One night stand

Genre: Romance, comedy

Rating: NC 17

Cast : Jung Yunho, Kim Jaejoong, Karam (Member's the boys) and other.

Part three (A)

BRUK

Jaejoong menatap lekat kearah amplop yang Yunho lemparkan keatas meja. Dari luar saja terlihat kalau isi amplop itu cukup banyak. Yunho memperhatikan wajah Jaejoong yang terus melihat kearah amplop itu.

"Omoni suka orang yang fashionable, dan kau..." Yunho melihat pakaian Jaejoong, "Lepas dari kriteria itu" Lanjutnya.

Jaejoong melihat pada baju yang ia pakai, merasa tak ada yang salah dengan itu. Kaos, sweater dan celana jeans.

"Tapi ini tidak buruk" Kata Jaejoong, tak setuju dengan pendapat Yunho.

Yunho memijit hidungnya, "Ikut aku, kita mulai dari penampilan" Yunho bangun dari duduknya lalu beranjak pergi, tapi ia berhenti saat merasa Jaejoong tak berada di belakangnya. Ia menoleh, melihat Jaejoong yang masih duduk di tempat semula. Yunho menghela nafas, ia harus sedikit memaksa Jaejoong.

"Ayolah" Yunho menarik tangan Jaejoong hingga pria itu terpaksa mengikutinya.

.

.

.

"Ini, ini, ini dan ini" Kata Yunho, terus menyerahkan pakaian-pakaian yang ia ambil pada Jaejoong. Jaejoong hanya pasrah sambil mengikuti Yunho yang berjalan di deretan pakaian.

"Coba semua ini" Perintah Yunho pada Jaejoong yang cemberut. Dengan langkah kesal Jaejoong berjalan kearah kamar pas, mengikuti apa yang Yunho suruh.

.

.

.

.

"Untuk sempurna kita perlu modal, entah modal keberanian ataupun modal uang" Kata Yunho menceramahi Jaejoong yang duduk diam di sampingnya. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil Yunho dan baru saja pulang setelah membeli semua keperluan yang Jaejoong butuhkan.

"Dan kalau kau ingin mendapatkan persetujuan dari Omoni, keduanya sangat penting" Jaejoong hanya melihat pada jalanan di depannya, berfikir dengan kesal kenapa jadi dia yang harus melakukan itu, menyesal kemarin ia sudah mengatakan tekadnya pada Yunho. Itu kan demi kebaikan Yunho, bukan kebaikannya, lalu kenapa disini terkesan ia yang butuh bantuan? Cih menyebalkan.

Drrt..drrtt

Ponsel di dalam saku celana Yunho bergetar, ia segera melihat siapa yang sudah meneleponnya di hari libur seperti sekarang. Seketika matanya membulat ketika nama Karam terdapat disana.

"Yeoboseyo"

"Hyung hiks kenapa kau tega padaku?" Kata Karam dengan terisak. Yunho menepikan mobilnya.

"Apa maksudmu?"

"Kata Ahjumma kau sudah punya kekasih..hiks padahal kita akan bertunangan"

Yunho menghela nafasnya, "Dengar Karam, aku tahu kau sedih tapi cinta tidak bisa di paksakan. Kau mau kita menderita karena itu?"

Jaejoong yang tadinya tidak berniat mengetahui siapa yang Yunho telepon, menjadi lebih memasang telinganya setelah mendengar nama Karam.

"..tapi kita sudah bersama cukup lama, aku kira kau mencintaiku"

"Aku memang mencintaimu, tapi sebagai adik. Mengertilah" Kata Yunho halus, mencoba agar Karam tidak terus mengusik hidupnya. Karam terdiam di tempatnya. Ia sudah menghabiskan berlembar-lembar tisu di kamarnya karena masalah ini. Ia tidak bisa atau tidak mau menghilangkan Yunho dalam hidupnya.

"Kau bisa mendapatkan orang yang jauh lebih baik daripada ku. Aku sudah mencintai orang lain dan akan bersamanya sampai kapanpun" Jelas Yunho panjang lebar.

"Baiklah hiks, mungkin aku tidak lebih baik dari kekasihmu itu, tapi kita tetap bisa jadi teman kan?"

