Pairing: Midotaka

Warning: Lots of Kisses!, Shonen-Ai, Younger!Midorima, semoga tidak ooc, typo?

Disclaimer: Karakter punya Fujimasi-sensei, tapi saya yang buat plot fic ini.


.

PART I

Unreasonable Reasons

..

.

Namanya pagi di Jepang, semua tidak bisa dipisahkan dari yang namanya sibuk dan padat. Sama seperti suasana didalam kereta. Mulai dari pegawai kantoran sampai anak sekolahan semuanya kumpul menjadi satu di kereta, seperti nasi ketan. Bagi seseorang yang bertubuh tinggi melebihi rata-rata anak seumurannya, berdesak-desakan di kereta bukanlah hal yang menyenangkan bagi Midorima. Kepalanya sesekali terpentok pegangan kereta, rambutnya tersangkut iklan yang dipasang dilangit-langit kereta, sampai kejeduk pintu kereta saat masuk atau keluar. Jadi tinggi tak selamanya keren, reader.

"Hei! Kau barusan yang meraba dadaku ya?!" sebuah suara menarik perhatian. Gadis SMA, tampak sedang marah-marah kepada salah satu bapak-bapak yang memakai baju kantoran disebelahnya. Dari wajahnya ia seperti pria mesum yang habis mabuk-mabukan semalaman. "Ngaku saja! Kan bapak yang ada disebelah saya!" lanjutnya lagi dengan marah.

"Bukan saya! Memangnya ada bukti itu saya?" pria itu membantah. "Jangan asal tuduh. Lagi pula dadamu saja kelihatannya rata, untuk apa aku merabanya." katanya pada gadis itu. Oh, tidak sopan sekali dia. Tapi Midorima memutuskan untuk tidak melakukan apapun. Lagipula jaraknya agak jauh, cukup menjadi pendengar saja.

Tapi suasana didalam gerbong menjadi heboh karena gadis SMA itu ternyata cukup berani untuk menarik kerah baju pria mesum tersebut dengan marah. "Apa kau bilang, hentai?" ia menggertakan giginya. Akhirnya terjadi pertengkaran. Gadis tersebut mengguncang-guncang si pria, memaksanya mengaku. Alhasil karena padatnya gerbong, para penumpang lain ikut terdorong-dorong. Sial, tubuh jangkung Midorima ikut terdorong keras hingga kepalanya nyaris terhantam jendela kereta. Tapi tenang, ia berhasil menghindar kesamping sebelum jidatnya bertemu kaca.

"Hmp!"

Mengapa tiba-tiba bibirnya hangat? Mata emeraldnya melotot karena kaget. Tepat didepannya, ada seseorang yang terjepit diantara dirinya dan jendela kereta. Wajah mereka sangat dekat sekali, hingga sampai sama-sama bisa merasakan napas hangat mereka satu sama lain. Iris emerald Midorima berkedip. Bibirnya terasa hangat…

"! ! ! !" murid Teiko itu langsung mengangkat kepalanya dan menutupi bibirnya dengan telapak tangannya panik. Wajahnya pucat dan bercampur merah padam. "M-M-Maaf!" serunya masih dengan nada panik yang tergagap. Yang benar saja?! Ia barusan secara tidak sengaja… menciumnya?!

"T-tidak apa, l-lupakan s-saja." Sahut orang tersebut sama gagapnya.

Setelah beberapa detik kemudian ia baru sadar. Orang tersebut, memakai baju sekolah SMA gakuran* hitam. Rambutnya pendek dan hitam mengkilat, matanya abu-abu jernih dan tingginya sepantaran Midorima. Yang terpenting adalah, ia laki-laki. Laki-laki wahai para reader. Suaranya tadi juga sangat nge-bass. Tak lain tak terelakan. Ciuman pertamanya, dengan cowok.

xxx

Kiss me out of bearded barley

Nightly, beside the green, green grass.

xxx

Midorima mengurut keningnya yang pusing. Sial sekali pagi ini. Hari ini Oha-Asa tidak ada meramalkan apa-apa selain: "Kau akan mendapatkan sebuah pertemuan yang menentukan." Entah apa maksudnya. Padahal ia sudah pasti dan yakin membawa Lucky Item hari ini, yaitu dompet. Midorima merogoh saku celana seragamnya nya untuk memastikan bahwa dompetnya masih disana.

