TWO MOONS

copyright by BunnySyong a.k.a Choi Hanra

A ChanBaek fanfiction, other pair might appear G

enre(s): Fantasy, romance, Angst, Supernatural

Warnings: a bit western, typo, unidentified plot, alur kacau dan lambat.

DLDR!


CHAPTER 4: THE SIBLINGS WITHOUT PAST

Riften, 6 years later

Chanyeol menatap keluar jendela, melihat jalanan Riften yang penuh seperti biasanya. Terlihat normal memang, karena pemuda 21 tahun itu hanya menyandar di dinding samping jendela dan menatap keluar. Tetapi satu hal yang tidak di ketahui orang banyak adalah perhatiannya yang tidak pernah lepas dari seorang gadis muda dengan rambut perak dengan warna hitam bagian ujungnya yang duduk di salah satu dari banyak bangku panjang di perpustakaan umun Riften.

Gadis berambut perak tadi tampak sibuk menulis sesuatu di kertas perkamen yang terhampar di depannya. Matanya sibuk melihat tulisan-tulisan dalam aksara kuno di buku-buku tebal yang terbuka di samping perkamen yang tengah ditulisinya. Sebentar-sebentar tangan kirinya bergerak menyelipkan rambut selembut sutranya yang panjang lurus ke belakang telinga agar tidak menganggu. Chanyeol menghela nafas dan mengalihkan pandangannya pada Baekhyun, gadis berambut perak tadi. Dilangkahkannya kakinya mendekati gadis itu dan tangannya bergerak untuk mengepang rambut Baekhyun agar gadis itu tidak terganggu lagi. Baekhyun menoleh ke belakang dan lalu tersenyum pada Chanyeol yang kini tengah mengikat ujung kepangan rambut Baekhyun dengan pita rambut sutra yang dibawanya.

"Terima kasih, Chanyeol." Ucap Baekhyun pelan, takut mengganggu pengunjung perpustakaan yang lain dan kemudian kembali serius menyalin isi buku tebal dihadapannya. Chanyeol hanya memasang wajah datar dan lalu duduk di sebelah kiri Baekhyun. Diam-diam tersenyum dalam hati mendengar cara Baekhyun menyebut namanya. Baekhyun selalu menyebut namanya secara spesial, dia selalu menyebut nama Chanyeol dengan bunyi 'ie' samar di akhir. Tangannya menopang dagunya dan matanya menatap profil wajah Baekhyun dari samping. Hidung mancung, kulit pucat yang selalu dihiasi aksen merah muda samar di bagian pipinya, bibir kecil tipis yang merah alami-efek dari kebiasaan menggigit bibir bawahnya-, dan tak lupa mata abu-abu gelap dengan sedikit aksen hijau lumut yang dilengkapi dengan bulu mata yang panjang dan lentik. Chanyeol sungguh merasa kadang gadis ini adalah keturunan dryad.

Baekhyun menolehkan kepalanya pada Chanyeol yang masih menatapnya intens. Ditatapnya balik mata hazel Chanyeol yang selalu membuatnya merasa kalau dia bisa tenggelam didalamnya. Semburat merah muda manis tampak menjalar dari pipi Baekhyun yang pucat ke telinganya yang mungil dan meruncing diujungnya, sesuatu yang menjadi bukti gen elven dalam tubuhnya, sesuatu yang selalu Chanyeol sembunyikan dengan earcuff platina yang secara pribadi menjadi hadiahnya untuk Baekhyun. Baekhyun memalingkan wajahnya kembali ke buku dihadapannya karena sadar wajahnya pasti sudah merona sekarang. Chanyeol hanya tersenyum tipis melihat tingkah gadis di depannya itu. Tak lama kemudian, Chanyeol bangkit berdiri dan mengambil tasnya, tak ayal membuat Baekhyun mendongakkan kepala dan memberi Chanyeol tatapan bingung.

"Ayo pergi, Baekhyun-a. Kita harus bertemu seorang teman."


Baekhyun terus melangkahkan kaki rampingnya dengan gesit untuk mengimbangi langkah lebar Chanyeol yang sudah berjalan di depannya. Tetapi jalanan Riften yang ramai terpaksa membuatnya melangkah pelan dan hati-hati, terlebih karena saat ini Chanyeol memilih melawan arus pejalan kaki. Baekhyun menghela nafasnya kesal begitu tidak bisa melihat Chanyeol lagi. Apakah pemuda itu benar-benar tidak sadar kalau Baekhyun bukan jendral muda kaum werewolves sepertinya?

Setelah beberapa lama berjalan dan tetap tidak menemukan Chanyeol, hati Baekhyun mulai panik. Terakhir kali Baekhyun terpisah dari Chanyeol, Baekhyun berakhir di tempat dan situasi yang tidak begitu menyenangkan; pasar budak. Yang lebih parah, budak untuk 'hal-hal' tertentu. Rasa panik menjalar dengan cepat. Kedua telapak tangan Baekhyun mulai dibasahi keringat dingin, bibirnya bergetar, matanya melirik kesana kemari dengan cepat, selaput bening air bisa terlihat di kedua mata Baekhyun. Pikirannya yang tidak fokus tanpa sadar membawanya ke sebuah gang buntu yang gelap dan sepi.

