Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: YAOI, AU, OOC, Typo(s), dan hal absurd lainnya.

Pairing: Always NaruSasu

Rated: M for Mature, and Sexual Content

.


You're My Kidnapper

.

By: CrowCakes

.

~Enjoy~


.

.

Konoha Gakuen bukanlah sekolah biasa. Sekolah itu merupakan tempat berkumpulnya kalangan beradab dan orang kaya, dengan gedung besar dan megah yang dikelilingi pagar yang menjulang tinggi, tetapi bukan hanya bangunannya saja yang terkesan elegan, tempat itu juga merupakan sekolah terfavorit dan ternama yang membuat kagum dan bangga orang yang mengecap pendidikan disana.

Semua orang yang berduit sangat cocok bersekolah ditempat terpandang itu, kecuali satu orang—

"Hey Miskin!—" Panggilan seseorang membuat Naruto menoleh takut-takut.

"Uhm—ya?" Jawab Naruto yang berjalan ke arah orang itu.

Salah seorang siswa yang memanggil tadi hanya terkekeh jahat, "—Belikan aku minuman. Cepat!" Perintahnya seraya melemparkan recehan ke lantai.

"Ta—Tapi—aku ada kelas sekarang." Naruto ingin menolak, namun siswa tadi langsung menyiramnya dengan air dari botol minum.

"Kelas?—Orang kutu buku sepertimu masuk kesini hanya karena beasiswa, jangan sok pintar!" Desis siswa tadi, mencemooh. "—Apa kau belum lihat tampang mengemismu itu? Lihat dicermin!" Ucapnya seraya menjentikkan jari kemudian seorang siswi disebelahnya langsung mengeluarkan cermin kecil dan menunjukkannya pada Naruto.

Gadis itu ikut menyeringai, "Lihat dengan jelas, Miskin! Kau itu sangat jelek!"

Mata sapphire Naruto menatap cermin kecil itu. Memandang pantulan dirinya sendiri. Kacamata besar membingkai wajahnya, menutupi ketampanan yang dimilikinya. Rambut pirangnya tersisir rapi dan klimis. Walaupun badannya besar dan atletis, namun hal itu tertutupi dengan seragam kuno yang dipakainya.

Naruto bahkan menyadari bahwa dirinya tidak menarik dan benar-benar buruk rupa.

"Lihat?—" Siswa tadi menjentikkan jarinya kembali, menyuruh sang gadis berhenti memperlihatkan cermin, "Jadi jangan membantah!—Cepat!" Serunya seraya melemparkan botol kosong tadi ke wajah Naruto.

Sedikit terpaksa Naruto mengambil recehan di lantai dan bergegas menuju kantin sekolah. Berharap Kakashi-sensei belum masuk ke dalam kelas. Ia tidak mau terlambat, itu akan membuat nilainya berkurang dan tidak akan mendapatkan beasiswa.

Pleasejangan sampai beasiswa nya dihapus. Doa Naruto dalam hati.

Kaki Naruto melangkah cepat menuju kantin. Berlari melewati lorong koridor dan menyelip beberapa siswa yang terlihat sibuk berjalan santai. Napasnya terengah-engah setelah sampai di tempat tujuan. Sang saphire melihat berkeliling mencari mesin penjual minuman.

Ahitu dia.

Naruto segera beranjak menuju mesin tadi dan mengeluarkan recehan.

DUG!—Benturan dari arah belakang membuat Naruto hilang keseimbangan dan tersungkur ke lantai dengan recehan yang berserakan.

"Ah—maaf—" Suara lembut seseorang membuat Naruto berpaling cepat. Matanya terpaku menatap seorang gadis berambut pink yang tadi sudah menabraknya. Gadis ber'name tag' Sakura itu langsung merubah raut wajahnya saat tahu yang ditabrakanya adalah Naruto

Naruto mengetahui arti kernyitan di wajah gadis itu—tatapan jijik.

"Oh—kau rupanya—" Ucap Sakura malas seraya menyibak rambut indahnya. "—Menyingkir dari jalanku, kau menghalangiku, bodoh!"

Bukannya menjauh, Naruto malah terpaku ditempat. Ia bahkan tidak mendengar kata sumpah serapah gadis itu. Matanya masih menatap Sakura dengan kekaguman yang luar biasa. Bukan hal aneh kalau seluruh siswa di Konoha Gakuen memuja gadis cantik itu. Sakura merupakan cewek terpopuler di sekolah terhormat ini, ditambah lagi, ia merupakan pewaris tunggal salah satu perusahaan ternama di Konoha. Membuatnya semakin digilai banyak cowok.

Akan tetapi, hati Sakura hanya terpaku pada satu orang saja. Yaitu—

"Sakura-chan? Sedang apa kau?" Suara seseorang menginterupsi pemuda pirang itu dari lamunannya. Matanya menengok kesamping dan menemukan sosok pemuda terhormat berambut raven dan berwajah dingin.

"Uchiha Sasuke-kun." Panggil Sakura terlonjak girang. Ia segera menuju kekasihnya dan memeluk lengan pemuda itu erat. "—aku hanya memarahi si miskin ini karena menghalangi jalanku." Adu gadis itu lagi.

Sasuke mengalihkan tatapannya pada Naruto. Matanya hanya menatap tajam tanpa berkomentar, "Jangan membuang waktumu, Sakura-chan. Sebaiknya kita pergi dari sini." Katanya sembari menggandeng Sakura pergi.

Naruto menggertakkan giginya kesal pada Sasuke. Pemuda angkuh keluarga Uchiha itu merupakan 'musuh besar' Naruto. Ia membencinya—benar-benar membencinya. Apalagi mengetahui bahwa Sasuke pacaran dengan gadis pujaannya. Hal itu semakin membuat darah Naruto mendidih.

"Aku akan membuat perhitungan denganmu, Uchiha Sasuke." Desis Naruto pelan dengan seringai licik. "—Kau akan menyesal karena merebut 'Sakura' dariku."

.

.

.

Bel sekolah berdentang keras pada pukul 15.00 sore. Waktunya untuk seluruh siswa Konoha Gakuen pulang ke rumah mewah mereka masing-masing. Kecuali Naruto yang kembali ke apartemen kecilnya yang sempit.

Pemuda pirang itu melangkah gembira memasuki apartemennya. Ia tersenyum sembari berseru girang, "Aku pulang 'Sakura'." Sapanya pada poster dan foto 'Sakura' yang tertempel di tembok seluruh apartemennya.

Stalker dan maniak.

Naruto merupakan 'penggemar rahasia' Sakura. Ia selalu berusaha mengambil waktu luang hanya untuk memotret gadis yang disukainya secara diam-diam. Bahkan botol minuman bekas gadis itu pun menjadi barang berharga nya dan disimpan baik-baik di dalam kotak.

Naruto tergila-gila pada Sakura. Ia mencintainya. Namun dengan keadaanya sekarang, ia tidak mungkin mendapatkan hati maupun cinta gadis itu. Yang bisa dilakukannya hanya menguntit Sakura. Mengaguminya dengan kadar abnormal berlebih, seperti meletakkan surat cinta secara diam-diam, mengendus sepatu gadis itu tanpa ketahuan orang, bahkan sampai mencuri baju dalam Sakura saat cewek itu sedang berganti pakaian di loker siswi sekolah.

"—Bagaimana kabarmu Sakura? Kau merindukanku?" Tanya Naruto seraya tersenyum lembut pada foto Sakura yang berukuran besar dan tertempel di dinding kamarnya.

Naruto melemparkan tasnya ke atas meja kemudian menghempaskan tubuhnya ke ranjang, "Kau tahu Sakura? Suaramu saat menyumpahiku sangat merdu. Aku ingin kau terus menyumpahiku begitu." Ia melemparkan senyuman menawannya ke arah foto gadis itu.

"—Tetapi suara merdumu itu harus terhenti karena ada Sasuke." Naruto bangkit dari ranjang menuju sisi tembok yang tertempel foto Sasuke berukuran kecil, "—Aku benar-benar membenci makhluk menjijikan ini." Desisnya seraya menikam foto Sasuke dengan pisau kesayangannya berkali-kali.

"Aku yakin, Sakura sayang. Kau tidak mencintainya, kau pasti dipaksa untuk menjadi pacarnya." Guman Naruto dengan mata semakin berkilat tajam, "—Tenang saja Sakura sayang, aku akan menghalau pemuda ini dari hidupmu." Naruto berhenti menusuk foto Sasuke. Ia mulai menyeringai lebar.

"Benar—aku akan menyingkirkannya darimu, Sakura-chan." Dan Naruto tertawa keras dengan rencana yang dimiliki otak liciknya.

.

.

.

.

_Konoha Gakuen, Pukul 08.00 Pagi_

.

Kehidupan Naruto berjalan seperti biasa. Ia masuk ke dalam kelas tepat waktu, mengerjakan tugas dari guru dengan benar, mendapat pujian dari kepala sekolah, kemudian di bully oleh seluruh siswa Konoha Gakuen.

Ya—tidak ada perubahan.

