majalah sekolah, "Mau ke mana, Shinji? Kok sampai bawa barang sebanyak gitu?" tanya wanita tua itu penasaran.

"Mau mencari arwah,"

"Eh?" O_O

"Ikuze, nji!" ajak Eiji yang baru saja menghampiri sohibnya itu.

"Yo, Eiji!"

Keduanya pun pergi meninggalkan Sanako yang masih cengo. Padahal tak sadar bahwa Eiji sudah mengambil tanpa izin sebotol ocha yang ada di meja stand.

oOoOo

Sebuah mobil pin-up putih merek Daihatsu terparkir jelas di depan gerbang Rider High School. Mobil itulah yang akan menjadi alat transportasi para tokoh kesayangan kita dalam rangka menuju rumah salah satu teman sekelas—Wataru Kurenai.

Bisa kita lihat di bak, semuanya sudah duduk manis baik di lantai bak maupun di atas pembatas. Beberapa juga ada yang berdiri dan berbaring. Sekarang yang tersisa―alias belum naik ke mobil, tinggal Tendou, Ryotaro, dan Kenzaki. Ketiganya terlihat masih berunding untuk menentukan siapa yang akan mengemudikan mobil pin-up itu.

"Tendou, sekarang giliranmu yang menyetir," ujar Kenzaki sambil menyerahkan kunci mobil ke tangan lelaki arogan itu.

"Kenapa harus aku, sih?!" balas Tendou kesal.

"Kita semua sudah undian tadi. Dan yang selalu keluar adalah namamu, Tendou-san," jelas Ryotaro.

Kenzaki pun mendorong Tendou masuk ke dalam kabin mobil, "Udah. Buruan naik. Meski besok hari sabtu, tapi kita nggak boleh pulang fajar-fajar,"

Dan ucapan itu hanya ditanggapi Tendou dengan kata 'hn' saja.

oOoOo

"Wah, lagi ngapain, nih, Haruto? Ikutan, dong!"

Lelaki misterius itu—pada akhirnya kita ketahui sebagai Haruto, yang tengah duduk di sebuah cabang pohon besar tersentak kaget. Kontan saja ia menoleh ke arah samping. Dan irisnya menangkap sosok yang tak asing baginya.

"Kenapa kau bisa tahu aku ada di sini?"

"Udah, itu nggak penting," jawabnya sambil mengibas-ibaskan tangan, "Jawab aja pertanyaan aku tadi,"

Haruto menoleh kembali ke tempat yang menjad fokus matanya, "Ada pertunjukan bagus,"

"Di mana?! Di mana?!"

"Nanti, Nitou. Bersabarlah sedikit," desah Haruto melihat sikap orang disebelahnya yang amat hyperactive.

"Oh, sou ka~"

Nitou pun berjongkok dan merangkul Haruto dengan sebelah tangannya. Tak sabar menanti apa yang dimaksudkan lelaki itu.

oOoOo

Di dunia ini, ngerumpi―atau membicarakan aib seseorang, itu selalu identik dengan kaum hawa. Tapi sekarang, kaum adam pun juga bisa yang namanya ngerumpi. Seperti yang dilakukan oleh saudara Gentaro, Asumu, dan Takumi.

"Gue baru tahu kalau Shotaro ternyata phobia sama hantu," gumam Gentaro dengan air muka kaget, "Emang ceritanya gimana, sih?"

Asumu melirik ke kanan dan kiri sebelum bercerita. Memastikan yang sedang dibicarakan tidak berada dalam radius yang cukup dekat untuk bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan, "Jadi begini. Shotaro pernah di-dare main Tsuji Ura ato Fortune-telling Crossroad pas masih kecil. Gara-gara capek nunggu jawaban, Shotaro langsung buka penutup matanya. Dan alhasil dia ngelihat banyak arwah lewat. Untungnya pas itu Pak Sokichi dateng buat bawa Shotaro pulang. Kalau nggak ... ya, kalian tau sendiri, lah,"

Keduanya ber-oh ria.

