Fugaku mengeratkan cengkraman tangannya pada celana yang dikenakannya. Pria paruh baya itu menghela napas kemudian menatap Mikoto dan Itachi yang menunggu jawabannya. "Itachi. Aku mendidikku dengan keras, mamaksamu melakukan ini, itu sesuai keinginanku tanpa peduli ataupun mendengar keingananmu sendiri. Apa yang kau inginkan. Dan kau tau semua alasan mengapa aku melakukannya bukan? Demi kebaikanmu. Semuanya demi kebaikanmu."
Itachi menjauhkan tubuhnya dari Mikoto, duduk menunduk di depan ayahnya mendengar semua kata Fugaku yang terdengar menyakitkan di telinganya. Memangnya apa yang dia harap kan? Sejak awal seharus dia berbohong dan tidak mengatakan semua ini. Kejujuran itu sangat menyakitkan. Sementara itu di tempatnya Sasuke menghela napas lega dan menyandarkan punggungnya ke dinding dengan senyum tipis di bibirnya.
"Fugaku," nada suara Mikoto serak karena menangis. Wanita paruh baya itu menatap Fugaku dangan tatapan tak suka dan mengancam.
Fugaku mengabaikan teguran halus Mikoto. Menghela napas pria paruh baya itu kembali bicara "Kau sudah besar, sudah dewasa. Sudah saatnya kau memutuskan keingananmu sendiri tanpa tergantung padaku atau ibumu. Jangan takut menyakiti aku atau ibumu, karena orang tua tidak akan merasa tersakiti demi kebahagian anaknya, putranya. Hanya orang tua kolot dan keras kepala yang seperti itu, dan kau tahu aku bukan orang tua kolot itu. Setidaknya aku sudah tidak seperti itu." Fugaku tersenyum pada putranya. "Aku suka dengan kejujuranmu, keberanianmu mengatakan semuanya. Aku bangga padamu putraku. Kau boleh menikahinya. Kita obati Sakura, kita buat dia sembuh. Aku akan mencarikan psikiater terbaik untuknya." Fugaku menepuk pelan lengan kanan Itachi seraya tersenyum.
Itachi tidak bisa mengatakan sepatah katapun. Yang dia bisa lakukan saat ini hanya menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya dan penuh rasa terima kasih. Mereka kemudian berpelukkan layaknya ayah dan anak. "Aku benar-benar berterima kasih. Untuk semuanya. Terima kasih untuk restumu ayah. Terima kasih banyak." Itachi memeluk tubuh Fugaku erat membuat Mikoto yang melihat keduanya tersenyum.
Fugaku memberi isyarat tangan pada Mikoto untuk bergabung dalam pelukkan itu dan memeluk anak serta istri. Diciumnya rambut Mikoto dan menepuk pelan punggung Itachi. "Jangan berterima kasih. Beri saja aku dan ibumu cucu." Itachi tidak menjawab, lelaki itu hanya tersenyum tipis mendengar perkataan ayahnya. Bedahalnya dengan Sasuke yang kini menghela napas putus asa dan berjalan pergi menuju kamarnya.
Dari dulu Sasuke sadar ayah dan ibunya selalu memberikan apa yang Itachi inginkan. Selalu membangga semua yang Itachi lakukan. Terkadang ada saat dimana Sasuke merasa diperlakukan dengan tidak adil. Ada saat dimana Sasuke merasa ayah serta ibunya lebih menyayangi Itachi dibandingkan dirinya.
Kenapa Itachi?
Apa yang membuatnya terlihat berbeda dengan Itachi?
Kenapa Itachi selalu mendapatkan apa yang diingkannya?
Kenapa ia selalu kalah dari Itachi?
Kenapa selalu Itachi, dan Itachi?