"Tentu saja. Aku sudah bersamamu sejak kecil dan selalu menjadi temanmu sampai kapanpun" Kata Yunho sambil tersenyum. Setelah selesai, sambungan telepon terputus. Yunho menghela nafas.

"HIYAA!" Yunho terkejut bukan main ketika menoleh, wajah Jaejoong condong kearahnya. Jaejoong berkedip masih di posisinya membuat Yunho ikut melihat padanya. Mereka terdiam beberapa detik. Yunho begitu menyukai mata bulat Jaejoong, merasa tersedot kedalamnya.

Dalam situasi seperti itu, wajah Yunho mendekat perlahan kearah Jaejoong, menempelkan kedua bibir mereka. Jaejoong menutup matanya, membiarkan Yunho memagut bibirnya.

Mereka pernah berciuman ketika bercinta kemarin, tapi ciuman Yunho waktu itu sangat menuntut, tidak seperti sekarang. Jaejoong merasa wajahnya panas dan dadanya tergelitik halus. Yunho menciumnya lembut, tanpa nafsu dan Jaejoong sangat menikmati itu.

Setelah cukup puas, Yunho menjauhkan bibirnya, memaksa ciuman itu berhenti. Benang saliva tercipta diantaranya, menempel pada dagu Jaejoong. Pria itu masih memejamkan matanya.

"Sepertinya aku tahu kenapa aku lepas kendali malam itu. Kau bahkan menarikku saat aku sadar" Kata Yunho. Jaejoong membuka matanya perlahan lalu menunduk.

"Meski aku tak ingat rasanya, pasti kau begitu nikmat" Lanjut Yunho cukup frontal. Jaejoong merasakan pipinya menghangat.

"I-itu..."

"Apa, kau ingin mengulangi cinta satu malam kita?" Tanya Yunho sambil tersenyum. Jaejoong menunduk makin dalam.

.

.

.

.

"Ehm,.ahh ahh..jusi ah" Desah Jaejoong saat Yunho terus mendesaknya di tembok kamar mandi. Kaki Jaejoong terangkat dan bertumpu pada westafel, membuka akses bagi Yunho untuk terus menerobos masuk kedalam holenya.

Yunho menciumi pundak Jaejoong, sedangkan pinggulnya ia gerakan untuk membuat kejantanannya keluar masuk dengan mudah.

"Ooh akhh.." Jaejoong mengerang ketika semua titik sensitifnya terjamah tangan Yunho. Tangan kanan Yunho sibuk memelintir nipplenya, sedang tangan kirinya sibuk mengocok kejantanan Jaejoong yang terus mengeluarkan precum.

Jaejoong tidak kuat berdiri lagi dan hanya bersandar pada Yunho di belakangnya. Ia mendongakkan kepalanya, mengekspose leher putihnya yang langsung di garap oleh Yunho.

Mereka bercinta di hotel terdekat. Yunho adalah pria dewasa yang punya kebutuhan seksual yang cukup besar, tak salah jika ia menjadi bringas seperti itu sedangkan Jaejoong cukup polos untuk bisa di manfaatkan oleh Yunho.

Karena terlalu lelah, Jaejoong melemas jatuh perlahan kelantai kamar mandi membuat hubungan antara mereka terputus. Yunho melihat pada Jaejoong yang duduk dibawah dengan mata sayu. Yunho tersenyum lalu mengurut kejantanannya.

"Kita pindah ke kamar"

.

.

.

.

Junsu terus bersiul sambil duduk di bangku depan rumah kontrakan Jaejoong. Ia sudah menunggu lebih dari setengah jam. Sekarang sudah malam tapi Jaejoong belum juga pulang. Seharusnya ia khawatir tapi ia terlalu malas untuk melakukannya.

Bruum

Tak berapa lama kemudian suara mobil berhenti di depan rumah Jaejoong. Junsu bangun dari duduknya, menghampiri mobil itu. Dari dalam Jaejoong keluar lalu mobil itu pun pergi dari sana. Junsu berdiri di belakang Jaejoong tanpa suara, menunggu sampai pria itu berbalik. Jaejoong cukup terkejut melihat Junsu yang berdiri sambil melipat tangan.

"Lihat, anak kecil sepertimu baru pulang jam segini. Ckck" Kata Junsu berlebihan, padahal ia pun begitu, masih berada di luar rumah malam-malam.