"Wah, ada gerangan apa gadis muda ini bermain-main disini?"

Baekhyun tersentak dan menoleh ke belakang, menemukan tiga pemuda desa yang memegang botol-botol brendi dan bir. Mata Baekhyun melebar dan refleks bergerak mundur begitu mereka mendekat, bahkan Baekhyun bisa mencium bau alkohol dari nafas mereka, yang membuatnya semakin takut. Bau alkohol tidak pernah familiar bagi penciumannya.

"Sudahlah manis, kau tidak akan bisa lari. Lebih baik bermain dulu dengan kami." Ucap salah satu dari tiga pemuda yang kini tengah memojokan Baekhyun. 'Wajahnya terlihat seperti orang yang terlalu banyak menghirup filbeurn.' batin Baekhyun. Filbeurn sendiri adalah tanaman lokal Riften yang jika dibuat menjadi bubuk, akan mempunyai hasil yang sama dengan kokain. Fungsi utamanya sebenarnya untuk pembiusan atau untuk membuat para narapidana sedikit 'gembira' ketika akan menghadapi eksekusi mereka.

Punggung Baekhyun menyentuh dinding batu dingin di belakangnya. Baekhyun meringis, dia tidak bisa kabur lagi tanpa melukai pemuda-pemuda ini. Dan dia tidak ingin membuat Chanyeol kerepotan membersihkan kekacauan yang dia buat. Baekhyun bisa merasakan tubuhnya gemetar hebat seiring ketiga pemuda itu semakin mendekatinya. Bahkan pandangan Luna sudah mengabur karena bau alkohol yang menyengat bercampur dengan bau busuk bubuk filbeurn. Dan dalam waktu singkat, mereka berjarak kurang dari setengah meter dari Baekhyun yang sudah hampir menangis. Baekhyun merinding begitu tangan salah satu dari tiga pemuda tadi bergerak untuk melepas kancing pengait jubah Baekhyun yang berada tepat diatas dadanya. Dengan mudah pengait itu terlepas mengingat Baekhyun sudah terlalu takut untuk melawan dan jubah yang dikenakannya pun meluncur pasrah ke kakinya.

Ketiga pemuda tadi menyeringai melihat pakaian Baekhyun yang mengikuti bentuk tubuhnya yang ideal. Salah satu dari mereka bahkan sudah mendekatkan wajahnya ke perpotongan leher Baekhyun yang putih. Baekhyun mengernyit jijik begitu merasakan kulit pucatnya yang dingin bersentuhan dengan hidung pemuda tadi. Sebutir air mata sudah sukses meloloskan diri dari bendungan mata Baekhyun karena gadis itu memejamkan matanya rapat-rapat. Bibir Baekhyun terbuka sedikit dan disebutnya nama Chanyeol dengan bahasa elf.

"Louis Dratvenjier, yvest klaste jier." Louis Dragonborn, I shall summon you here.

Dan seiring ucapan itu lepas dari lidah Baekhyun, dibukanya perlahan kedua matanya, menampakan sepasang mata perak seperak cahaya bulan purnama penuh. Tangannya yang tadi kaku ditempat bergerak cepat mengambil lumdern-sejenis belati berlian pendek- yang terselip rapi di bagian belakang sabuknya. Tanpa ragu, Baekhyun menancapkan belati itu di leher pemuda yang berani-berani menyentuhkan wajahnya ke lehernya. Kedua temannya hanya beku di tempat melihat kejadian tadi. Wajah lembut Baekhyun sudah berubah sepenuhnya.

"Baekhyun-a."

Baekhyun mengerjapkan matanya, dan kedua matanya kembali ke warnanya semula. Sontak ditatapnya tangannya yang berlumur darah. Pandangannya berpindah-pindah dari tangannya ke belati intannya yang menancap sempurna di tubuh pemuda tadi yang kini sudah jatuh di tanah, sekarat. Bibirnya bergetar begitu sadar apa yang dilakukannya. Melihat kesempatan kabur, kedua pemuda sisanya berbalik dan berusaha melarikan diri yang sia-sia saja karena mereka berhadapan dengan Chanyeol yang dengan rapi memecahkan tengkorak mereka.

"Ch-Chanyeol.." bisiknya disela isakan yang mulai bermunculan. Chanyeol bergerak cepat melangkahi mayat-mayat di depannya dan mendekati Baekhyun yang sudah jatuh terduduk dan terisak. Chanyeol mengambil tangan Baekhyun yang berlumur darah dan membersihkannya dengan jubah Baekhyun yang tergeletak di tanah. Segera dibakarnya jubah Baekhyun tadi begitu tangan gadis itu bersih. Direngkuhnya Baekhyun ke dalam dekapannya, memeluk gadis yang tengah gemetar Chanyeol tak pernah berhenti mengusap punggung Baekhyun, sesekali dikecupnya dahi Baekhyun, berharap bisa menenangkan gadis itu. Diam-diam dikutuknya kebodohannya sampai bisa meninggalkan Baekhyun sendirian di kota ramai macam Riften. Belum lagi otak jeniusnya itu bisa sampai melupakan fakta bahwa Riften dipenuhi dengan kriminal.

