Title :
Main Casts :
Byun Baekhyun
Park Chanyeol
Genre : Humor, Romance, fluff (maybe ._.)
Rate : T
Length : Chaptered
A/N : Yeah… hiatusku selesai~~~ Dan sekarang come back dengan ff baru tanpa peduli ff2nya yang lain wkwkwkkwk XD mian-mian… ini idenya muncul tiba-tiba aja waktu masa-masa ujian (yg sebenernya diselip2inn buat fangirling-an wkwkwkwk XD) wokelah, lanjutan ff2 yg lain segera menyusul, sekarang baca ini dulu, ok?
.
.
.
.
Seorang anak lelaki berambut kemerahan menaikkan kacamata hitam yang meluncur turun dari hidung mancungnya. Di belakangnya, ia menggeret sebuah koper berwarna hitam. Ia menggumam beberapa kali sambil terus mencari celah untuk menerobos bandara yang kebetulan sangat padat.
Matanya bergerak berkeliling mencari-cari sesuatu di antara lautan orang-orang. Ia membaca setiap spanduk yang diangkat tinggi oleh orang-orang hingga kemudian menemukan sebuah spanduk bertuliskan 'BYUN BAEKHYUN' yang dipegang oleh seorang lelaki bertubuh tinggi menjulang, mata besar, bibir sexy, dan telinga lebar.
Deskripsi yang terlalu mendetail untuk pandangan pertama.
Lelaki itu menggeret kopernya lagi, kali ini ke depan lelaki yang membawa spanduk bertuliskan namanya.
"Permisi, apa ajussi Park Chanyeol?"
"Kau yang namanya Byun Baekhyun?"
"Ne."
Lelaki itu menurunkan spanduknya, "Kajja."
Baekhyun memandangnya dengan dahi berkerut namun tetap berjalan mengikuti di belakang. Langkah lelaki bernama Chanyeol itu sangat lebar, jadi Baekhyun harus berlari-lari kecil menyusulnya. Ia membuka kacamata hitamnya untuk melihat lebih jelas raut wajah lelaki itu.
Awalnya ia memang mengira bahwa kacamata hitamnya adalah penyebab ia tidak bisa melihat ekspresi Chanyeol, namun saat ia sudah membuka kacamata pun, tetap saja ia tidak melihat ekspresi apa-apa di sana.
Datar.
Seperti dinding wc umum yang selalu Baekhyun hindari saat ia ada di China.
"Ajussi, rumahmu ada di daerah mana?"
Chanyeol tidak menjawab.
Baekhyun berpikir mungkin Chanyeol tidak mendengarnya, maka ia berinisiatif untuk mengulangi, "Ajussi, rumahmu ada di daerah mana? Gangnam? Insadong? Hongdae? Di mana ajussi? Ajumma bilang kau tinggal sendiri, apa itu benar? Ah, pasti ajussi kesepian sekali ya tinggal sendirian."
Langkah Chanyeol terhenti membuat Baekhyun yang berjalan di sebelahnya ikut terhenti. Chanyeol menolehkan kepalanya pada Baekhyun, masih mempertahankan wajah tanpa ekpresinya, "Berisik. Jangan sok akrab denganku anak kecil."
WHAT?!
Baekhyun memandang tidak percaya pada sosok Chanyeol yang sekarang melanjutkan langkahnya. Ia mencibir, kesal dengan kalimat ketus Chanyeol.
Sok akrab katanya?
Fuck you stupid ajussi!
Baekhyun mengacungkan jari tengahnya di belakang Chanyeol dengan ekspresi geram.
"Kau akan berdiri di situ terus?"
Baekhyun menurunkan tangannya cepat-cepat sebelum Chanyeol melihat. Ia menarik kopernya lagi lalu kembali berjalan normal, "Aniyo, kajja." Baekhyun mendahului jalan Chanyeol. Dagu diangkat tinggi-tinggi dan kacamata hitam kembali menutupi sepasang mata sipitnya.
Sejak itu sudah tidak ada lagi satu kata pun yang keluar dari bibir mereka berdua. Chanyeol mengemudi fokus menghadap jalan sedangkan Baekhyun sibuk memperhatikan ponselnya. Yah, sebenarnya Baekhyun malas mengutak-ngatik ponsel sejak tadi, tapi mau bagaimana lagi? Dilihat dari segi mana pun, mengutak-ngatik ponsel adalah pilihan yang lebih baik dibanding mengajak Chanyeol berbicara.
