DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO
o0o********************************o0o
AN INNOCENT LOVE
~ SasuHina~
By : healingblue
WARNING : OOC
o0o********************************o0o
CHAPTER 2 – The Innocent Boys
SUMMER –
Di suatu sudut café di kota metropolitan, New York City, tampak seorang pemuda berambut pirang menyeruput jus jeruk miliknya.
Café bernuansa perancis itu tampak cozy dengan interior yang disusun menyatu dengan konsep eropanya. Tampak pula pelayan-pelayan berlalu-lalang, melayani para pelanggan mereka.
Makin lama, makin tampak banyak kerutan kesal di dahi pemuda tampan itu. Sepertinya, ia menunggu seseorang.
"Oh, gosh, what takes him so long? I'm getting rusted here," katanya dalam bahasa inggris.
Dia menghela nafas dan melihat sekelilingnya, merasakan atmosfir nyaman di sekitarnya. Ada seorang ibu yang sedang menyuapi bayi kecilnya. Ada juga pasangan muda yang tampaknya sedang kencan, menikmati waktu berdua. Tampaknya, juga ada orang kantoran yang sedang meeting kilat.
Dia tersenyum simpul. "Not bad," bisiknya sambil menyandarkan dirinya ke kursi tempat ia duduk, mencari posisi nyamannya.
"Yo, Naruto! Sorry, got stuck in traffic jam," terdengar suara seorang pemuda berlogat jepang di gendang telinga pemuda itu, Naruto Namikaze.
"Well, if it isn't you, Neji Hyuuga," jawab si pemuda itu sambil menatap malas pemuda berambut panjang lurus diikat bermata abu kelam di depannya.
"Hey, I did apologize, didn't I?" jawab pemuda bermata indigo itu sambil menarik kursinya dan duduk di atasnya.
"Yeah, yeah, it isn't your first time anyway," jawabnya sambil membetulkan posisi duduknya.
Sang Hyuugapun hanya bisa mengekeh, menghindari tatapan maut si Namikaze itu.
"Dewa hajimemasuka?" katanya sambil mengambil beberapa map dari tas, tersenyum polos berusaha menghilangkan kemarahan pemuda di depannya itu.
"Mochiron," jawabnya bersemangat.
Naruto Namikaze. 18 tahun. Mahasiswa jurusan bisnis internasional di Columbia University yang akan melakukan pertukaran mahasiswa ke Jepang. Sebenarnya, ia seorang pemuda berdarah campuran Amerika-Jepang, dan bahkan sempat tinggal di Jepang sampai ia berumur 5 tahun. Itulah sebabnya ia bisa berbahasa Jepang, namun tak bisa menulis aksaranya, baik hiragana, katakana, apalagi kanji. Itulah sebabnya ia di sini, di-tutor oleh Neji Hyuuga, mahasiswa universitas yang sama asal Jepang.
"Mengerti? Jadi huruf hiragana 'chi' adalah seperti ini. Dan hiragana 'tsu' adalah seperti ini. Dan—"
"Sa-sabar, Neji-senpai! Aku tidak mengerti sama sekali! Kenapa aksara Jepang sulit sekali, sih? Untuk pertama kalinya, aku bersyukur pindah dari Jepang!"
Pemuda yang tampak kalem itu sudah tampak tak sabar,"Hei, aku sudah bisa menguasai huruf hiragana saat usiaku 7 tahun. Apa kau yang lebih bodoh dari anak-anak?"
"Senpai itu jenius. Beda," jawab pemuda jabrik itu menekankan kata 'jenius' sambil mengerucutkan bibirnya.
"Hah, aku tak mau tahu lagi. Kau sudah harus berangkat minggu depan. Tapi, kau tak bisa menguasai hiragana sama sekali. Jangan sampai memalukan universitas kita, dong. Lagian aku heran kenapa kau bisa terpilih," kata Neji panjang lebar (yang tak biasa) merutuki Naruto.
"Hmm... Ntahlah. Takdir? Hahaha," jawabnya sambil cengengesan.
Sebenarnya, bukan itu jawaban tepatnya. Ia terpilih memang karena kemampuannya yang lebih dari mahasiswa lainnya. Ditambah lagi, dia bisa berbahasa jepang. Tapi, kemampuan sastra aksaranya memang pengecualian.
Neji menghela nafas,"Ya sudah. Ini sudah jam 7. Kita harus bergegas ke tempat janjian kita bersama anggota klub lainnya," kata sang Hyuuga yang sudah menyerah mengajari juniornya ini sambil membereskan kertas-kertas yang ada di meja ke dalam tasnya.
"Oh, untuk acara pelepasan itu, ya? Apa Hinata juga ikut?" tanya si pemuda berambut jabrik pirang kepada si Hyuuga.
Sang Hyuuga tampak tersentak sesaat. Lalu, dia menyadari sesuatu.
"Oh, si Clifford? Ya, dia datang juga," jawab si Hyuuga yang sempat terhenti tadi.
"Ah, baguslah! Dia memang sohibku hihi," kata Naruto sambil memamerkan barisan rapih giginya itu.
Merekapun tampak keluar dari café itu setelah membayar bill.