Lho?

Lho? ?

Aneh sekali. Sakunya kosong. Tidak ada apa-apa. Dengan panik Midorima kembali merogoh sakunya, kali ini dengan ketakutan. Tidak ada! Dompetnya hilang?! Jelas-jelas saat mengunggu kereta sempat membeli Oshiruko, jadi tak mungkin tertinggal dirumah! Ia langsung menepuk jidatnya. Suasana kereta tadi padat sekali, tentu saja akan rawan pencopet. Bagaimana ini? Seluruh uang yang ia miliki semua ada didalam dompet! Siswa bertubuh jangkung itu menghela napas pasrah.

Sepertinya hari ini akan kacau.

Dengan langkah gontai Midorima berjalan memasuki gerbang sekolahnya. Kejadian pagi ini sudah cukup membuat wajah cemberutnya menjadi semakin terlihat galak. Tadi tak sengaja mencium orang, sekarang dompetnya hilang di kereta. Jangan-jangan akan ada kejadian buruk lain. Mungkin semua ini terjadi karena dompet, Lucky Itemnya yang hilang makanya jadi sial begini.

"Ohayo Mido-chin~" sebuah suara malas menyapanya. Murasakibara ternyata.

"Pagi." Jawab Midorima pendek. Ia sedang tidak mood. Tapi iris lavender sayu Murasakibara malah menemukan sesuatu yang menarik, hingga berhasil mengukir sebuah cengiran di wajah ovalnya. Tak biasanya Murasakibara menunjukkan ekspresi berbeda pada sesuatu selain berhubungan tentang snack.

"Dikepala Mido-chin ada tahi burung~" katanya kemudian.

Hah?

Dengan cepat ia meraba kepalanya. Sesuatu yang basah dan aneh menempel di rambutnya. Berwana kecoklatan dan sepertinya bau. Oh Tuhan yang benar saja… berhubung ia tinggi mungkin sepanjang jalan tak ada yang menyadari dan melihat kotoran ini dikepalanya, kecuali Murasakibara. Tanpa basa-basi lagi remaja berambut hijau itu langsung berlari menuju kamar mandi. Meninggalkan Murasakibara didepan gerbang, yang masih memasang wajah sayu dan menguap.

xxx

Istirahat siang. Midorima menghela napas. Ia lupa membawa bento, tambah lagi tidak punya uang. Sekali lagi dia mengurut kening kepalanya yang pusingnya semakin menjadi. Sepertinya siang ini akan terancam kelaparan. Belum lagi pulang sekolah ini ada latihan basket sampai sore. Bisa-bisa pingsan dilapangan. Dengan penuh harapan ia merogoh tasnya, semoga menemukan sesuatu. Ternyata benar, ia menemukan satu uang 500 Yen terselip didasar tasnya.

"UANG!" pekiknya dengan penuh kebahagiaan. Teman-teman sekelas langsung bengong melihatnya. Pertama kalinya mereka melihat seorang Midorima tampak bahagia dan semangat sekali. Dengan langkah cepat dia keluar kelas. Setidaknya ini cukup untuk membeli minum. Menyusuri lorong, Midorima langsung menuju mesin minuman terdekat , memasukkan uang dan menekan tombol.

Hening. Tak ada yang keluar. Aneh sekali. Mengapa kalengnya tidak keluar?

Urat jengkel muncul dikepalanya.

DUK! DUK! DUK! Ia langsung menepuk-nepuk mesin masin tersebut. Rusak?!

"Jangan merusak peralatan sekolah, Shintaro." Sebuah suara yang dingin dan tenang mengejutkannya, sepasang iris rubi memandanginya lekat-lekat. Ternyata Akashi. Midorima menghela napas dan kembali mengurut kepalanya yang pusing. "Satu-satunya uangku ada didalam."

"Mengapa kau tidak ada uang?"

"Dompetku hilang di kereta." Jawabnya pendek sambil bernapas lemas.