Saat laju mobil berhenti, Baekhyun mengangkat kepalanya. Di depannya saat ini berdiri sebuah bangunan berwarna putih dengan campuran abu-abu. Ia menyimpan ponselnya ke saku celana kemudian mengikuti Chanyeol keluar.
Dan jangan lupakan Baekhyun yang harus mengambil kopernya dari bagasi dan menggeretnya sendiri.
Dasar ajussi tidak berperikemanusiaan.
Seharusnya dia membantu Baekhyun membawakan kopernya.
Chanyeol berdiri di ambang sebuah pintu berwarna putih dengan punggung disandarkan dan kedua tangan terlipat di depan dadanya, "Ini kamarmu. Kamarku ada di atas, jangan menggangguku, jangan berbuat yang aneh-aneh, jangan undang teman-temanmu ke sini, arasseo?"
Baekhyun tak menjawab, namun dalam hatinya ia sudah mengutuk berkali-kali. Darahnya serasa mendidih melihat ekspresi Chanyeol yang lama-lama terlihat menjengkelkan. Ia hanya memperhatikan Chanyeol yang kini beranjak menapaki anak tangga menuju lantai dua dan tiba-tiba berbalik lagi, "Ah, berapa umurmu anak kecil? Kau terus-terus memanggilku ajussi."
"16 tahun, wae?"
Chanyeol mendecih pelan, "Kalau begitu jangan panggil aku ajussi. Aku masih 22. Kalau kau berumur 10 tahun baru panggil aku ajussi."
"Kau bicara apa ajussi? Jangan sok akrab denganku." Baekhyun menguap lebar lalu masuk ke kamarnya yang terbuka sejak tadi.
Yeah, balas dendam.
Satu sama stupid ajussi!
.
.
.
.
Namaku Byun Baekhyun, berusia 16 tahun dan duduk di kelas 2 Senior High School. Hampir 5 tahun terakhir hidupku kuhabiskan di China bersama ibuku yang bercerai dengan ayah beberapa bulan sebelumnya. Mungkin ibuku yang berumur 39 tahun itu merasa dirinya masih cantik dan pantas untuk memulai cinta baru dengan lelaki yang baru juga.
Ia bertemu dengan seorang lelaki bernama Kim Joon Myun dan begitu memuja lelaki yang katanya memiliki senyum malaikat itu.
Ya, malaikat. Maksudku, hanya senyumannya saja. Di luar itu sepertinya tidak sama sekali. Dia hanya lelaki biasa dengan ego yang sangat tinggi. Ia juga duda, sama seperti ibuku yang seorang janda. Tapi bedanya, dia duda tanpa anak, sedangkan ibuku sudah memiliki seorang putra yang bahkan sudah mengalami yang namanya mimpi basah.
Seperti yang kukatakan, Joon Myun atau Suho atau siapa pun dia, dia bukanlah malaikat seperti namanya. Buktinya, dia mau menikahi ibuku dengan syarat aku tidak ada dalam kehidupan rumah tangga baru mereka. Alasan si senyum munafik itu, katanya ia ingin benar-benar memulai kehidupan baru sehingga ia tak mau membawa sedikit pun sisa-sisa masa lalu.
Ya, masa lalu itu aku.
Dia tidak menginginkanku dalam kehidupan rumah tangganya.
Dan ibuku—yang tergila-gila padanya—menyanggupi permintaan dari suaminya itu. Ia memutuskan untuk menitipkanku sementara di rumah anak sahabat karibnya. Kurasa ibu benar-benar menginginkan aku jauh dari kehidupan dia bersama suaminya, lihat saja, dia mengirimku sampai ke Korea. Pada seorang ajussi berwajah datar, bersuara monster, tubuh raksasa, tampan tapi terlihat menyebalkan.
Sudah hampir setengah hari aku tinggal di rumah ajussi bernama Chanyeol itu, tapi belum ada tanda-tanda akan terjadi sedikit interaksi antara kami. Perutku juga sudah keroncongan karena jarum pendek sudah menunjukkan angka 9 dan di luar sana bulan sedang bersinar terang. Apa mungkin ajussi itu tidak punya otak? Kenapa dia tidak mengajak tamunya makan malam? Terutama tamunya itu adalah seorang anak kecil sepertiku?