Neji Hyuuga tampak menghelas nafas sesaat, menimbulkan 'asap' di depan mulutnya. Ntah apa yang dipikirkannya.
"Senpai? Ayo!" ajak Naruto dengan semangatnya.
Sang Hyuuga tersenyum tipis dan masuk ke mobil bersama Naruto.
"Hinata Clifford! Genki ka?" sapa si pemuda jabrik kepada sohibnya yang sedang tampak mempersiapkan kue tart untuk acara itu.
"Naruto! Kenapa kau tiba-tiba datang? Belum siap nih persiapannya," katanya sambil memeluk sahabat masa kecilnya itu dari saat mereka berumur 5 tahun.
Hinata Clifford. 18 tahun. Mahasiswi jurusan bisnis internasional berdarah campuran Amerika-Jepang, sama dengan Naruto, yang juga fasih berbahasa jepang. Namun, sama dengan Naruto juga, tidak bisa menulis aksaranya. Mereka berdua mengikuti klub 'Japanese Culture' di universitas mereka, yang obviously diketuai oleh Neji Hyuuga.
Hinata Clifford dan Naruto Uzumaki memiliki ikatan yang tidak tampak oleh semua orang. Seperti ikatan anak kembar, mungkin? Karena dari kecil mereka selalu bersama, dan sama-sama berdarah campuran Amerika-Jepang. Sehingga, mereka sangat nyaman bersama satu sama lain karena memiliki dunia yang terkadang tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
"Hehehe, tak perlu repot begitu. Lemme help everyone! Tasting this good-aroma-ramen, maybe? Hahaha," katanya kepada semua teman-teman klubnya itu. Teman-temannya itu tak tampak seperti mereka yang khas Asia. Semuanya kaukasoid. Yah, walau mereka juga mengerti bahasa Jepang dasar. Tapi, mereka semua berhobi sama. Menyukai J-pop, itulah alasannya mereka mengikuti klub itu.
"Nope! Just sit there! We don't want our food will be vanished in no time before the party starts, do we?" kata salah satu dari dari mereka dengan nada sarkastik setengah bercanda, yang disertai cekikikan geli dari semua orang di ruangan itu.
"Well, yeah, I'll be a good boy today," jawab si jabrik itu memelas geli.
"Omedetou, Naruto Namikaze!" seru semua orang dalam ruangan yang sekarang sudah penuh balon dengan kue tart di tengah-tengah ruangan, dikelilingi semua anggota klub 'Japanese Culture' Columbia University.
"Arigatou, mina!" seru Naruto riang berterimakasih pada teman-teman yang selalu mendukungnya hingga saat ini.
"Now, as the closing, we'll be playing a game!" seru sang Hyuuga yang langsung menangkap setiap perhatian padanya.
"It's really an interesting game,"
.
.
SPRING—
"Sasuke-kun!" panggil seorang gadis sambil berlari menuju seorang pemuda berambut raven yang sedang berjalan memunggunginya di depannya.
"Hn?" sahut pemuda yang tengah berjalan sambil menenteng tas dengan santainya di tangan kirinya, dikelilingi bunga sakura yang sedang gugur di musim semi itu, tanpa melirik sekilas pun pada gadis yang memanggilnya. Tampak juga di tangan kanannya, ia memegang smartphone-nya, membuka aplikasi Twitter.
Gadis itu, Haruno Sakura, terpesona akan pemandangan itu. Sungguh, jika ia membawa kamera, ia pasti akan mengabadikan pemandangan langka seperti ini. Di hari spesial ini, 14 Februari 2012.
"A-aku tahu i-ini terlalu tiba-tiba. Ta-tapi, aku harus mengatakannya..." jawab gadis berambut soft-pink itu dengan gugupnya.
Ia menggigit bibirnya, merutuki dirinya kenapa kata-kata itu belum keluar juga.
"Ayolah, Sakura. Ini kesempatan terakhirmu. Sasuke-kun akan kuliah di tempat yang beda denganmu. Di Universitas Tokyo ,lho! Mana mungkin kau bisa masuk sana," katanya dalam hati menyemangati dirinya.
"Apa aku tampak seperti orang yang sedang senggang?" tanya pemuda itu sarkastik menunggu gadis itu bicara tanpa sekilaspun mendongakkan wajahya kepada gadis itu.
Dengan penuh keberanian yang entah darimana didapatkannya, ia akhirnya menggucapkannya.
"Su-suki desu!" serunya sambil menyerahkan coklat buatannya yang berbentuk hati dengan membungkuk karena tidak sanggup melihat responnya. Semalaman ia bergadang untuk membuatnya dengan penuh kasih sayang.
"Hah?" didengar gadis itu pemuda pujaannya mengeluarkan suara terkejut.
"Sa-sasuke-kun, aku tahu kau pasti terkejut... Tapi, bi-bisakah kita mengulang dari awal?" katanya sambil memejamkan matanya, semakin merasakan detakan jantungnya yang tidak keruan cepatnya. Dia tahu wajahnya pasti sudah seperti tomat sekarang.
