Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujumaki

Story By Yumi Murakami

Warning: AT, Typo(s), OOC, Abal, Gajje dsb (ini fanfict kaya sinetron lho, hati-hati ajah kena katarak/?)

Pairing: Hyuga Junpei x Aida Riko x Kiyoshi Teppei

.

.

'Goody'

.

.

No Like, Dont Read.

.

.

.

Chapter 2

.

.

Sekarang yang dilakukan Junpei untuk menghindar dari kemelut pikirannya adalah belajar-belajar dan belajar. Atau bermain basket hingga lupa waktu. Pokoknya pikirannya harus terisi agar tidak terpikirkan lagi soal pertunangan atau apapun.

Padahal sudah satu hari berlalu semenjak itu tapi tetap saja Junpei belum bisa lupa. Ya, satu tahun saja tidak cukup apalagi satu hari.

"Hyuuga?"

Kepalanya terantuk ke meja, rasanya seperti mau pecah. Tapi kalau mau pecah juga tidak masalah agar bisa lupa dengan semuanya.

"Hyuuga?"

Tersentak oleh panggilan keras Shun dan tepukan di bahu Junpei langsung bangkit, menoleh kesamping. Shun sudah duduk disampingnya entah sejak kapan, dengan wajah khawatir menatapnya.

Sekarang mereka sudah berdamai lagi setelah permintaan maaf duluan Shun pada Junpei. Rasanya bertengkar lama-lama dengan sahabat sendiri itu tidak enak.

"Kau kenapa?" tanya Shun, sedari tadi mantan shooter Seirin ini nampak melamun, sampai dipanggil berkali-kali tidak mendapat sahutan dan Shun yakin ini pasti karena soal pertunangan antara Teppei dan Riko.

"Tidak. Tidak kenapa-kenapa."

Lagi-lagi Junpei menghindar, ia selalu begini. Berbicara seolah tidak ada masalah apapun yang dipikirannya. Atau bicara tentang kebahagiaan padahal dirinya yang paling tersiksa.

Mungkin Junpei lelaki paling baik yang ada, rela dengan kebahagiaan sendiri demi orang lain. Sudah dari dulu seperti ini. Jadi Shun paham.

"Berhentilah jadi munafik, Hyuuga."

"Aku tahu! Ah sudah lah, aku tidak mau memikirkannya." Berdiri dan mengambil tasnya di bangku kantin. Meninggalkan Shun yang masih menatapnya prihatin dan penuh harap padanya.

"Yah, semoga kau baik-baik saja."

.

.

.

#O#

.

.

.

Mengingat hari ini Junpei di rumah sendirian dan bahan makanan tadi pagi setelah ia mengeceknya habis, sepulang kuliah lelaki berkacamata tak berbingkai itu langsung menuju supermarket dekat stasiun. Membeli keperluan bulanan atau sampai orang tuanya kembali dari luar kota untuk urusan acara saudara mereka, Junpei menolak ikut mengingat masih banyak tugas yang harus ia selesaikan.

Dilihat dari awan yang mendung sepertinya hari ini akan hujan. Ah Junpei harus cepat-cepat kalau tidak ingin basah karena hujan-hujanan.

Berlari kecil menerobos kelenggangan jalan trotoar sesekali membetulkan kacamatanya yang terus melorot. Untungnya jarak antara kampusnya dan supermarket juga tidak jauh, jadi hanya butuh waktu 5 menit ia bisa sampai.

Memasuki supermarket tersebut setelah mendapat salam dari kasir dekat pintu Junpei mengambil keranjang, menuju rak-rak makanan ringan lalu sayuran dan lainnya. Selesai dengan kebutuhan ia melangkah ke kasir berniat membayar—itu rencananya kalau tidak melihat seorang lelaki bertubuh besar dan berambut coklat mahoni sedang menunggu antrian dengan sekeranjang banyak kebutuhan rumah.

Hyuuga Junpei mengenalnya, seseorang yang dulu merupakan pembentuk team basket Seirin, lelaki yang suka mencari perhatian pelatih mereka, dan yang terlebih dahulu mengambil kesempatan menyatakan perasaan pada putri tunggal Aida.