Setiap hari, Naruto harus menebalkan kupingnya agar tidak mendengar cemooh dan hinaan yang menghujaminya, bahkan tidak pelak beberapa siswa menghajarnya hanya untuk bersenang-senang.

Naruto muak diperlakukan sebagai sampah. Tetapi hari ini, ia tidak akan melawan biarpun dihajar dan ditendang, sebab pikirannya penuh dengan rencana licik yang akan dilakukannya pada Sasuke.

Naruto lagi-lagi menyeringai dalam diam.

.

.

Pagi itu, Naruto diseret oleh beberapa siswa ke toilet. Salah satu diantaranya termasuk anak pejabat yang dikenal Naruto melalui pemberitaan di televisi.

DUAGH!—Sebuah pukulan dilayangkan oleh seorang siswa ke wajah Naruto. Membuat pemuda itu terpental ke lantai.

"Huh—Dasar sampah!" Ucapnya seraya menginjak kepala Naruto pelan.

Siswa lain tertawa keras, kemudian menarik rambut pirang pemuda itu, "Lihat wajah menyedihkan ini—" Desisnya seraya mengeluarkan lembaran uang, "—Kau butuh kertas-kertas ini, miskin?" Lanjutnya lagi, kemudian melemparkan beberapa uang kertas tadi ke wajah Naruto.

Tawa kembali menggema di toilet itu. Naruto yang tersungkur berusaha menahan gemetar amarahnya. Tangannya terkepal erat, tetapi ia tidak berani melawan.

—Tidak sekarang.

"Sedang apa kalian?" Suara sesorang menginterupsi pem-bully an itu. Mereka menoleh ke arah asal suara dan menemukan sosok Sasuke bersandar angkuh di ambang pintu.

"Sa—Sasuke-sama." Panggil salah seorang siswa gugup. Ia bergerak gelisah, "—kami hanya—"

"Pergi." Potong Sasuke cepat.

"Maaf? Sasuke-sama?" Tanya siswa tadi yang mencoba memperjelas pendengarannya.

Sasuke mendelik gusar, "Apa kau tidak mendengarku? Aku bilang pergi." Desisnya tajam.

Beberapa siswa tadi langsung membungkuk hormat, menuruti perintah Sasuke dengan takut, "Ba—Baik." Sahut mereka berbarengan.

Tepat setelah perintah keluar dari mulut Sasuke. Siswa-siswa tersangka pem-bully an itu segera menjauh dari tempat kejadian. Meninggalkan Sasuke yang mendesah panjang, dan Naruto yang mencoba bangkit dari lantai.

Sang Uchiha melirik Naruto malas, "Cepat kembali ke kelas. Aku tidak ingin melihat orang sepertimu di siksa lagi. Menyakiti mataku saja." Kata pemuda itu tajam.

Naruto hanya diam, ia menyeringai kecil dalam diam ketika mengingat tentang rencananya. Ini kesempatannya untuk menjebak pemuda sombong itu. Ia melancarkan aktingnya dengan berpura-pura lemah dan tidak berdaya, "Bi—bisakah kau mengantarkanku pulang?" Pinta Naruto, memulai aksi kebohongannya.

Sasuke menaikan satu alisnya tinggi, "Apa? Memintaku mengantarkanmu pulang?" Ia mendengus, "—Kau pikir aku siapa? Pembantumu?" Lanjut Sasuke dengan desisan tajam nan angkuh.

Naruto mencoba memutar otak lagi, "Ugh—Sepertinya tanganku patah, dan kepalaku hampir pecah." Pemuda itu mengerang kesakitan secara hiperbola. Membuat Sasuke memutar bola matanya malas.

"Baiklah—baiklah, berhenti bertingkah idiot, akan ku antar, kusuruh supir untuk menyiapkan mob—"

"Jangan!" Naruto memotong perkataan Sasuke cepat. Membuat pemuda onyx itu menghentikan gerakannya untuk menekan nomor telepon di ponselnya.

"Ada apa lagi?" Sasuke melirik tajam. Tidak suka kegiatannya terganggu.

Naruto mengigit bibirnya gugup, "Be—begini, apartemenku dekat, jadi bisakah kau mengantarku dengan berjalan kaki saja?"

"Huh?" Sasuke melipat kedua tangannya di dada, "—Untuk apa aku berjalan kaki kalau bisa diantar dengan mobil?" Pemikiran cerdas pemuda itu sukses membuat Naruto kelabakan.

"Ah—itu—uhm—orang miskin sepertiku tidak terbiasa naik mobil. Nanti mobilmu akan kotor." Bohong Naruto lagi seraya merendahkan harga dirinya.

Sasuke kembali berpikir sejenak, kemudian mengedikkan bahunya, "Terserah kau sajalah." Ucapnya sambil berbalik pergi, "—Cepat! Aku tidak ingin ketinggalan pelajaran selanjutnya."

Naruto mengangguk, ia mengekor Sasuke dibelakang dengan patuh. Lagi-lagi senyuman ganjil tersungging di bibirnya.

Oh Sasuke yang malang, kau terperangkap pada jebakanku. Kekeh Naruto dalam hati.

.

.

Perjalanan ke apartemen Naruto dengan berjalan kaki bukanlah hal yang pintar, sebab tempat tinggal pemuda itu lumayan jauh dan memakan waktu yang lama. Sasuke bahkan sudah hampir pingsan kehabisan tenaga. Kakinya sudah tidak kuat menopang tubuhnya lagi, apalagi harus berlari mengejar Naruto yang memiliki stamina kuda.

"Apakah—hhh—kita sudah sampai?" Tanya Sasuke terengah-engah. Ia menyeka keringat di keningnya.

Naruto yang berada didepannya menoleh pelan, "Uhm—sebentar lagi." Ucapnya seraya menunjuk sebuah bangunan apartemen yang benar-benar butuh renovasi serta perawatan khusus. "—Disana apartemenku." Lanjutnya.

Sasuke membelalakkan matanya, "Kau tinggal di apartemen 'kumuh' begitu?"

"Yup! Benar sekali—ayo." Ajak Naruto yang menarik tangan Sasuke, membawanya menuju kamar apartemennya yang berada paling pojok dan terpencil.

"Apakah tidak ada penghuni lain selain dirimu?" Tanya Sasuke sembari melirik beberapa kamar yang terlihat kosong.

Naruto mengangguk, "Hanya ada aku dan pemilik apartemen, nenek Chiyo. Dia wanita yang baik." Sahut pemuda pirang itu sembari mengambil kunci dari sakunya dan memasukkanya ke lubang pintu.

"—Masuklah." Ajak Naruto lagi yang sudah melangkah masuk ke dalam apartemennya dengan Sasuke yang mengikutinya di belakang.

Baru selangkah memasuki kamar itu, mata Sasuke sudah menangkap pemandangan ganjil.

Foto Sakura beberapa ukuran tertempel di seluruh dinding apartemen itu. Tidak menyisakan ruang sedikitpun untuk benda lain disana.

Sasuke membeku ditempat.

"A—apa maksud semua ini?" Tanya Sasuke yang mulai mencium ada ketidak beresan dari Naruto.

Pemuda pirang dihadapannya tidak berbalik menatap Sasuke, ia hanya mendesis pelan, "Oh Sasuke—" Ucapnya penuh dengan nada serak yang mengancam. Naruto berbalik perlahan sembari merentangkan kedua tangannya lebar, "—selamat datang di kerajaanku!" Serunya dengan seringai lebar dan mata biru yang berkilat tajam.

Sasuke meneguk ludahnya panik. Matanya menatap ngeri saat Naruto mengambil tongkat baseball yang berada di sebelahnya.

Pemuda pirang itu kembali mendesis, "Terima kasih sudah datang ke kediaman megahku, Tuan Uchiha." Sapanya dengan suara serak dan dalam. Tongkat tadi di angkat tinggi-tinggi kemudian diayunkan cepat menuju sisi kiri kepala Sasuke.

DUAGH!—Hantaman keras di pelipisnya merupakan hal terakhir yang diingat Sasuke selain kekeh seram Naruto.

Sasuke menyesal—seharusnya ia tidak pernah menolong si idiot itu.

—Sial!

.

.

.

Ditempat lain, tepatnya di kelas, Sakura terlihat duduk gelisah sambil meremas tangannya. Pikirannya berkecamuk bingung saat mengetahui bahwa Sasuke tidak kembali dari toilet sejak jam pelajaran pertama.

Kemana dia?

Apakah Sasuke sakit dan memutuskan untuk pulang?

Sakura benar-benar dibuat bingung sekarang. Namun rasa penasaran gadis itu hilang saat sekelompok siswa lewat di depan kelasnya sembari membicarakan Sasuke.

"Oh God—aku kaget saat Sasuke-sama muncul di depan toilet." Ucap salah seorang siswa.

"Ya—padahal kita sedang 'bersenang-senang' bocah miskin itu."

"Mau bagaimana lagi, kita tidak bisa melawan Sasuke-sama. Ia dari keluarga Uchiha, konglomerat terkaya di Konoha, bahkan katanya, keluarga Uchiha merupakan donatur terbesar di Konoha Gakuen." Terang siswa lain seraya menggerutu kesal.