Jaejoong hanya menyengir. Junsu menatap curiga pada Jaejoong lalu matanya menelusuri setiap lekuk tubuh pria itu, tentu saja bagian belakang tidak terlewatkan.

"Jangan bilang kau menghabiskan waktu bersama pria waktu itu lagi"

Jaejoong menggeleng cepat. Ia seharusnya bisa menyembunyikannya dari Junsu kalau saja dirinya tak gugup.

Junsu menatap Jaejoong yang menunduk. Lama seperti itu sebelum Junsu memekik.

"Kyaa...akhirnya sahabatku ini memilih pria yang tepat" Seru Junsu heboh, suaranya bisa membangunkan orang satu komplek. Raut wajah Jaejoong berubah datar, sedangkan Junsu terus tersenyum aneh.

"Pulanglah!" Usir Jaejoong, berjalan menuju rumahnya. Junsu terus mengikutinya meski perintah tadi cukup jelas.

"Yak..yak, aku kesini ingin mengajakmu pajama party" Kata Junsu mengejar Jaejoong, pria itu memang selalu berisik.

.

.

.

.

Jaejoong sibuk mengambil bahan-bahan makanan yang di sebutkan sang koki, ia memotong semua sayuran seperti seharusnya. Saat ini ia sedang belajar membuat cream soup kesukaan ibu Yunho. Ternyata syarat kedua calon istri idaman Yunho adalah pandai memasak.

Jaejoong cukup kesulitan karena semua makanan kesukaan ibu Yunho adalah masakan asing yang bukan keahliannya. Yunho hanya menonton atraksi Jaejoong yang kewalahan menyimbangi gerakan koki yang ia datangkan khusus untuk mengajari Jaejoong.

.

.

.

Syarat ketiga adalah kepandaian. Ibu Yunho sangat suka pada orang yang pandai. Di minggu yang kedua ini Yunho mendatangkan guru private untuk mengajarkan Jaejoong tentang tata cara kesopanan. Maksud pandai disini adalah pandai dalam berbicara, bertingkah dan berfikir, dan semua itu harus Jaejoong pelajari satu persatu.

Yunho hanya memandang takjub kearah Jaejoong yang sedang berusaha berjalan anggun dengan tumpukan buku di atas kepalanya.

.

.

.

Bruk!

Jaejoong ambruk diatas meja. Kegiatannya hari ini sangat melelahkan dan masih banyak hari-hari seperti ini berikutnya.

"Minumlah" Kata Yunho sambil menyodorkan jus jeruk kalengan. Jaejoong mengangkat wajahnya yang tampak menyedihkan. Dalam sekali teguk ia menghabiskan minumannya.

"Kau sudah belajar dengan baik, Jae. Aku yakin Omoni akan menyukai kerja kerasmu ini" Kata Yunho dengan percaya diri.

Jaejoong hanya mengangguk-anggukan kepalanya, 'Awas saja kalau tidak, aku akan bunuh diri' Katanya dalam hati.

Jaejoong kembali mengangkat wajahnya yang menunduk ketika merasakan tepukan pada kepalanya.

"Kau tenang saja, bebas butuh perjuangan" Kata Yunho bermaksud menenangkan. Jaejoong kembali mengangguk.

"Ahjussi, setelah kita berhasil kau tidak akan melaporkanku pada polisi kan?" Tanya Jaejoong dengan polosnya. Yunho tersenyum.

"Tentu saja, aku bukan tipe pembohong" Kata Yunho dengan senyum malaikatnya.

'Tapi aku bisa membohongimu dan Omoni. Hehe' Kata Yunho dalam hati dengan licik.

.

.

.

Yoochun mengambil dua kaleng bir, untuk menyambut kedatangan sahabatnya. Melemparkan satu kearah Yunho yang berhasil menangkapnya dengan sempurna.

"Aku heran padamu, kau sampai melakukan ini untuk menolak perjodohan dengan Karam" Kata Yoochun yang bergabung dengan Yunho di sofa.

"Aku tahu sifat Omoni. Dia akan terus mendesakku jika aku tak punya alasan yang tepat"

"..Lalu bagaimana kau bisa meminta pertolongan anak itu?"

"Tentu saja, usiaku jauh diatasnya dan ia tidak bisa menolak pria tampan sepertiku" Yoochun mencebil, sifat percaya diri Yunho terlalu over.

