Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki.

Pairing: AkaKuro

Rated: T++

Warning: Ooc, Typos and Miss Typos, Yaoi, AU, Pedo!Aka, dll

.

Summary: Kuroko selalu malas berhadapan dengan guru olah raga-nya itu. Tapi, kenapa saat mendapat tentang guru itu, Kuroko jadi gemetar sendiri?

.

'Spesial for Akashi Seijuurou birthday'

.

.

.

...

Kuroko Tetsuya, siswa kelas akhir yang sebentar lagi akan menghadapi ujian sekolah. Setiap hari kerjaannya hanya membaca dan membaca, terkadang diselingi dengan mengerjakan soal. Bahkan saat teman-teman sekelas mulai rusuh untuk membuatnya sedikit terganggu, Kuroko bahkan tidak terusik sama sekali.

Sifat tenang, pandangannya yang datar, dan perangainya yang tidak dapat di tebak membuatnya hanya memiliki sedikit teman. Itu juga karena mereka terlebih dahulu yang mendekatinya—karena penasaran dengan sifatnya yang tidak pernah bicara dengan orang, bukannya ia sendiri yang mengajak bicara terlebih dahulu. Tapi tenang, Kuroko bukannya tidak dapat berteman, tapi dia hanya sedikit kurang dapat berinteraksi dengan orang lain dengan benar. Terkadang, orang-orang itu tidak dapat merasakannya, hingga terkadang beberapa kali dia mengajak bicara, orang tersebut hanya akan berlari ketakutan karena kemunculannya yang tiba-tiba. Jika sudah seperti itu, Kuroko hanya dapat menghela nafas, dan pergi.

Tapi tidak lama, sekitar 5 bulan dia berada di sana. Teiko ternyata tidak terlalu buruk juga. Dimulai dengan adanya pemuda hitam yang mengajaknya bicara, Aomine Daiki—nama siswa itu. Aomine memang selalu kaget dengan kedatangan Kuroko yang tiba-tiba itu tapi dia sama sekali tidak menjauhinya. Justru, menurutnya Kuroko itu anak yang spesial. Lagipula, menurut Aomine, Kuroko enak untuk diajak berteman. Menurutnya Kuroko dapat menjadi pendengar yang baik saat dia memiliki masalah, dan Kuroko tidak akan menceramahi atau memarahinya saat dia melakukan hal yang aneh. Dia nyaman berada di samping Kuroko sebagai sahabat.

Setelah kedekatannya dengan Aomine, Kuroko mulai dekat dengan beberapa orang lain. Orang-orang itu sedikit aneh. Ada pemuda berambut pirang cerah yang selalu merengek dan memeluknya semenjak bertemu, bilang kalau ia manis dan enak untuk dipeluk—Kise Ryota. Lalu, mahkluk ungu tinggi besar yang selalu mengunyah makanan, tidak jarang temannya yang satu ini bilang kalau dia ingin mencicipi Kuroko—Murasakibara Atsushi. Dan satu lagi, pemuda hijau yang selalu memberinya benda aneh untuk menjadi lucky itemnya—Midorima Shintaro.

Dia—Kuroko, sama sekali tidak terlalu memperdulikan semuanya. Ya, setidaknya semua sebelum guru baru datang untuk menjadi pengganti guru olahraga-nya yang sedang dalam masa cuti.

Guru berambut merah membara, pandangannya yang tajam saat melihat semua murid, bahkan saat pertama kali mengajar pun guru itu sudah memberikan hukuman yang lumayan melelahkan. Membuat kondisi tubuhnya yang memang tidak sebagus teman-temannya ambruk dalam putaran ke 5. Tidakkah hal yang sangat melelahkan, saat kau disuruh mengelilingi lapangan Teiko—saat mengingat lapangan Teiko itu hampir sama dengan lapangan bola—sebanyak 10 putaran penuh?

Ah—Kuroko sudah sangat tidak suka saat guru itu mulai memberikan pelajaran olahraga mulai saat itu. Bukannya sehat, tubuhnya malah sangat lelah dan akhirnya tidak sanggup menghadapi pelajaran setelahnya—padahal setelahnya adalah matematika, salah satu pelajaran sulit yang berada dalam ujian.