Lama sekali ia menunggu jawaban dari Sasuke. Merasa ada yang tidak beres, perlahan ia membuka matanya, melihat ke depan. Yang dilihatnya bukannya ekspresi seorang pria yang terkejut karena diajak balikan oleh mantannya. Tapi, seperti ekspresi orang yang terkejut bukan main ketika mengetahui menara Tokyo habis terbakar atau gedung putih dibom besar-besaran melalui smartphone-nya.
Ya, benar. Pemuda itupun mungkin tidak mendengar apapun yang diungkapkan gadis itu karena terlalu terkejut akan apa yang ada di smartphone-nya.
"Sa-sasuke-kun?" panggilnya.
Tapi percuma, perhatiannya tak teralihkan. Perlahan gadis itu melihat ekspresi pemuda itu dari terkejut sampai mukanya menjadi memerah karena terlalu senang menatap layar smartphone-nya, mungkin?
"Sa-sasu—"
"Hi-hinata..." bisik pemuda itu pelan. Walaupun pelan, gadis itu masih bisa mendengarnya.
"Hinata? Hyuuga Hinata? Murid teladan Konoha Senior High School itu? Siapanya Sasuke-kun dia? Lagipula memang dia kenapa? Kenapa Sasuke-kun bisa sesenang itu? Ja-jangan-jangan..." pikir gadis itu dalam hati.
"Ah, gomen. Tadi kenapa, Haruno?" tanya pemuda itu sambil membalikkan badannya ke depan gadis yang sedang menyatakan perasaan padanya tanpa ia ketahui karena terlalu ter-absorb dengan apa yang ada di smartphone-nya.
DEG.
Marah. Itulah yang dirasakan Sakura. Cepat-cepat ia menyembunyikan kotak coklat itu ke belakang badannya.
"Cih. Haruno, katanya? Bahkan sekarang aku orang asing baginya? Dan apa itu? Dia menyebut nama gadis lain di saat aku sedang berjuang mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaanku padanya? Apa dia punya hati?" rutuk Sakura dalam hati.
"Tidak ada. Lupakan saja apa yang sudah terjadi hari ini. You're still a jerk, Uchiha Sasuke. Nona Haruno akan pergi sekarang," jawab Sakura pedas dengan menekankan kata Haruno.
"Ah, souka. Baiklah, hati-hati di jalan," kata Sasuke dengan dinginnya walaupun ada nada bingung dalam perkataannya. Lalu, ia membalikkan punggungnya, kembali menyusuri jalan pulang menuju rumahnya.
Sepeninggalnya Sasuke, Haruno Sakura terpaku di tempatnya, memegangi coklat yang sudah dibuatnya. Tampak dua titik air mata menjatuhi dan merembes di kertas kado yang membungkus coklat itu. Usahanya sia-sia saja untuk kembali bersama Sasuke. Dulu, ketika ia menembak Sasuke, Sasuke hanya menjawab 'ya' dengan dingin, seakan tak peduli. Seakan siapa saja yang menyatakan perasaan padanya akan diterimanya. Memang Haruno Sakura bukan 'siapa saja'. Dia seorang trainee idol berbakat yang akan debut setelah ia menamatkan SMA-nya. Bahkan Sakura mulai berpikir bahwa Sasuke menerimanya karena itu, walaupun Sasuke sudah cukup populer.
Dada Sakura makin nyeri mengingat semua perlakuan Sasuke padanya. Satu-satunya yang istimewa hanyalah ketika ia memanggil Sakura dengan nama kecilnya. Tidak ada lagi. Lalu, akhirnya Sakura tak tahan lagi dan memutuskannya. Dan sama seperti ketika ia menembaknya, Sasuke menjawab 'ya' dengan acuh tak acuh. Bahkan, sekarang dia kembali memanggilnya Haruno. Sejak awal memang Sasuke tidak peduli padanya.
Tapi sudah 2 bulan sejak saat itu, Sakura menyesalinya, dan akhirnya pada hari ini ia mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan keinginannya untuk balikan.
Ia berpikir, "Tidak apa jika Sasuke-kun tidak peduli padaku. Asal dia ada di sampingku, itu sudah cukup,"
Dan ternyata sekarang ada gadis lain yang sudah merebut pangerannya. Tidak, bukan sekarang. Sejak awal, mungkin gadis Hinata itu sudah menang.
Gadis itu menangis dengan pedihnya, menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan suara isak tangis.
"Hyuuga Hinata..." ucap gadis itu di sela tangisnya. Perlahan ia mengambil smartphone-nya dari kantongnya, lalu membuka aplikasi Twitter.
Dia mengklik kolom 'search' dan mengetik nama Hinata Hyuuga. Dan muncullah profilnya. Ia melihat tweetsnya dan betapa terkejutnya ia melihat tweet terakhir dari gadis bernama Hinata itu. Ia menggertakkan giginya.
.
.
Hinata Hyuuga - hyuugahinata
University of Tokyo, I'm coming!~ :D
.
.
BACK TO SUMMER—
"Nah, begini gamenya. Aku akan membagikan kertas yang bernomor 1 sampai dengan 10 disertai dengan nama pemiliknya dalam huruf hiragana di belakang kertasnya. Karena di dalam ruangan ini ada 11 orang dan tentu saja, aku tidak boleh ikut bermain karena akan menjadi wasit," kata Neji menjelaskan awal peraturan game yang akan mereka mainkan sambil membagikan kertas-kertas bernomor tersebut.