Akashi memejamkan matanya dan mengangguk. "Kau tampak berbeda, ternyata karena itu." Katanya. Tak lama remaja tampan berambut merah itu mengeluarkan dompetnya, memasukkan uang kedalam mesin dan menekan pilihan kaleng Oshiruko. Sebuah kaleng keluar dari dalam mesin. Berhasil. Mengapa tadi Midorima tidak? Dalam hati ia mengutuk mesin minuman ini bertubi-tubi.

Akashi memberikan Oshiruko tersebut pada Midorima.

"Awaaaaasss!" suara sayup-sayup terdengar dari arah luar jendela. Asalnya dari sekumpulan anak-anak yang sedang bermain baseball di lapangan bawah. Midorima mengerutkan dahinya. Mengapa mereka terlihat panik? Dalam hatinya. Satu detik kemudian menyadari bola putih sedang melaju tepat kearahnya. Ia tersentak dan mengambil satu langkah mundur karena kaget.

"TCH!" Akashi menarik lengannya cepat, mengindar sejauh mungkin dari sana.

"CRASH! PRANGGGGGG! ! ! !" suara bola baseball memecahkan kaca koridor dan membuat kaca tipis tersebut terbang hancur berhamburan. Satu pecahan mengenai pipi Midorima. Ia jatuh terduduk, sedangkan Akashi membungkuk dibelakangnya. Berbahaya sekali! Tak terbayang apa yang terjadi jika Akashi tidak menariknya, sudah pasti langsung dikirim ke rumah sakit.

"T-Terima kasih Akashi." Midorima berucap dengan suara ketakutan. Darah mengalir dari luka gores di pipinya. Kesialan boleh, tapi jika kesialan yang dapat membunuhmu seperti ini sudah tak dapat dikatakan kesialan biasa lagi. Lalu apa? Ia sendiri tidak mengerti.

xxx

Ujung-ujungnya Midorima tidak mengikuti pelajaran selanjutkan karena harus pergi ke UKS untuk mengobati luka gores karena sayatan pecahan kaca tadi. Didalam UKS sudah lengkap berjejer remaja pelangi tim reguler Teiko, ikut menengok apa yang terjadi pada kawan setimnya. Aomine menggunakan kesempatan ini juga untuk bolos pelajaran di kelasnya.

"Aku khawatir sekali mendengar tentang kalian." Kise memasang tampang cemas. "Sampai-sampai wajah Midorimacchi terluka parah seperti ini!" serunya histeris. Midorima memandangnya dengan kening berkerut. Parah apanya? "Ini cuma goresan kecil."

"Tapi bagiku luka diwajah itu fatal! Kan bagi seorang model yang-"

"Sebenarnya apa yang terjadi Midorima-kun?" Kuroko bertanya, mengabaikan Kise. Dibalik wajah datarnya terselip kekhawatiran. Wajar saja karena dua teman setimnya mengalami kejadian yang cukup berbahaya. Mendengar pertanyaan Kuroko, Midorima kembali menghela napasnya.

Ia kemudian menceritakan tentang kehilangan dompetnya di kereta, terpeleset dijalan, dijatuhi kotoran burung, lupa membawa bento, uang yang ia punya tersangkut di mesin minuman hingga akhirnya kejadian tadi nyaris terkena bola yang juga mengantam pecah kaca koridor sekolah. Setelah diurutkan baru menyadari bahwa sejak pagi hingga siang benar-benar sial dan berantakan.

"Wow sesuatu sekali." Aomine menggaruk kepalanya. "Terlalu mengerikan untuk sekedar dibilang sial."

"Menarik." Akashi berkomentar. Midorima menyumpah dalam hati. "Lalu… apa ada yang masih belum kau ceritakan pada kami?" lanjutnya dengan nada tenang.

Gulp. Midorima menelan ludahnya. Semua sudah kecuali bagian… ciuman di kereta. Tapi untuk bohong pada Akashi sepertinya mustahil. Untuk berani tidak jujur pada seorang Akashi Seijuro berarti sudah siap menantang kerasnya kehidupan. Hari ini dia sudah cukup sial, tidak usah ditambah lagi.

