Tap
Kuroko memegang dadanya, meremas bagian depan kemeja biru muda miliknya. Memejamkan mata perlahan, merapatkan bibirnya dan mengambil nafas sebanyak yang bisa ia ambil—salagi bisa.
Kuroko merasa sangat gugup—padahal sebelumnya dia tidak pernah segugup ini. Ia yang tidak terlalu mikirkan semua yang berada di sekitarnya, merasakan hal yang benar-benar menantang sekarang. Ingin rasanya menangis karena rasa yang tidak nyaman seperti ini. Tapi, Kuroko bukan orang seperti itu. Kuroko yakin dia berani, dan ia berpikir optimis serta sudah menyiapkan semua perasaannya yang ada, karena mungkin hal 'yang mungkin' terjadi itu ternyata benar-benar terjadi.
Pernah kau merasakan, rasa gugup saat ingin melakukan hal yang begitu besar?
Mungkin jika kau pernah merasakannya, kau bisa tau apa yang sedang dirasakan Kuroko sekarang ini. Kuroko benar-benar akan melakukan hal yang besar.
Bertanya kepada gurunya yang notabel sangat 'ganas' itu tentang perasaannya pada Kuroko sebenarnya, dan juga bertanya perasaan apa yang dia rasakan saat Akashi menyentuhnya.
Perasaan menginginkan lebih.
Apa itu benar?
Kuroko menghembuskan nafasnya pelan. Membuka matanya, mencoba menormalkan detak jantungnya. Tidak! Bukannya normal, sekarang jantungnya benar-benar terasa berhenti lalu tiba-tiba terjadi dentuman yang sangat besar.
Kuroko terlonjak.
Melihat sosok yang tadi dibayangkannya, menjadi terlihat sangat nyata.
Berdiri di depannya, melihatnya dengan pandangan yang sangat tajam dari sebelumnya, dan mendengus. Sedikit memiringkan kepalanya, Akashi masih melihat Kuroko dengan tampang yang—menurut Kuroko—sangat menyeramkan saat ini.
"Sedang apa kau, Tetsuya?"
Sial, kenapa Kuroko sama sekali tidak mendengar suara pintu terbuka dan menampilkan sosok yang belum 'terlalu' siap dia pandang itu?!
Rasanya Kuroko ingin terjun dari atap sekolah sambil tersenyum dan menangis secara bersamaan saja—kalau bisa.
.
.
.
Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki.
Pairing: AkaKuro
Rated: T++++
Warning: Ooc, Typos and Miss Typos, Yaoi, AU, Pedo!Aka, dll
.
Summary: Kuroko selalu malas berhadapan dengan guru olahraga-nya itu. Tapi, kenapa saat mendapat tentang guru itu, Kuroko jadi gemetar sendiri?
.
'Spesial for Akashi Seijuurou birthday'
.
Chapter 5—Happy birthday, sensei
.
.
Terperangkap dengan orang yang menjadi imajinasimu dalam satu ruangan tertutup.
Bisa kau rasakan itu?
Gugup, dan grogi dalam waktu yang bersamaan—apalagi jika orang itu memandangmu dengan mata yang seakan berbicara 'aku-ingin-merasakanmu'. Uh, mungkin kau juga akan langsung pingsan di tempat.
Dan malangnya, sekarang yang mendapatkan posisi seperti itu adalah Kuroko. Duduk di sofa—yang dulu tempatnya tertidur—dengan Akashi yang melihatnya dari meja di depan sana. Kuroko hanya diam dan tetap mencoba sebisa mungkin tetap berpikir rasional, dan tetap tenang—walau bagian dalamnya sama sekali tidak tenang. Huh, ambigu.
"Akashi-sensei," Kuroko mencoba memanggil Akashi yang sama sekali tidak melakukan apapun, dan hanya melihatnya dengan pandangan yang tajam.
Akashi mengedipkan matanya, melihat Kuroko. "Apa?" tanyanya.
"Ano... bukannya, Akashi-sensei bilang butuh bantuanku?" tanyanya.
Akashi mendengus. Beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan mendekati Kuroko yang masih melihatnya datar. Akashi tau sebenarnya dari tadi tubuh Kuroko sedikit bergetar, dan terlihat dari cara bicaranya—Kuroko memakai nada yang tidak seperti biasanya. 'Anak ini menyembunyikan sesuatu,' pikirnya.