"Apakah semua sudah dapat kartunya?" tanya Neji setelah membagikan kartu-kartu tersebut, yang disertai anggukan para anggota klub 'Japanese Culture'.
"Bagus, aku akan mengecek. Siapapun yang memiliki nomor yang kusebut harus menjawab 'ya'. Oke?" kata ketua klub itu, Neji Hyuuga.
"Nah, nomor 1?"
"Ya!"
"Nomor 4?"
"Ya!"
"Nomor 6?"
"Ya, senpai!"
"Baik, itu sudah mewakili, ya. Yang penting, kalian harus ingat nomor kartu kalian. Nah, inilah peraturan sebenarnya. Aku akan membacakan sebuah cerita yang di dalamnya ada kata-kata angka satu sampai sepuluh. Dan, ketika angka itu disebut, orang yang memiliki angka itu harus mengatakan 'ya'. Jika tidak menyahut dalam tiga detik, maka ia akan mendapat penalti. Nah, penaltinya kuserahkan pada kalian. Any ideas?" jelas sang ketua.
"Hmm.. Bagaimana jika dioleskan bedak?" usul salah satu dari mereka.
"Ide bagus!" sahut Naruto yang dalam hati tidak mau penaltinya adalah 'tidak boleh makan malam'. Dan semua anggota lain pun mengangguk setuju, mungkin juga menghindari penalti yang sama dengan yang dipikirkan oleh Naruto.
"Baik. Jadi itu penaltinya, ya? Nah sekarang kita mulai, ya!"
Semua orang mempertajam konsentrasinya dan sama-sama merasakan perasaan serunya game berkelompok ini. Tanpa ada yang tahu, bahwa semuanya dimulai dari game ini. Ya, semuanya.
.
.
.
Sudah seminggu sejak Sasuke menjalani kuliah di University of Tokyo. Tapi, ia tak pernah melihat batang hidung Hyuuga Hinata. Dia malah sudah ragu apakah benar ia kuliah di universitas ini. Dia terkejut sekali ketika mengetahui gadis itu ternyata kuliah di tempat ini.
Dari sejak ia meng-follow akun Hinata, ia tak pernah mengkontak gadis itu, begitu juga gadis itu. Apa mungkin kejadian saat kelas 3 SD itu? Entahlah, dia tak bisa berpikir jernih lagi. Iapun sekarang tak tahu ke arah mana ia berjalan.
"Ah!"
"Waa—"
BRUKK—
"Ittai," keluh seorang gadis yang terjatuh terduduk di depan Sasuke saat ini.
Sasuke yang masih terkejut, perlahan mengerjap-ngerjapkan matanya. Seketika kelopak matanya membulat melihat apa yang ada di depannya. Seorang gadis berambut indigo panjang bermata abu kelam sedang terduduk di depannya, meringis kesakitan, dengan kertas berserakkan dimana-mana.
"H-hyuuga?" panggil Sasuke ragu apa ia benar-benar Hinata atau bukan.
Gadis itu bereaksi ketika namanya disebut, mengangkat kepalanya ke arah sumber suara. Dan, betapa terkejutnya ia. Pemuda berambut raven dengan mata hitam kelam yang membuatnya terhanyut dalam masa cinta monyetnya. Kenangan yang hampir terlupakan itu muncul kembali. Uchiha Sasuke.
"Sasuke-kun?" panggil Hinata.
Seketika Sasuke terhenyak. Gadis itu memanggilnya dengan nama kecilnya tanpa hesitate sedikitpun. Lalu, ia tersadar kalau gadis itu masih terduduk. Sasuke mengulurkan tangannya ke arah Hinata.
"Bisa berdiri?" tanya Sasuke kepada gadis cantik itu.
Hinata tampak terkejut atas uluran tangan Sasuke. Tapi, ia menyanggupi uluran itu secara tidak sadar. Jujur saja, otak Hinata serasa kosong, tak bisa bekerja. Otaknya yang brilian masih belum bisa mencerna kenyataan.
Iapun berdiri dan berkata, "A-arigatou, Sa—ah bukan, U-uchiha-kun," kata gadis itu sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat.
"Sasuke sajapun tak apa, Hinata," balas pemuda itu memandang gadis itu terpana (walaupun dari luar, tampak seperti ekspresi datar).
"Ah, ha-ha'i," jawab Hinata gugup. Ia tak tahu Sasuke sudah bertumbuh menjadi pemuda seperti ini. Badannya makin tinggi, bahkan ujung kepala Hinata hanya sebahunya. Suaranya juga sudah berubah. Diapun tak tahu apa ini mimpi atau apa.
Tanpa sadar, mereka masih berpegangan tangan. Semua orang yang melewati koridor itupun terpana melihat pemandangan itu. Mahasiswa dan mahasiswi yang sama-sama mendapat nilai tertinggi pada tes masuk universitas, hanya saja beda jurusan, berpegangan tangan. Uchiha Sasuke masuk jurusan kedokteran. Sedangkan, Hyuuga Hinata jurusan bisnis internasional. Mereka tidak hanya populer dari masalah kejeniusan, tapi juga kecantikkan dan ketampanan mereka. Mereka benar-benar jadi bahan gosipan satu kampus.