Sakura yang mendengar hal itu, langsung beranjak menuju gerombolan tadi, "Uhm—permisi, apa kalian melihat Sasuke-kun?"

Yang ditanya langsung terlonjak kaget, tidak menyangka dapat berbicara dengan primadona sekolah, "Ah—Uhmm—Terakhir kali kami melihat Sasuke-sama, dia berada di toilet." Ucap salah satu dari mereka.

"Benar—Sasuke-sama menyuruh kami pergi, dan setelah itu, kami tidak tahu lagi dia kemana." Sela siswa lain yang ikut menginterupsi pembicaraan itu.

Sakura terlihat berpikir sebentar, "Begitukah?—Baiklah, terima kasih." Ucap gadis itu seraya melempar senyum manisnya. Membuat gerombolan tadi terhipnotis sesaat dengan kecantikan Sakura.

Mungkin Sasuke-san berada disuatu tempat, atau mungkin sudah pulang? Wellaku harap Sasuke-kun baik-baik saja. Kata Sakura dalam hati, sembari kembali duduk dibangku kelasnya.

.

.

.

"Ughh—" Suara erangan pelan terdengar dari bibir Sasuke. Matanya mengerjap perlahan, mencoba menyadarkan penglihatannya kembali setelah dihantam oleh Naruto tepat dikepala.

Onyx nya melirik ke sekeliling dengan waspada. Sebuah kamar sempit dengan lemari dan ranjang kecil yang berada dipojok ruangan menjadi hal pertama yang dilihatnya. Kemudian matanya beralih menatap cat dinding usang yang terkelupas, ditutupi oleh beberapa lembar foto Sakura dengan beberapa ukuran serta pose. Ada yang sedang tertawa, cemberut, sedih, berteriak marah dan segala macam ekspresi lainnya. Sasuke tidak terlalu peduli, ia memilih menatap dirinya sendiri. Sekarang tubuhnya duduk terikat di kursi kayu dengan tali tambang yang melilit kaki serta tangannya.

Otak Sasuke berpikir keras untuk memahami kondisinya sekarang.

—Penculikan?

—Penyekapan?

Pemuda Uchiha itu yakin dengan kesimpulannya sekarang. Ia sedang diculik dan disekap oleh Naruto setelah mengelabuinya dengan jebakan licik. Tetapi apa yang direncakan pemuda pirang itu?—Uang?

Dilihat dari keadaan Naruto sekarang, Sasuke bisa membaca gerak-gerik pemuda itu bahwa ia menculik dirinya hanya untuk sejumlah uang.

"Sudah bangun, pangeran?" Panggilan sarkasme Naruto membuat telinga Sasuke menegak. Ia menoleh ke ambang pintu dan melihat pemuda pirang itu bersender dengan malas disana.

Sasuke menggeram, "Apa maumu, Idiot!"

Naruto mendengus pelan, ia berjalan menuju ke arah Sasuke dan berdiri dengan angkuh didepannya, "Kau pasti bisa menebak apa mauku, Teme." Ucapnya sinis.

Onyx Sasuke melirik tajam, "Kau ingin uang, kan?" Sahut pemuda itu.

Naruto menaikkan satu alisnya, heran, "Kau—apa?"

Sasuke terkekeh sebentar sebelum mendelik pemuda dihadapannya, tajam, "Orang sepertimu pasti memikirkan uang. Katakan berapa jumlahnya, orangtuaku akan membayar—"

DUAGH!—Sebuah bogem mentah dihadiahi Naruto ke wajah angkuh pemuda manja itu.

"Ugh—" Sasuke meringis sebentar karena rasa sakit dipipi nya sebelum meraung marah, "—APA YANG KAU LAKUKAN, IDIOT!"

Naruto menarik kerah Sasuke kemudian kembali mendesis, "Jangan memandangku rendah, Teme. Aku ingin sesuatu lain." Ucapnya dengan berbisik pelan.

Sasuke menautkan alisnya, penasaran, "—Kau—ingin sesuatu yang lain?" Tanya nya seraya meludah cairan merah yang asin dari bibirnya.

Naruto mundur teratur sambil melipat kedua tangannya, ia menyeringai, "Aku ingin kau pergi dari kehidupan Sakura." Ucap pemuda itu akhirnya.

Sasuke membelalakkan kaget, "A—apa?—Apa maksudmu?"

"Kenapa kau bertanya lagi? Aku sudah mengatakan dengan jelas." Balas Naruto seraya mengelus lembut foto Sakura yang tertempel di dinding, "—Lihat senyum manisnya, begitu polos dan lugu." Ia berbalik menatap Sasuke lagi dengan geram, "—TAPI KAU MENGHANCURKANNYA!—KAU MEMAKSA SAKURA UNTUK MENJADI PACARMU, BRENGSEK!"

Sasuke tak kalah geramnya dengan Naruto, ia mengertak giginya murka, "KAU BODOH, DOBE!—KAU IDIOT!—DIA YANG MENYATAKAN CINTA PADAKU!"

"DIAM!" Naruto meraung marah. Pukulan telak kembali mengenai rahang Sasuke hingga ia terjatuh ke lantai. "—Kau. Memuakkan. Uchiha Sasuke." Desis pemuda pirang itu sembari menginjak kepala Sasuke pelan.

Di bawah kaki Naruto, pemuda onyx itu terbatuk darah sembari mengerjapkan matanya yang mulai kabur. Mungkin karena pukulan yang dilayangkan Naruto, membuat kepala Sasuke nyeri dan penglihatanya tidak fokus lagi.

"Ghohk—Kau akan menyesal, Idiot—ghok—" Desis pemuda onyx itu sembari mencoba bernapas normal. Rasa sakit dikepalanya membuat jantung pemuda itu berdetak cepat.

Naruto mendengus kecil, "Kau bilang apa, brengsek?" Ia melayangkan tendangannya ke sisi kepala Sasuke dengan suara -DUAGH!- keras, membuat pemuda itu meraung kesakitan untuk ekdua kalinya.

"—Dengar—" Naruto mencengkram surai hitam Sasuke, "—Aku tidak akan menyesal. Aku akan menyingkirkanmu dan mendapatkan Sakura." Tepat setelah ucapannya, Naruto kembali membenturkan kepala Sasuke ke lantai.

Pemuda onyx itu mengerang tertahan, matanya mulai mengabur lagi. Tetapi ia mencoba menatap Naruto yang berdiri di ambang pintu dengan seringai kejam.

"Aku akan kembali ke sekolah." Ucap Naruto seraya berbalik, "—Aku harap kau menungguku disini layaknya anjing yang pintar, oke?" Lanjutnya dengan tawa licik.

Sasuke hanya terdiam menatap kepergian pemuda pirang itu, ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi rasa sakit membuatnya mengerang perlahan. Cairan merah hasil dari benturan di kepalanya itu menetes perlahan ke lantai.

—Darah.

Otaknya berusaha tetap sadar namun matanya tidak bisa diajak bekerjasama. Selanjutnya yang dia tahu, warna hitam mulai mendominasi penglihatannya.

.

—Sasuke pingsan.

.

.

.

_Konoha Gakuen, pukul 11.00 Pagi_

.

Naruto sudah kembali ke sekolah dengan tenang. Ia bahkan mencatat pelajaran Kurenai-sensei dengan penuh semangat. Sesekali matanya mencuri lirik ke arah Sakura yang berada dua meja di depannya. Mengagumi gadis itu dengan sepenuh hatinya. Naruto bahkan menajamkan pendengarannya hanya untuk mencuri dengar pembicaraan Sakura dan Ino.

"Kau yakin Sasuke belum kembali?" Tanya gadis pirang itu seraya merapikan poninya.

Sakura mengangguk gelisah, "—Aku sudah mencarinya sejak tadi pagi. Dan Sasuke-kun tidak kelihatan sama sekali." Ucapnya lirih.

Ino mencoba menghibur gadis pink itu, "Tenanglah, mungkin dia sedang tidak enak badan dan memilih untuk pulang duluan."

"Aku harap juga begitu." Jawab Sakura lagi.

.

Naruto yang berada di belakang mereka hanya menyeringai dalam diam, "Oh tenang saja, Sakura-chan. Aku sudah menyingkirkan Sasuke agar tidak mengganggumu lagi." Bisiknya dengan kekeh kecil.

"Apa yang kau tertawakan, idiot." Suara seorang siswa mengalihkan perhatian Naruto. Pemuda pirang itu menoleh ke samping dan menemukan siswa sombong lain yang menatapnya tajam. Naruto menggeleng cepat.

"Ti—tidak ada." Ucapnya takut.

"HEH!—Kau pikir aku tidak tahu?" Siswa tadi memukul kepala Naruto dengan buku yang tebal, "—Kau menatap Sakura-san sejak tadi. Kau menjijikan!" Ucapnya sinis.

"Ti—tidak, aku tidak menatapnya." Bohong Naruto mencoba membela diri.