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto. Sejelek dan senistanya fic ini tolong jangan benci Pair/Chara di dalamnya
Sudah tiga hari Sasuke melakukan pendekatan dengan Sakura, membuat dua temannya penasaran. Mereka duduk di kantin seperti biasa, membicarakan banyak hal, terkecuali Sasuke, pria itu diam seperti biasa, sampai akhirnya Suigetsu menanyakan hasil pendekatan Sasuke dengan Sakura. "Bagaimana?" Pria bergigi hiu itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan tubuh Sasuke.
Sasuke mengaduk jus tomatnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Suigetsu.
"Kau gagal?" Juugo ikut bertanya, sama halnya seperti Suigetsu Juugo juga penasaran.
Sasuke mendengus. "Kemarin aku mengantarnya pulang,"
"Lalu?" Tanya Juugo.
"Apa dia mangajakmu masuk?" Suigetsu ikut bertanya.
"Tidak." Juugo dan Suigetsu menatap Sasuke penuh tanya. "Dia bilang ayahnya melarang ia membawa lelaki masuk." Kemudian tawa Suigetsu dan Juugo meledak. Mereka tertawa terbahak mendengar perkataan Sasuke. Ayah? Yang benar saja. Sasuke mendengus. "Kenapa kalian tertawa," katanya tak suka.
Suigetsu dan Juugo berusaha menahan tawa mereka, kemudian salah satu dari mereka berkata. "Yang benar saja." Kata Suigetsu disela tawanya. "Kau tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, Sasuke. Sakura itu anak panti dari suna, asal-usul kedua orang tuanya tidak jelas. Aku yakin dia bahkan tidak tahu rupa ayah dan ibunya, karena dia anak buangan."
Sasuke terdiam. Juugo mengiyakan perkataan Suigetsu. "Dia berada disekolah ini karena otaknya. Siswi beasiswa." Hampir seluruh penghuni sekolah tahu tentang hal ini. Mungkin hanya Sasuke saja yang tidak tahu. Sasuke masih diam, dia tidak pernah tahu kalau Sakura anak buangan, dan dia merasa kasihan pada gadis itu. Tawa Suigetsu menyadarkan Sasuke dari lamunannya.
"Kau ditipu olehnya." Kata Suigetsu. Kemudian Suigetsu dan Juugo tertawa menertawakan ke bodohan Sasuke. Seorang Uchiha Sasuke dibodohi seorang gadis? Ini sangat lucu.
Sasuke tidak peduli pada Suigetsu dan Juugo yang menertawakannya. Lirikan mata Uchiha bungsu itu jatuh pada taman bunga tempat biasa Sakura duduk. Dan dia dibuat kembali bungkam saat tidak melihat gadis itu di sana.
"Hei." Panggil Suigetsu ketika Sasuke tiba-tiba pergi dari tempat duduknya. "Jangan marah seperti itu, kami hanya bercanda!" Teriaknya lagi. Merasa Sasuke tidak mendengarkannya Suigetsu mendengus seraya mengaduk jusnya. "Sensitif sekali, seperti itu saja marah."
Juugo mengangguk mengiyakan. "Namanya juga Sasuke. Kau seperti tidak tahu Sasuke saja."
...
Sasuke mencari Sakura di tempat-tempat yang sering gadis itu kunjungi, tapi nihil, Sakura tidak ada. Sasuke sudah tidak peduli pada keberadaan gadis itu. Dia berjalan cepat dengan perasaan kesal ke lokernya. Satu alisnya naik saat melihat segerombolan siswi di loker kiri paling ujung, loker Sakura. Karena rasa ingin tahu Uchiha muda itu berjalan mendekati siswi-siswi itu.
Mereka terkejut melihat kedatangan Sasuke. "Ada Uchiha. Cepat!" Kemudian berlarian menjauh dari tempat itu.
Dahi Sasuke mengernyit. Mereka yang biasanya berteriak memuja dirinya, tersenyum malu-malu, dan berlarian mendekati dirinya kini berlari menjauh saat melihatnya. Aneh. Sasuke berniat kembali ke lokernya sampai sebuah suara isakkan menghentikan langkahnya. Dia mendekati asal suara dan terkejut melihat Sakura di sudut di dekat loker dengan kotak susu kedelai berserakan di sekitarnya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Sasuke tajam. Ditatapnya Sakura dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambut gadis itu lepek karena basah dan lengket, sama seperti bajunya, cairan putih menetes dari ujung rambut dan bajunya.