"Kiyoshi." Terucap lirih terselip nada tak suka yang parahnya terdengar oleh si pemilik nama karena jarak mereka hanya beberapa meter.

Pemuda 20 tahun dengan tinggi yang mungkin sudah mencapai dua meter dan lebih mirip seperti raksasa tersebut membalikkan tubuh. Melihat mantan rekan seteamnya yang masih ia anggap sahabat sedang berada dihadapannya seperti biasa Kiyoshi Teppei berseru memanggil nama 'Hyuuga' hingga menarik perhatian orang-orang di supermarket tersebut. Melihat temannya—entah masih diakui Junpei tidak—bersikap bodoh tidak berubah dari dulu dan membuatnya malu karena merasa kenal dengan lelaki tersebut Junpei membalas sapaan Teppei dengan decihan kesal.

"Oi! Hisashiburi!"

"Berisik Kiyoshi! Jangan teriak-teriak, d'aho!"

"Hehehe... Warui."

Saatnya membayar yang didahului Teppei dibelakangnya Junpei berharap lelaki berjulukan 'hati besi' ini segera pulang setelah selesai. Tapi harapannya pupus ketika Junpei keluar dari supermarket dan mendapat sapaan 'Yo!' dari Teppei yang ternyata menunggunya di luar.

"Kenapa masih disini? Pulang sana, Riko pasti menunggumu." Terlihat biasa saja dengan nada tinggi khasnya, tapi tidak dalam kenyataan bahwa Junpei masih tidak suka.

Sedangkan Teppei hanya tersenyum lebar—menjijikan bagi Junpei—mengabaikan peringatan Junpei yang menatapnya kesal. Masih seperti dulu, Junpei membencinya. Tapi tidak bagi Teppei yang entah masa bodoh atau bodoh soal kepekaan.

"Kita sudah lama tidak mengobrol, bagaimana kalau ke Maji burger sebentar. Sekalian mengenang masa lalu."

"Tidak mau!" Tolak Junpei keras menepis tangan Teppei yang berniat menariknya.

"Oh ayolah, jangan kasar seperti itu Hyuuga."

"Diam!"

Bukan Kiyoshi Teppei namanya kalau semudah itu menyerah, selama 10 menit mereka berdebat, bertengkar dan saling berteriak yang tanpa sadar sudah membuat orang lewat menatap mereka berdua heran. Berakhir dengan mengalahnya Junpei.

Sekarang mereka berdua duduk berhadapan dengan bersanding hamburger, kentang goreng dan cola pesananan masing-masing.

Untuk beberapa menit Teppei terus yang berbicara, membahas tentang masa-masa SMA terutama saat pertandingan basket yang dulu pernah mereka ikuti. Sayangnya Teppei hanya bisa mengikuti pertandingan basket selama satu tahum, saat kelas 3 masih sering main tapi tidak 40 menit penuh mengingat cedera kakinya yang tidak menjamin cepat sembuh.

Junpei mendengar cerita panjang lebar Teppei dengan malas, kepalanya ia sangga dengan sebelah tangan dan menghadap ke jendela. Mulutnya terselip kentang goreng yang terus ia isi untuk menghilangkan bosan.

Hingga sederet kalimat yang keluar dari mulut Teppei membuat Junpei menggigit kentang gorengnya dengan kasar.

Bukan salah Teppei menceritakan masa-masa pacarannya dengan Riko karena bagimanapun Teppei adalah pacar resmi Aida Riko. Dan calon tunangannya.

Mengingat fakta tersebut membuat Junpei jadi kesal sendiri.

"Ne, Hyuuga kau sudah mempunyai kekasih?"

"Urusai!" Siapapun pasti kesal dengan pertanyaan Teppei jika bernasib sama seperti Junpei yang rasanya seperti pertanyaan sindiran.

"Oho! Jadi belum punya ya? Mau kucarikan?"