Siswa tadi mendengus kecil, bangkit dari duduknya kemudian menendang tubuh Naruto hingga tersungkur ke lantai dengan suara -BRUAGH- yang nyaring. Membuat seluruh pasang mata di kelas menatap kejadian itu dengan tertarik, tidak terkecuali Sakura dan Ino yang langsung menoleh cepat ke arah Naruto yang sedang dihajar.

"Apa yang sedang mereka lakukan?" Tanya Ino seraya memandang heran. Sakura memutar bola matanya malas.

"Seperti biasa. Mem-bully Naruto. Well—aku tidak peduli." Sahut Sakura lagi.

Ino hanya mengangguk paham, matanya tidak berkedip melihat Naruto yang meringkuk di lantai seraya menutupi kepalanya agar tidak terkena pukulan. Sesekali suara erangan sakit terdengar dari pemuda pirang itu.

"Aku jadi kasihan." Ucap Ino pelan.

Sakura melirik sahabatnya itu dengan pandangan, Oh Godare you serious?

Ino yang mengerti tatapan Sakura hanya mendelik galak pada gadis pink itu, "Kenapa?Tidak boleh kalau aku merasa kasihan padanya?"

Sakura mendengus sebal, "Terserah kau sajalah." Ucapnya acuh.

"Kenapa sih kau benci sekali pada Naruto?" Tanya Ino sedikit penasaran.

"Aku tidak benci" Bantah Sakura, "—Aku hanya malas berurusan dengannya. Cukup Sasuke-kun saja yang ada di otakku." Lanjutnya sambil tertawa cekikan. Ino ikut tertawa kecil sembari meninju pelan pundak sahabatnya itu.

.

Naruto yang masih dipukuli di lantai melirik tajam ke arah Sakura, telinganya terus mendengar ucapan gadis itu yang menyanjung Sasuke terus menerus.

Kenapa selalu Sasuke?

Kenapa bukan dirinya

Dia membenci Sasuke.

.

Benar-benar membencinya.

.

.

.

.

Sasuke mengerang perlahan saat kesadarannya mulai kembali. Ia mencoba mengerjapkan matanya perlahan. Hal yang pertama dilihatnya adalah lantai berdebu tempat tubuhnya berada. Sasuke menebak kalau dirinya pingsan beberapa jam yang lalu.

Onyx nya berkeliling menatap ruangan, tidak ada jam sama sekali, bahkan jendela pun tertutup rapat dengan papan kayu dan jeruji solid, membuatnya tidak tahu keadaan diluar sana.

Sasuke mencoba bangkit, tetapi kaki dan tangannya yang terikat dikursi membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk menggerakkan satu jari pun rasanya sulit sekali.

Sialsi bodoh itu mengikatku terlalu kuat. Batin Sasuke dalam hati.

Pemuda onyx itu mencoba meronta sekuat tenaganya.

Nihil!—tubuhnya masih nyeri dan kepalanya pusing. Ia sama sekali tidak punya kekuatan untuk bergerak.

.

"Sudah bangun, Teme?" Suara Naruto membuat Sasuke menoleh cepat. Pemuda pirang itu berdiri sombong di ambang pintu.

Sasuke menggeram, "LEPASKAN AKU, IDIOT!"

"Melepaskanmu?" Naruto terkekeh sebentar, "—jangan bercanda brengsek, mana mungkin aku melakukan hal itu." Sambungnya lagi.

Sasuke berdecak kesal, matanya berkilat tajam. Ingin rasanya ia menghajar wajah pemuda bodoh itu yang sudah babak belur.

Tunggu—wajah Naruto babak belur? Apa dia di bully lagi?

"Kenapa dengan wajahmu?" Tanya Sasuke sedikit penasaran.

"Hmm? Wajahku?" Naruto menyentuh sela bibirnya yang sedikit robek dan pipinya yang membiru, "Ah—para pembantumu menghajarku."

"Pembantuku?" Sasuke mengerutkan alisnya bingung.

Naruto mendengus kecil, "Heh!—jangan berlagak bodoh, seluruh siswa di Konoha Gakuen adalah pesuruhmu, pembantumu, pelayanmu dan sejenis penjilat lainnya."

"Mereka bukan pembantuku!"

"Teman mu?—" Ralat Naruto malas.

Sasuke menggeram, "MEREKA BUKAN TEMANKU JUGA!"

"Well—aku tidak peduli. Yang kupedulikan hanyalah Sakura-chan seorang." Ucap Naruto seraya beranjak menuju tembok yang ditempeli foto-foto gadis pink itu. Mengelusnya dengan lembut.

Sasuke menatapnya jijik, "Kau—memuakkan."

Naruto menoleh cepat dengan mata berkilat tajam, "Oh pangeran, kau benar-benar membuatku kesal." Desisnya sinis. Pemuda pirang itu beranjak perlahan menuju Sasuke kemudian menginjak kepalanya dengan keras, membuat Sasuke merintih kesakitan.

"Jadi—apa yang akan kau katakan sekarang? Masih mencoba berperan sebagai pangeran angkuh?" Ucap Naruto seraya menyeringai kejam.

Sasuke meringis pelan, kemudian melempar death glare nya, "Cuih—kau benar-benar menjijikan." Balasnya seraya meludah ke sepatu Naruto.

Sang Uzumaki menggertakkan giginya murka, "Sepertinya kau memang harus diberi pelajaran, Tuan Uchiha." Ia melepaskan tali yang mengikat tubuh pemuda onyx itu kemudian menyeretnya ke atas kasur.

"A—Apa yang ingin kau lakukan?!" Seru Sasuke panik, saat menyadari tubuhnya ditindihi oleh Naruto.

Pemuda pirang itu melepas kemeja dan kacamatanya, memperlihatkan ototnya yang atletis, dengan tubuh erotis berbalut kulit tan menawan dan mata sebiru ocean blue.

Sasuke terpaku sesaat menatap si 'kutu buku' di hadapannya berubah menjadi pangeran yang tampan melebihi dirinya. Tetapi bukan itu saja yang membuat Sasuke terpana, melainkan rambut Naruto yang tadinya tersisir klimis, kini diacak sembarang, membuat surai blonde itu berantakan. Memperlihatkan kesan yang agresive dan berandalan.

Naruto menahan pundak Sasuke, ia menyeringai sambil menjilat bibirnya, "Kita akan lihat seberapa manly nya dirimu, Uchiha."

"A—Apa?!" Belum sempat Sasuke terkejut dengan ucapan Naruto tadi. Sepasang tangan pemuda pirang itu sudah menyambar kemeja Sasuke dan merobeknya paksa. Mempertontonkan tubuhnya yang putih polos tanpa cela.

Naruto kembali menyeringai, "WellWell—Aku tidak menyangka tubuh seorang pangeran akan semulus ini. Aku jadi meragukan kejantananmu, Uchiha Sasuke."

"DIAM, IDIOT!—LEPASKAN AKU!" Sasuke kembali berontak, ia menggerakkan kakinya untuk menendang Naruto.

Percuma!—Naruto memegangi kaki Sasuke kemudian berusaha menarik celana pemuda onyx itu dengan kasar.

"LEPASKAN AKU, BRENGSEK!"—DUAGH!—Sasuke meninju pipi kanan Naruto. Membuat pemuda pirang itu membeku sesaat. Ia menoleh pelan ke arah Sasuke seraya menggertakkan giginya murka.

Oh Shit!—Sasuke membuat Naruto marah.

"Kau. Brengsek." Tepat setelah ucapannya itu, Naruto langsung menampar pipi Sasuke keras, kemudian menjambak rambut hitam pemuda itu dengan kasar.

"Ughh—" Sasuke merintih kesakitan saat cengkraman Naruto di surainya semakin erat. "—Sa—Sakit." Ucapnya pelan.

Naruto mendengus kemudian melepaskan cengkramannya, tangannya kembali bergerak untuk melepaskan celana Sasuke.

"Apa yang ingin kau lakukan?" Tanya Sasuke ngeri saat melihat Naruto mencoba melebarkan pahanya. Membuat bagian bawah tubuhnya terekspos sempurna.

Naruto menyeringai, "Kau masih bertanya apa yang ku lakukan padamu?" Ia mulai mendengus pelan, "—Tentu saja memperkosamu, Teme."

"A—Apa?!—JANGAN GILA, IDIOT!" Teriak Sasuke seraya kembali berontak.

"Yeah—aku gila. Dan aku ingin membuatmu gila juga." Desis Naruto lagi.

"HENTI—ARGHH!" Sasuke berteriak keras saat jari tengah Naruto memaksa masuk ke lubang analnya. Terlalu tiba-tiba dan kering. Membuat napasnya terhenti mendadak dengan mata yang terbelalak.

Naruto menyeringai, "WellWell—sepertinya aku mendengar suara desahan dari mulutmu." Ucapnya sinis.

Sasuke men-death glare Naruto tajam, Ia menggigit bibirnya keras, mencoba menahan rasa sakit di bawah tubuhnya itu.

God!—rasanya tubuh Sasuke dibelah menjadi dua bagian. Dirobek paksa. Tercabik-cabik dengan aib yang memalukan.