Dan pemerkosa.

Chanyeol mengenyahkan pikiran mengerikan itu dari benaknya. Membayangkan Baekhyun mengalami hal yang amat sangat tidak menyenangkan itu sungguh membuatnya tersiksa. Bahkan Chanyeol sendiri kerap kali harus menahan diri agar tidak melakukan bermacam hal dengan kekasihnya itu. Ya, putri mahkota klan elf, Byun 'Luna Helstein Reyheim' Baekhyun adalah kekasih dari Jendral Muda kaum werewolves, Park 'Louis Jieldire Dragonborn" Chanyeol.

Kata lainnya, Baekhyun adalah imprint Chanyeol


"Baekhyun-a, tolong. Bicaralah. Kau diam seperti ini membuatku khawatir."

Baekhyun menanggapi ucapan Chanyeol dengan semakin menenggelamkan wajahnya di punggung Chanyeol. Pemuda itu tengah menggendong Baekhyun di punggungnya mengingat kaki Baekhyun yang lemas setelah kejadian tidak mengenakan di Riften. Chanyeol menghela nafasnya melihat aksi diam Baekhyun. Chanyeol sendiri tidak terbiasa dengan keheningan yang menyelimuti mereka mengingat Baekhyun adalah gadis yang ceria. Senyum gadis itu adalah matahari dan purnama sekaligus bagi Chanyeol. Chanyeol membenarkan posisi Baekhyun di punggungnya dan terus berjalan, sesekali berusaha mengajak Baekhyun berbicara. Dari candaan ringan hingga godaan yang Chanyeol yakin membuat wajah gadisnya berubah merah. Chanyeol menyeringai senang merasakan pukulan pelan Baekhyun di punggungnya sebagai jawaban atas godaan-godaan yang dia lontarkan.

Ketika mereka sampai di perbatasan hutan, Chanyeol mendudukkan Baekhyun di batu besar yang ada disana dan meletakkan tas-tas mereka di dekat kaki batu besar tadi. Diambilnya sebuah kotak beledu ungu dari dalam tas Baekhyun dan dibukanya kotak itu. Sebuah jubah baru untuk Baekhyun. Baekhyun menatap jubah itu tidak percaya, Baekhyun ingat jelas bordiran yang ada di atas kotak beledu itu. Lambang penjahit terkenal di seluruh Liestaum. Jubah yang sukses membuatnya jatuh cinta sejak melihatnya di Aldametr.

"Yeol.. Kau membelinya? Tapi, jubah ini mahal sekali Yeol!" bisik Baekhyun yang masih di dalam ketidakpercayaannya. Oh ayolah, kalian tahu rasanya menemukan barang idaman di depan mata kalian ketika kalian tidak mengharapkan benda itu ada pada saat itu. Membalas protes Baekhyun, Chanyeol hanya menggeleng lembut dan berdiri lalu melepas kaitan jubahnya yang sedari tadi dipakai Baekhyun. Sesuka apapun Chanyeol melihat Baekhyun tenggelam dalam jubahnya, Baekhyun tetap terlihat lebih cantik dengan pakaian yang memang sesuai ukurannya. Disampirkannya jubah baru tadi melewati pundak sempit Baekhyun dan dikaitkannya pengait depan jubah tersebut. Diraihnya tangan Baekhyun dan ditatapnya mata abu-abu gadis itu.

"Tidak ada hal yang terlalu mahal di dunia ini jika itu untukmu."


"Katamu tadi kita mau bertemu temanmu." Ucap Baekhyun memecah keheningan yang tercipta sedari tadi, sejak Chanyeol memberikannya jubah di pinggir hutan. Kini Chanyeol tengah menuntun Baekhyun melewati hutan yang rapat itu. Chanyeol tersenyum dalam hati karena gadisnya sudah mulai bicara kembali. Kini gilirannya untuk diam dan menjadi pendengar yang baik.

"Yeol! Jawaabbb, jangan hanya diam dan tersenyum seperti ituuu." Rengek Baekhyun ketika Chanyeol mendiamkannya dan bahkan tidak repot-repot memamerkan senyum lima jarinya, hanya sebentuk garis lengkung menawan yang diukirnya di wajahnya yang disebut senyum. Chanyeol tahu Baekhyun saat ini pasti sudah melancarkan serangan ultimatenya, merajuk. Pipi digembungkan, bibir dimajukan sedikit menjadi kerucut merah muda menggemaskan, dan Baekhyun akan meniup-niup poninya dengan kesal dari waktu ke waktu.

"Iya, kita akan bertemu temanku. Setelah keluar dari hutan ini dan memasuki Ordinf kita akan menemui temanku." Jawab Chanyeol geli karena begitu ditolehkannya kepalanya untuk melihat Baekhyun, tebakannya benar, Baekhyun merajuk. Mendengar jawaban Chanyeol, senyum kembali muncul di wajahnya yang manis.