"Sebenarnya…" remaja berkacamata itu menghela napas. Tegarkan dirimu Shintaro! "… Aku tidak sengaja mencium seseorang di kereta pagi ini…" akhirnya kalimat itu keluar juga. Lima reguler Teiko itu langsung terkejut dan memandang Midorima speechless. "Setelah itu aku kehilangan dompet dan kejadian lainnya menyusul…." Lanjutnya sambil menghela napas, dengan wajah sedikit tersipu.

"Tak sengaja mencium?! Hebat sekali!" Aomine berseru keras. "AKU IRI!"

"Hm…" Akashi mengangguk lagi. "Kemungkinan besar kejadian ini mungkin berkaitan dengan orang itu. Jika kamu bertemu lagi dengannya bisa jadi masalah kesialanmu dapat segera dipecahkan." Sang Kapten melipat tangannya penuh konsentrasi. "Kau kenal siapa orangnya? Dari mana asalnya?"

Midorima menggeleng pelan. "Aku hanya bertemu dia di kereta. Yang kutahu ia murid SMA di daerah sekitar Tokyo yang seragamnya gakuran hitam." Jawabnya. Seragam SMA yang siswanya memakai gakuran di Tokyo banyak. Tak mungkin mencarinya satu persatu, mau sial sampai berapa hari?

"Cewek dengan gakuran? Sekolah apa itu…" Aomine ikut berpikir. "Tunggu dulu…. GAKURAN?!"

"Kau tau sekolah mana Aominecchi? Tumben kamu pintar." Kise menyeletuk.

"B-Bukan itu! Kalau orang yang kau cium itu pakai gakuran, berarti dia bukan…"

"Iya, dia laki-laki." Potong Midorima tanpa menunggu kalimat Aomine selesai. Akhirnya suasana kembali hening. Mereka terdiam mendengar jawaban dari Midorima tadi. Tau ia tak sengaja mencium orang di kereta saja sudah cukup mengejutkan, apalagi begitu tau orang tersebut adalah cowok SMA?

"Pffffttt." Akhirnya ada sebuah suara yang memecah keneningan. "HAHAHAHAHAHAHAHAH! !" tawa Aomine meledak. Ia sampai terjungkal kebelakang dan air mata keluar karena sangking terbahak-bahaknya. "Ciuman pertamamu dengan cowok di kereta?! Haa..h..Hahahahahahahaha..hahaha! !"

"PLAK!" Kuroko memukul punggung Aomine keras, berisyarat untuk memintanya berhenti tertawa.

xxx

Akhirnya Midorima tetap ikut latihan basket siang ini. Bermodalkan dipinjamkan uang oleh Momoi ia bebas kelaparan sampai sore. Entah bagaimana pulangnya, nanti saja dipikirkan. Dipinjamkan Kise dompet sebagai pengganti lucky item ternyata tak membantu. Kesialan terus saja datang. Mulai dari kena bola sampai kesiram air. Benar-benar sial sekali. Suasana gym lumayan ramai. Semua masih latihan semangat kecuali Murasakibara yang selalu tampak lesu. Gym semakin ramai karena sejak tadi dihiasi oleh suara rengekan Kise yang sejak tadi menggema keseluruh gedung. "Aominechii ayoo kita main one-on-oneeee!" "Tidak mau ah." Sahut Aomine.

"Midorin kau tak apa?" tanya Momoi dengan senyum khawatir. "Hari yang berat ya?"

Midorima menghela napas dan mengerut keningnya yang pusing. "Begitulah."

Lemparannya masuk seperti biasa. Kesialan tampaknya tak mempengaruhi keakuratan three point-nya. Tak ada yang terjadi setelah itu. Selesai berganti pakaian, Midorima segera niat untuk kembali kerumah. Jika terlalu lama diluar rumah takutnya akan lebih sial, membayangkan kesialan apa yang akan menimpanya sudah membuatnya merinding. Oh Tuhan, tolonglah hambamu ini agar selamat sampai dirumah.

"Eh? Siapa itu?" Aomine menunjuk kearah luar gym. Tak jauh dari mereka ada seseorang yang berdiri dengan kedua tangan dimasukkan kedalam saku. Berambut raven dan berseragam gakuran, menandakan bahwa ia seorang siswa SMA. Mata Midorima membesar melihatnya. Itu… itu orang tadi pagi! Yang tidak sengaja dia uh… cium. Sepertinya orang itu menyadari Midorima keluar dari gym, karena dia langsung berlari kecil menghampirinya. Thump, thump, thum, jantung Midorima berdebar.