Aku berdecak lalu keluar kamar. Kurasa aku tidak akan pernah mendapatkan makan malamku jika aku tidak berusaha sendiri.
Ruang makan terlihat sepi. Tidak ada tanda-tanda seseorang yang habis makan malam di sana. Lantas aku berjalan lagi ke arah selatan menuju depan tangga untuk naik ke lantai dua. Kedua tangan kuletakkan di pinggang, "Ajussi kita tidak akan makan malam?" teriakku dari bawah namun tidak ada jawaban.
Mulutku merutuk terus karena aku paling benci saat aku berbicara malah tidak dijawab. Apa mulutnya dilakban? Atau memang bisu?
Aku melangkahkan kakiku cepat menapaki anak tangga satu persatu dan berhenti di depan pintu yang pertama kali kutemukan. Pintunya kuketuk, "Ajussi.."
Tidak ada respon.
"Ajussi…"
Yang bisa kulakukan lagi dan lagi adalah mendecak. Pintunya kubuka, menampakkan Chanyeol ajussi yang baru keluar dari toilet kamarnya.
"Apa kita tidak akan makan malam?"
Chanyeol menatapku sambil mengelap rambut hitamnya yang basah dengan handuk kecil, "Aku sudah makan malam dua jam yang lalu."
Apa katanya?
Sudah makan?
Dua jam yang lalu?
Sekarang jam 9, berarti dia makan jam 7?
Oh yeah stupid ajussi.
"Kenapa ajussi tidak mengajakku?"
Gerakan tangan Chanyeol di kepalanya terhenti lalu menatapku. Tidak ada ekspresi apa-apa di sana selain sesuatu yang membuatku ingin meninju hidungnya. "Kau bisa makan sendiri kalau kau lapar, jangan membuatku repot anak kecil."
Huhuhuhuhuhu eomma… lebih baik aku tinggal di China bersamamu. Lebih baik aku tinggal seatap dengan si senyum munafik itu.
"Pergilah, aku mau istirahat, jangan menggangguku." Chanyeol membarongkan tubuhnya di atas kasur lalu menutup mata.
Aku kesal.
Tapi tak tau harus bagaimana mengatasi kekesalanku sendiri. Akhirnya aku memilih berbalik, keluar, dan membanting kuat pintu kamarnya. Sebagai pelampiasan, kakiku kuhentak kuat-kuat ke lantai.
Aku kembali ke dapur. Membuka kulkas tanpa menemukan sesuatu yang bisa langsung dimakan. Hanya ada bahan mentah, mentah, dan mentah.
Sialan.
Aku benar-benar kelaparan. Bibirku sudah hampir berdarah karena terus kugigit, tapi aku masih belum menemukan ide akan memasak apa.
Aku ini laki-laki.
Aku punya ibu yang selalu memasakkanku makanan enak setiap hari, bagaimana mungkin aku tau cara memasak? Aku hanya tau makan.
Ya, makan.
Terserah kalau kalian mau menertawakanku.
Setelah mengacak-acak isi kulkas, aku memutuskan untuk membuat telur goreng saja. Ya, itu kedengaran praktis, sederhana, mudah dimasak, mengenyangkan, dan bergizi.
Aku mendekati kompor, lalu menaruh penggorengan di atasnya.
Menggoreng.
Baiklah, kurasa itu membutuhkan minyak goreng.
Karena aku tidak terlalu suka makanan berminyak, aku memasukkan minyak gorengnya hanya setetes. Kompor kuhidupkan lalu aku pindah ke meja makan untuk memecahkan satu telur yang kuambil dari kulkas.
Aku tidak ingin ada sedikit pun pecahan cangkang telur masuk ke dalam telur gorengku nanti, jadi aku memecahkannya dengan kelewat hati-hati. Aku memperhatikan tiap retakan yang kubuat, jangan sampai ada sedikitpun cangkang yang tercampur k telur.
Yah, dengan usaha yang sangat teliti itu aku berhasil memecahkan satu butir telur dengan hasil sempurna. Aku membawa telur yang kutaruh di piring kecil itu ke dekat kompor.