"Benarkah? Laki-laki atau perempuan? Orangnya seperti apa? Klan apa? Bagaimana kau bisa mengenalnya? Apakah dia orang yang humoris? Galak tidak? Oh iya, kita berapa lama di Ordinf? Aku belum pernah mengunjungi perpustakaan Ordinf, padahal katanya perpustakaan itu sangat keren!" cerocos Baekhyun panjang lebar. Chanyeol memutuskan untuk berjalan di samping kekasihnya agar bisa menjawab semua pertanyaan yang keluar dari bibir mungilnya itu.

"Iya benar. Dia perempuan, tinggi, ramping dan cantik. Orangnya humoris, tapi kesan yang dia berikan pada orang lain tidak seperti itu. Dia gadis yang hangat dan menyenangkan. Dan dia werewolf, sepertiku." Balas Chanyeol atas beberapa pertanyaan Baekhyun. Mendengar kalau mereka akan bertemu dengan teman wanita Chanyeol membuat hatinya sedikit banyak kesal juga. Tidak apa-apa jika teman-temannya biasa saja, terlebih jika bukan satu klan dengan Chanyeol. Tetapi, masalahnya adalah semua teman-teman wanita Chanyeol sudah seperti anggota keluarga kerajaan yang tentu saja luar biasa cantik, ditambah kalau mereka werewolf. Mereka pasti mengenal Chanyeol lebih lama daripada dirinya dan itu membuatnya cemburu.

"Oh."

Mendengar balasan pendek Baekhyun membuat Chanyeol menolehkan kepalanya pada Baekhyun. Sekali lihatpun Chanyeol tahu kalau Baekhyun cemburu. Kekasihnya memang tidak suka berbagi. Tetapi hal itu hanya berlaku pada Chanyeol. Bahkan berbagi Chanyeol pada teman-temannya saja kadang Baekhyun tidak mau. Dan Chanyeol tidak bisa menolak keinginan egois Baekhyun karena kekasihnya sangat imut.

"Kau cemburu, Baekhyun-a?" canda Chanyeol sembari mengusak rambut Baekhyun dan membuat gadis cantik itu semakin kesal. Dihentakkannya kakinya, menyatakan ketidaksukaannya terhadap perilaku Chanyeol barusan. Chanyeol tersenyum lembut dan beringsut merapikan hasil pekerjaannya tadi. Merasakan gerakan lembut Chanyeol yang tengah merapikan rambutnya membuat perasaan Baekhyun membaik.

Diangkatnya kepalanya, melihat wajah tampan Chanyeol. Tinggi pemuda itu yang lebih tinggi satu kepala daripada Baekhyun membuatnya harus mendongak jika ingin melihat wajah kekasihnya itu. Semburat merah muda manis dan lembut, seperti gula kapas merayap di pipi pucat Baekhyun serta melihat wajah Chanyeol selalu membuatnya merasa nyaman. Aman. Seketika itu juga air mata merebak di mata Baekhyun.

"Yeol, aku takut. Aku takut sekali." Mendengar bisikan lirih Baekhyun, Chanyeol menghentikan kegiatannya mengurai kusut di rambut Baekhyun dan membuatnya menurunkan arah pandangnya ke wajah Baekhyun yang tidak terlihat karena kepalanya yang tertunduk. Tanganya turun ke dagu Baekhyun dan mengangkat kepalanya lembut, mempertemukan kedua mata mereka. Mempertemukan hazel dengan kelabu kehijauan yang tengah berkilau karena air mata. Ditariknya Baekhyun ke pelukannya. Kembali Chanyeol memberikan kecupan-kecupan kecil di puncak kepala Baekhyun yang kini tengah terisak.

"Aku takut Yeol. Aku takut pada diriku sendiri. Bagaimana jika aku tanpa sadar melukaimu? Aku takut Yeol. Aku semakin banyak teingat sesuatu belakangan ini. Sejujurnya, akupun takut memasuki Ordinf, perasaanku tidak nyaman, sungguh." Bisik Baekhyun diantara isakan pelan yang lolos dari bibir merahnya. Chanyeol hanya bisa mengelus pelan punggung Baekhyun dan membisikkan kata-kata lembut untuk menenangkan gadis itu.

"Oh Baekhyun-a, percayalah kau tidak akan pernah menyakitiku. Kau adalah gadis paling baik yang pernah kutemui. Tenanglah. Aku ada disini. Aku akan menjagamu Baekhyun-a. Kumohon percayalah." Bisik Chanyeol perlahan di telinga Baekhyun yang masih terisak. Diam-diam Chanyeol menghela nafas lega merasakan Baekhyun sedikit lebih rileks. Didorongnya lembut tubuh Baekhyun dan berbalik, lalu berjongkok dan memberi Baekhyun instruksi untuk naik kembali ke punggungnya. Baekhyun yang masih belum benar-benar berhenti terisak memberi Chanyeol pandangan bertanya.

"Naiklah. Ordinf masih jauh, dan kau pasti lelah, jadi tidurlah." Jelas Chanyeol pada kekasihnya yang masih menatapnya ragu. "Oh astaga Baekhyun-a. Ini hanya kau, aku bisa membawamu di pundakku seperti sekarung beras tanpa kesulitan. Berhentilah menatapku dengan tatapan ragu seperti itu." Gerutu Chanyeol pada kekasihnya yang kini tengah tertawa kecil. Chanyeol kembali berjongkok di depan Baekhyun dan Baekhyun naik-setengah melompat- ke punggung Chanyeol dan mengalungkan tangannya di leher Chanyeol.