Tap
Akashi berhenti tepat di depan Kuroko sambil menepuk kepala Kuroko pelan. Kondisi Akashi yang berdiri dan Kuroko yang sedikit menunduk membuat pandangan Kuroko salah arah.
"Eh?"
Cepat-cepat Kuroko memandang ke atas. Melihat Akashi dengan pandangan bertanya—dan sedikit rona kemerahan menjalari kedua belah pipinya yang putih itu. Uh, saat ini juga Kuroko meruntuki warna kulitnya yang terlalu putih bersih itu, karena jika berwarna seperti Aomine pasti sekarang Akashi tidak akan melihatnya dengan seringaian—yang menurutnya—pasti karena rasa panas yang menjalari pipinya.
Kuroko tau, pipinya pasti merona karena sentuhan Akashi itu.
"Jadi?"
Kuroko masih melihat Akashi dengan pipi merona. "Jadi?" tanyanya mengulang pertanyaan tidak jelas Akashi.
"Jadi, apa yang membuatmu merona seperti itu, Tetsuya?"
Shit! Siapa saja tolong buat Akashi tidak bisa membuka mulutnya. Dengan cara apapun, Kuroko benar-benar tidak ingin mendengar pertanyaan seperti tadi keluar lagi dari bibir Akashi. Tunggu, kalau dia yang menyumpal mulut Akashi boleh kan?
—mungkin.
Kuroko menggeleng cepat. "Tidak apa, Akashi-sensei," jawab Kuroko cepat.
Akashi mendengus, "Ku kira kau lagi-lagi sakit," tantangnya. Seperti Akashi memang ingin membuat Kuroko terjebak jaringnya, dan tidak sengaja membuka perasaannya sendiri.
"Tidak apa. Dan, boleh aku tau apa yang bisa kubantu sekarang?" Kuroko mengalihkan pembicaraannya. Tentu saja, dia tidak nyaman dengan posisi tadi. Merasa terjebak, Kuroko lebih baik menghindar sebisa mungkin dari pada terus dikorek seperti itu.
Akashi terkekeh pelan. "Berkasnya di belakang," Akashi berbalik, berjalan ke arah belakang pintu satu lagi yang terdapat di sudut ruangan. Seperti ruangan itu adalah tempat menyimpan berkas penting. Akashi membuka pintunya dan masuk, sedangkan Kuroko hanya mengekor di belakang.
Ternyata benar, hampir setiap sudut di dalam ruangan itu banyak sekali berkas. Tidak dalam bentuk folder, ataupun surat-surat penting yang ditaruh dalam older.
"Tetsuya,"
Kuroko melihat Akashi. "Carikan berkas tentang tim basket sekolah ini. Kau bisa mencarinya di bagian abjad, dengan nama tim sekolah ini." Kuroko mengangguk dan mulai berjalan ke depan satu persatu lemari besi. Disana terdapat tulisan kecil menggunakan spidol. Kuroko membacanya satu persatu hingga menemukan tulisan yang menurutnya berkas tersebut berada disana.
Akashi melihat Kuroko yang sepertinya sudah mulai mencari, Akashi pun berbalik. Melihat ke segala penjuru, menelitik dimana bagian dia mencari.
Berkas-berkas terlihat sudah lumayan berdebu, mungkin karena dulu guru mereka tidak terlalu memperdulikan tim basket sekolahan mereka. Dan, sekarang Akashi baru akan sedikit mempelajarinya. Mungkin karena itu, berkas-berkas itu menumpuk dan tidak dibersihkan.
"Akashi-sensei,"
Akashi berbalik melihat Kuroko, "Apa?"
"Err... sebenarnya untuk apa sensei mencari berkas-berkas ini?"
Akashi berdiri, berjalan menuju Kuroko. Berjongkok tepat saat dia sampai di depan tubuh Kuroko. "Aku hanya ingin sekolah ini kembali seperti dulu. Aku pernah mendengar jika Teiko terkenal dengan potensi pemain basketnya, tapi entah kenapa sekarang semua itu hilang dengan lulusnya para pemain itu."
Kuroko melihat Akashi, "Apa... Akashi-sensei benar-benar mencintai basket?" tanya Kuroko.
Akashi melihat Kuroko dengan pandangan kaget, "Apa maksudmu?"