Wow.
Ternyata asap sudah mengepul terlalu banyak dari penggorengan.
Apa aku terlalu lama memecahkan telur ini?
Tanpa menunggu lagi, telur yang masih berbentuk cair kutumpahkan ke dalam penggorengan, menghasilkan bunyi desisan kuat yang cukup mengganggu. Aku sendiri sampai mundur beberapa langkah ke belakang.
Aku meraih sendok penggorengan, berusaha membalik telurku yang terus-terus mengeluarkan asap.
Sepertinya telur goreng tidak akan berhasil.
Mungkin telur asap.
Oh, dan kenapa telur ini lengket sekali?
Ck, mendecak sudah kulakukan berkali-kali namun telur itu tetap tidak bisa dibalik—sangat lengket—namun asap terus bertambah semakin banyak.
Sial.
Kalau begini terus, aku bisa mati sesak nafas.
Ajussi itu dimana sih?
Apa dia tidak bisa membantuku di sini?
"YA! Apa yang kau lakukan?!"
Oh yeah, akhirnya.
Aku menoleh ke belakang, meliihat Chanyeol ajussi yang terbatuk-batuk menutup hidung dan mulutnya.
"Aku hanya sedang memasak."
"Aish.." dia merutuk kemudian mematikan kompor lalu beralih menatapku. "Kau mau membakar dapurku hah?!"
Ekspresi pertama dari Chanyeol.
Tapi itu bukan ekspresi yang ingin kulihat.
"Aku hanya memasak telur! Kau kan tidak mau peduli dengan makan malamku ajussi!"
Wajahnya terlihat geram, namun beberapa saat sesudahnya ia menghela nafas. Menutup matanya, kemudian membukanya lagi, "Kau bahkan tidak bisa membuat telur goreng?"
"Kenapa aku harus bisa membuat telur goreng sementara aku punya ibu yang memasakkanku daging asap?" tantangku. Dia berkacak pinggang, aku ikut-ikutan berkacak pinggang, mengangkat dagu tinggi-tinggi untuk melihat wajahnya yang ada jauh di atasku.
"Aish.." dia membuat gestur seperti akan memukulku, dengan gerak refleks aku melindungi kepalaku dengan kedua tangan.
"Sekarang bagaimana? Aku benar-benar lapar."
"Memangnya urusanku hah? Aku bukan ibumu."
Aku menatapnya sengit.
Menyebalkan sekali, sungguh.
"Kalau begitu minggir sana. Biar kuhancurkan dapurmu. Kurasa percobaan memasak telur goreng tiga kali lagi sudah bisa membuat seisi dapurmu hangus. Iya kan?"
Aku berbalik, mengambil tiga butir telur dari kulkas. Penggorengan yang entah sudah seperti apa bentuknya itu kusingkirkan ke bak cuci piring lalu aku mengambil penggorengan yang baru. Kembali kumasukkan setetes minyak ke dalam penggorengan lalu menyalakan kompornya.
"YA! Kau gila ya? Bagaimana kau bisa menggoreng dengan minyak setetes begini?"
Aku melirik Chanyeol yang bersiap menambah minyak, "Jangan teriak-teriak ajussi!"
Aku memilih fokus pada telurku. Memecahkannya dengan hati-hati sampai tiba-tiba aku merasakan lenganku ditarik.
"Bodoh! Minggir sana!" Chanyeol ajussi merebut telur dari tanganku.
Aku melihat dia memecahkan telur itu dengan sekali ketukan, bahkan tanpa memerlukan piring kecil sepertiku, dia langsung memasukkan telurnya ke dalam penggorengan.
Wow.
Aku baru tau ternyata begitu yang namanya menggoreng telur.
Chanyeol ajussi membalik telur dalam diam. Yah, melihat dia yang tidak suka bicara kurasa dia ini semacam anti sosial, tidak suka bicara, atau apalah itu.
Setelah Chanyeol ajussi memindahkan telur goreng yang sudah matang ke piring, ia menyodorkannya padaku dengan cara yang tidak bisa dikatakan lembut sama sekali. "Jangan berbuat macam-macam lagi." Katanya lalu pergi.
Huh.