Kuroko diam dan menerima semua yang dikatakan guru itu padanya, bukan berarti dia hanya pasrah. Tapi, dia memang tidak ingin mencari gara-gara. Kuroko yang dicap murid paling baik, dan tidak pernah bermasalah juga manusia. Bukannya, itu berarti dia dapat merasakan 'rasa ketidaksukaan'? Dan, inilah saatnya—dia tidak suka pada guru itu. bukan tidak suka dalam bentuk 'benci' atau kata lainnya, dia hanya tidak suka saat guru itu menatapnya atau memberinya hukuman—yang anehnya selalu saja berbeda dari teman-temannya.

Uh, sungguh Kuroko benar-benar tidak suka guru baru itu.

—Guru baru bernama 'Akashi Seijuro'

.

.

.

.

...

"Yo, Tetsu. Membaca lagi?"

Tumben ada yang tau keberadaannya.

Ah, ternyata Aomine. Pemuda hitam itu sudah sangat dekat dengannya hingga mulai sedikit merasakan aura tipis Kuroko. Aomine hanya akan tidak menyadari keberadaan Kuroko jika pemuda biru muda itu datang secara tiba-tiba. Bukannya seperti sekarang yang sepertinya sedang menikmati bentonya sambil sesekali membaca buku.

Aomine berjalan mendekat sambil melambaikan tangannya pada Kuroko. Cuaca yang enak—hangat dan nyaman—serta suasana tenang. Kuroko memilih untuk membaca buku di atap sekolah, mengingat tidak banyak siswa yang suka berada di atap. Jadi, dipikirnya dia bisa sedikit menghadapi waktu yang tenang untuk bersantai di atas. Lupa, jika teman hitamnya itu juga selalu ke atap hanya untuk tidur saat istirahat. Tapi tidak apa, toh Kuroko sama sekali tidak terusik dengan adanya Aomine disana.

Kuroko melihat Aomine yang duduk di sampingnya. Ia yang tadi sedang memakan bento buatan ibunya sambil membaca melihat Aomine, "Kau mau, Aomine-kun?" tanyanya sambil menyodorkan kotan bento.

Aomine tersenyum lebar, Tetsu-nya memang paling mengerti dirinya. Hanya tinggal duduk disamping Kuroko dan dia sudah mendapatkan sedikit asupan makanan. "Thanks, Tetsu." Ucapnya lalu mengambil satu daging gulung. Wajahnya merona saat memakan makanan enak itu.

Sling~

Begitu tentram. Aomine mulai menidurkan dirinya sambil menatap langit, perlahan mata shappire pemuda itu menutup—menikmati nyamannya angin siang yang cerah. Sampai dia ingat sesuatu hal.

"Ah," Kuroko melirik Aomine yang tersentak.

"Ada apa, Aomine-kun?" tanyanya.

Aomine melihat Kuroko sambil mengubah gaya tidurnya menjadi menyamping. "Aku lupa kalau tadi kau dipanggil Akashi-sensei," Jelasnya.

Kuroko menaruh bukunya. Melihat Aomine dengan pandangan bingung, "Akashi-sensei?" tanyanya. Aomine mengangguk menjawab pertanyaan itu. "Ada apa?" tanya Kuroko lagi.

"Entahlah," jawab Aomine.

Kuroko menghela nafas. Sebenarnya apa yang mau dibicarakan guru merah itu padanya. Bukankah dia sudah sedikit mengalami perkembangan saat pelajaran lari estafet kemarin? Kenapa sekarang dia dipanggil lagi?

Kuroko malas sekali rasanya untuk menghadap Akashi. Terlalu sering menghadap, karena nilai olahraganya yang di bawah rata-rata teman sekelasnya membuat Kuroko selalu berhadapan dengan guru itu. Membuatnya selalu mendapatkan tips untuk membuat tubuhnya tidak lemah, atau hal lainnya yang terkadang aneh. Entahnya, seperti pertanyaan 'Apa kau sudah makan?', atau 'Kau sebenarnya makan dengan teratur atau tidak?'. Terdengar biasa mungkin, tapi entah kenapa Kuroko yang menerimanya sedikit aneh. Terkadang, Kuroko merasa kalau gurunya itu memberikan penekanan sedikit pada salah satu kata hingga terdengar khawatir atau... peduli? Kuroko juga tidak tau.

Dan, Kuroko hanya dapat menanggapinya seperti biasanya. Mengangguk sambil mengatakan 'iya', jadi dia dapat dengan cepat pergi dari guru berambut merah itu.

"Sebaiknya kau cepat mendatanginya, Tetsu. Tadi dia terlihat tidak ingin menunggu sama sekali saat mengatakannya padaku." Aomine memasang tampang seram saat berkata seperti itu. Siapa yang tidak menganggap Akashi seram, apalagi saat mengajar. Bahkan, Aomine yang salah satu anak paling malas belajar pun akan getol datang pada pelajaran Akashi—takut terkena hukuman.