Kuroko tersenyum tipis, "Aku sering melihat sensei bermain basket sendirian saat selesai mengajar. Sensei juga dulu pernah memergokiku melihat sensei bermain basket, bukan? Aku hanya mengira jika sensei begitu menyukai basket karena itu," jawab Kuroko.
Akashi melihat Kuroko dengan pandangan menerawang, dan sedetik kemudian tersenyum dengan lepas. Penepuk kepala Kuroko dengan lembut, "Ya, aku memang mencintai basket,"
Kuroko melihat Akashi, tidak mencoba menyingkirkan tangan Akashi dari puncak kepalanya. Dia hanya diam, walau dia tau... pasti tangan Akashi akan sedikit berdebu karena bekas mencari tadi.
Akashi menurunkan tangannya, melihat Kuroko dengan pandangan datar. "—tapi itu dulu,"
"Eh?" Kuroko menatap mata Akashi yang terlihat tidak melihatnya. Pandangan Akashi terlihat kosong tapi—berbeda, ini bukan kosong karena suatu hal. Justru kebalikannya, pandangan kosong Akashi justru karena dalam perasaan Akashi ada yang lebih besar dibandingkan perasaannya pada basket. Tidak pernah Kuroko melihat Akashi seperti ini sebelumnya. Apa ini sisi lain Akashi? Apa selama ini Akashi sebenarnya mempunyai sisi yang lembut dan berbeda?
Kuroko harusnya tidak perlu bertanya lagi. Karena dia sudah pernah merasakan sisi hangat Akashi. Tapi bukan itu permasalahan, tapi karena sisi yang sekarang Kuroko rasakan bukan seperti dia yang disentuh atau dia yang diperhatikan. Tapi lebih mendekati kebenaran bahwa Akashi yang begitu peduli pada keadaan sebenarnya. Bukan hanya Akashi yang menginginkan sesuatu—yang absolute—harus terpenuhi. Justru Akashi berusaha untuk membuat semua yang diinginkannya itu menjadi kenyataan.
Seperti sekarang, Akashi berusaha membangun kembali masa jaya Teiko dalam bidang olahraga basketnya. Akashi selalu bisa melakukan semua hal, dan Kuroko yakin Akashi bisa melakukannya.
Deg
—tapi itu pun jika Akashi mempunyai waktu disini.
Bukannya Akashi akan pergi?
Bukannya, masa mengajar Akashi sudah akan selesai sampai sini? Bahkan waktu yang dibutuhkan Akashi pasti lebih dari seminggu, bagaimana jika Akashi sudah keluar terlebih dahulu sebelum Teiko bangkit lagi?
"Akashi-sensei," Kuroko mengangkat tangan, meletakannya pada bahu Akashi. Membuat pria yang jelas diatas umurnya itu tersentak kaget dan melihat bahunya yang sedang dirambati tangan putih Kuroko.
Akashi melihat Kuroko dengan pandangan bertanya. Dan membulatkan matanya, melihat bagaimana Kuroko memandangnya dengan pandangan—yang bahkan dia sendiri tidak bisa jelaskan.
Kenapa?
Kenapa Kuroko memandangnya seperti dia akan ditinggalkan?
Kenapa?
Apa karena—?
"Tetsu—"
"Akashi-sensei, tidak akan... pergi bukan?"
Akashi memandang Kuroko dengan pandangan kaget. Ternyata benar, muridnya ini sudah tau. Akashi mengangkat tangannya, balik menggenggam tangan Kuroko yang masih terletak pada bahu kanannya. Menggenggamnya hangat, dan membalikkan arah tangan itu. Membuat tangan Kuroko berlapis tangan Akashi menempel pada pipi Kuroko.
Akashi tersenyum dengan lembut, "Kau tau aku hanya guru pengganti disini. Aku hanya ingin memulai proyek dan Shirogane yang akan meneruskannya. Karena pasti orang itu tidak akan keberatan untuk melanjutkan hal ini, Tetsuya."
Kuroko menunduk. "Tapi..."
"?"
"Tapi... bisakah lebih lama lagi? Akashi-sensei bilang, bahwa anda menyukai basket, tapi kenapa—kenapa anda malah pergi saat bidang yang anda sukai itu akan dimulai?"