Kenapa Asumu bisa tahu tentang masa lalu Shotaro, ya? Apa jangan-jangan―

Eits, jangan salah paham dulu!

Sebenarnya, Asumu pernah diceritakan oleh Akiko tentang hal ini di kelas 10 dulu―dan kebetulan mereka teman sekelas merangkap dekat saat itu. Oleh karena itulah, Asumu bisa tahu dan menceritakannya kepada orang lain sekarang. Tapi dalam tanda petik; Supaya tak diceritakan kepada anggota klub berita, seperti Shinji. Readers pasti sudah tahu, 'kan, alasannya?

"Pantesan itu orang histeris banget pas kita nonton film Paranormal Activity 4 kemaren," gumam Takumi.

"Pada ngomongin apa, nih? Kok kayaknya seru banget,"

Ketiganya sontak menoleh ke sumber suara dengan pandangan horror. Nice, orang yang diomongin pun dateng. Oh, dan FYI. Posisi mereka ada di sudut kanan belakang bak yang berlawanan dengan arah datangnya Shotaro.

"Eh, ada Shotaro. Ehehehe,"

"Kita lagi ngomongin hal yang nggak penting, kok. Ahahaha," jawab Asumu yang ikut cengengesan pura-pura bersama Gentaro, "Kalau gitu, kita ke ... ―tempatnya Ryotaro dulu, ya?"

"Dah, Shotaro!"

Mereka pun langsung menuju Ryotaro yang tengah mengobrol dengan Eiji dan Shinji di sudut kiri depan bak.

"Shotaro, kenapa bengong? Awas, nanti kesambet, lho," peringat Philip.

"I-iya, aibou,"

Dahi lelaki (baca : bishounen) itu berkedut. Heran dengan sikap orang di hadapannya yang terlihat gelagapan, "Ada apa?"

"Nggak tahu. Tingkah mereka bertiga aneh banget. Seperti ada sesuatu yang disembunyiin dari aku," ujar Shotaro curiga sambil melihat yang dimaksud tengah asyik berbincang dengan yang lainnya.

"Besok saja diselidikinya. Sekarang yang terpenting itu mencari rumahnya Wataru,"

Shotaro mengangguk singkat.

"Oh, iya. Omong-omong, Shotaro ..."

"Ya, aibou?"

"Jangan panggil aku aibou. Kita bukan partner lagi sekarang. Dan itu bukan berarti kau bisa jadi pacarku," cerca Philip dengan amat menusuk dan pedas meski tanpa cabe hijau.

JGLERRR!

Shotaro menganga tak percaya. Hatinya itu seperti dibanting-banting tukang lemper, diremukin empat buldoser, terus digigit sama uler. Kurang apalagi coba biar greget? 'Sakitnya, tuh, di sini!' pekik sang detektif dalam hati sambil memukul-mukul dadanya.

Kalau Philip yang ngomong, sih, biasa-biasa aja. Tapi kalau Shotaro yang denger, nggak bisa tidur tujuh hari sepuluh malem!

"Lebih baik kita jadi temen aja. Itu jawabanku buat pertanyaan kemarin di café," Bersamaan dengan ucapan itu, Philip meninggalkan Shotaro untuk menyusul Asumu-Gentaro-Takumi di pojok tempat Ryotaro cs berada.

JGLERRR!

SUNGGUH TERLALU KAU, FRIENDZONE! SUNGGUH TER-LA-LU~

Detektif muda itu pun mendesah berat. Penuh dengan rasa kecewa, sedih, dan tersiksa di saat yang bersamaan.

Aku rapopo, Aku rapopo, aku rapopo~

Eh, ini kenapa malah nyanyi lagunya Jupe, sih?

Sudah, nggak apa-apa. Masih ada harapan, Shotaro. Ingat, laki itu harus fearless! Suatu saat nanti pasti Philip bakalan jatuh ke pelukanmu. Trust me, it works. =U= Spirit, Shotaro!