Entah kenapa ini terasa lebih menyebalkan lagi.
Makan malam dengan telur goreng.
Baiklah.
.
.
.
.
Baekhyun sudah siap dengan seragam sekolah barunya pagi-pagi sekali. Di punggungnya ia mengendong tas ransel berwarna bir tua. Ia menatap Chanyeol yang sedang menikmati sarapan paginya di meja makan. Ia mendekat, memperhatikan Chanyeol yang sama sekali tidak memperhatikannya.
"Apa aku harus sarapan dengan roti juga?"
Chanyeol menoleh tapi tak menjawab.
Siapa pun pasti kesal diperlakukan begitu.
"Eommaku tidak pernah membuatku sarapan dengan roti." Bibir Baekhyun cemberut pertanda protes. Ia menatap tidak semangat pada jejeran lembar roti yang tersusun rapi di atas meja makan. "Aku tidak mau roti." Lanjut Baekhyun lagi.
"Kalau begitu buat sarapanmu sendiri." Kata Chanyeol tapi matanya sibuk menatap jam tangannya.
Baekhyun semakin cemberut. Ia menatap Chanyeol tajam. "Apa dari mulutmu tidak bisa keluar kata-kata yang enak didengar ajussi?"
"Aku pergi."
Chanyeol bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan Baekhyun tanpa mengacuhkan pertanyaan Baekhyun yang terakhir.
"Ajussi, kau tidak akan mengantarku? Aku tidak tau jalan ke sekolah baruku ajussi!"
"Bukan urusanku." Jawab Chanyeol.
"Mwo? Ajussi! Bagaimana kalau aku tersesat, diculik, dibedah dan organ-organ tubuhku dijual? Kau mau tanggung jawab? Kau mau bilang apa pada eommaku?"
Chanyeol berbalik menatapnya. Bola matanya bergerak dari atas ke bawah tubuh Baekhyun membuat Baekhyun risih. Ia menatap Chanyeol tidak suka. "Memangnya organ tubuhmu laku?"
Baekhyun menggeram emosi. Tatapannya semakin tajam ia arahkan pada Chanyeol.
"Ah, daripada mendengar ocehan ibu-ibu lebih baik aku mengantarmu saja. Ayo cepat, kutunggu lima menit, kalau kau belum selesai aku akan meninggalkanmu."
Baekhyun menggerutu. "Kita berangkat sekarang saja, aku tidak mau makan makanan itu." Katanya lalu berjalan mendahului Chanyeol. "Memangnya kau orang barat? Sarapan pakai roti, cih." Ia menggumam tanpa didengar Chanyeol.
TBC
Yuhuuu… Chanyeol beda ya di sini? Biasanya kan sifat Chanyeol itu babo, idiot, dan sebangsanya. Hahahahahaha XD
Plis ya, jangan bilang tokoh itu lebih cocok diperanin sama kris. Emangnya kris aja yang bisa cool?
Chanyeol : Iya readerdeul, jangan bilang begitu ya. Nanti kris muncul kok dengan peran lain di ff ini. Tunggu aja, hehe..
Baekhyun : Thor, kok Chanyeol songong gitu ya? Ganti main cast uke aja deh, aku males klo harus hadepin orang songong minta ditendang kyak bgitu.
Chanyeol : Jangan dong baby. Itu kan awalnya aja, huhuhuhuhuhuhu T.T
BaekYeoleuuu : Gak bisa ganti main cast uke! Klo ukenya mau diganti, semenya juga harus diganti! Gak ada tuh ceritanya Chanyeol dipasangin sama uke lain, atau Baekhyun yang dipasangin sama seme lain!
Chanyeol : ah author-nim…. I LOVE YOUUUU… YOU ARE THE BEST. LANJUTKAN MISIMU AUTHOR-NIM! *heboh
Baekhyun : Terserah deh, terserah.. Yang penting cepet lanjutin Love Confession ya thor, kencan kita berdua belum kelar di sana kan? Hehe..
Chanyeol : aaa.. baby.. kmu udah gak sabar ya pengen lanjutin kencan kita? Oke thor, cepetan lanjut ya thor, hehehehe..
Sekian percakapan abnormal ini. Gimana readers ff baru ini? Lanjut? Review dulu dongg ^^