Akashi mendengus, "Karena itu dulu. Kau sudah mendengarnya tadi, Tetsuya. Hal itu dulu."
Kuroko mendang Akashi dengan mata membulat sempurna. Apa maksudnya? Apa Akashi sekarang tidak menyukai basket? Tapi tadi, Akashi bilang bahwa benar kalau dia menyukai basket—walaupun benar juga, kalau Akashi sempat bilang bilang kalau hal itu dulu. Tapi kenapa? Jadi kenapa?
"Tapi... kenapa?"
Kata-kata itu sempat tertahan. Memandang Akashi dengan pandangan berharap.
Akashi malah membalasnya dengan pandangan jenaka, terkekeh pelan. Mendekatkan lagi dirinya pada Kuroko hingga jarak antara mereka terlihat tanpa batasan. Bahkan sekarang Kuroko dapat merasakan bagaimana nafas hangat Akashi menggelitik telinganya.
"Karena sekarang yang kusukai adalah eksistensi di hadapanku."
Deg
—dan, kalimat itu sanggup membekukan semua saraf Kuroko.
Apa itu tadi? Apa yang bergedup begitu kencang dalam dirinya? Itu jelas bukan jantungnya, hal itu berlainan.
Kuroko merasa nafasnya tertahan dan memburu disaat bersamaan.
Rasanya ada yang bergemuruh. Seperti saat kau memandang petir saat malam berbadai. Apa ini?
Apa ini perasaan tidak mau kehilangan yang tadi—di kelas—Kuroko rasakan? Atau peraaan menginginkan hal lebih—seperti saat di depan pintu tadi?
Bukan! Hal ini berbeda. Ini lebih dominan dari tadi. Ini perasaan bahagia yang tidak nyaman. Perasaan bahagia yang menuntut banyak hal. Menuntut adanya daya tarik dan reaksi, menuntut adanya balasan dengan perasaan yang lebih besar dibanding dengan yang ia rasakan.
Jadi, perasaan apa ini?
"Tetsuya,"
Deg
Nafas Kuroko semakin memburu dengan mata terbelalak. Akashi baru saja berbisik sambil meniupkan nafasnya pada dalam kuping Kuroko. Geli, tidak nyaman tapi.. membuat ketagihan.
"Kau tau," Kuroko merasa pandangannya menyayu. Dia hanya pasrah saat sedikit bibir Akashi yang berbicara itu menyentuh kulit lehernya. Kuroko bahkan mencoba membuat semuanya menjadi menyenangkan. "—perasaan apa yang sedang kau rasakan sekarang?"
Kuroko menggeleng lemah di bahu Akashi dengan sesekali menghirup aroma mint dari Akashi dan Kuroko dapat merasakan sedikit bibir Akashi semakin menyentuh kulitnya.
"Ini perasaan hangat, dan nyaman saat bersama dengan orang... yang kau sukai. Orang yang kau cintai, orang yang membuatmu tertarik, sekaligus orang yang terus memenuhi pikiranmu dengan berbagai macam teka-teki."
Kuroko membelalakkan matanya.
'Benarkah itu?'
"Benar. Hal ini benar, Tetsuya."
'Bolehkah aku berharap yang kau katakan adalah kebenaran?'
"Kau bisa mempercayaiku, Kuroko Tetsuya."
Akashi terus berbisik seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terus dilontarkan batin Kuroko. Seperti mencoba membuat Kuroko percaya, membuat Kuroko terus terjerat, membuat Kuroko menjadi teguh mengambil keputusan—yang selama ini tidak pernah terpikir akan diambil Kuroko.
'Akashi-sensei, aku juga... Aku juga, menyukai Akashi-sensei!'
Dan Akashi tau sekarang dia harus berbisik seperti apa. "Aku tau, Tetsuya. Aku sudah tau."
.
.
.
Kuroko benar-benar tidak ingat. Dia sudah terhayut. Yang dia rasakan hanya lembut, nyaman dan hangat. Rasanya seperti dia sedang melayang dalam dunia hayal yang menjadi kenyataan; dengan beribu-ribu kupu-kupu merah dan biru terbang dari dalam perutnya. Pergi mengarungi langit biru yang cerah.