Bagi yang ingin support Shotaro, dipersilahkan kotak review sebagai tempat menaruh support. Sekian dan terima kasih.

Ehem.

Kembali ke cerita.

OOT mulu bahaya entar.

oOoOo

20 menit kemudian

Kini mereka sudah sampai di sebuah pertigaan jalan dengan gang kecil sebagai penengahnya. Keadannya sangat sepi. Tidak ada kendaraan yang melintas selain mobil pin-up yang mereka naiki. Yah, memang keadaan seperti itu sudah biasa. Karena mereka berada di daerah pinggir kota yang tak terjamah keramaian sedikit pun.

Eiji celingukan sedari tadi. Habis ke kanan, ke kiri. Habis ke depan, ke belakang. Habis ke atas, ke bawah.

Ini sebenernya Eiji nyari apa, sih? ==

"Oh, kayak gini, tho, kalian waktu itu?"

Shinji manggut-manggut, "Iya. Bedanya kalau pas nyelametin elo itu buru-buru banget. Nah, kalau ini, 'kan, udah terencana," Tidak berhenti sampai situ, lelaki berambut gondrong itu kembali menyambung, "Dan waktu ke TKP nggak ngebut-ngebut amat. Kalau loe pas itu bareng ama kita―wah, loe bakalan trauma naek truk seumur hidup, dah!"

Ryotaro tertawa kecil mendengar celotehan dari Shinji.

"Wataru, pangeranmu ini akan segera menyelamatkanmu!" seru sang casanova seraya melaju ke dalam gang.

"Hei, Tsukasa! Kau memang tahu rumahnya di sebelah mana?"

Pertanyaan dari Tendou kontan membuat Tsukasa stop motion di tempat. Lelaki dengan kamera Canon yang setia menggantung di lehernya itu lalu menoleh ke rival-nya selama di kelas 11-1, "Nggak tahu," jawab Tsukasa dengan tampang watados.

Tendou mendecih sweatdrop, "Makanya jangan sotoy, baka,"

oOoOo

"Kalau nggak salah ... ―ah, sebelah sini!"

Semuanya lantas memandang sebuah mansion besar yang tak jauh dari tempat meeka berdiri sekarang. Bangunannya cukup besar dengan sentuhan gaya eropa. Tapi entah kenapa hawa mencekam menyebar di seluruh pelosok bangunan itu.

"Masa' di sini?" o.O

Memastikan, Gentaro kembali melirik alamat yang tertera di kertas dalam genggaman Shotaro, "Wah, bener! Ini rumah alamat Jalan Kelelawar Nomer 44 Blok 666,"

"Perasaan angkanya, kok, sial semua, ya?" =.= gumam Eiji.

"Beneran ini rumahnya Wataru?"

"Memangnya kenapa?" tanya Asumu balik.

Takumi menyilangkan kedua tangannya di dada, "Heran aja. Orang kuper kayak dia, kok, tinggal di tempat serem kayak gini,"

"Kan Wataru my love menjauhkan diri dari keramaian," celetuk Tsukasa yang ada di sebelah Takumi.

Asumu dan Takumi saling berpandangan satu sama lain. Kemudian, mereka sama-sama memutar bola mata sweatdrop akan apa yang diucapkan lelaki tan itu.

"Masuk, yuk, guys!" seru Tsukasa seraya melenggang ke dalam area mansion itu dengan santainya. Lalu disusuli oleh yang lainnya. Hingga yang tersisa tinggal Shotaro dan Tendou.

"Kita kayak ikutan acara Uji Nyali aja," lirih si detektif (yang belum resmi) hard-boiled itu.

"Ini, mah, udah bukan Uji Nyali lagi,"

"Lha terus apa?"

"Mencari Jurig," jawab Tendou cuek sebelum sejurus kemudian ikut menyusul yang lain.

"Ju-jurig?"

Wajah Shotaro memucat meski tetap terlihat kece badai. Ia yang tertinggal sendiri pun merinding disko, "Woy, jangan tinggalin gua, dong!"

oOoOo

KRIEEEETTTT!