"Begini lebih baik. Tidurlah, dan jangan pikirkan apapun."


Warna jingga dengan semburat ungu mendominasi langit Yvestrien. Cahaya matahari jingga memantul indah pada rumah-rumah penduduknya, tidak terkecuali Reiheym Manor yang sebagian besar temboknya seputih pualam. Ryeowook tampak tengah duduk di kursi goyang tua milik ibu Baekhyun yang ada di balkon kamar gadis muda itu.

Mata emas jernih Ryeowook tampak tengah melihat kearah gerbang besi tua besar yang menjadi gerbang utama Reiheym Manor, mengawasi pemuda tinggi yang baru saja melewati gerbang itu. Pemuda itu tampak menyadari tatapan Ryeowook dan balas menatapnya. Menyadari bahwa pemuda itu tidak bisa melihatnya karena posisinya yang membelakangi matahari, Ryeowook membisikkan sesuatu pada Angin dan meniupnya pergi, menyampaikan pesannya pada pemuda misterius itu.

"Heislier au daistriech, maslier Kris." Selamat datang, Master Kris


Pemuda itu melangkahkan kakinya menyusuri lorong panjang Reiheym Manor dalam diam. Rambutnya hitam legam, matanya sewarna sinar matahari yang menembus dedaunan pohon firen yang meneduhi jalan-jalan Yvestrien di penghujung musim gugur. Kulitnya putih, hampir pucat. Garis wajahnya tegas namun disaat bersamaan memberikan kesan lembut, seperti seorang saudara laki-laki yang menyenangkan.

Wu 'Raven Hilnt Vladimir' Kris, nama pemuda itu. Dikenal sebagai Rave's Master dan dijuluki sebagai ujung tombak Reiheym. Kaki panjangnya bergerak cepat menuju ke ruangan besar di ujung lorong. Jelas tergambar lelah di wajah rupawannya, tetapi sekali lagi, seseorang dibalik pintu kayu di hadapannya ini membuatnya harus menyingkirkan segala ide dan niatan untuk beristirahat.

"Farthen."

Sangjoon mengangkat pandangannya dari perkamen yang tergelar di mejanya ke arah pintu, tempat Kris berdiri. Senyum tipis tergaris di wajah Sangjoon melihat pemuda itu. Sangjoon bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati pemuda cakap itu.

"Heislier au daistriech, Kris. Senang melihatmu sehat dan bersih seperti ini. Aku masih ingat terakhir kali kita bertemu kondisimu sunggu tidak mengenakkan." Ujar Sangjoon ringan. "Tidakkah engkau ingin memeluk ayahmu, Nak?" tambahnya sembari melebarkan kedua tangannya, isyarat agar Kris mendekat dan memberinya pelukan. Kris hanya tersenyum dan memberikan apa yang diingikan ayahnya itu.

"Senang bisa pulang, Ayah. Bagaimana Baekhyun-a?" balas Kris sembari mengikuti Sangjoon yang sudah kembali duduk di kursinya. Mendengar pertanyaan Kris, elf tua itu hanya bisa menghela nafas berat. Wajahnya menyiratkan suasana hatinya yang sedih.

"Pasukanku masih belum bisa menemukannya. Anak itu seperti berpindah-pindah terus. Sehari dia di kota ini, dan esok harinya dia menghilang." Lirih Sangjoon. Pasukannya bukan sama sekali belum menemukan Baekhyun putrinya, hanya saja anaknya mendadak menjadi seperti hantu yang bisa menghilang.

Dahi Kris berkerut mendengar penuturan Ayahnya. Baekhyun yang dia kenal adalah tipikal gadis bangsawan. Rapi, teratur, dan terisolasi, meskipun dia gadis hiperaktif bermulut kasar. Temannya hanya mereka penghuni manor dan buku perpustakaan. Baekhyun belajar di Theiran pun karena Kris yang mendesak Sangjoon untuk membiarkan Baekhyun melihat dunia luar. Dan sekarang adik cantiknya itu sudah menghilang enam tahun.

"Kau tentu tahu kenapa aku memanggilmu pulang sepulangnya kau ke Liestaum. Mata-mataku semakin sering merasakan keberadaan Baekhyun. Kurasa mantra atau apapun yang menempel padanya mulai memudar. Bahkan aku mulai bisa melihatnya di lacrima.

"Aku tidak memintamu untuk langsung pergi mencarinya. Persiapkanlah hal-hal yang perlukan. Ryeowook mulai sering melamun dan firasatku tidak enak." Kris mengangguk kecil mendengar penuturan ayahnya. Ryeowook pengasuhnya memang bukan elf biasa. Ryeowook bukanlah eldvardya, tetapi Ryeowook bisa melihat masa depan dan masa lalu seseorang hanya dengan menyentuhnya. Jika pengasuhnya itu mulai sering melamun maka sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi dalam waktu dekat.