Kuroko semakin memejamkan matanya. Tangannya terus meremat rambut Akashi. Menyalurkan semua yang dapat dia rasakan. Terkadang satu tangannya meremat kemeja yang sedang dipakai Akashi—hingga salah satu kancingnya hilang. Kuroko tidak peduli, yang dia dapat rasakan hanya ingin menyalurkan semua perasaan ini. Dia tidak tahan, dan butuh sebuah pelampiasan.
Lagipula, Akashi tidak peduli jika salah satu kancingnya hilang. Akashi tidak membentaknya, tapi hanya memperdalam semuanya. Akashi membuatnya menjadi semakin mabuk dan terus meminta lebih.
'Akashi-sensei,'
'Akashi,'
'Akashi-kun,'
"Seijuurou-kun," dan untuk pertama kalinya Kuroko berhasil memanggil nama Akashi.
Akashi menghentikan semuanya sejenak. Memandang wajah merona Kuroko. Terlihat jelas, nafas Kuroko tersenggal sambil sesekali menelan kembali salivanya yang hampir meleleh keluar. Akashi begitu bahagia saat mendapati Kuroko memanggil namanya dengan benar. Bukan sebagai guru, tapi sebagai seorang Seijuurou.
"Ini hari ulang tahunku, Tetsuya. Aku harap kau terus memanggilku seperti itu karena aku bukan gurumu lagi. Aku adalah eksistensi yang berada dalam hatimu."
Kuroko memejamkan mata. Ini semua terlalu berat untuk hatinya.
Akashi akan pergi dari sekolahnya dan dia tidak bisa berbuat apapun. Dia hanya ingin Akashi bahagia di hari ulang tahunnya—yang baru saja Kuroko ketahui tadi.
Dan untuk kesekian kalinya, Kuroko tau,
... dia telah resmi menjadi milik Akashi Seijuurou—gurunya.
Karena mereka telah bersatu.
.
.
.
.
...
Kau tau?
Kau harus tau. Semua hal itu ada awal dan akhir. Setiap awal dan akhir pasti mempunyai banyak momen. Entah itu adalah momen yang menyenangkan, menyebalkan atau menyedihkan. Hal itu bukan berdasarkan bagaimana cara berlangsungnya, akan tetapi bagaimana kau merasakannya. Bagaimana kau meraskan awal dan akhir.
Pertemuan, disaat ada pertemuan, kau harus tau... pasti akan ada perpisahan.
Tapi kau harus lebih tau.
Semua itu bukan sebuah akhir.
Karena akhir adalah dimana kau menjadikan semua yang ada menjadi rangkaian hingga menjadi jembatan dalam sebuah kisah.
Dan kau tau,
Semua ini belum berakhir. Kau belum membuat semuanya menjadi jembatan yang ingin kau lewati. Kau masih terus mencari bahan untuk membuat jembatan itu utuh dan dapat kau lewati. Memori, kau membutuhkan semua memori tentang kita untuk membuat jembatan yang sesuai dengan keinginanmu.
Dan kau tau, Tetsuya?
Memori akan kita belum semuanya terlihat. Aku masih ingin bersamamu. Baik dekat ataupun hanya sebatas melihat. Aku akan ada disampingmu, walau aku bukan guru yang mengajarmu—dan selalu ada di sekolahmu itu. Karena... aku adalah seorang Akashi Seijuurou.
Orang yang akan ada walaupun tanpa jarak yang dekat. Orang yang akan menjadi gurumu dalam segala hal dalam hubungan kita.
Akashi Seijuurou.
.
.
Kuroko tidak tahan untuk tidak tersenyum lebar.
Dia yakin sekarang dia sudah keluar dari jalurnya. Semua yang dilakukannya sudah melebihi batas antara hubungan. Tapi... sekarang Akashi bukan guru olahraga-nya lagi. Akashi adalah seorang presiden direktur di perusahaan milik keluarga Akashi.
Jadi, boleh kan dia menjalin hubungan berbeda umur itu dengan pria yang dia sukai.
.
.
.
.
...
[To: Seijuurou-kun
-Hari ini aku akan masuk SMA. Kau tau, aku berhasil masuk SMA Rakuzan sesuai apa yang kau harapkan.