"Jangan bilang kau sudah menipunya" Kata Yoochun memandang malas kearah Yunho yang malah tersenyum.

"Awalnya memang seperti itu tapi semakin hari dia makin menarik untukku" Kata Yunho. Ia jujur untuk itu. Jaejoong cukup manis dan menggemaskan.

"Huh dasar, kau terjebak permainanmu sendiri"

.

.

.

Yunho mengajak Jaejoong pergi ke rumah ibunya, setelah menyulap penampilan Jaejoong menjadi pria kasual yang mempesona. Jaejoong cukup gugup hingga membuat ia melupakan tidurnya.

Waktu selama 3 minggu ia manfaatkan dengan benar, belajar dan berusaha. Ia sudah bertekad, tidak akan menyerah hingga akhir.

Ting..tong..ting..tong

Seorang maid membukakan pintu untuk Yunho, tersenyum lalu membungkuk.

"Nyonya Jung sudah menunggu anda Tuan muda" Kata maid itu.

Yunho mempererat genggaman tangannya pada tangan Jaejoong. Maid mempersilahkan Yunho dan Jaejoong masuk, berjalan mengikutinya kearah ruang keluarga.

Setelah sampai Yunho melihat ibunya sedang duduk bersama Karam.

"Omoni" Nyonya Jung yang sedang asik berbincang dengan Karam pun melihat kearah Yunho. Wanita tengah baya itu tersenyum, tapi segera berhenti ketika melihat Jaejoong yang berdiri di samping Yunho.

Karam yang tak tahu apa-apa hanya memandang bingung kearah Yunho, lalu pandangannya jatuh kearah tangan Yunho yang menggenggam tangan seorang pria di sebelahnya, tiba-tiba dadanya berdenyut sakit.

"Yunho, kenapa kau membawa dia?" Tunjuk Nyonya Jung pada Jaejoong. Ia merasa tak enak pada Karam yang saat ini pasti sangat terluka.

"Tentu saja meminta restumu. Lusa kami akan bertunangan" Kata Yunho cukup tegas, sedang Jaejoong hanya menunduk.

Karam mengepalkan tangannya kesal. Ia masih belum bisa terima dengan semua yang Yunho katakan tadi.

"Apa? Bertunangan?"

"Iya, bukankah waktu itu aku sudah mengenalkan Jaejoong padamu"

"Iya, tapi...aku pikir kau bercanda"

"Tidak. Aku serius" Kata Yunho yakin. Jaejoong mengangkat wajahnya, lalu pandangan matanya langsung tertuju pada Karam yang hampir menangis.

"Tapi Karam-"

"Tidak Ahjuma. A-aku sudah tahu" Potong Karam, "Dan aku sudah merelakan Yunho Hyung" Lanjutnya. Ia tersenyum walau agak terpaksa. Yunho tahu itu tapi ia membutakan segalanya.

"Karam.." Nyonya Jung menatap sedih kearah anak dari sahabatnya itu.

'Jadi dia yang bernama Karam?' Tanya Jaejoong dalam hati.

Karam pergi dengan berat hati, mencoba meninggalkan semua yang sangat di impikannya, yaitu bersanding dengan Yunho di pelaminan.

"Lihat! Karena anak ini, Karam jadi pergi" Kata Nyonya Jung sambil menunjuk Jaejoong. Ia sangat kesal sekarang. Karam orang yang ia inginkan jadi menantunya harus merasakan kekecewaan ini.

Ibu dari Yunho itu pergi menyusul Karam yang sudah tak terlihat. "Sudah, Jae. Jangan pikirkan mereka" Kata Yunho cuek. Ia menarik tangan Jaejoong untuk mengikutinya duduk di sofa, tapi langsung di tepis oleh pria itu.

"Kau masih bersikap santai setelah menyakiti orang lain? Kau sungguh tak punya perasaan, Ahjusi!" Kata Jaejoong marah. Ia bisa merasakan sakit hati yang di alami Karam, dan merasa tak tega dengan itu, bagaimana kalau itu terjadi padanya?

Yunho terpaku. Belum pernah melihat wajah Jaejoong setegang itu. Jaejoong pergi dari rumah Yunho tanpa mempedulikan orang yang membawanya kesana.

"Shit!"