"Aku harap kau akan melakukan sesuatu yang benar. Ingat hutangmu padaku, Kris. Sekarang kau boleh beristirahat. Aku yakin Ryeowook sudah menyiapkan kamarmu." Dan Kris pun membungkuk memberi hormat pada elf tua dihadapannya dan berbalik pergi


Melamun bukanlah hal yang sering Kris lakukan. Biasanya pemuda ini akan duduk di akar pohon besar di hutan bersama beberapa pemburu yang tidak mengetahui siapa dirinya. Atau menyelinap ke kota-kota werewolf dan mengumpulkan informasi-informasi yang dianggap penting. Kris sendiri lebih sering menghabiskan waktunya di kota werewolf atau tinggal di Asuntarl, desa yang hampir bisa disebut kota di pinggir Hutan Putih. Desa ini sendiri dihuni para pemburu veteran atau mereka yang tidak suka sistem diskriminasi yang dilakukan oleh klan elf dengan klan werewolf.

Tapi hari ini Kris tidak melakukan semua hal yang biasa dia lakukan, melainkan duduk-setengah-berbaring di kursi panjang di samping jendela besar yang ada di ruang belajar Baekhyun. Adik angkatnya itu benar-benar membuatnya pusing. Baekhyun memang hiperaktif, tapi Baekhyun tidak pernah mau merepotkan orang lain.

Angin sore berhembus tenang melewati celah jendela yang memang sengaja dibiarkan terbuka oleh Kris. Berada di wilayah elven ketika dia sudah belasan tahun terbiasa hidup di Asuntarl yang netral sedikit banyak membuatnya risih. Terlebih karena dirinya bukan salah satu dari mereka yang ada di kota ini. Kris bukan elven.

Kris sendiri tidak tahu sebenarnya dia ini apa. Disatu sisi dia merasa nyaman tinggal dan bergaul dengan para werewolves, atau mungkin itu karena dia selama ini hanya bergaul dengan mereka yang menikmati kedamaian seperti manusia menikmati cerutu atau alkohol. Tetapi disisi yang lain, dia percaya kalau dia juga bukan elf. Atau ras apapun yang pernah dia temui.

'Andai aku tahu masa laluku sebelum diangkat oleh klan ini. Aku tidak akan pusing sekarang.'

Kris menghela nafas panjang dan bangkit dari posisinya dan lalu berjalan menuju pintu berukir disisi lain ruangan yang merupakan benda hasil sihir pertama Baekhyun. Semua ukiran rumit dan tidak beraturan di pintu itu merupakan hasil mantera Baekhyun selama berbulan-bulan. Bahkan Kris masih bisa mendengar alunan lembut mantera bernada rendah yang berasal dari pintu itu mengalun pelan di sekitar ruangan belajar Baekhyun bahkan setelah belasan tahun. Kris semakin ingin menemukan adiknya sekarang. "Tunggulah Baekhyun-a, aku akan menemukanmu dan menghabisi bajingan sialan yang berani-beraninya mengambilmu."


Srek srek Aku berhenti bergerak begitu mendengar suara gesekan daun itu. Aku sedang bersembunyi dan suara seperti itu bukan tanda yang bagus.

"Sembunyilah dengan baik~ karena aku bisa melihat rambutmu~"

Urgh, kenapa aku merinding begini? Setelah diam beberapa saat dan yakin siapapun yang melantunkan nyanyian mengerikan tadi tidak benar-benar melihat rambutku, aku kembali bergerak semakin masuk ke dalam hutan. Beberapa kali aku sempat terhenti karena jubahku tersangkut semak-semak bulat-pendek-bodoh yang berada di sepajang jalan setapak yang tengah aku susuri ini.

Lou pasti mengamuk kalau tahu aku menyumpahi sesemakan bodoh itu. Begitu sampai di lapangan luas di tengah hutan, aku menghela nafas lega. Sedikit lagi tanganku bisa mencapai batang pohon birch di tengah lapangan itu. Sedikit lagi..

"KYAAA"

Aku mendengar gelak tawa di belakangku, sontak membuatku menoleh untuk melihat siapa yang telah berani-beraninya mengangetkanku.

"Astaga Baekhyun-a. Kau lucu sekali! Kau harus lihat ekspresi wajahmu itu! Hahahahaha!" gurau sosok anak laki-laki di hadapanku. Dia lebih tinggi dariku, tentu saja. Bagaimana bisa laki-laki lebih pendek dari perempuan? Rambutnya sewarna susu coklat yang biasa dibuatkan Ryeowook untukku.

"Aish. Saekkiya." Desisku.

"Baek! Bahasamu, Nona Muda!"

Mendengar teguran bocah laki-laki di depanku ini aku hanya bisa mengerucutkan bibir dan menggerutu dalam hati. Dia selalu mengingatkanku untuk tidak bicara kasar. Katanya aku elf spesial, jadi aku harus berhati-hati dngan perkataanku. Lagipula aku bangsawan katanya, tidak pantas seorang lady berkata seperti itu.

"Sudahlah, jangan menggodanya terus. Lihat wajahnya sudah berlipat seperti itu." Melihatku merajuk, sesorang anak laki-laki lain yang tidak jauh berbeda penampilannya dengan anak yang pertama tadi mendekatiku yang sudah duduk di akar pohon birch besar tadi. Lalu dengan senyum terlukis di wajahnya, dia dengan santai mengacak-acak rambutku. Bukannya menghiburku, hal yang dia lakukan malah semakin membuatku kesal. Lalu kedua bocah tadi tertawa bersama melihatku yang semakin kesal.