Sakura berdiri berniat pergi dari tempat itu. Dia mengusap wajahnya yang basah karena siraman susu dengan punggung tangannya. "Bukan apa-apa." Bisiknya lemah. Kakinya melangkah pelan meninggalkan tempat itu tapi Sasuke menarik tangannya dan mendorongnya ke loker. Sakura terkejut dan menatap langsung wajah Sasuke.
"Siapa?" Tatapan dan nada suaranya tajam dan serius. "Apa orang-orang itu? Apa alasan mereka melakukan ini? Kenapa mereka melakukan ini?"
"Aku tidak apa-apa. Kejadian ini tidak akan terulang kalau aku tidak dekat-dekat denganmu. Aku mohon, lepaskan."
"Omong kosong!" Teriak Sasuke marah dan meninju loker di samping Sakura membuat gadis itu memekik terkejut.
Sakura tidak mengeluarkan suara isakan seperti sebelumnya, hanya air matanya saja yang semakin deras mengalir. Sakura mengusap pipinya serta mengigit bibir bagian dalamnya menahan isakan. Melihat Sasuke berteriak dan meninju loker membuatnya takut. Dia sangat tahu siapa Uchiha, semua penghuni sekolah tahu Uchiha, dan dia merasa takut akan hal itu. Dia sangat takut. Dia sangat takut dikeluarkan dari sekolah ini. Bila dia diusir dari sekolah ini maka impian dan cita-citanya menjadi seorang dokter, yang sudah lama ia impikan sejak kecil, tidak akan terwujud. Impiannya akan hangus menjadi debu dan hilang tertiup angin. Tujuan Sakura hanya satu, belajar, menjadi siswi dengan nilai terbaik dan mengejar beasiswa di universitas ke dokteran. Hanya itu. Tidak lebih. Tapi kenapa begitu sulit? Kenapa semua orang selalu mempersulit jalannya? Kenapa semua penghuni sekolah begitu membencinya? Apa salahnya? Sakura menangis. Dia tidak bisa menahannya lagi, tubuhnya merosot. "Kenapa? Hiks..." isaknya. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Kenapa kalian begitu membenciku?"
Sasuke terdiam. Di dalam hati ia pun menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri. Kenapa dia membenci gadis ini? Seingatnya Sakura tidak pernah melakukan sesuatu padanya. Tapi kenapa... dia membencinya? Tatapan Sasuke melunak. Siswa tampan berambut gelap itu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. "Antarkan aku dua lusin kotak susu kedelai. Hn. Aku di dekat loker. Pakai otakmu, banyak orang di sekolah ini, tanya pada salah satu dari mereka bodoh!" Kesalnya pada seseorang di sebrang telefon. Sasuke mematikan telefon dan menyimpannya kembali dalam saku celana.
Sasuke berdiri di samping tubuh Sakura dan menyandarkan punggungnya ke loker. Sesekali dilihatnya Sakura yang menangis di bawah, sampai seseorang datang membawa dua lusin kotak susu kedelai. Sasuke menerimanya, tanpa mengucapkan terima kasih siswa tampan itu menyuruh supir pribadinya pergi. Sasuke membuka segel kotak susu kemudian melemparnya pada loker di sekitarnya sampai kotak susu itu pecah dan mengotori loker serta lantai.
Brak!
Brak!
Brak!
Sakura membuka telapak tangannya dan dia dibuat terkejut dengan apa yang Sasuke lakukan. "Apa yang kau lakukan!"
Sasuke melirik Sakura sesaat sebelum kembali melemparkan kotak susu itu ke loker-loker. "Biar mereka merasakan apa yang kau rasakan."