Kuroko diam sekali lagi. Tapi dengan cepat, Kuroko berdiri dari posisinya. "Kalau begitu aku pergi dulu, Aomine-kun." Kuroko pamit tanpa ingat kalau dia punya bento yang belum selesai dimakannya. Membuat Aomine yang tertinggal melihat bentonya dengan senyum mengembang.

"Selamat bersenang-senang, Tetsu!"

.

.

.

.

...

"Permisi," Kuroko menengokkan kepalanya ke dalam ruang guru. Pintu ruang guru tersebut memang tidak pernah di kunci, atau di tutup. Paling hanya ruang kepala sekolah, ruang konseling atau ruang pribadi guru saja yang memang di tutup rapat. Ruang guru hanya sebagai tempat guru-guru bercakap atau hanya sekedar mengerjakan tugasnya sebagai seorang guru. Tak ayal dari pandangan banyak guru yang sedang mengerjakan tugas atau mengoreksi tugas muridnya.

Tok tok

"Permisi," sekali lagi Kuroko mengetuk pintu.

"Ah, Kuroko-kun... sedang mencari siapa?" Kuroko memutar tubuhnya. Melihat seorang guru perempuan dengan rambut coklat bertampang ramah—guru sejarahnya.

Kuroko sedikit membungkuk hormat, "Saya mencari Akashi-sensei," jawabnya pelan.

Guru itu sedikit tersentak, "Ah, kalau tidak salah aku melihatnya keluar dari ruang ini tadi. Mungkin dia sedang ada di gym. Coba kau cari disana saja, Kuroko-kun," jawab guru itu melihat Kuroko lembut lalu tersenyum.

Kuroko balas sedikit tersenyum, "Arigato, sensei. Permisi." Setelah itu Kuroko segera menuju gym.

Ah, sulit sekali mencari guru itu. Tapi, kira-kira apa yang mau dikatakannya hingga repot-repot mencari Kuroko ya? Semoga saja bukan hukuman lagi, harapnya. Tapi bukannya kalau begitu Akashi tidak punya alasan untuk menghukumnya, bukannya dia tidak punya kesalahan. Jadi, untuk apa dia takut.

Mencoba menenangkan diri, sekaligus jantungnya yang berdetak tidak beratur, Kuroko terus melangkah sambil terus menghela nafas pelan. Berjalan dengan pelan menuju gym yang diyakininya tidak akan ada orang selain Akashi.

.

.

Tap

Ternyata benar, Akashi—guru baru berambut merah nyentrik itu sedang berada disana. Di depan ring basket sambil sesekali melempar bola itu hingga masuk dengan sempurna. Dengan pakaian olahraga seperti itu Akashi yang terlihat sama sekali tidak jauh beda dengan mahasiswa yang baru keluar—begitu memukau.

Hei!

Kuroko tersentak saat merasakan pipinya merona. Kenapa dia sampai berpikir seperti itu? bukannya dia tidak suka pada Akashi, tapi kenapa sekarang ia terlihat begitu mengagumi paras dan penampilan guru itu?

Ah, mungkin karena Kuroko hanya tidak suka cara mengajarnya, bukannya gurunya. Tunggu, Kuroko semakin bingung dengan pikirannya.

Berdeham pelan mencoba menjatuhkan pikiran aneh yang berseliweran di kepalanya.

"Permisi,"

Akashi yang sedang memegang bola melihat Kuroko. Dengan pandangan mata merahnya, Kuroko merasa ditelanjangi saat itu juga. Pandangan Akashi memang begitu menguliti, begitu mengintimidasi dan anehnya... Kuroko merasa selalu berdebar saat melihat mata itu. Aneh sekali! Apa dia begitu takutnya pada guru itu hingga selalu berdebar?

"Masuklah, Tetsuya." Bukan ajakan, tapi memang perintah.

Kuroko masuk dengan pelan saat mendengar suara berat itu sudak berkumandang. Melihat bagaimana banyaknya bola basket yang berserakan di sana. Sepertinya gurunya itu begitu mencintai basket, hingga saat tidak mengajar pun dia akan bermain basket seperti sekarang ini—atau, memang Akashi begitu mencintai olahraga, bukah hanya basket? Tapi Kuroko tidak pernah melihat Akashi bermain selain basket, paling hanya menunjukkan sedikit gerakan saat mengajar dan setelah itu tidak pernah sama sekali.