.

.

.

"Ahjumma!" Panggil Jaejoong pada Nyonya Jung yang hendak masuk kedalam mobil pribadinya. Nyonya Jung terpaksa menunggu Jaejoong yang berlari kearahnya.

"A-aku minta maaf kalau sudah membuatmu marah, tapi aku tidak bermaksud melakukannya, sungguh. Aku hanya aakh.." Ucapan Jaejoong terputus karena Yunho sudah menarik tangannya. Yunho menatapnya tajam.

"Dengar, Omoni. Dengan atau tanpa persetujuanmu, kami akan tetap bertunangan" Kata Yunho tegas.

Wajah Nyonya Jung mengeras, ia merasa sangat marah pada anaknya itu.

PLAK!

"Kau hanya membuatku malu, Jung Yunho!" Katanya, lalu masuk kedalam mobil dan pergi dari kediamannya. Jaejoong yang terkejut hanya bisa membuka mulutnya.

"Kenapa kau terlalu memaksa, Ahjussi? Kenapa tidak kau terima saja pertunangan itu? Aku yakin Karam orang yang baik" Kata Jaejoong setelah diam beberapa saat. Yunho hanya tertawa kecil.

"Dulu aku pernah berjanji pada seseorang, aku akan menjaga Karam seperti adikku sendiri. Kalau aku menikah dengannya, ketika bertengkar pasti kata pisah keluar dari mulut kami, tapi ketika kami menjadi kakak-adik, perasaan kami bisa terjaga selamanya" Jelas Yunho panjang lebar. Saat berkata itu, Jaejoong yakin melihat kesungguhan di mata Yunho.

"Mi-mianhae. Tapi kau tidak akan melaporkanku pada polisi kan?" Tanya Jaejoong, Yunho hanya bisa tercenung mendengar pertanyaan polos itu. Disaat seperti ini Jaejoong masih menanyakan itu. padahal ia sendiri pun sudah lupa.

.

.

.

Nyonya Jung tiba di rumah Karam, dan langsung di sambut oleh kedua orang tua pria itu. Ia merasa tak enak pada sahabatnya.

"Annyeong..aku ingin bertemu Karam" Kata Nyonya Jung pada orang tua Karam yang memasang wajah datar.

"Aku sudah mendengar semuanya dari Karam" Kata ibu Karam memulai, "Dan aku tidak menyangka Yunho akan melakukan itu"

"A-aku bisa menjelaskan semuanya-"

"Dengar, aku masih menganggapmu sahabatku, tapi kau sudah menyakiti hati anakku" Kali ini ayah Karam yang bicara.

"Kalau kau tidak membawa Yunho untuk anakku, maka semua saham yang ada di perusahaan anakmu akan aku tarik" Ancam ayah Karam. Nyonya Jung hanya menunduk.

.

.

.

Yunho mengantarkan Jaejoong pulang kerumahnya, menepikan mobilnya di dekat rumah Jaejoong.

"Ahjussi, aku masih terpikir kejadian tadi" Jaejoong hampir berkata itu ribuan kali dan Yunho hanya bisa memutar bola matanya.

"Dengar, tidak ada yang salah.." Yunho belum melanjutkan ucapannya tapi ponselnya bergetar.

"Yeoboseyo"

"..."

"MWO?"

Yunho terkejut ketika orang yang meneleponnya mengatakan sesuatu. Jaejoong merasakan ada yang tidak beres.

"A-ahjusi..."

"Kau harus ikut aku"

.

.

.

PLAK

"Kau lihat itu, Jung!" Kata Nyonya Jung "Gara-gara pria jalang itu, kau menghancurkan semuanya" Nyonya Jung menunjuk Jaejoong yang hanya bisa menunduk.

"OMONI!"

"Bahkan kau membentak Omoni seperti itu? Heh"

"Aku tidak suka kau berkata itu pada Jaejoong" Kata Yunho bertambah kesal.

"Lalu apa sebutan untuk pria yang tidur dengan pria lain, lalu memanfaatkan itu karena uang?"

"Mwo?" Yunho dan Jaejoong sama-sama terkejut. Nyonya Jung hanya menyeringai. Ia sudah mencari tahu tentang Jaejoong dan dimana anaknya itu bertemu dengan Jaejoong. Tapi tidak untuk memanfaatkan Yunho.