"Uchiha hentikan!" Tapi Sasuke tidak mau berhenti. Dengan marah dia terus melempari semua loker dengan kotak susu. Sakura tidak tahu lagi cara menghentikan Sasuke. Dia berhenti mengisak dan berteriak pada siswa tampan itu. "Kau menghukum orang yang salah!" Sasuke menghentikan kegiatannya. Ditatapnya Sakura yang juga menatapnya. "Belum tentu loker yang kau rusak itu loker mereka. Tidak semua anak perempuan mengerjaiku. Kau tidak tahu siapa saja yang melakukannya, jadi berhentilah."
"Apa kau tahu?" Tanya Sasuke. Dengan cepat Sakura menggeleng.
Tak lama kemudian penjaga keamanan sekolah datang karena keributan yang dibuat Sasuke. Mereka menatap loker-loker yang dilempari kotak susu oleh Sasuke kemudian tatapan mereka jatuh pada Sakura. "Apa yang terjadi di sini?"
...
Karena perbuatannya Sasuke dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk mendapat teguran. Lama Sasuke di dalam sampai pada akhirnya siswa berdarah Uchiha itu diizinkan pulang. Sasuke keluar dari gerbang sekolah dan melihat Sakura berdiri di dekat pintu gerbang. "Apa yang kau lakukan?"
Sakura sedikit terkejut dengan kedatangan dan pertanyaan Sasuke yang terkesan tiba-tiba. "Apa kau di... hukum?"
Sasuke menggeleng. "Tidak."
Sakura tersenyum. "Bagus kalo begitu." Dengan pelan dan hati-hati ia berjalan mundur dari Sasuke dan kemudian berlari meninggal pemuda tampan itu.
Sasuke terdiam menatap punggung kecil gadis berpakain kumal itu kemudian tersenyum tipis.
...
Semalaman Sasuke habiskan untuk memikir kata-kata Suigetsu dan Juugo, mengingat perlakuan para siswi, dan mengingat kejadian kemarin. Sakura dan pertanyaannya.
"Kenapa kalian begitu membenciku?"
Sasuke baru bertemu kembali dengan Sakura saat pulang sekolah. Siswa tampan itu mendekati Sakura yang sedang membaca buku di sebuah taman sepi yang tidak jauh dari sekolah. Ia duduk di samping gadis itu membuatnya mendongak menatap dirinya. Kedua mata emerald dibalik kacamata itu berkedip menatap dirinya. Sasuke tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari dalam ranselnya. "Kau suka tullip." Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan.
Sakura diam beberapa saat sebelum menjawab, "Hm." Dan kemudian mengangguk. "Sangat suka."
"Untukmu..." Sasuke memberi selembar kertas pada Sakura.
"Benarkah?" Sakura menerimanya dan melihat kertas itu, sebuah kertas dengan lukisan tiga tullip menggunakan pena, kemudian kembali menatap Sasuke.
"Hn. Lima ratus bunga tullip sebagai permintaan maaf untuk Haruno Sakura."
Sakura tidak bisa menahan tawanya, tawanya lepas begitu saja. "Lima ratus? Di sini hanya ada tiga," dia menunjukan gambar itu pada Sasuke.
Sasuke menarik Sakura mendekat dan menunjukan angka lima ratus di kertas itu. "Lima ratus, dan ini tiga tullip. Itu artinya lima ratus tiga." Sasuke memasang pose berpikir kemudian menghela napas kecewa. "Sepertinya aku terlalu banyak memberikan bunga padamu."
Sakura yang awalnya merasa tegang berada begitu dekat dengan Sasuke perlahan tertawa kecil. Sasuke menatap Sakura yang sedang tertawa. Tatapan mereka bertemu. Gadis berambut merah muda itu tersenyum. "Arigatou Sasuke... kun."
"Hn." Setelah mengatakan 'hn' Sasuke pergi begitu saja meninggalkan Sakura.