"Tidak perlu! Apa kau mengajakku ke sini hanya untuk pamer hubunganmu dengan Riko, kegiatanmu dengannya? Oh dan sebentar lagi kau akan memamerkan kebahagiaanmu padaku? Kau meledek ya?!"

"Eh? Kenapa kau marah?"

Mata bermanik hijau yang tadinya mendelik garang penuh emosi kini meredup merasa baru sadar akan kalimatnya tadi. Bodoh, bagaimana bisa ia kelepasan begitu.

"Hyuuga? Kau kenapa?" Tanya Teppei khawatir.

Junpei melambaikan telapak tangan sebagai jawaban ia tidak apa-apa. Lalu membungkuk mengambil bungkusan belanjaan.

"Aku pulang dulu, ada urusan penting."

Masih diselimut kebingungan Teppei hanya bisa diam dan membiarkan Junpei pergi meninggalkannya.

"Dia kenapa sih?" Bertanya pada diri sendiri sembari menatap kepergian Junpei. Masih terdiam hingga beberapa menit hingga telephonennya bergetar setelah melihat kontaknya Teppei mengangkat dengan sapaan 'moshi-moshi' bernada ceria.

"Kau dimana, Teppei?"

"Di Maji burger, Riko. Ada apa?" Sahutnya santai meminum cola melalui sedotan.

"Kebetulan, aku baru pulang. Jemput ya?"

"Byokai!"

Setelahnya Teppei menutup sambungan dan menghabiskan makanan yang ia beli tadi sampai habis. Sayang kan makanan dibuang-buang.

Mungkin kelihatannya Teppei merasa biasa-biasa saja terhadap sikap Junpei tadi. Bagaimanapun ia merupakan orang yang terlalu santai. Tapi kenyataannya Teppei sadar, ada yang tidak beres dengan Junpei dan itu pasti soal dirinya juga Riko.

Melangkah agak cepat saat sadar langit sudah sedikit demi sedikit menurunkan airnya walau hanya gerimis kecil saja. Siapa tahu nanti tiba-tiba bisa jadi deras kan?

Melihat seorang gadis berambut coklat berdiri sendirian di depan gedung universitas, Teppei melambai padanya memberi tanda dan mendapat balasan yang artinya gadis itu melihat. Dengan segera Teppei berlari menghampiri.

"Habis belanja ya?" Tanya Aida Riko saat melihat kantung plastik yang Teppei pegang. Sedangkan lelaki itu mengangguk sebagai jawaban dengan senyum lebar khasnya.

"Dasar! Kenapa tidak langsung pulang? Tidak lihat apa mau hujan?"

"Hehehe... Tadi aku bertemu Hyuuga."

"Eh Hyuuga-kun?"

"Iya, di supermarket kami bertemu lalu pergi bersama ke Maji burger. Tapi tiba-tiba dia jadi aneh."

Langkah Riko terhenti ketika mendengarnya, menengok pada Teppei yang juga menatap, "Aneh? Aneh apanya?"

"Dia marah-marah saat aku menceritakan tentang kita."

Benar, ada yang aneh dan Riko juga tahu. Kemarin saat mereka bertemu untuk pertama kalinya setelah satu tahun lost contact Junpei bersikap tidak seperti biasanya saat SMA ataupun SMP dulu. Terkesan lebih dingin dan pendiam. Dulu Junpei lha yang paling sering berbicara jika mereka berdua membahas apapun yang bisa mereka bahas. Tapi kemarin dia hanya diam saja menatap keluar jendela. Mengabaikan Riko yang menatapnya khawatir.

"Padamu juga seperti itu? Kemarin saat kami bertemu pun sikap Hyuuga-kun aneh padaku."

Sebenarnya tidak kemarin atau tidak tadi saja Junpei nampak aneh. Dulu saat SMA juga. Semuanya berubah setelah kabar hubungan Riko dan Teppei menyebar cepat di Seirin.