Tersadar akan tatapan dari sekeliling mereka, mereka melepas pegangan tangan yang tak sengaja itu. Gugup. Itulah yang mereka rasakan.
Hinatapun berusaha merapihkan kertas-kertas yang berjatuhan tadi. Sasuke juga ikut membantu. "A-arigatou, Sa-sasuke-kun," katanya sambil membungkuk dan pergi dari tempat itu, berusaha untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah kepiting rebus.
"Ah, hi—" sebelum sempat menyelesaikan panggilannya, ia sudah melihat Hinata sudah cukup jauh.
Ia terdiam sejenak, tersenyum tipis. Tak disangka, di saat ia sudah mulai berpikir ia takkan bertemu dengan gadis itu, ia jatuh di depannya bagai malaikat kiriman Tuhan yang jatuh dari langit.
"Akhirnya, kita bertemu juga, Hyuuga Hinata," bisiknya kepada dirinya sendiri, Uchiha Sasuke.
.
.
.
Hyuuga Hinata. Benar-benar seorang gadis yang memiliki takdir yang rumit tampaknya. Tadi pagi ia dijemput pujaan hatinya bertahun-tahun, Uchiha Sasuke. Sekarang apa? Pria bertatoo besar bertuliskan namanya datang? Hebat. Mulut gadis itupun masih ternganga sampai sekarang, masih mencerna apa yang sedang terjadi. Sel-sel otaknya yang harusnya berguna saat ini, tidak bekerja sama sekali.
"Kyaaa~ apa ini, Hinata-chan? Kau sudah punya pacar tapi tidak beritahu aku? Jahat sekali kau, Hinata-chaan~" teriak Ino dengan volume suara yang benar-benar tidak bisa ditolerir lagi.
"Bu-bukan! A-aku tak—"
"Cieee~ Hinata ternyata pacaran dengan mahasiswa luar negeri ini?"
"Hebat! Dapat campuran bule begitu"
"Kenapa tidak beritahu-beritahu?"
Dan, macam-macam lagi perkataan respon sejenis. Walaupun ada isak tangis dari fanboys Hinata(?).
Sedangkan pemuda berambut pirang yang sedang dibicarakan ini memasang muka bingung. Ia bingung, mengapa ia dibilang pacaran dengan anak berambut panjang itu padahal baru pertama kali bertemu? Yah, walaupun manis juga, pikirnya.
"Eh? Apa maksud kalian?" akhirnya pemuda itu angkat bicara. Ia merutuki dirinya, harusnya hari ini, yang pertama kali ia ucapkan adalah 'Ohayou, mina! Hajimemashite!'. Tapi, kenapa malah jadi bahan permainan orang-orang ini?
"Ah, sudahlah! Tak usah ditutupi begitu!" seru Ino sambil merangkul pundak pria itu.
"E-eh, ch-chotto matte!" seru Naruto kebingungan.
"Kenapa? Memangnya kau mau menyangkal Hinata sebagai kekasihmu? Jahat banget," seru Ino mengintimidasinya.
"Eh? Hinata? Nama gadis itu Hinata?" tanya Naruto terkejut.
SREGG-
"Hei, ada ribut-ribut apa ini?" seru suara dosen tergalak seantero kampus sambil memasuki ruangan. Seketika ruangan itu sunyi disertai bunyi-bunyi bangku yang bergeser karena para pemilik bangku-bangku itu kembali ke tempat masing-masing.
Sang dosenpun menyadari keberadaan Naruto, si mahasiswa pertukaran pelajar. "Ah, Namikaze-kun? Aku dengar kau belum bisa membaca huruf jepang? Ini ada textbook menggunakan romaji dan bahasa inggris. Kau bisa menggunakannya untuk sekarang," kata dosen itu padanya sambil menyerahkan buku itu.
"Ah, baik. Arigatou gozaimasu," jawabnya berterimakasih sambil mengambil buku itu dari tangan sang dosen. Lalu, ia pergi ke satu-satunya bangku yang kosong di sudut ruangan, di samping gadis yang digoda bersamanya tadi, Hinata.
Pemuda berambut jabrik itu melirik sebentar gadis Hinata itu, lalu berpaling kembali, menarik bangku, dan mendudukkinya. Walaupun pandangan Hinata tetap fokus ke depan tampaknya, ia merasakan tatapan singkat pemuda itu dari sudut matanya.
"Oh, apa lagi ini, Kamisama?" tanyanya dalam hati, sambil melirik tatoo besar yang bertuliskan namanya itu dari sudut matanya. Lalu, ia menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran-pikiran aneh dan berkonsentrasi kembali untuk memperhatikan dosen galaknya itu.
.
.
.
.
CKLIK—
Bunyi klik-klik dari kamera bergema di seluruh ruangan studio. Berpusat pada satu gadis berambut merah muda, berpose dengan elegannya. Dia tersenyum ke kamera degan senyum alami yang di"jual"nya setiap hari. Berlatar belakang padang rumput hijau yang tampak mempercantik gadis yang memakai dress linen putih polos itu.
"Yak, Haruno-san. Sudah cukup. Terimakasih," kata sang fotografer sambil beranjak dari posisinya dan tampak puas dengan hasil potretannya hari ini.