Gadis itu menatap hadiahnya. Otaknya memutar semua yang Sasuke lakukan, dan dia merasa ini pertama kali dalam hidupnya merasa sebahagia ini. Sakura yang polos tidak tahu perasaan apa ini. Tapi dia menyukainya, dan ingin menyimpan perasaan ini selamanya.
...
Sudah lebih seminggu semenjak Sasuke mengatakan pada Suigetsu dan Juugo dia bisa meniduri Sakura dan mendapatkan vidionya. Sasuke sudah tidak peduli pada taruhan itu, dia juga tidak peduli pada kata-kata Suigetsu dan mengaku kalah. Tapi sialnya mulut Suigetsu sangat berbisa, pria bergigi hiu itu sangat pandai memancing amarah dan harga dirinya, membuat Sasuke terpaksa melakukannya.
Sasuke memberi Sakura bunga tullip sungguhan begitu banyak. Menanam bunga itu di halaman rumah Sakura, menanamnya di dalam pot kecil dan meletakkannya di setiap meja dan jendela rumah gadis itu. Membuat Sakura yang melihat rumahnya dipenuhi bunga kesukaannya sangat bahagia. Sakura mengucap banyak terima kasih berulang-ulang dan menundukan kepalanya di depan Sasuke. Gadis itu tahu semahal apa bunga khas negri kincir angin itu. Harga satuannya saja sudah sangat mahal baginya, membuat ia berpikir ribuan kali untuk membeli bunga itu. Tapi sekarang bunga itu ada di halaman, di dalam rumahnya, dan di jendela. Bunga itu menghiasa setiap sudut rumah dan halamannya. Sakura sangat senang melihatnya.
"Apa aku boleh masuk?" Sakura terdiam. Rasanya sangat tidak sopan mengusir Sasuke dari rumahnya setelah apa yang pemuda itu lakukan. "Jangan bilang ayahmu tidak mengizinkanmu membawa lelaki masuk. Aku tahu kau tidak punya orang tua."
Sakura menunduk. Sasuke benar, dia memang tidak punya orang tua. "Tapi ini sudah malam,"
Sasuke menghela napas kecewa. "Baiklah." Pemuda itu melangkah pergi dari halaman rumah Sakura.
"Sasuke!" Langkahnya terhenti. "Kau suka teh?" Dan tersenyum mendengar undangan Sakura. Sasuke akan buktikan pada Suigetsu dan Juugo kalau dia jauh lebih pintar dari mereka, dan bisa dengan mudah mendapatkan apa yang diinginkannya.
...
Belum ada setengah jam Itachi meninggalkan kamarnya dan kamar Sakura, tapi kenapa sudah ada vas bunga berisi bunga tullip segar di setiap meja dalam kamarnya? Itachi menatap Sakura yang masih terlelap di atas tempat tidur kemudian berjalan cepat mendekati meja-meja yang dihiasi bunga tullip itu kemudian mengumpulkan semua bunganya. Itachi membawa semua bunga itu keluar kamar berniat membuangnya, dan dia kembali dibuat kesal saat melihat vas-vas bunga yang dihiasi bunga yang sama, tullip. "Siapa orang bodoh yang sudah menaruh bunga ini di sini!" Kesalnya. Dengan marah Itachi melepas jasnya dan menggunakan jasnya untuk menjadi tempat bunga-bunga di tangannya. Dia kembali mengumpulkan semua bunga-bunga itu dalam jasnya.
Di ujung tangga Sasuke menatap Itachi dalam diam. Kakinya melangkah pelan menaiki undakan tangga tanpa melepas tatapannya pada Itachi. Sasuke hanya bisa mencengkram pegangan tangga dan menatap Itachi tajam saat melihat Itachi menyingkirkan bunga-bunga itu. Pria berpakaian kemeja kerja itu mempercepat langkahnya menuju kamarnya. "Itachi." Gumamnya sebelum hilang di tikungan tangga.