"Milady! Milady!"

Kedua anak laki-laki di depanku tersentak dan menolehkan kepalanya ke belakang begitu mendengar suara Ryeowook yang memanggilku. Lalu keduanya kembali menoleh kearahku dan tersenyum. Wajah mereka mirip, aku kadang tidak bisa membedakan mana yang Lou dan mana yang Rae. Kecuali warna rambut mereka, Lou berambut cokelat kotor seperti susu cokelat dan Rae berambut hitam. Lou lebih banyak bicara sedangkan Rae lebih diam. Tetapi keduanya sama-sama jahil.

"Ayo Lou, sudah saatnya Tuan Putri kembali ke istananya. Dan kita pengawalnya harus kembali ke pos jaga." Ujar Rae pada Lou yang tengah merapikan rambutku yang tadi diacak Rae. Mendengar kata-kata Rae, Lou menoleh dan menggelengkan kepalanya.

"Kau pengawalnya, tapi aku Pangerannya. Pergilah dulu. Aku akan disini sampai Ryeowook muncul. Tenang saja, nenek tua itu tidak akan melihatku." Balas Lou. Rae hanya mengangguk dalam diam dan lalu kemudian memelukku singkat dan lalu berlari masuk ke dalam hutan. "

Nah, rambutmu sudah rapi. Maaf tadi aku mengangetkanmu. Tapi kau terlihat imut dengan warna merah muda di wajahmu saat kau marah. Itulah kenapa aku selalu suka membuatmu marah." Bisik Lou sembil mengelus-elus kepalaku. Aku selalu suka tangan Lou, tangannya hangat, tidak seperti tangan Ryeowook yang dingin.

"Guastelina envandas Baekhyun-a. Ingat itu. Lieslier meir fastriech. Nah, pengasuhmu disini, jadi aku pergi dulu. Sampai jumpa. Aku akan mengirimkan pesan lagi untukmu. Jaga dirimu baik-baik dan jangan bermain di hutan tanpaku atau Rae, oke?" ujar Lou panjang lebar. Dia selalu seperti ini. Dia memang usil, tapi dialah yang memperlakukanku seperti boneka porselen yang rapuh. Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan ketika Lou berlari menyusul Lae ke dalam hutan.


Ini bukan kebiasaanku.

Seperti yang kubilang, ini bukan kebiasaanku. Biasanya aku akan berada di perpustakaan belajar dan bukannya masuk hutan seperti ini. Tetapi hari ini aku merasa kalau aku harus keluar dari manor dan masuk ke hutan yang sudah tiga tahun lebih tidak kukunjungi. Firasatku tidak enak. Biarpun aku jarang masuk hutan, aku tahu hutan tidak biasanya sesunyi ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Aku kembali berjalan setelah melepaskan rokku yang tersangkut di sesemakkan.

ZLEB

Langkahku berhenti. Tadi itu bunyi desingan panah. Aku pemanah jadi aku tahu bunyinya bahkan dari jarak jauh. Tetapi bukan bunyi desingan itu yang aku herankan. Tetapi bunyi redamannya. Farthen tidak pernah membiarkan pemburu masuk ke hutan ini. Setelah mengumpulkan keberanian, aku berbalik arah dan berjalan perlahan kearah datangnya suara desingan tadi. Aku hampir menjerit begitu melihat sesosok anak laki-laki yang tidak jauh berbeda usianya dariku duduk bersandar di salah satu pohon dengan panah menancap di pahanya. Wajahnya familiar, tetapi aku tidak bisa mengingatnya. Aku berlari mendekat dan mengambil belati perak dari balik rokku dan memotong sedikit bagian dari gaunku yang panjang dan merepotkan itu.

"Ah, tahanlah sedikit. Aku akan mencabut panahnya." Bisikku pelan. Aku bahkan bisa merasakan suaraku gemetar. Oh ayolah Luna, kau chanter. Ini bukan saat dimana kau boleh panik. Tanpa sadar aku mengalunkan nada-nada rendah dari pita suaraku. Nada-nada ringan yang sarat mantera hanya sekadar untuk menenangkan si anak laki-laki dan membuat sakitnya berkurang. Aku berhasil mencabut panahnya dalam percobaan pertama dan segera membebat lukanya dengan potongan kain dari gaunku tadi.

"Te-terima kasih."

Aku mengangkat kepalaku dan menatap langsung mata anak laki-laki tadi. Matanya hazel cantik dan lembut. Untuk sesaat aku terpana. Lalu anak tadi tersenyum tipis dan mengelus kepalaku. Rasanya familiar, sangat familiar. Tetapi aku tetap tidak bisa mengingat apapun.

"Guastelina envandas. Lieslier meir fastriech."

Dan semuanya gelap.


Manor tampak lebih sepi beberapa bulan ini. Aku bahkan belum bertemu Farthen sejak awal dua purnama lalu. Jadi aku terpaksa melakukan ritual Purnama Penuh sendirian. Aku bisa merasakan semakin banyak sihir yang mengaliri tubuhku seiring aku dewasa. Tapi sihir ini asing, tidak seperti energi kebiruan familiar yang kulihat memancar dari kulitku tiap purnama, tetapi sihir ini perak dan asing, tapi aku menyukainya.