"StStop—ghhhk—" Sasuke mencoba mendorong dada Naruto sekuat tenaganya. Tetapi hasilnya nihil. Pemuda onyx itu yakin kalau otot Naruto benar-benar terbuat dari baja. Tidak bisa didorong bahkan untuk satu inchi saja.

Bagaimana mungkin seorang kutu buku seperti Naruto memiliki otot six pack dan tenaga sebesar kuda? GodIni tidak adil! Sasuke juga ingin memiliki bisep seperti pemuda pirang itu, bukannya kulit putih mulus layaknya boneka.

Naruto mendengus lagi, ia menghirup wangi leher Sasuke, "Ah—aku bisa membayangkan Sakura mencium lehermu. Aku benar-benar iri." Ia memutar jari tengahnya di dalam rektum Sasuke. Membuat pemuda raven itu sedikit terlonjak dengan gerakan tiba-tiba tadi.

"AGHHK!—STOP!—hgghh!" Sasuke mengerang keras. Tubuhnya gemetaran.

Naruto terkekeh, ia menikmati melihat wajah tersiksa pemuda onyx itu, "Oh god—sekarang kau berteriak layaknya cewek. Memalukan." Sinisnya lagi.

Sasuke menggeram kesal, matanya berkilat tajam, kemudian—

DUAGH!

Sebuah tendangan tepat di perut Naruto, membuat pemuda pirang itu terjungkal dari ranjang dan terjatuh ke lantai dengan suara -BRUK!- keras.

Sasuke yang melihat kesempatan untuk kabur langsung berlari menuju pintu, keluar dari kamar.

Naruto yang kaget berusaha berteriak keras, "KEMBALI, BRENGSEK!" Namun teriakannya tidak di pedulikan Sasuke. Pemuda onyx itu terus berlari menuju pintu depan. Ia ingin keluar.

Aku harus kabur!HARUS!—Ucap Sasuke dalam hati. Tangannya segera menggapai kenop pintu depan, kemudian memutarnya dengan panik.

Cklek!Cklek!—Pintu depan terkunci.

Oh No!

.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu kabur begitu saja?" Desisan Naruto dari arah belakang membuat Sasuke berpaling cepat. Jantungnya memompa dengan brutal. Wajahnya pucat dengan keringat yang bercucuran.

"Ja—Jangan—" Sasuke memohon dengan suara terbata-bata. Ia menekankan punggungnya ke pintu depan. Berharap bidang datar itu menelan tubuhnya hingga bisa berpindah ke sisi luar apartemen.

Tetapi tidak!—Yang dirasakan olehnya hanyalah rasa beku dan dingin dari pintu yang menempel di kulit punggungnya.

Naruto berjalan ke arahnya dengan perlahan, tangan kanannya menggapai sebuah patung kayu seukuran 30 centi dia atas meja. "Kau. Membuatku. Marah." Desisnya lagi.

Belum sempat Sasuke mengeluarkan suara, sebuah pukulan telak langsung meluncur cepat ke sisi keningnya. Tubuhnya terjatuh keras di lantai dengan darah yang mulai menetes.

"Na—Naru—" Sasuke memanggil lirih sembari menatap sang tersangka pemukulan itu.

Naruto mendengus lalu melempar patung yang terkena cipratan darah tadi ke lantai. "Jangan melakukan hal yang tidak berguna, brengsek." Katanya dengan kalimat yang penuh penekanan.

Ia mencengkram lengan Sasuke dan menyeretnya kembali ke dalam kamar.

Melempar tubuh ramping itu di atas kasur. Kemudian menindihinya dengan cepat. Ia kembali membuka paha Sasuke dengan paksa. Meremas penis pemuda onyx itu kuat.

"AGH!—SAKIT!—" Sasuke berontak lagi. Terlebih lagi saat rasa nyeri menjalar di bagian selangkangannya itu.

"Heh—suara rintihanmu bagus juga." Naruto menyeringai sembari mengeluarkan batang kejantannya yang menegak dan mendekatkan ke mulut Sasuke.

"—Jilat." Perintahnya. Sasuke mendelik galak, namun Naruto hanya terkekeh kecil, "—Jangan berani menggigitnya atau kau akan tahu akibatnya."

Tidak bisa menolak, Sasuke terpaksa membuka mulutnya perlahan, ia mengernyit sejenak ketika rasa getir menyentuh lidahnya. Pre-cum Naruto.

"Good boy—" Naruto mengelus perlahan surai hitam pemuda onyx itu, ia mencengkram rambut Sasuke secara tiba-tiba dan memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulut sang Uchiha.

Mata Sasuke terbelalak lebar saat serangan kejutan itu datang tiba-tiba, membuatnya hampir tersedak, "Ghmmph!—Hmphhh!—"

Naruto menjilat bibirnya senang, ia terus memompa sodokannya ke mulut Sasuke dengan cepat dan dalam, "Ahkk!—shit!—Aghh—nikmat." Racaunya sambil tetap mempertahankan genjotannya di mulut pemuda onyx itu.

Rasa mual kembali menjalar di lambung Sasuke, apalagi harus merasakan pre-cum pemuda itu di kerongkongannya. Tangan Sasuke menggapai-gapai panik saat mulutnya terus dipompa tanpa henti. Ia menyentuh perut Naruto dan mencakarnya kuat, membuat empat garis vertikal di perut six pack itu.

"ARGH!—" Rasa sakit membuat Naruto melepaskan penisnya dari mulut Sasuke dengan cepat. Mata birunya melirik ke luka yang ditinggalkan pemuda onyx itu. Cakaran yang membuat luka perutnya meneteskan darah.

Sasuke menyeka bibirnya. Tubuhnya mundur perlahan ke tembok saat melihat kilatan tajam mata Naruto.

Oh Tidak!—Ia membuat pemuda pirang itu murka dengan cakarannya.

"Na—Naruto—"

PLAK!—Tamparan melandas dengan cepat ke pipi Sasuke sebelum pemuda itu sempat bicara lagi. Ia terjatuh ke kasur sambil memegangi pipinya yang sakit.

Naruto yang baru saja menamparnya hanya mendesis dingin, "Berani. Sekali. Kau. Menyakitiku."

Sasuke menoleh cepat dengan tatapan ketakutan, terlebih lagi saat Naruto menjambak rambutnya kuat, "Arghh—Sakit!—Aghh—" Ia berusaha mendorong tangan Naruto dari surai hitamnya. Tetapi cengkraman Naruto semakin erat, selanjutnya yang dia tahu, kepalanya dilempar ke tembok terdekat dengan suara -DUGH!- keras. Lagi-lagi rasa pusing mulai menggoncang otaknya. Sasuke yakin ia akan pingsan sebentar lagi.

Naruto mendengus perlahan saat melihat Sasuke yang terengah-engah menahan sakit. Pemuda pirang itu kembali menarik kaki Sasuke dan melebarkannya.

"Please—" Rintihan Sasuke terdengar lemah, "—Jangan—hhh—perkosa aku." Pintanya lagi.

Ah—terlambat. Naruto terlanjur membenci pemuda onyx itu. Dia ingin menghancurkan Sasuke hingga pemuda itu menjadi gila dan hilang akal. Tidak ada jalan kembali. Naruto benar-benar ingin membuat Sasuke menyesal dilahirkan di dunia.

"—Please, Naruto." Sasuke kembali memohon dengan sisa tenaga yang ada. Mencoba mengais simpati dari Naruto. Ia sudah lelah, terlebih lagi pandangannya mulai tidak fokus. Darah yang menetes dari keningnya membuat matanya sakit. Perih.

Naruto hanya diam, tidak membalas ucapan Sasuke. Tangannya kembali mengelus lingkaran anus pemuda onyx itu, kemudian menusukkan kembali jari tengahnya ke dalam sana.

Jeritan tertahan keluar dari mulut Sasuke. Pahanya bergetar hebat saat Naruto menggerakkan jarinya di dalam lubang analnya.

Sasuke lagi-lagi berusaha berontak, mencoba mendorong dan menggapai tubuh Naruto.

"—Naruto—hhh—jangan—" Sasuke kembali memohon. Tetapi pemuda pirang itu berpura-pura tidak mendengar dan malah menambah satu jari lagi untuk masuk ke lubang Sasuke.

"ARGHH!—" Sasuke berteriak sakit, tubuhnya mengejang hebat saat dua jari Naruto menari-nari di dalam tubuh bagian bawahnya. Menyentuh dinding rektumnya, menggesek cepat, dan menekan tepat di bagian prostatnya.

Otak Sasuke tidak bisa berpikir jernih lagi. Rasa nikmat itu membuat penisnya menegak. Apalagi saat Naruto menekan prostatnya kuat, batang kemaluannya terpompa tegang dan berdiri dengan cepat.

PLAK!—Sebuah tamparan di kemaluan Sasuke, membuat pemuda itu berteriak kesakitan.

Naruto mendesis, "Siapa yang menyuruhmu untuk 'menegak' seperti ini, Heh?!"