Tapi, boleh kau bertanya, kenapa Akashi-kun menyuruhku masuk SMA itu?-]
Kuroko menengadah ke atas merasakan hembusan angin. Menghela nafas, dan kembali melihat ke depan—mulai berjalan untuk mencari ruang kelasnya. Seragamnya sudah berganti, bukan lagi kemeja biru muda dengan blazer putih. Dia sudah masuk dalam sekolah menengah atas. Untuk tahun pelajaran pertamanya, Kuroko berharap dapat melaluinya dengan baik.
Aomine, Midorima, Kise dan Murasakibara, mereka berpikir untuk menempuh jalan berbeda. Mereka tidak masuk dalam sekolah yang sama dengan Kuroko. Mungkin sehabis ini, Kuroko harus mencari teman baru lagi—walau Kuroko tidak yakin dapat langsung mendapatkannya.
Drrrt
Mendapatkan pesan masuk, Kuroko bergegas membukanya.
[From: Seijuurou-kun
-Selamat, Tetsuya.
Kau akan tau setelah masuk kelas.-]
Entah kenapa Kuroko merasakan hal yang begitu sama dengan saat pertama kali dia melihat Akashi.
Tap
Kuroko sampai di kelasnya. Melihat bagaimana banyak murid yang terlihat sedang berbincang—seperti sudah saling mengenal. Mereka tidak mengetahui keberadaan Kuroko yang sedang melihat mereka. Jadi, Kuroko hanya mencari tempat duduk yang masih kosong, dan menunggu hingga guru mereka datang.
Tok tok tok
Suara langkah kaki itu terdengar. Sudah lewat beberapa menit setelah bel masuk berbunyi, Kuroko yakin orang yang berjalan itu adalah gurunya. Jadi, dengan cepat Kuroko menutup bukunya. Melihat bagaimana orang yang sedang berjalan itu begitu dikenalnya.
Kuroko membulatkan matanya, melihat sosok yang begitu dirindunya itu dengan pandangan itu tidak percaya.
"Saya adalah wali kelas kalian. Nama saya adalah Akashi Seijuurou."
Mungkin Akashi memang harus berada disamping Kuroko untuk menjaganya. Walau harus kembali menjadi seorang guru.
Kuroko merasa pipinya merona melihat senyum menawan Akashi di depan sana.
Mungkin sebenarnya perpisahan mereka di Teiko itu bukan akhir. Tapi awal untuk membuat memori baru disini.
.
.
.
.
.
...
"Jadi?" Kuroko melihat Akashi dengan pandangan datar. "Kenapa Akashi-sensei kembali mengajar disini?"
Ha-ah, sekarang Kuroko harus kembali memanggil Akashi dengan sebutan –sensei. Baru lepas satu tahun Kuroko tidak memanggil Akashi dengan imbuhan –sensei, sekarang ia harus menggunakannya lagi.
Apa enaknya memang kekasih kita dengan imbuhan –sensei? Terdengar sangat janggal.
Akashi melihat Kuroko. "Tentu saja karena aku ingin membuat tim yang hebat. Kau ingat kalau aku ingin membuat tim basket? Karena Teiko sudah ditangani, sekarang aku ingin membuat tim basket disini." Ucap Akashi menyeringai.
"Pasti bukan hanya itu kan, Akashi-sensei?"
Akashi lagi-lagi terkekeh. Menepuk kepala Kuroko dengan pelan. "Tentu saja tidak," jawabnya. Menurunkan tangannya hingga berada di samping pipi Kuroko, Akashi memandang Kuroko dengan tajam dan dalam. "Aku kesini karena tidak bisa jauh darimu, Tetsuya. Tidak peduli jika kita hanya dapat berdua di atap seperti sekarang, atau di ruangan pribadiku."
Kuroko tersenyum, "Tapi aku senang, Akashi-sensei melakukan ini. Karena aku pun sama."
Mereka saling berpandangan dengan lembut. Perlahan menyatukan kedua kening mereka. Saling memandang dan tersenyum.
"Selamat ulang tahun, Seijuurou-kun. Aku tau hari ini sama seperti hari kita menjadi satu."
Dan Akashi benar-benar kehilangan pengendalian tubuhnya.
Tidak kuat lagi untuk tidak membumbui daerah wajah Kuroko dengan ciuman telak. Akashi hanya ingin menyalurkan perasaan bahagianya. Mengambil nafas sebentar sambil melihat wajah Kuroko, Akashi perlahan mendekatkan bibirnya pada bibir merah marun di depannya.