Pintu ukuran sedang itu membuka. Mereka semua pun masuk satu per satu hingga tak tersisa di luar mansion. Begitu ada di dalam, hal pertama yang tertangkap oleh beberapa pasang mata para siswa kelas 11-1 adalah gelap. Tidak terlalu gelap juga, sih. Terima kasih kepada satu dua genteng kaca yang dengan sukarelawan menyalurkan sinar bulan ke ruangan itu.

BLAM!

Pintunya pun kembali menutup dengan sendirinya. Kenapa bisa menutup sendiri? Bukan karena kekuatan gaib. Tapi karena pintu itu adalah kerabat dari pintu yang sering kita jumpai kala mampir ke Indomaret ataupun Alfamart.

"HWAAAAA!"

"GYAAAAAA!"/"WAAAAAA!"/"AAAAAAA!"

Gentaro―sang pelaku teriakan, berhenti berteriak dan memasang wajah bingung, "Eh, napa pada teriak?"

"KAN ELO SENDIRI YANG PERTAMA TEREAK, BEGO!"

"Gue?"

Pemilik gaya rambut super unik itu terlihat berpikir sejenak. Lalu tak lama ia pun menepuk dahinya, "Oh, iya. Tadi gue kaget pas pintunya nutup sendiri. Makanya gue refleks teriak,"

Krik krik! Krik krik!

Semuanya terkesiap bersamaan dengan suara jangkrik nyasar.

2 detik kemudian, mereka (Shinji, Takumi, Eiji, terutama Shotaro―yang paling kesal sekaligus takut luar biasa) menjitaki Gentaro secara beramai-ramai. Membuat yang lainnya sweatdrop.

"Bikin kaget aja," lirih Asumu lega sambil mengelus dadanya yang berdebar saking kagetnya tadi.

"Sudah-sudah. Jangan dikeroyokin Gentaro-nya. Kasihan,"

"Yang kayak gini, mah, nggak usah dikasihani, Ryotaro! Biar dapet ganjaran dia," balas Shinji dengan penuh kekesalan.

Lainnya menghentikan sejenak acara keroyokan yang mereka lakukan dan mengangguk serempak sebelum kembali melanjutkannya.

"Sudah masuk tanpa ijin. Ribut-ribut pula. Mau kalian apa, sih?!"

Mereka semua kembali terkesiap dengan suara asing terkesan geram yang melantun di telinga mereka.

"Loh, siapa tadi yang ngomong?" (Philip)

"Elo, 'kan, Gen?" (Shinji)

"Bukan gue!" (Gentaro)

"Aku juga bukan," (Ryotaro)

"Terus siapa?" (Eiji)

"Aku di sini,"

"GYAAAAAAAAAAA!"/"WAAAAAAAAA!"/"AAAAAAAAAAAA!"

Teriakan mereka tak dapat terbendung lagi. Tak jauh dari hadapan mereka, melayang sosok hitam berjubah yang terlihat menyeramkan meski wajahnya sendiri belum terlihat akibat gelapnya ruangan itu.

"Tendou! Cepet bacain ayat kursi!" suruh Eiji yanng ikut-ikutan panik.

"Memangnya aku ini ustadz?" balasnya ketus.

"Loh, Kivat?"

Kepanikan itu berhenti dalam sekejap sejurus dengan dua kata yang dilontarkan oleh Asumu.

Cring!

Lampu pun menyala. Menerangi ruangan yang semula gelap itu menjadi terang benderang. Bisa kita lihat dengan jelas Kivat terbang tak jauh dari sebelas Kamen Rider itu. Ia sendiri memakai selimut bermotif kotak-kotak emas yang diikatkan di badannya. Sepertinya ingin tidur tapi tak jadi karena IYKWIM.

"Aku pikir apaan tadi," desah Kenzaki lega.

"Ternyata peliharaannya Wataru-chan," sambung Tsukasa.