Jaejoong terdiam mendengar itu, merasa sakit dengan perkataan yang dituduhkan padanya. Yunho melihat Jaejoong yang sudah berkaca-kaca.

"A-aku memang miskin, Ahjumma. Tapi aku punya harga diri. Kau berkata seolah aku sampah" Kata Jaejoong, "Aku pun melakukan ini karena ancaman Ahjusi. Dia akan melaporkanku pada polisi kalau aku tidak mau menjadi tunangannya" Lanjut Jaejoong dengan polosnya. Nyonya Jung hanya bisa tercengung mendengar penuturan Jaejoong, sedang Yunho menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

'Oh God, kau polos atau bodoh, Jae?' Tanya Yunho dalam hati.

Nyonya Jung menatap tajam kearah anaknya, dan Yunho hanya membuang wajahnya menghindari tatapan ibunya yang begitu menakutkan.

"Aku butuh penjelasan, Yunho" Katanya dengan menyeramkan, Yunho hanya bisa pasrah dan tidak bisa lagi berbohong.

.

.

.

.

BRAK PLAK PLOK...

"AMPUUUUNNN..."

"Rasakan ini dasar anak nakal! Bahkan kau memanfaatkan kepolosan anak ini hanya karena keperluanmu?" Tanya Nyonya Jung sambil memukuli Yunho tepat di bagian bokong. Jaejoong yang melihat itu hanya terkikik melihat wajah meringis Yunho.

"OMONIIII!" Yunho memegang tangan ibunya agar berhenti memukulinya.

"Mungkin untuk yang itu aku berbohong, tapi tentang penolakanku terhadap perjodohan itu adalah benar. Aku tidak menyukai Karam, Omoni" Kata Yunho jujur. Nyonya Jung terdiam, ia lalu duduk di kursinya kembali.

"Kau harus mengerti aku, Omoni. Aku sudah dewasa dan aku berhak memilih siapa yang menjadi pasanganku"

"Ahjussi benar Ahjumma, lihat wajahnya yang sudah tua dan aku rasa dia akan memilih yang terbaik" Kata Jaejoong kembali dengan wajah polosnya. Yunho hampir pingsan saat mendengar itu. Ia rasa Jaejoong lebih baik diam daripada terus bicara tentang hal-hal bodoh. Nyonya jung hanya melihat kearah Jaejoong dan ia berfikir sesuatu.

"Jae, apa kau menyukai anakku?" Tanya Nyonya Jung tiba-tiba. Jaejoong tergagap dan melihat kearah Yunho. Ia menunduk, bingung harus mengatakan apa.

"Aku rasa...tidak" Dan Yunho benar-benar akan pingsan saat itu juga. Usia Jaejoong memang jauh di bawanya tapi tidak bisakah anak itu melihat kalau ia bersungguh-sungguh? Memang waktu yang mereka punya sangat singkat tapi dari awal pertemuan mereka yang tidak terduga, Yunho sudah mempunyai perasaan terhadap anak itu dan alasannya bersikeras menolak perjodohan itu juga karena ia ingin Jaejoong yang menjadi tunangannya.

"Aku tidak tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang karena yang aku pikirkan hanya mencari uang untuk makan" Kata Jaejoong, "Tapi tiap Ahjussi menatapku, disini terasa menyenangkan" Lanjut Jaejoong sambil memegang dadanya. Yunho dan Nyonya Jung terdiam. Jaejoong memang benar-benar pria polos.

"Ah kepalaku pusing..." Nyonya Jung memegangi kepalanya dan duduk kembali keatas kursi yang ia duduki sebelumnya.

TBC

Kenapa aku potong endingnya menjadi 2 part, jawabannya karena kepanjangan dan aku hanya ingin melihat respon readers. Kalau kalian ingin ini berlanjut aku akan cepat melanjutkannya, bukan bermaksud memperlambat jalan cerita atau apa tapi aku sedang dalam masa hiatus sekarang ini karena entah bagaimana aku kehilangan keinginan menulisku, dan mungkin untuk part selanjutnya pun akan lama. Aku harap kalian mengerti dan jangan menghakimi ku dengan kata-kata tajam.

Untuk ff yang lain, tunggu aku kembali punya semangat menulis ya gak tahu kapan ^_^