Junpei jadi lebih pendiam pada yang lain, kalau diajak bicara tiba-tiba bisa marah-marah sendiri tanpa sebab dan tiba-tiba juga minta maaf. Emosinya jadi naik turun, apalagi pada Kiyoshi. Tatapannya beda, seperti menatap musuh penuh kebencian walau tak kentara. Perhatian pada Riko pun sudah memudar bahkan hilang cepat. Setelahnya Junpei mengambil jarak diantara mereka, kecuali Izuki Shun yang kebetulan sahabatnya.

Apa ini ada hubungannya dengannya dan Teppei?

.

.

.

#o#

.

.

.

"Heee... Kau baru bertemu dengan Kiyoshi kemarin?"

"Hn."

"Ngapain?"

"Makan."

"Dia membahas 'itu' ya?"

"Tentu saja, d'aho!"

Shun yang tadinya nampak antusias hingga tanpa sadar sudah maju mendekat pada Junpei langsung mundur kembali pada tempatnya setelah mendapat umpatan Junpei.

"Kau jahat Hyuuga." Keluh Shun bernada merajuk yang justru membuat Junpei merinding mendengarnya.

"Berisik Izuki, aku jahit mulutmu!"

"Ah, orang jahat sedang jahit. Kitakore!"

"Izuki, damare!"

Berbicara dengan Shun tidak ada gunanya, tidak menghibur sama sekali apalagi dengan lawakan tak bergunanya.

Junpei menghela nafas lelah―lelah dengan masalahnya sendiri yang juga dibuat sendiri. Coba dulu dia lebih cepat ambil keputusan, berhenti menjadi tsundere, pasti sekarang Riko ada disampingnya. Bukan dengan saingannya.

Tapi penyesalan pun tidak ada gunanya. Sekarang yang bisa Junpei adalah memasang baik-baik topeng kebahagiannya, bersikap munafik didepan semua orang―terkecuali Izuki Shun―karena seribu kali Junpei mengelabui Shun itu tidak ada gunanya, ada saja yang Shun ketahui tanpa diberi tahu.

"Wooo ada Hyuuga dan Izuki ternyata, ayo Mitobe kita kesana!"

Teriakan khas dari orang yang sudah Junpei dan Shun kenal itu menarik perhatian mereka. Tepat perkiraan, Koganei Shinji dan Mitobe Rinnosuke beridiri disamping meja yang mereka tempati di cafe tersebut.

"Yo, hisashiburi!" Sapa Koganei sedangkan Mitobe hanya melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ah lelaki ini masih pendiam saja.

"Hoo sudah lama ya tidak ketemu, Koga, Mitobe, bagaimana kabar kalian?" Balas Shun dan Junpei hanya membalas sapaan dengan 'Yo!'-nya.

"Aku dan Mitobe baik-baik saja. Kebetulan ya kita bertemu disini, rasanya sudah lama sekali, padahal masih satu daerah." Kedua tamu itu duduk di kedua bangku kosong di meja Junpei dan Shun, mengbrol bersama membahas segala hal dari masalah kuliah Shun dan Junpei maupun pekerjaan Mitobe sekarang.

"Ah, teman kita juga akan bertunangan ya? Padahal Tsucchi yang sudah lama berpacaran saja belum ke jenjang seperti itu. Hahahaha..."

Junpei tahu siapa maksud Koganei, tanpa sadar tangannya sudah terkepal menahan emosinya. Dan hal tersebut diperhatikan oleh Mitobe di sampingnya.

Lelaki berambut hitam lumayan panjang itu menepuk pundak Koganei, seperti biasa ia hanya memberi kode dan langsung dimengerti Koganei. Ia menganggul, menghapus raut wajah senang yang tadi ia pasang.

Shun melihat tanda-tanda Koganei akan berbicara pada Junpei langsung memberhentikannya. Ia hanya tidak ingin memberatkan pikiran sahabatnya soal hubungan Riko dan Teppei atau semacamnya. Kebetulan Junpei sedang sibuk dengan catatan didepannya, jadi tidak begitu memperhatikan ketiga sahabatnya itu.

Koganei menoleh, menatap seolah bertanya 'ada apa dengan Hyuuga?'