"Terimakasih," jawab Haruno Sakura balik sambil membungkukkan badan.
"Wah, memang tidak salah memilih Haruno Sakura sebagai model majalah kami. Idol yang sedang naik daun saat ini! Wajah dan suaramu sama cantiknya, Haruno-san. Anda harus memikirkan karir model! Sangat menjanjikan bagi Anda," puji si fotografer.
"Ah, Anda melebih-lebihkan. Saya hanya mencintai menyanyi. Menyanyi adalah hidup saya. Lagipula body saya tidak terlalu bagus haha," jawab gadis itu merendahkah dirinya sambil terkikik geli.
"Ah tidak, Haruno-san! Malah saya juga berpendapat kalau Anda juga sangat berbakat dalam bidang akting! Drama Anda baru-baru ini mendapat rating tertinggi, bukan? Wah, how impressive! Memang tidak salah nama panggilan Anda adalah 'Nihongo no hime' hahaha," balas si fotografer.
"Ah-ti—"
Sebelum melanjutkan kalimatnya, sang manajer menyela,"Terimakasih atas hari ini. Maaf menyela, tapi Sakura-san harus segera pergi. Ada schedule yang harus dijalaninya lagi," kata manajer itu, Sai, dengan senyum a la bisnis miliknya.
"Daijoubudesuyo! Haruno-san memang harus sangat sibuk sekarang. Kalau begitu, saya permisi," katanya sambil membungkukkan badan sedikit. Sakura dan Saipun membalasnya.
Setelah fotografer itu pergi, sang manajer pun membuka mulutnya, "Nah, Haruno-san. Aku punya kabar baik untukmu," katanya dengan nada misterius.
Gadis berambut merah jambu pendek itu meliriknya malas sambil memainkan kukunya, "Apa? CF baru lagi? Give me a break!" jawabnya jengkel sambil mengeloskan diri ke sofa terdekat. Manajernya itu memang tidak tanggung-tanggung soal pekerjaan. Ia hanya membiarkan Sakura "libur" beberapa jam tiap minggunya. Akibatnya, Haruno Sakura, idol yang sedang digemari saat ini, tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya selama ini. Walaupun ia juga menikmati pekerjaannya (karena memang dasarnya dia suka dipuja-puja orang).
"Well, itu salah satunya. Tapi aku yakin kau ingin mendengar yang satu ini dibanding itu," katanya dengan nada misterius (lagi) sambil duduk di sofa depan Sakura dan mengambil koran yang tergeletak dan membentangkannya untuk dibaca sekilas.
Sakura mendadak merasa sesuatu menumbuk pikirannya. Matanya terbelalak. Ia berhenti memainkan kukunya. Tampak headline di halaman paling belakang koran yang dibaca Sai, yang menghadap Sakura seolah memampangkannya dengan bangganya.
"Sa-sai... Berhasil?"
"Mm—mhm, kau beruntung punya manajer seperti aku," katanya sambil mengangguk pelan dibalik koran itu dan agak menurunkan korannya karena Sakura tidak merespons juga dan hampir kaget melihat Sakura yang sedang terbelalak menatap satu titik. Ia membalikkan korannya.
"Wah wah, Jepang memang sudah dilanda cherry-fever, huh? Rasanya baru tadi malam aku diberi notifikasi. Dan, sudah masuk koran pagi? Hebat," katanya dengan sarkastik sambil melipat koran, "Tapi memang pasti heboh. Seorang idol terkenal memasuki universitas terkenal. Notabene, nilai pas-pasan," dengan tidak tahan ia menambahkannya, menahan tawa.
"Ka-kau! Tapi kau kan sudah mengurusnya. Lagian aku masuk jurusan seni, kok. Jadi tidak apa dong?" jawab Sakura sambil melipat tangan di dadanya.
"Well, kita hanya punya waktu 30 menit sekarang. Ayo cepat," kata Sai sambil melangkahkan kaki panjangnya, berjalan cepat.
"Hei, tidak bisakah kau memberiku waktu makan siang?" jawab Sakura mengomel sambil menyamakan langkahnya dengan Sai.
"Sudah ada bekal di mobil. Makan di mobil saja," jawabnya.
Sakura menatap jengkel manajernya. Tapi dalam hatinya, ia merasa senang sekali dengan kabar itu. Manajernya memang paling baik, pikirnya.
.
.
.
.
Jam makan siang. Hinata masih enggan melepas bangkunya, masih duduk melamun entah memikirkan apa. Ia melirik bangku di sebelahnya. Sudah tak ada penghuninya. Memang pada saat dosen keluar dari kelas, ia juga langsung lari keluar. Ke toliet, mungkin? Ah, kenapa Hinata memikirkan kemana dia pergi. Mungkin karena efek shock tadi? Siapa yang tidak akan shock melihat pria bertatoo besar bertuliskan namamu? Neither you nor me.
"Oi! Melamun aja! Makan, yuk!" ajak Ino, sahabatnya. Well, Ino bukan tipe orang yang menggoda Hinata di saat-saat seperti ini. Ia tahu ini janggal dan mungkin masalah serius. Siapa yang tahu kalau pemuda itu ternyata seorang hentai stalker yang mengejar-ngejar Hinata kemana-mana? Oh, sungguh ini bisa jadi sangat serius.