"Itachi, ada apa?" Mikoto mendekati putranya yang terlihat berbeda pagi ini. Itachi adalah sesosok lelaki penyabar, dia tidak mudah marah, tapi pagi ini Mikoto melihat kemarahan di kedua mata putranya.
"Ibu." Itachi tidak menghentikan kegiatannya mengumpulkan bunga. Ia menoleh menatap Mikoto dengan tatapan tidak biasa. "Apa ibu yang menaruh bunga ini di sini?"
"Tidak."
"Lalu siapa?" Mikoto kembali dibuat kaget saat tiba-tiba Itachi berteriak memanggil semua maid dan penjaga di rumah itu. "Siapa yang meletakkan ini di sini?" Tatapannya tajam menatap mereka satu-persatu, membuat semua yang ada di sana ketakutan. Ini pertama kalinya Itachi semarah itu, dan hanya karena bunga dia marah besar. Kenapa?
"Itachi, itu hanya bunga." Mikoto mencoba menegur putranya.
"Ibu tidak mengerti." Itachi berlalu meninggal semua yang ada di sana dan berjalan ke halaman belakang. Dibakarnya semua bunga yang ia kumpulkan dan kembali ke kamarnya. Dia mangacak rambutnya seraya tersenyum lega melihat Sakura yang masih terlelap. "Syukurlah kau tidak melihatnya." Gumamnya seraya mengelus rambut wanita itu. Bunga itu menyimpan kenangan pahit untuk Sakura, hipnotis terapi yang Sakura jalani beberapa bulan lalu bisa sia-sia bila melihat bunga itu. Sakura akan mengingat semuanya, rasa sakit hati, dan semua penderitaannya. Dan Itachi tidak mau Sakura mengingat semua kenangan pahit itu. Tidak.
"Itachi," kedua mata wanita itu berkedip melihatnya. Itachi tersenyum. "Kau belum berangkat?"
"Aku baru saja mau berangkat." Sakura menatap sekelilingnya, dan ia baru ingat ini bukan apartemen Itachi melainkan rumah kedua orang tua pria itu. "Sore nanti kita pulang, kalau aku sudah pulang kerja. Kau tidak apa-apa kan menunggu di sini?"
Sakura mengangguk. "Akan aku usahakan."
Itachi mencium pipi Sakura kemudian pergi meninggalkan wanita itu. "Aku berangkat."
Sakura tersenyum. "Hati-hati."
...
Sakura sedang menunggu Itachi pulang di balkon kamar saat Sasuke tiba-tiba masuk ke dalam kamar Itachi. Uchiha bungsu itu berdiri di samping Sakura yang sedang melihat keluar balkon membuat wanita itu terkejut dengan kehadirannya.
Sasuke benci ketika Sakura menatapnya seperti orang asing, tidak seperti saat menatap Itachi. Bungsu Uchiha itu membuka suaranya. "Ingat aku?"
Sakura berpikir, mengingat-ingat siapa pria di depannya, kemudian dia ingat pada perkenalan singkatnya dengan semua Uchiha. Sakura tidak terbiasa dengan orang asing. Wanita itu menjaga jarak dengan Sasuke kemudian mengangguk. "Itachi pernah bercerita tentangmu," Sakura tersenyum. Setiap kali Sasuke mendekat Sakura akan berjalan mundur menjauhinya. Sampai tubuh wanita itu mengenai teralis pembatas balkon dan hampir jatuh Sasuke dengan cepat meraih pinggangnya, dan memeluknya. Sakura mengatur napasnya yang terengah-engah terkejut karena hampir jatuh serta kaget karena Sasuke memeluk erat dirinya.
Wanita itu berusaha melepas pelukkan Sasuke, tapi Sasuke tidak peduli. Bahkan Sasuke tidak peduli pada Itachi yang berdiri di dekat pintu balkon menatapnya dan Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Sasuke tidak peduli. Tidak. "Sebentar saja aniki. Sebentar saja izinkan aku memeluknya." Bisiknya tanpa didengar siapapun, tanpa didengar Itachi maupun Sakura.