Namun Shun tak menjawab, menoleh untuk menghindari pertanyaan Koganei padanya. Tapi tidak dijawab pasti lelaki berambut coklat itu akan bertanya langsung pada Junpei.

Akhirnya Mitobe lah yang mengambil langkah, ia memegang tangan bebas Junpei. Menarik pandangan lelaki berkacamata itu padanya dan memandang bertanya.

"Ada apa, Mitobe?"

"Hyuuga?"

Tentu saja Junpei yang baru lepas dari kesibukannya terhadap catatan tugas langsung dilihat begitu serius oleh Koganei dan Mitobe menjadi bingung. Ia menoleh pada Shun bermaksud 'ada apa' tapi sudah didahului oleh Koganei, melanjutkan niatannya yang tadi tertunda.

"Ne, kau kenapa?"

"A-aku tidak apa-apa. Kenapa sih? Kok kalian menatapku seperti itu? Ada masalah?"

Mitobe yang menjawab, masih dengan kode-kode yang hanya diketahui Koganei yang menjelaskan.

"Kau tadi aneh saat kami menceritakan tentang Aida dan Kiyoshi."

"Ahh, begitu kah? Padahal aku biasa saja, ah tidak usah dibahas ya? Aku sedang malas. Ne aku pulang dulu, sampai jumpa." Lalu Junpei berdiri dari kursinya setelah berpamitan pada ketiga sahabatnya, padahal ini untuk pertemuan pertama mereka yang terlalu sibuk dengan urusan masing-masing.

"Ne, apa Hyuuga tidak apa?" Tanya Koganei memecahkan keheningan usai kepergian Junpei.

"Aku pikir juga begitu."

"Memang ada masalah apa? Terjadi pertengkaran antara Kiyoshi dan Hyuuga?"

"Tidak, bukan seperti itu." Nampak ragu untuk menceritakan semuanya. Tapi melihat keingin tahuan Koganei dan Mitobe membuat Shun jadi tidak bisa menghindar. "Kalian tahu, Hyuuga itu menyukai Aida."

"Heee..." Pekik Koganei kaget, menarik perhatian pengunjung karena kegaduhan yang pemuda berwajah kucing itu buat. Setelah meminta maaf yang di wakilkan Mitobe, Shun melanjutkan.

"Sudah lama, mungkin bisa dibilang sejak SMP."

"Tapi kenapa dia tidak mau bilang saja pada Aida? Bukannya dari dulu mereka itu sangat dekat?"

"Memang, tapi kau tahu sendiri bagaimana Hyuuga kan? Dia itu terlalu penakut untuk menyatakan cinta."

Mitobe menyela, dengan memberi kode yang dipahami Shun seolah berbicara, "Ah aku tahu itu, Mitobe. Tapi kita bisa bantu apa? Membatalkan pertunanngan mereka? Itu ide gila."

"Yah suruh saja Hyuuga menyatakan cinta sebelum terlambat. Kan kasihan kalau menahan perasaan sendiri, itu menyiksa. Ya kan, Mitobe?"

Yang ditanya hanya mengangguk setuju. Shun terdiam nampak memikirkan ide Koganei, benar saja tak ada salahnya jika Junpei mencoba menyatakan perasaannya pada Riko tanpa ada niatan untuk merebut Riko dari Teppei atau niat buruk lainnya. Shun sendiri yakin Junpei jika diberi saran buruk juga pasti tidak mau.

"Akan kucoba bicara dengannya besok."

.

.

.

#o#

.

.

.

Bawaan Riko hari ini sangat banyak, bertumpuk-tumpuk kertas dan gulungan ia peluk sambil berlari menyusuri jalan setapak sendirian. Hari sudah malam dan yang dirumah pasti mengkhawatirkannya. Salahkan saja dosen yang seenaknya menambah jamnya hanya dengan alasan lusa ia cuti. Cuti ya cuti tapi jangan mengorbankan waktu mahasiswanya juga kan?