"Oh? Makan? Ah—iya, makan! Ayo, Ino-chan," katanya sambil berusaha semangat kembali. "Okay, calm down, this also will pass," pikirnya dalam hati.
Lalu mereka melangkah keluar menuju kantin. Ino berusaha mencari topik pembicaraan, tapi tetap saja hanya pemuda Naruto itu yang ia ingin tanyakan pada Hinata. Diapun tak tahan lagi membendung rasa penasarannya dan menanyakannya.
"Hinata-chan, apa kamu mengenal Namikaze Naruto-kun?" tanya Ino pada Hinata sambil terus berjalan.
"Tidak, ini baru pertama kali aku bertemu dengannya," jawab Hinata yang tak tahan ingin menambahkan, "Dan tatoonya."
"Sangat mengejutkan, Hinata-chan. Kupikir kalian pacaran," balas Ino.
"Hah, mana mungkin Ino-ch—" jawabnya terputus karena melihat sesosok berambut raven di depannya dan refleks menghentikan langkahnya.
"Ng? Kenapa Hina—" Ino melihatnya. Ya, Uchiha Sasuke. Uchiha Sasuke, cinta pertama Hinata. "Well, ohisashiburi, Uchiha-kun," sapa Ino dengan nada yang menurutnya biasa (walaupun melengking saking terkejutnya).
"Hn," katanya sambil melewati kedua gadis itu begitu saja. Tampak kesal, entah karena apa.
"Haha, Hinata, apa yang kau harapkan? Sasuke yang sedingin es itu mana mungkin menyukaimu. Sudah berapa tahun ini? 10 tahun kah?" pikir gadis itu dalam hati.
Hinata tampak lemas, seolah energi yang berusaha ia bengun kembali tadi lenyap seperti es yang dibiarkan di bawah sinar matahari jam 12 siang. "Oi, Hinata-chan? Daijoubu ka?" tanya sahabatnya itu. Ino sudah tahu apa yang membuatnya seperti ini. Dalam hati, ia dongkol sekali sama pemuda PHP (Pemberi Harapan Palsu) sialan itu. Tak tahukah ia semua yang dikeluarkan mulut Hinata belakangan ini adalah dirinya? Pakai jemput segala lagi tadi pagi. Sasuke terkutuk.
"Daijoubuyo! Lagipula, Sasuke-kun tidak mungkin tiba-tiba menyukaiku! Aku saja yang kegeeran," kata Hinata yang berusaha tertawa ceria yang sayangnya terdengar hambar dengan wajah musam. "Ya, mungkin aku yang terlalu banyak berharap," pikirnya.
"Ya sudah, kutraktir es coklat! Di saat-saat kayak gini emang coklat juga yang betul! Hahaha," kata Ino menyemangati Hinata. Hinata berusaha semangat kembali dan berpikir setidaknya ia masih punya Ino saat ini. "Aku tidak perlu mengharapkan sesuatu yang gak bisa kudapatkan. Bagai mengharapkan salju datang di musim panas yang terik ini. Musim panas yang penuh dengan mimpi indah, yang akan lenyap setelah aku bangun dan kembali ke musim dinginku yang kelabu," pikirnya.
Hyuuga Hinata, gadis plain itu, berusaha tersenyum kembali kepada gadis sahabatnya di siang yang panas itu. Ino tersenyum lega melihat senyum Hinata, lalu kembali melangkah ke kantin diikuti dengan Hinata, melewati toilet pria di samping mereka.
Wah, benar-benar panas. Es coklat juga yang betul!
.
.
.
Naruto mendudukkan dirinya di kursi taman Universitas Tokyo itu. Ia menghela nafas dan menutup matanya, membiarkan sinar matahari terik itu menyinari kulit tanned miliknya itu. Benar-benar aneh hari ini, menurutnya. Apalagi pria berambut pantat ayam tadi. Ada apa dengannya? Naruto benar-benar bingung. Lalu, ia membuka matanya, dan merogoh sakunya, mengambil smartphone-nya. Mencari nama Neji Hyuuga di daftar kontak dan menekan tombol call.
.
.
.
FLASHBACK.
.
"Wah, tepat waktu! Belum penuh nih toilet! Nature calls aren't jokes for godness sake!" katanya lalu menuju salah satu toilet berdiri pria. Tanpa sadar ada orang di sebelahnya. Orang itu tampak terkejut melihat lengan kanan Naruto. Yah, sedikit terjadi kesalahpahaman di sini. Karena lengan Naruto sedang berada di posisi bawah, jadi Naruto salah menginterpretasikan pandangan orang itu.
"Hey! Dude, where are you looking at? How perverted! I'm a pure guy not a gay, you know," kata Naruto menekankan kata 'gay' pada pemuda berambut raven bermata kelam itu, Uchiha Sasuke.
Tampak urat kesal di dahi pemuda tampan itu. "Gay? Aku melihat lenganmu yang bertatoo vulgar itu, dobe" katanya berusaha tenang menghadapi orang yang agak dianggapnya idiot karena langsung menyimpulkan sesuatu tanpa memikirkannya matang-matang. Impulsif.