"Na—Naru—"—PLAK!—Belum sempat ia membela diri, tamparan lagi-lagi melandas dengan cepat ke organ vitalnya. Membuatnya terhenyak kaget dan tidak bisa bernapas untuk sesaat karena rasa sakit yang berlebih.

"Siapa yang menyuruhmu berbicara, Dasar brengsek!" Ucap Naruto kasar sembari menyodokkan dua jarinya ke lubang Sasuke dengan cepat dan keras. Membuat pemuda onyx itu tersentak sesaat.

"AGH!—Aghkk!—" Tubuh Sasuke bergetar hebat. Suara becek dari arah lubang rektumnya mendominasi suasana sunyi dikamar itu selain lenguhannya. Detik selanjutnya, Naruto menarik keluar jarinya dari anus pemuda itu dengan suara -plop- kecil.

Naruto menyeringai, "Sekarang, kita akan memulai permainan yang sebenarnya, Pangeran." Desisnya dengan kekeh seram.

.

.

.

_Konoha Gakuen, pukul 15.00 Sore_

Bukan hal yang aneh kalau saat itu Konoha Gakuen terlihat kosong. Karena pada jam itu, seluruh siswa sudah kembali ke rumah masing-masing dengan supir pribadi mereka. Hanya segelintir siswa saja yang masih betah berada di sekolah, entah karena tugas laporan maupun jemputan pribadi belum datang.

Seperti sekarang, Sakura terlihat berdiri malas di gerbang sekolah menunggu jemputannya. Ia berkali-kali mengecek jam tangannya, dan mobil hitam miliknya masih tidak terlihat.

Sial, lain kali Sakura akan mengadu kan supirnya itu pada ayahnya, biar dipecat saja.

Mata hijau nya mencoba melirik ke sisi jalan, berharap jemputannya tiba dan dia bebas mengomel serta membentak supirnya itu. Tetapi bukan mobil nya yang terlihat, malah sebuah ferrari mahal berwarna merah yang berhenti tepat didepannya.

Sakura bengong sesaat.

Kaca hitam mobil itu turun perlahan, memperlihatkan sosok pemuda tampan yang sedang menyetir mobil mewah itu.

Sepasang mata onyx dari dalam mobil memandang gadis pink itu dingin, "Kau—melihat Sasuke?" Tanya si pemilik mobil.

"Ha?" Otak Sakura loading sesaat.

Pria yang mengendarai ferrari tadi keluar perlahan dari mobil dan bergerak menuju Sakura, "Kataku—apa kau melihat Sasuke?"

Seperti tersadar dari lamunannya, Sakura langsung tersentak perlahan, "Ah—uhhm—Sasuke-kun ya?" Ia menggaruk rambut pink nya sebelum menjawab, "—sejak tadi pagi Sasuke-kun tidak terlihat."

"Begitu?" Pria itu terlihat berpikir sebentar.

"Ano—maaf—anda siapa ya?" Tanya Sakura berusaha sopan.

Pria tadi beralih pada Sakura kemudian tersenyum tipis, "Uchiha Itachi—kakak dari Sasuke."

Sakura terlonjak kaget, kemudian membungkuk hormat, "Ma—maaf, Itachi-niisan, aku tidak tahu kalau Itachi-niisan adalah kakak Sasuke-kun." Katanya lagi.

Itachi membalas dengan anggukan perlahan, "Tidak apa-apa. Dan lagi, sebaiknya aku pergi dulu. Mungkin saja Sasuke sudah pulang duluan dan tidak perlu kujemput." Ucapnya seraya membuka pintu mobil. Sebelum masuk, Itachi melirik gadis pink itu lagi, "—mau ku antar sekalian?" Tawarnya.

Sakura menggeleng cepat, mencoba menolak halus, "Ti—tidak perlu. Jemputanku akan tiba sebentar lagi." Balasnya seraya melempar senyum manis.

Itachi hanya ber'Hn' saja, kemudian masuk ke dalam mobil, dan bergerak menjauh.

Sakura menatap kepergian ferrari itu dalam diam, ia bergumam pelan, "Hmm—lencana polisi di jacket milik Itachi-niisan. apakah dia seorang polisi?" Manik hijaunya tiba-tiba berbinar cerah, "—Astaga, keren sekali kalau ada polisi se-tampan Itachi-niisan."

.

.

.

Di tempat lain, Sasuke masih mencoba mempertahankan dirinya dari Naruto. Ia mencoba mendorong, menghajar bahkan menendang tubuh tan dihadapannya itu. Tetapi setiap serangan yang dilakukannya tidak berarti kalau berhadapan dengan kekuatan pemuda pirang itu.

Sasuke bahkan heran, bagaimana orang sekuat Naruto tidak melawan saat di-bully orang? Dia bisa saja melempar musuhnya dengan mudah. Tetapi kenapa malah menerima perlakuan kasar dan pukulan dari siswa lain?

"Kenapa?" Sebuah kalimat tanya terlontar dari bibir Sasuke ditengah-tengah pergulatan mereka.

Naruto menaikkan alisnya bingung, "Hn? Apa maksudmu dengan 'kenapa' itu?"

"Kenapa kau tidak membalas orang yang mem-bully mu? Kau bisa menghajar mereka dengan mudah."

Naruto menghentikan gerakannya, mata birunya menatap dingin ke arah Sasuke, "—kemudian beasiswa ku akan dihapus, begitu? Tidak—aku tidak bisa menghajar anak pejabat manja seperti mereka. Orang miskin sepertiku akan mudah tersingkir jika melakukan hal yang melanggar peraturan sekolah seperti itu." Ucap Naruto penuh dengan nada sarkasme.

"Makanya kau membenciku?" Tanya Sasuke lagi.

Naruto terdiam, kemudian ia mendecih pelan, "—Aku membencimu bukan karena kau orang kaya, melainkan karena kau pacaran dengan Sakura-chan."

"Hanya itu?"

Naruto menautkan alisnya kesal, "Apa maksudmu dengan 'hanya itu'?!—Kau membuatku muak, Teme!" Ia lagi-lagi melebarkan paha Sasuke dan mendekatkan penisnya ke lubang anus pemuda onyx itu.

Kedutan dari bagian bawah tubuh Sasuke membuat Naruto menjilat bibirnya, "Aku ingin melihat, cowok yang diakui terhebat di Konoha Gakuen, menjadi seorang 'pelacur' dihadapanku." Ujarnya.

Sasuke mendelik tajam, "JANGAN KURANG AJAR, DOBE!"

Naruto terkekeh sesaat. Tetapi detik selanjutnya, tawanya terhenti saat mencoba memasukkan penisnya ke lubang anal Sasuke. Sempit dan kering. Membuatnya sedikit kesusahan untuk mendobrak masuk ke liang itu.

Sasuke yang berada di bawah tubuhnya mulai berteriak kesakitan, "KELUARKAN!—ARGHH!—SAKIT!—" Kepalanya menggeleng cepat ke kiri dan ke kanan. Namun hal itu tidak menghentikan kegiatan Naruto.

Pemuda pirang itu sibuk mendorong batang kemaluannya ke dalam tubuh Sasuke. Sedikit demi sedikit. Perlahan demi perlahan. Gesekan dan hentakan. Semua kegiatan itu dilakukannya dengan hati-hati sampai—

PLAK!

Sebuah tamparan melandas dengan cepat di pipi kanan Naruto. Pemuda pirang itu tertegun sesaat sebelum menyadari bahwa Sasuke sudah menamparnya dengan mata yang berkilat tajam.

Pemuda onyx itu menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Mencoba menahan rasa nyeri dan perih di bagian analnya. Tetapi cairan bening di pinggir matanya terus jatuh secara perlahan.

Sasuke tidak sanggup lagi. Anusnya terlalu sakit untuk menahan perih dari gesekan penis Naruto.

"Jangan—perkosa aku—" Pinta Sasuke dengan nada putus asa. Matanya yang awalnya berkilat tajam mulai melemah dengan airmata, "—Aku mohon—jangan perkosa aku—" Bibirnya bergetar saat mengucapkan hal itu.

Pemuda yang tangguh itu kini mulai terisak di bawah tindihan Naruto. Uchiha Sasuke yang sombong menangis tertahan sembari menutupi wajahnya dengan lengan. Harga dirinya hancur. Retak berkeping-keping. Martabat seorang Uchiha harus terinjak-injak karena pemerkosaan ini.

"Jangan—hiks—perkosa aku—" Sasuke menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Tetes darah keluar dari sisi mulutnya. Ia tidak tahan. Ia ingin menangis. Menjerit dan berteriak meminta tolong.

Naruto masih terdiam. Tidak bergerak.

Seharusnya Naruto tertawa senang melihat Sasuke yang sombong itu memohon pada dirinya.

Tetapi perasaannya malah berkata lain, ia merasa—perbuatannya salah.

.

Tidak!—Perbuatannya tidak salah! Ia harus melakukan ini untuk menjauhkan Sasuke dari Sakura-chan.

Benar!—Ia tidak perlu menyesal.

.