Ditengah umpatan dalam hatinya tanpa sengaja ia tersandung bebatuan hingga benda bawaannya jatuh berserakan. Riko mengerang kesal ingin mengeluarkan kalimat terpendamnya dari tadi. Berharap saja kertasnya tidak terbang kemana-mana. Bisa repot ia jika ada yang hilang.

Sayangnya angin serasa meledeknya dengan menerbangkan beberapa lembar kertas menjauh dari Riko. Berteriak memanggil kertas tanpa telinga itu sama saja bohong. Gadis berambut coklat pendek itu berlari mengejarnya sambil berteriak, 'Tunggu kertas bodoh!'―yang percuma saja. Benda dibelakangnya ia tinggal―dilupakan sejenak dan baru ingat saat sudah jauh. Ia berniat kembali tapi masih ada lembaran yang melayang-layang mencoba mempermainkan.

"Argh mou! Tidak adakah orang yang mau membantuku? Sial sekali aku!" Erangnya berlarian kesana-kemari menggapai kertas tersebut, coba saja ia bisa tinggi sedikit mungkin bisa.

"Hahaha... Butuh bantuan, nona?" Kertas tersebut berhasil diambil seseorang, Riko mendongkak untuk melihat siapa penolongnya dan langsung mengerucutkan bibirnya.

"Kemana saja kau, aku kan suruh kau jemput!" Omel Riko bertolak pinggang.

Sedangkan si penolong hanya tertawa santai mengelus lembut rambut Riko.

"Ah! Barang-barangku!" Berteriak lagi mengingat masih banyak bawaan yang berserakan di jalan. Berharap―lagi–tidak ada yang hilang seperti tadi. Ia berlari, menuju tempat tadi. Meninggalkan penolongnya dibelakang menatap bingung Riko.

Tinggal lima langkah lagi ia sampai, namun terhenti saat melihat siapa yang sedang memungut barang-barangnya. Ia terdiam sejenak dan akan terus mematung jika tidak ada yang menyadarkan.

"Teppei! Kau selalu mengagetkanku!" Kiyoshi Teppei, kekasih Riko―sekaligus orang yang tadi menolong menyambar kertasnya―tersenyum tanpa dosa setelah menepuk kepala gadisnya.

Menyadari ada keributan tidak jauh darinya, si pemungut tersebut mendongkak, ia terkejut walau sekilas dan kembali memasang wajah datarnya dengan sempurna. Mengumpulkan barang-barang temuannya yang jujur saja ia tidak tahu milik siapa, ia menghampiri pasangan tersebut.

"Ehem, ini milikmu?" Tanyanya menyerahkan kertas-kertas dan lainnya pada Riko.

Mengambilnya seraya tersenyum, "Terima kasih, Hyuuga-kun."

Untuk beberapa detik, Hyuuga Junpei menikmati euforia bahagia didepannya. Cukup melihat senyum manis Riko sudah menghangatkan dada Junpei. Melupakan masalah dulu-dulu pernah terpikirkan untuk melupakan segala milik Aida Riko.

Yah, sepersekian detik yang rasanya ingin Junpei hentikan karena lelaki bertubuh besar disamping Riko membuyarkannya dengan teriakan salam tak wajar.

"Hoi Hyuuga!"

Junpei mendecih melirik sinis pada Teppei, berusaha menghindari dari pelukan yang membuat Junpei merinding.

"Mou, kau kenapa Hyuuga? Kan sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Tapi saat bertemu kau seperti menghindari kami."

"Diam, d'aho!"

Kalau ada Teppei rasanya Junpei ingin cepat-cepat pergi, hanya Riko alasan Junpei masih ada disini.

"Aku pergi dulu ya," Pamit Junpei membalikkan tubuhnya berniat pergi jika saja tidak ada tangan yang menghentikan.

"Tunggu, bagaimana jika kita bicara. Kan sudah lama kita tidak mengobrol. Kau selalu sibuk, Hyuuga-kun. Sebentar saja."

Sungguh, sebenarnya juga Junpei ingin mengobrol dengan Riko. Tapi perasaannya masih tidak enak saja jika berhadapan pada Riko apalagi ada Teppei. Semakin tidak nyaman dirinya.