"Ng? Vulgar? Memangnya di Jepang tak biasa ada seperti ini, ya?" jawabnya bingung. Ia kira Tokyo sudah menjadi kota yang lebih modern dari ia kecil dulu. Apa orang ini yang terlalu katrok?
"Bukan itu. Membuat namamu di tatoo, besar pula. Itu vulgar setidaknya menurutku," jawab Sasuke.
"Hahaha, iya, aku merasa namaku dalam hiragana keren, jadi aku membuat tatoo-nya!"
Hiragana, katanya. Berati dia bukan orang Jepang, pikir Sasuke. "Kau murid pertukaran pelajar itu?" tanyanya, diam-diam penasaran karena kalau tidak salah orang ini masuk jurusan yang masuk dengan Hinata. "Wah, ada dua Hinata sekarang. Jangan sampai mereka—ah, tidak mungkin," pikir Sasuke.
"Benar," jawabnya sambil diam-diam merasa bangga. Murid pertukaran pelajar. Not bad.
"Namamu aneh, Hinata-san. Feminin," katanya sambil membetulkan celananya dan beranjak ke wastafel untuk mencuci tangannya.
Hah? Hinata? Hinata-san?! Tidak, pasti ada yang error. Pendengaranku atau penglihatan orang ini, pikir Naruto.
"Eh? Hinata? Tapi, namaku—"
"Ingat ya, jika aku memanggil Hinata tanpa partikel "-san" berarti bukan kau yang kupanggil. Jaa," kata Sasuke memotong Naruto dan keluar dari toilet itu. Meninggalkan Naruto yang terdiam, bingung, berusaha mencerna perkataan pemuda itu. Lalu, ia mengingat kembali kejadian di kelas tadi dan pandangan aneh dari orang sekitar. Dan wajah gadis Hinata itu serasa menumbuk kepalanya. "Ah, tidak mungkin. Terlalu drama. Tapi ada baiknya kutanyakan pada Neji-senpai," pikirnya.
.
.
.
Sasuke menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Kenapa dia tiba-tiba marah? Karena melihat Hinata sedang membicarakan pemuda pirang tadi? Lagipula namanya ternyata Namikaze Na—apa? Ah pokoknya namanya bukan Hinata. Jadi kenapa dia membuat tatoo Hinata? Lagipula ia juga mengakui kalau tatoo itu namanya sendiri. Dan tadi apa kata Ino?
"Sangat mengejutkan, Hinata-chan. Kupikir kalian pacaran"
Ah, sial. Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala cerdas Uchiha itu. "Kenapa aku jadi harus menguping pembicaraan yang tak ingin kudengar? Lagipula, kenapa wajah Hinata tampak terkejut seperti itu saat melihatku seperti ketahuan melakukan sesuatu?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus-menerus menghujam kepala Sasuke. Terlalu aneh buatnya, apalagi masalah tatoo itu. Saking bingungnya ia, ia jadi tampak marah. Mungkin itu salah satu alasannya ia bersikap ketus tadi. Ya, dan garis bawahi bukan cemburu, setidaknya itu anggapan pemuda tampan ini.
Ia berjalan terus tanpa tahu mau kemana. Dan saat ia menghadap ke depan untuk mengetahui dimana dia sekarang, ia melihat sosok yang harusnya tidak ada di sini. Sosok yang harusnya sudah habis masa aktingnya di hidup Uchiha Sasuke. Sosok itu tersenyum lembut, namun tampak sirat licik di mata emerald miliknya, sama seperti beberapa bulan yang berlalu. Sama seperti di musim semi itu. Sosok itu berjalan mendekatinya, menyapanya.
"Uchiha-san, ohisashiburi," sapanya.
Sasuke terdiam di tempatnya menatap dingin gadis itu. Dan tanpa aba-aba apapun, gadis itu memeluk pemuda itu. Sasuke membelalakkan matanya.
Diam-diam, Haruno Sakura tersenyum licik kepada seorang gadis bermata keabuan di seberang sana. Mata yang siap melelehkan air mata hangat.
Hyuuga Hinata. Plain. 18 tahun. Gadis yang hanya bisa terpaku melihat pujaan hatinya dipeluk wanita lain. Yang hanya bisa terpaku melihat bahu pemuda yang sedang dilingkari lengan wanita cantik itu. Terpaku tanpa bisa melakukan apapun.
.
.
.
Author's note :
Yoshh~~
Kelar nih! Hope you guys like it!
Review diusahakan dibalas bagi yang login~~
Terimakasih reviewnyaaa
Senang banget! Memang agak OOC ya? Gomen ne
Ganbarimasuu~~
Read&Review again please!
Arigatou gozaimasu
TRANSLATOR NOTE :
- Daijoubu : Tidak apa-apa
- Ohisashiburi : Lama tidak bertemu
- CF : Commercial Filming (Syuting iklan)
- Cherry fever : Nama stage sakura itu cherry. jadi, demam Sakura haha
- Kalau ada yang mau nanya arti bahasa inggrisnya, bisa ditanya leat review ya. Soalnya banyak banget. Waktu mepet banget nih. Gomenasai
Salam fanfiction,
~healingblue~