Aku duduk di kursi goyang Morthen seperti biasa. Ini sore keemasan mewah yang hangat, seperti sore-sore yang dulu aku habiskan dengan Morthen berbagi cerita. Tetapi sejak Morthen meninggal setahun lalu, aku bersikeras meminta kursi goyang kesayangannya agar dipindahkan ke balkonku. Perhatianku teralih dari muku yang tengah kubaca kearah gerbang utama manor.

Farthen pulang, tapi tidak sendirian. Di sebelahnya ada anak laki-laki yang memberikanku perasaan aneh di dasar perutku. Matanya sewarna sinar matahari, hazel yang terang. Sepertinya dia menyadariku, karena dia mengangkat kepalanya dan menatapku, lalu tersenyum.

"Lieslier meir fastriech, feislier Baekhyun."

Dan aku rubuh bersamaan dengan anak laki-laki itu


Baekhyun terlonjak dari tidurnya. Wajahnya pucat, nafasnya tersengal dan rambutnya lembab karena keringat. Chanyeol yang berbaring di sampingnya ikut terbangun karena gerakan tiba-tiba kekasihnya itu.

"Baekhyun-a? Kau baik?"

Baekhyun menutup wajah dengan kedua tangan dan berusaha mengumpulkan nafasnya. Dadanya sesak dan rasanya panas. Padahal purnama masih jauh. Mendengar suara Chanyeol, Baekhyun hanya mampu menggeleng pelan tanpa melihat kearah pemuda tampan itu.

"A-a-aku.."

"Baek, rambutmu.." desis Chanyeol setelah sadar perubahan yang dialami Baekhyun. Baekhyun tersentak dan melompat turun dari ranjang yang tadi ditempatinya bersama Chanyeol dan menatap cermin dengan tatapan horor.

Di cermin itu terpantul wajah gadis yang sama persis dengan wajah Baekhyun. Mata kelabu kehijauan yang jelas miliknya, bibir kecil yang kini pucat, struktur wajahnya, semuanya sama dengan Baekhyun. Tetapi yang membuatnya kaget adalah warna rambut gadis di cermin itu. Hitam keunguan. Oh tidak.

"Yeol, aku.. Aku melihat semuanya. Aku ingat semuanya. A-aku.. Ramalannya Yeol, ramalannya. Tidak. Aku harus pergi Yeol." Desis Baekhyun menyadari perubahannya. Wajahnya terlihat panik dan diambilnya jubahnya dengan satu gerakan gesit dan berlari keluar. Chanyeol melompat dari ranjangnya dan berlari menyusul Baekhyun, dan berhasil menangkapnya sebelum gadis itu berlari menuruni tangga. Chanyeol bisa merasakan jelas rasa panik yang menguar dari eksistensi gadis itu. Ditariknya Baekhyun kembali ke kamar mereka dan lalu di dudukkannya kekasihnya itu di kursi.

"Baek, tenang. Kendalikan dirimu."

Baekhyun mulai tenang sebelum akhirnya menangis sampai tertidur. Chanyeol mengangkat tubuh mungil Baekhyun dan membaringkannya di ranjang. Ditatapnya lekat-lekat wajah Baekhyun sebelum menghembuskan nafas yang tadi sempat ditahannya. Lalu Chanyeol bergerak menuju jendela besar yang ada di kamar mereka dan menatap bulan sabit keperakan muram yang duduk santai di langit dan menyiramkan cahaya magisnya tanpa peduli apapun. Entah kenapa, Chanyeol yakin purnama kali ini akan sangat merepotkan.


Ketika Sang Terpilih yang buta sewarna dengan malam, maka Kegelapan akan mulai bergerak untuk memulai perang dengan Terang dengan Damai sebagai taruhannya.

TBC


AHAHAHAHAHAH HAI SEMUAAAA

Bunny comeback dengan Two Moons! chapter ini panjang dan merepotkan, bacanya juga nyebelin hahahah maafkan Bunny yang sudah seenak jidat ini huaaa

Intinya, Bunny minta maaf atas sikap tidak bertanggung jawab BUnny yang mentelantarkan semua project bunny untuk kalian semua readers! tapi tenang aja, abis ini Bunny berkomitmen untuk jadi writer bertanggung jawah heheheh kalian bisa menantikan ff-ff berikutnya dari Bunny! dan untuk kalian yang juga baca ff debut Bunny, Lucky That I Found You yang kini telah tamat dan minta sekuelnya, tenang aja! BUnny usahakan dalam bulan ini ya! jangan lupa review Two Moons juga!

Dan, Turut berduka cita buat Tragedi Ferry Sewol. Semoga semua keluarga dikuatkan dan yang hilang di temukan. amin!

n.b: COMEBACK EXO HUAHAHAHAH IM OVERDOSE OMG BAEKHYUN OKAY IM DONE BYE.

Thanks to:

All my readers, siders, reviewers. All who favorite and follow this story.

I LOVE YOU ALL, because im nothing without you.