Cup
Kecupan biasa yang sama sekali tidak ditambahi nafsu. Hanya ingin membagi semua rasa hangat dalam kecupan itu. Melalui bibir keduanya, mereka dapat merasakan bagaimana suasana hati masing-masing. Dapat mengetahui apa yang dirasakan pasangannya.
Akashi melihat Kuroko. "Ini semua sudah lebih menjadi hadiah untukku, Tetsuya. Arigato,"
Bolehkan sekarang mereka membagi isi hati mereka lebih dalam lagi?
Saling melumat bagian bibir pasangannya.
Saling membagi isi kehidupan.
Hingga benang saliva itu terputus saat mereka saling menjaukan diri.
"Selamat ulang tahun, Akashi Seijuuurou-kun."
Bolehkan, perasaan itu terus berkembang? Hingga pada teratas, dan membuat mereka berdua menjadi pasangan yang paling bahagia. Kuroko dan Akashi, bukan manusia yang sempurna. mereka mempunyai jarak umur yang berbeda jauh, tapi... perasaan manusia benar-benar tidak dapat di toleransi. Setiap orang punya haknya sendiri untuk mendapatkan kebahagiaannya, seperti sebagaimananya Kuroko dan Akashi sekarang.
Dan, bolehkan tinggalkan mereka di atap sekolah dengan beberapa kupu-kupu biru dan merah yang terbang?
Seperti Akashi dan Kuroko yang sekarang sedang terbang dalam indahnya dunia mereka.
.
.
.
.
End~~
A/N: Akhirnya, final!
Maaf sepertinya aku telat satu hari namatin fic ini Q.Q padahal aku pengen namatin kemarin, tapi malah gak sempet.
Oh iya, buat hitungan tahunnya, anggap aja itu memang dihitung satu tahun hehe.. #ditendang rame-rame... soalnya, Akashi memang dateng 1 bulan setelah Kuroko naik ke kelas 3, trus setelahnya 4 bulan akhirnya mereka jadian bersamaan dengan Akashi yang ulang tahun 1, terus Kuroko lulus.. biasanya kalau habis lulus pasti bakalan ada masa tenganggnya buat nunggu penyeleksian kan, nah habis dari sana anggap aja masa tenggangnya itu 3 bulan.. jadi pas satu tahun setelah mereka jadian hehe
Dan, yang beberapa hari kemarin ngingetin... maaf, older yang kumaksud kemarin itu bukan typos. Tapi memang ada salah satu benda yang hampir sama seperti folder tp bukan folder. Namanya older, lebih besar dari folder dan berguna untuk menyimpan berkas dalam jumlah yang lumayan banyak.
Arigato buat yang udah mengikuti fic ini dari awal hingga akhir^^... Loshi sayang kalian semua, sini Loshi kasih peluk satu-satu.. #plakk
Untuk yang mereview kemarin, ini balasannya:
Seijuurou Eisha: hhaha, tadinya mau ditambahin tapi takut di lempar gunting sama Sei-kun #dilempar_beneran Q.Q... huwehehe, semoga chap diatas memuaskan.. arigato udah review^^
Mikkinekonyan: wahhh, sama juga nih, huwahaha, Akashi sepertinya kau dinistakan karena kurang tinggi #dicium #langsung diignite_pass Q.Q... ne, semoga lanjutan ini memuaskan... arigato udah reivew^^
Sukikawai-chan: hhaha, Suki-chan~~~ Kuroko kali-kali galau dong, kalau terlalu datar kurang renayah /apaan... Suki-chan juga sama juga manjatin doa supaya Akashi tinggi ternyata huwahahaha XDD... Ok, semoga lanjutan ini memuaskan... arigato udah review^^
Vampire bluer: hehe ini malah udah ending hehe... apa ini udah lumayan panjang? Ok, ideku entah kenapa susah berkembang disini #mewek dipojokan... ne, ini semoga updateannya memuaskan... arigato udah review^^
Shiori Kurotsu: Hounto? Kyaaaa... arigato ne shiori #peluk *door*... makasih udah review ne, semoga ini memuaskan..^^
.
Akhir kata aku ucapkan terima kasih sekali lagi. arigato udah mau baca, mau mengikuti dari awal, dan makasih banget yang udah mau review^^...
Arigato semuanya..
Mind to give me some review?
Sign,
Devilojoshi^^