Perasaan Naruto yang tadinya goyah, kini mulai mengeras layaknya batu lagi. Ia tidak akan tertipu oleh muslihat pemuda onyx itu. Sasuke hanya berpura-pura memohon. Pemuda onyx itu bersandiwara dihadapannya.

Naruto memperlihatkan kilatan tajam di matanya. Selanjutnya, tangan pemuda pirang itu mencengkram pinggang Sasuke, kemudian mulai menghentakkan pinggulnya untuk memompa lubang Sasuke dengan cepat.

"ARGHH!—" Sasuke menjerit. Kali ini punggungnya melengkung menahan rasa sakit, sedangkan tangannya sudah mencakar brutal ke dada bidang Naruto.

"—LEPAS!—AGHH! SAKIT!" Erangnya lagi mencoba bergerak liar.

Naruto menahan tangan Sasuke, dan menekannya ke sisi ranjang, "Sudah kubilang. Jangan membuatku marah." Desisnya tajam.

Bukannya menurut, Sasuke semakin brutal meronta, ia bahkan menggigit lengan Naruto yang menahan tangannya.

Mata onyx nya memicing tajam. Penuh kemurkaan. Kemarahan. Dan benci.

Naruto hanya menyeringai melihat tatapan di wajah korbannya itu. Ia kembali meneruskan genjotannya di liang anal Sasuke tanpa mempedulikan lengannya yang tergigit hingga berdarah.

"HGHH!—HMMPHH!—" Sasuke masih mengerang sambil tetap mempertahankan gigitannya di daging lengan Naruto. Darah segar menetes masuk ke dalam mulutnya. Membuat rasa asin itu berbaur dengan air liurnya.

Menjijikan.

Sasuke melepaskan gigitannya dan terbatuk keras.

Naruto menyeringai, "Kenapa anjing kecil? Tidak ingin menggigitku lagi?"

"DIAM KAU!—ARGH!—LEPASKAN AKU!—HGHH!" Sasuke mencoba berontak dengan cara lain. Memukul, menampar dan menendang pemuda yang menindihinya itu.

Nihil!—Tenaga Naruto benar-benar besar. Bahkan pemuda pirang itu menyodok lubangnya dengan tempo yang semakin cepat dan keras. Menyebabkan tubuh Sasuke terhentak berkali-kali.

Terlalu brutal dan kasar. Setiap genjotan Naruto membuat lubang anal Sasuke tergesek dan mengeluarkan darah. Pemuda onyx itu terengah-engah dengan erangan tertahan. Tangannya tidak sanggup menahan gerakan Naruto. Ia terlalu lemah. Yang bisa dilakukannya adalah merintih dan memohon.

"Naru—Ahhk—tolong, jangan perkosa aku—"

Naruto menarik sudut bibirnya membentuk sebuah seringai, "Oh my—apa tadi aku mendengar permohonan dari seorang Uchiha?" Ucapnya sinis seraya menjilat lengannya yang berdarah karena digigit pemuda onyx itu.

Sasuke mencengkram seprai dengan erat saat Naruto kembali menyodok lubang analnya. Rektumnya mulai berkedut liar

"Prostatku—Aghhh—Naruto, berhenti—"

"Hum? Kenapa dengan prostatmu? Kau suka?" Tanya Naruto dengan seringai licik. Ia menyentakkan penisnya lebih keras lagi. Menyodok dan menggenjot lubang surgawi itu.

God!—Naruto benar-benar gila dibuat oleh Sasuke. Bagian bawah pemuda onyx itu mencengkram batang kemaluannya dengan sangat erat. Membuat Naruto menahan desah nikmatnya.

"Hggh!—Sasuke—" Lenguhan Naruto semakin keras seiring dengan kedutan dibagian penisnya. Otaknya mulai mengabur dan kosong. Pandangannya menghitam. Yang dipikirkan oleh pemuda blonde itu hanyalah satu.

—Menggagahi Sasuke.

Memperkosanya hingga pingsan.

.

Pegangan jemari Sasuke di seprei mulai terlepas. Ia hanya bisa terengah-engah dengan jeritan sunyi. Pemuda itu tidak sanggup berteriak lagi. Tenaganya melemah, sumpah serapahnya menghilang, seluruh kemarahannya menguap menjadi rasa putus asa.

Sasuke hanya bisa pasrah saat Naruto kembali melebarkan pahanya, mengangkat tinggi-tinggi kedua kakinya, memperlihatkan kejantanannya yang menegak berdiri dengan pre-cum yang terus menetes.

Pemuda onyx itu menunggu seringai licik maupun hinaan dari mulut Naruto. Tetapi sang Uzumaki tidak mengatakan apapun bahkan tidak menyeringai sama sekali.

Mata birunya terpejam menikmati setiap sodokan di lubang anal Sasuke. Tubuh tan nya berkilat dengan keringat yang membuat aroma maskulinnya keluar. Suara baritonnya memperdengarkan desahan dan lenguhan yang menakjubkan. Bahkan surai blonde nya yang berantakan menciptakan kesan seksi pada sosoknya.

Untuk sesaat, Sasuke terpana dengan pandangan menggiurkan dihadapannya. Menatap 'sang dewa Yunani' yang menyetubuhinya dengan gerakan kasar.

Pemuda onyx itu menjulurkan tangannya, menggapai rambut pirang yang sempat membuatnya takjub. Menyisir surai itu dengan perlahan.

Naruto membuka kelopak matanya, menatap heran pada Sasuke dengan ocean blue miliknya yang memabukkan.

"Ada apa?" Tanya sang Uzumaki heran. Ia bingung dengan sikap Sasuke yang tidak lagi berontak.

Sasuke menatap sosok didepannya dengan lembut, jemarinya menelusuri memar di pipi pemuda itu, hasil dari pem-bully an di sekolah.

Apakah Naruto selalu tersiksa seperti ini setiap hari?

Apakah dia sering menangis setiap malam?

Kenapa dia tidak kesakitan di-bully oleh orang lain?

.

Banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepala Sasuke mengenai Naruto.

Pemuda itu terlalu misterius baginya.

.

Naruto menepis tangan Sasuke dengan kasar, matanya berkilat tajam, "Jangan. Menyentuhku. Brengsek." Desisnya mengancam.

Sasuke tidak membalas perkataan Naruto, ia malah melempar pertanyaan yang membuat pemuda pirang itu terdiam kaku, "Apakah tidak sakit?"

"A—Apa?" Naruto menaikkan kedua alisnya. Heran.

"Pem-bully-an di sekolah. Apakah kau tidak sakit saat disiksa sampai memar begini?" Tanyanya lagi seraya menyentuh memar di pipi Naruto dan sobekan kecil di sudut bibir itu.

Naruto mulai memperlihatkan seringainya, "Jangan membuatku tertawa. Orang sepertimu mengkhawatirkanku? Aku tidak akan tertipu dengan jebakan licikmu itu."

"Apa? Jebakan licik?"

Naruto mendengus, "Kau sengaja berpura-pura prihatin padaku agar aku merasa kasihan dan membebaskanmu, begitu?—Heh!—Tidak akan!" Sinisnya.

Sasuke ingin membantah perkataan pemuda itu, tetapi hentakan penis Naruto yang liar membuat Sasuke menjerit keras. Tubuhnya melengkung saat ujung kejantanan Naruto kembali menyodok prostatnya.

"Hghh!—Ahhhkk!—Naruto, Stop!—" Sasuke mencoba mempertahankan kewarasan otaknya, ia tidak ingin terbuai lagi oleh gerakan sensual Naruto, namun kejantanannya memiliki pikiran sendiri. Penisnya bergetar hebat dan ingin segera memuntahkan lahar putih miliknya.

"Ahkk!—Jangan keluar!—Ahhnn!" Sasuke mencengkram penisnya erat, berusaha menghentikan spermanya yang memaksa untuk menyembur.

Naruto menjilat bibirnya, "Oh—ternyata kau suka diperkosa olehku ya? Baiklah, kalau begitu, aku akan memperkosamu terus menerus, pangeran." Desisnya seraya melepaskan dan menarik tangan Sasuke, lalu mendorongnya ke sisi ranjang.

Sekarang penis pemuda onyx itu tanpa pertahanan lagi, dan semakin bergetar hebat.

Sasuke berteriak dan menjerit ketika rasa nikmat terus menghantam bagian bawah tubuhnya, "JANGAN KELUAR!—AHHN!—STOP!"

Naruto semakin gencar menusuk anal Sasuke, memperdengarkan suara becek yang semakin nyaring dari lubang kenikmatan itu.

Pemuda pirang itu berbisik ke telinga Sasuke dengan suara serak yang parau, "Kau menyukai saat aku memperkosamu, Teme?—Oh my—apa yang akan keluarga Uchiha katakan kalau melihatmu menjadi pelacurku?"

"Stop!—Ahhnn—Jangan!—" Tubuh Sasuke semakin tersentak cepat, napasnya terengah-engah. Ia tidak sanggup lagi menahan spermanya lebih lama. Pemuda itu menggenggam erat lengan Naruto ketika tubuhnya bergetar hebat.