Kuroko tersentak lagi saat Akashi sedikit menegurnya. Melihat Akashi dengan datar seperti biasanya, Kuroko bertanya, "Ada apa Akashi-sensei memanggil saya?" tanya sopan.

Akashi melihat Kuroko. Menjatuhkan bola ditangannya hingga memantul beberapa kali, dan menggelinding hingga berada di depan kaki Kuroko—begitu pas.

"Kau sudah makan?"

...pertanyaan itu lagi.

Saat pertama kali dipanggil pun Kuroko selalu mendapatkan pertanyaan yang sama. Kenapa harus bertanya dia sudah makan apa belum? Itu bukan urusan pemuda merah itu, untuk apa dia bertanya?

"Sudah," jawabnya. Walaupun enggan, setidaknya bukannya itu tata krama paling dasar yang diajarkan keluarganya. Saat ada orang yang lebih tua bertanya, jawablah dengan sopan, dan Kuroko tau tata krama dasar itu.

Akashi berdiam sebentar melihat tubuh Kuroko dari bawah hingga atas. Mendengus lalu melirik bola yang menggelinding tadi masih berada di depan kaki Kuroko. "Bantu aku membereskan bola-bola ini," ucapnya.

Kuroko melihat bola-bola yang berserakan itu. Jadi ini alasan kenapa Akashi memanggilnya? Hanya untuk membantunya membereskan bola-bola basket ini?

Helaan nafas itu terdengar lagi, setidaknya bukan hukuman atas keterlambatannya, pikirnya.

Lima menit mungkin dia dan Akashi membereskan bola-bola itu. Sekarang semuanya sudah pada tempatnya semula. Kuroko menyeka keringatnya, padahal baru begini tapi tubuhnya sudah berkeringat.

"Tetsuya,"

Kuroko menengok ke arah Akashi yang sedang berkacak pinggang melihatnya. Melemparkan satu botol isotonik yang dengan sigap Kuroko tanggap. Melihat botol itu lalu melihat Akashi. "Arigato," ucapnya. Dengan cepat dibuka dan diminumnya. "Ah~" tidak sadar sedikit desahan lega itu terdengar oleh Akashi yang sedikit mengenyitkan dahi. Kuroko bahkan tidak sadar, pikirannya hanya tertuju pada tenggorokannya yang sudah lega dengan dialirinya air isotonik tadi.

"Tetsuya,"

Sebenarnya kenapa sih gurunya ini, suka sekali memanggil namanya.

Kuroko melihat Akashi, "Ada apa, Akashi-sensei?" tanyanya.

"..."

Nah, sekarang malah diam.

Kuroko tetap bertampang datar, bahkan saat Akashi mulai mendekat hingga jarak di antara mereka hanya terpaut satu langkah. Bahkan sekarang dengan beraninya guru itu mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya. Mungkin Kuroko tetap berwajah datar, tapi... warna wajahnya sungguh tidak menunjukkan kalau dia baik-baik saja.

Jelas, jantungnya berdetak kencang. Rasanya, seperti ada yang menabuh genderang dalam dirinya. Begitu... kencang, dan berapi.

Hirup

Kuroko merasakan hembusan nafas hangat pelan saat dengan yakin sekarang Akashi sedang menghirup wangi tubuhnya. Seketika itu bulu kuduknya jelas langsung berdiri, bersamaan dengan menguapnya udara di sekitar tubuhnya. Dia yakin sekarang guru baru itu sedang mencium baunya dengan intens. Semoga keringatnya tidak bau, harapnya.

...eh?

Kenapa dia berharap dia tidak bau?

Kuroko merasa nafasnya sesak. Sejak kapan dia lupa untuk bernafas? Sejak kapan dia merasakan panas tubuhnya meningkat bukan karena baru melakukan aktivitas? Sejak kapan tubuhnya bergetar halus?

—dan, sejak kapan matanya membulat karena merasakan sentuhan tidak terduga?!

.

.

.

.

Tbc

A/N: Gomen, Kuroko disini memang sengaja dibuat OOC. Kuroko juga kan murid, gak mungkin kalau dia biasa aja saat ada guru jail sama dia kan? Nah, fic ini dipersembahkan untuk Akashi yang sebentar lagi berulang tahun. Akan mulai update cepet, dan saat tanggl 20 nanti akan end—semoga, hehe

Untuk semua pencinta Akashi dan Kuroko,

Mind to give me reviews?