"Aku bukan peliharannya tahu! Aku ini―ah, sudahlah. Ayo, kuantarkan masuk. Akan kuceritakan semuanya pada kalian di tempat yang aman,"

oOoOo

Ruang makan mansion resmi dipilih oleh Kivat sebagai tempat aman untuk berjelas-ria kepada teman majikannya itu. Setelah mempersilahakan mereka duduk, kelelawar itu punn mulai bercerita.

"Sebenarnya Wataru bukanlah seorang manusia,"

Ucapan Kivat berhasil membuat mereka semua mematung di kursi mereka masing-masing.

"Tapi dia adalah Fangire, monster yang memangsa manusia dengan menghisap daya hidup mereka. Selain itu, Wataru juga bukan sembarang Fangire. Dia merupakan Pangeran Mahkota dari ras Fangire,"

Kivat berhenti sejenak untuk mengambil napas.

"Dulu, Wataru itu tidak seperti yang kalian kenal sekarang,"

"Maksudnya?" (Eiji)

"Dia itu psiko―"

Semuanya langsung menganga tak percaya, "NANI?!"

"Woi, aku belum selesai cerita, tahu! Jangan asal motong di tengah jalan, dong!" hardik Kivat.

"Maklum, mendramatisir adegan," (Gentaro)

"Hn,"

Kivat berdehem sebentar, "Wataru itu senang memangsa orang tanpa empati. Sekalinya mangsa, korbannya bisa sampai puluhan orang. Nggak peduli kalau itu anak kecil nggak berdosa sekalipun. Dia bakalan makan daya hidup korbannya dan setelah itu tertawa seperti psiko―aduh, aku jadi nggak kuat nyeritainnya,"

Mereka semua begidik ngeri.

Wataru Kurenai.

Teman mereka yang pendiam, pemalu, kuper, penyendiri, dan jarang ngomong itu ternyata ... ternyata ... It's unbelievable!

"Selama ini dia menyembunyikan identitas aslinya dari kalian semua dan menjadi seorang penyendiri. Dia takut jika suatu saat nanti dia akan mengamuk lalu membunuh kalian seperti korban-korbannya dulu," Kelelawar itu menghela napas panjang, "Itu saja yang bisa aku ceritakan,"

Sekarang raut wajah mereka berubah menjadi iba.

"Jadi, Wataru-san sekarang ada di mana?" tanya Ryotaro.

"Dia di rumah aslinya, Istana Fangire. Aku sempat mengecek ke sana untuk memastikan dan ternyata memang benar ia ada di situ,"

Kenzaki berdiri dari kursinya duduk, "Terima kasih atas penjelasannya, Kivat," ucapnya sembari membungkuk. Lalu diikuti oleh yang lainnya sebelum mereka semua melangkah menuju tangga.

Tsukasa mengepalkan tangannya pada Kivat, "Kami pasti akan membawa Wataru-chan kembali―"

"Minna, ... matte kudasai yo ... !"

Mereka sontak menoleh ke ujung bawah tangga. Di mana berdiri sosok Wataru dengan napas terengah-engah dan tangan merentang menandakan ia tak ingin mereka pergi begitu saja.

"WATARU?!"


.

.

To Be Continue

.

.


Alhamdulillah. =W= Chapter ini selesai juga akhirnya. :3

Rayhan sekali lagi memohon maaf yang sebesar-besarnya pada semuanya. *deepbow* Rayhan janji ke depannya nggak bakal kayak gini lagi. Minimal nanti Rayhan kasih pengumuman di profil Rayhan, lah, kalo nggak bisa di fic. ^_^

Oh, iya. Rayhan dan semua kru mengucapkan : "Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Selamat hari raya Idul Fitri!" \(^O^)/

Sampai sini aja perjumpaan kita.

Jangan lupa review dan PM-nya, ya? ;-D

Mewakili kru yang bertugas, Rayhan pamit undur diri. Salam Henshin!

Sayounara~! ^V^

N.B. : Chapter mendatang akan jadi chapter terakhir bagi arc Wataru. Persiapkan diri, Readers sekalian. Arc baru akan tiba. =D