"Tapi―"

"Ayolah, Hyuuga. Ini demi Riko." Teppei ikut meyakinkan, mengabaikan lirikan sinis tak kasat Junpei.

"Aku sedang tidak bicara denganmu, Kiyoshi!"

Junpei dalam masa kebimbangan, ia ingin bersama Riko namun disisi lain ia membenci keadaan jika sudah berdekatan dengan Teppei. Diluar ia bersikap seperti biasa tidak pernah akur dengan Teppei dan selalu mempertengkari hal-hal biasa. Yang melihat pasti merasa itu wajar. Tapi Junpei sendiri sudah merasakan kebencian itu nyata di dalam hati. Bukan benci sebagai rival dalam basket atau apapun, tapi rival hanya karena cinta.

Ingin mengangguk mengiyakan, tapi masih ragu. Akhirnya―

"Hahh.. Baiklah, aku―"

"Hyuuga!"

Teriakan itu mengalihkan pandangan ketiga orang tersebut, mereka menoleh bersamaan pada lelaki yang berlari menghampiri tapi kemudian memelankan lariannya saat mengenal kedua orang yang bersama sahabat berkacamatanya ini.

"Hooo, Izuki!"

"Izuki-kun?"

"Yo, Kiyoshi, Aida. Kenapa kalian bisa bersama Hyuuga?" Izuki Shun yang sedari tadi mencari keberadaan Junpei dikagetkan oleh adanya Teppei dan Riko bersama Junpei, dengan posisi Riko memegang lengan Junpei.

"Ah, tadi Hyuuga-kun menolongku mengambilkan barang-barangku." Sahut Riko menjelaskan yang di jawab 'Oh' singkat dari Shun.

Kedatangan Shun memberi ide pelarian Junpei, ia berjengit seolah baru ingat sesuatu padahal tidak. "Ah! Maaf Riko, Kiyoshi, aku lupa kalau ada janji dengan teman kuliah kami. Maaf ya." Junpei melepaskan pegangan Riko―sedikit tak rela–kemudian menghampiri Shun dan menariknya pergi. Mengacuhkan protesan Shun maupun panggilan Riko. Yang diinginkan Junpei kali ini hanya menjauh dari mereka daripada harus menahan rasa bersalahnya.

Betapa munafiknya Junpei.

Sedangkan dibelakang lelaki bermanik hijau dibalik kacamata ta berbingkai itu, Shun menggeleng kepalanya prihatin. Mau sampai kapan sahabatnya bersok ria ia baik-baik saja?

Akhirnya mereka berhenti di bangku taman dan duduk disana sembari mengatur nafas setelah berlarian menghindari kedua sahabatnya.

Junpei berdiri, "aku mau beli minum." Pamitnya. Dan setelah beberapa menit pergi ia kembali lagi membawa dua kaleng yang kemudian ia berikan satu pada Shun.

Setelah mengucapkan terima kasih, lelaki bermata sipit bak elang itu meneguk rakus isi kaleng tersebut. Ia lelah, cape, dan kesal pada sahabatnya satu ini.

"Hyuuga! Apa kau tidak bisa bicara jujur pada Riko daripada terlambat?"

"Izuki, damare!" Saat ini, Junpei tidak ingin mendengar kalimat apapun dari Shun. Ia butuh ketenangan sejenak. Tapi Shun tidak mau, ia berdiri menghadap langsung pada Junpei. Pemuda yang biasanya tenang ini nampak marah, dengan kasar ia dorong tubuh Junpei. Mengabaikan teriakan keras si korbannya.

"Kau bodoh, sangat bodoh! Menyiksa perasaan sendiri, padahal masih ada jalan yang bisa kau ambil! Bukan menjadi pengecut dan munafik seperti ini!―"

"Diam, Izuki! Kau tidak tahu apa-apa. Hanya aku yang merasakannya jadi hanya aku yang bisa membuat keputusan." Kini ia juga naik pitam, mendorong balik Shun mundur darinya beberapa langkah.