Naruto mengerti arti getaran dan napas pemuda onyx itu. Ia mulai mempercepat tempo genjotannya, memberi lebih dari sekedar rasa kepuasan.

Otot perutnya mengejang seiring cengkraman rektum Sasuke yang semakin erat. Ia mulai kehilangan kendali akan gerakannya, dan hawa nafsu menyelimuti setiap sel otaknya.

Kasar. Brutal. Dan bar-bar. Setiap sodokan dari Naruto membuat Sasuke tidak bisa berpikir lagi. Ia bahkan tidak peduli gesekan di lubang bawahnya yang berdarah. Yang ada di otaknya hanyalah mencari kenikmatan dan membebaskan sperma nya untuk menyembur keluar.

Tubuh keduanya bergetar hebat. Otot perut masing-masing mengejang keras dengan penis yang siap menumpahkan sari putih itu.

"Ahhk!—ARGHH!—" Sasuke berteriak dengan erangan tertahan saat Naruto menggenjotnya tanpa ampun. Detik selanjutnya, kejantanannya memuntahkan sperma miliknya dan terciprat ke perut Naruto, sedangkan pemuda pirang itu, menghentakkan pinggulnya untuk terakhir kali sebelum menembakkan cairan putih kentalnya tepat di dalam liang rektum Sasuke.

Naruto terengah-engah sebentar sebelum mengeluarkan penisnya dari lubang surga itu, ia menatap sang Uchiha sebelum beranjak dari sana. Pemuda pirang itu mengambil baju dan celana yang teronggok dilantai dan memakainya dengan cepat.

"Aku pergi." Dua patah kata dari Naruto, sedikit membuat Sasuke lega. Ia tidak lagi diperkosa. Penyiksaan ini berakhir. Yang dibutuhkannya sekarang adalah istirahat.

Mata onyx pemuda Uchiha itu menatap kepergian Naruto dari kamarnya dalam diam. Pandangannya mengabur, dan sedikit demi sedikit mulai menghitam.

Apakah ia akan pingsan lagi?

Sasuke mencoba untuk tetap sadar, dengan menggapai segelas air putih di atas lemari kecil disebelah ranjang. Berharap setelah meminum air itu, kesadaran dan kewarasannya kembali pulih. Tetapi jarinya terlalu lemah untuk digerakkan, membuat tangannya gemetaran.

Tepat sebelum ia menyentuh kaca bening itu, kesadarannya menghilang dan warna hitam lagi-lagi mendominasi penglihatannya.

Gelas tadi tersenggol perlahan dan meluncur jatuh ke lantai.

.

.

.

.

PRAANG!

.

.

Gelas itu pecah berkeping-keping. Menumpahkan air putih yang tadinya masih berada di tabung bening itu ke bidang datar porselin.

"Apa kau sakit, Itachi?" Suara seorang wanita menyadarkan lamunan pemuda tertua Uchiha itu.

"Ah—maaf, aku menjatuhkan gelas." Sahut Itachi sambil memegangi keningnya yang berdenyut sakit.

Wanita tadi tersenyum, kemudian menaruh beberapa lembaran dokumen ke meja kerja Itachi, "Tidak apa-apa, mungkin kasus pembunuhan sebelumnya membuat otakmu kelelahan."

"Ya—mungkin saja. Sepertinya aku butuh isirahat, Konan." Ucap Itachi seraya duduk di kursi kerjanya.

"Itu bagus. Kau memang butuh istirahat." Sahut wanita yang bernama Konan itu. Matanya melirik ke luar jendela, parkiran kepolisian adalah hal yang pertama dilihatnya. Bukan pemandangan yang bagus untuk ditatap—memang.

Konoha Police Departement merupakan gedung kepolisian yang membosankan. Hanya ada penjahat yang berlalu lalang didalamnya, kecuali para polisi tentu saja.

"—Kau tidak menjemput adikmu, Itachi?" Konan kembali bertanya setelah bosan menatap parkiran.

Itachi mengedikkan bahu, ia memilih duduk di kursinya, "Tadi sudah kujemput, tetapi anak itu malah tidak ada. Mungkin supirnya sudah menjemputnya terlebih dahulu."

Konan menatap temannya itu dalam diam, "—Kau masih bertengkar dengan ayahmu?"

"Maksudmu, Uchiha Fugaku?—Ya." Jawab Itachi singkat tidak terlalu tertarik.

Konan menghela napas, "Apa karena kau memilih menjadi polisi makanya kau bertengkar dengan ayahmu, begitu?"

Itachi tidak menjawab, ia hanya diam, berpura-pura tidak mendengar.

Konan masih melanjutkan celotehannya, "—Bukankah lebih mudah mengendalikan Uchiha's Corporation dibandingkan harus menjadi seorang polisi? Aku jadi kasihan padamu. Kau harus bertemu dengan adikmu secara diam-diam agar tidak ketahuan Fugaku."

"Sudahlah, Konan—" Itachi memotong dengan cepat, "—Lagipula pangkatku sekarang adalah komisaris besar polisi di Konoha ini. Bukankah itu—bagus?"

"Yeah—" Konan mengedikkan bahunya, malas, "—tetapi kalau aku menjadi dirimu, aku lebih suka menjadi president direktur di sebuah perusahaan terbesar di Konoha. Menempati urutan pertama konglomerat terkaya di dunia."

Itachi hanya mendengus pelan, ia heran, bagaimana bisa wanita materialistik ini menjadi partner kerjanya?—Menyebalkan.

Tepat ketika Itachi memutuskan pergi ke luar ruangan, suara dering telepon membuatnya menghentikan gerakan. Ia cepat-cepat berpaling dan mengangkat sambungan telepon itu.

"Hallo? Konoha Police Departement disini? Ada yang bisa dibantu?"

.

"Itachi" Panggilan diseberang telepon membuat tubuh pemuda itu membeku.

.

"A—Ayah?"

.

"Aku butuh bantuanmu." Dingin dan tegas. Suara Uchiha Fugaku terkesan memerintah daripada meminta tolong.

.

"A—Apa maksudnya?"

.

"Sasuke belum pulang juga sampai sekarang. Aku takut dia diculik."

.

"Itu tidak mungkin. Sasuke pasti baik-baik saja. Mungkin saja dia sedang pergi ke rumah temannya."

.

"Jangan bodoh, Sasuke tidak mempunyai teman sama sekali. Hanya ada satu kesimpulan disinidia diculik oleh seseorang." Jelas Fugaku dengan nada bergetar emosi.

.

Itachi memijat keningnya yang berdenyut, "Baiklah—aku mengerti, Aku akan mencari Sasu—"

.

TuuutTuuut—Sambungan telepon langsung diputus tiba-tiba oleh Fugaku, bahkan tanpa menunggu persetujuan dari sang Uchiha tertua itu. Benar-benar orang tua egois.

Konan yang berdiri dihadapan pemuda itu hanya bisa menaikkan satu alisnya, tertarik, "Dari siapa? Ada kasus baru?"

Itachi hanya mengangguk diam, ia mengambil jacketnya dengan cepat, kemudian bergegas ke luar ruangan "Katakan pada yang lain kalau aku sedang sibuk. Ada kasus penculikan yang harus aku tangani."

"Ta—Tapi, kenapa tidak menyerahkan kasus ini pada bawahan saja?" Sela Konan yang masih kebingungan.

Itachi medesah di ambang pintu, "Aku tidak bisa. Karena kasus ini mengenai penculikan adikku."

"A—Apa?" Konan terperanjat kaget. Belum sempat ia bertanya lebih jauh, sosok Itachi sudah bergerak pergi meningalkannya sendirian di ruangan. "—Sial, Itachi benar-benar ceroboh kalau sudah menyangkut adik kesayangannya itu."

Wanita itu beranjak menuju mejanya dan menelepon Karin, wanita yang bekerja di sektor penyidikan kriminalitas, "Karin-san?—Perintahkan pada satuan kepolisian untuk menyusuri area wilayah Konoha. Ada kasus penculikan yang melibatkan Uchiha Sasuke." Ucap Konan cepat, "—Oh iya, katakan juga pada Deidara untuk segera melakukan penyidikan di Konoha Gakuen besok pagi, tempat Uchiha Sasuke bersekolah." Lanjutnya lagi.

Karin yang berada diseberang telepon mengangguk paham seraya menjawab, 'Siap, Inspektur!' Dan kemudian segera mematikan sambungan mereka.

Konan kembali melirik ke luar jendela dengan helaan napas panjang. Mobil ferrari merah milik Itachi bergerak perlahan keluar dari parkiran.

"Sepertinya kasus ini akan rumit." Ucap wanita itu pelan.

.

.

.

TBC

.

Wohoooo~

CrowCakes kembali membawakan fic YAOI rated M... *tebar-tebar confetti*

Agak gaje dan aneh memang, dan mungkin akan update seminggu sekali karena keterbatasan waktu dan ide #plak XD *Crow dihajar massa*. tetapi Crow harap kalian menikmatinya...

I Love You Girls/Guys...

.

RnR Minna-san! ^^