Untung saja tempat itu sepi dari orang-orang, kalau tidak mungkin sekarang mereka akan jadi bahan tontonan.

"Aku tahum, Hyuuga. Aku tahu semuanya." Nada Shun merendah, "perasaanmu, kesedihanmu, penyesalanmu―"

"Diam diam diam diam! Aku bilang diam ya diam! Berisik!" Junpei mengerang, berteriak keras bernada putus asa.

Melihat Junpei yang tertunduk dengan tubuh bergetar membuat Shun jadi diam. Ia tidak berani mengatakan apapun selain menatap kasihan.

"Kau tidak tahu apa-apa, Izuki. Kau tidak tahu bagaimana tersiksanya aku. Aku ini memang pengecut dan munafik. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa kulakukan. Aku ingin melihat Riko bahagia, sekalipun tidak denganku. Kalau dengan nyawaku pun ia akan bahagia, pasti kuberi. Aku terlalu mencintainya tapi tidak berani menyatakannya."

"Hyuuga―"

"Melihat Riko tersenyum walau dari jauh itu sudah cukup, Izuki. Aku pasti akan bahagia jika hanya melihat Riko bahagia. Tapi ternyata―" Getaran tubuhnya tidak mampu menahan beban tubuh hingga membuat lelaki tinggi 175an itu jatuh terduduk di bangku. Menahan kepalanya yang terasa pusing mendadak setelah mengungkapkan segala perasaannya pada Shun.

"Setidaknya biarkan perasaanmu sedikit lega dengan menyatakan cinta pada Riko, Hyuuga." Tangan Shun menepuk pundak Junpei, memberikan saran dan semangat lewat kalimat bernada pelannya.

Tak ada respon, hanya getaran menahan tangis yang Shun rasakan.

"Itu tidak ada gunanya. Dan aku juga tidak ingin membuat Riko ragu. Juga―jawabannya sudah jelas."

"Janji pernikahan belum Aida ucapkan dengan Kiyoshi, Hyuuga. Kau masih ada kesempatan. Jika memang Aida mencintai Kiyoshi, hatinya pasti tidak akan ragu. Setidaknya biarkan hatimu merasa lega. Kau bisa saja menjaga Aida dari jauh, melihat senyumnya dari jauh. Tapi jika perasaan terpendam yang memenuhimu sudah keluar, pasti akan ada perasaan lain yang mengisinya. Benar kan?"

Sejenak, Junpei nampak berpikir. Ia diam, getarannya pun berhenti.

Menarik nafas dalam-dalam yang kemudian ia keluarkan panjang agar hatinya sedikit tenang, kepala Junpei terangkat. Berhadapan langsung dengan Shun yang tersenyum padanya.

Ah coba kalau Shun ini gadis, Junpei pasti mau memeluknya sekalipun di tempat umum seperti ini. Karena sesama jenis berpelukan itu sangat tidak etis. Tapi sepertinya tak masalah, toh muka Shun yang manis ini bisa menipu mata lelaki.

"Terima kasih."

"Sama-sama, Hyuuga. Karena kita ini sesama. Ah kitakore!"

Junpei jadi lupa kebiasaan berteriak 'izuki, damare' jika mendengar lawakan tak lucu dari Shun karena terlalu damainya ia kini.

Mungkin ia harus mencari waktu agar bisa berbicara dengan Riko seperti keinginannya selama ini untuk membicarakan saran Shun. Semoga saja ia bisa diberi keberanian untuk mengobrol.

.

.

.

To Be Continued

.

.

A/N:

Pertama-tama mari kita sujud syukur karena sudah bebas dari UN! *tebar confetti. Sekalian ini fict buat pelampiasan selama ini udah berkutat dengan kertas, kurikulim dan pelajaran /malah curcol

Haha.. Ini berasa jadi fanfict khusus para senpai Seirin deh :v Gak ada Kuroko GoM dkk. Sekali-kali memanjakan para senpai tercintha. Lama-lama kok jadi kaya sinetron ya. == Oh ya, gomen kalau ada yang repiunya gak saya bales saya baca kok.

Yosh, berkenan RnR?