"Yoo! Akhirnya ketemu juga. Aku berkeliling sekolah ini untuk mencarimu." Katanya dengan sebuah senyuman lebar. Belum sempat Midorima berkata apa-apa, anak SMA itu memberikannya sesuatu. Dompet berbentuk persegi panjang berwarna hitam yang familiar. "Ini dompetmu, aku temukan di kereta. Kau keburu turun sebelum kukembalikan. Ada kartu pelajarmu di dalam jadi aku tahu kau sekolah di sini."

"Ooooh! Ini dompetmu, Midorin!" seru Momoi. "Syukurlah tidak hilang!"

"Isinya lumayan tebal, uang sakumu terlalu banyak untuk ukuran anak SMP~" ia bersiul.

"Terima kasih." Midorima menganggukkan kepalanya sopan. Tak menyangka dompetnya ternyata ditemukan olehnya. Setelah masalah dompet terpecahkan, sekarang saatnya membahas tentang masalah lainnya. Yaitu hubungan kesialan dengan ciuman tadi pagi.

"Kau model Kise Ryouta itu kan? Ternyata kau sekolah disini!"

"Eeeeh senpai kenal denganku? Aku tersanjung!"

Ujung-ujungnya tidak ada kata yang terucap. Kise, Momoi, yang lainnya dan orang ini malah ngobrol. Dalam kepala Midorima berbagai macam dugaan tercampur menjadi satu. Jika tak sengaja mencium orang ini segala keberuntungannya berubah menjadi kesialan, bukankah berarti menciumnya kembali akan membalikkan keadaan seperti semula? Tapi bagaimana?

"Uhm… maaf soal tadi pagi." Akhirnya Midorima kembali bicara.

"Eh…?" orang itu diam sejenak. Kemudian semburat merah tipis muncul di kedua pipinya. "Aah.. hahaha! Tak usah di bahas lagi, itu kan tidak sengaja. Sudahlah, lupakan saja." tawanya sambil menggaruk belakang kepalanya menutupi rasa grogi. Thump, thump, thump, Midorima ikut berdebar.

"A-Aku boleh minta tolong satu hal?" Midorima mengepalkan tangannya, menyiapkan mental. Apa yang ia lakukan tak ada yang menjamin akan berhasil, tapi…

"Apa? Jika aku bisa, pasti akan ku-" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sepasang tangan yang kuat menarik bahunya tiba-tiba. "Hmph!" pekiknya saat bibirnya menempel dengan bibir Midorima. Iris emerald terpejam erat, berharap dengan begini kesialannya akan hilang. Ia dapat merasakan hembusan napas si raven yang hangat. Bibirnya tidak lembut, tapi juga tidak kasar. Ada sedikit rasa soda di sudut bibirnya, Midorima mengeluarkan lidahnya dan menjilatnya kecil.

Sebuah dorongan keras di dadanya mengagetkan Midorima. Ia baru sadar bahwa tadi ia mencium si raven hanya untuk percobaan, tapi malah terlarut hingga…. Blush! Wajahnya bersemu merah. Belum sempat mengeluarkan kata minta maaf, ia terdiam melihat si raven. Wajahnya juga merah, seperti Midorima. Tapi lebih merah padam. Kedua tangannya membungkam bibirnya, terlihat gemetar.

"M-maaf aku hanya…" siswa Teiko berkacamata itu langung tergagap.

"Uh…" si raven melangkah mundur, masih dengan wajah luar biasa kaget. Tak lama badannya berbalik dan berlari pergi. Segalanya terasa hening untuk Midorima. Ia tidak menyadari apa yang barusan ia lakukan, saat berciuman dengannya otak Midorima seperti memiliki keinginan sendiri. Bahkan jika tadi si raven tak mendorongnya, mungkin saja ia sudah melakukan hal yang lebih memalukan lagi.

Midorima baru sadar bahwa dia tak sendiri. Ia menoleh. Kise, Momoi, dan Murasakibara berdiri di belakangnya, mata mereka semua sama-sama melotot dan tidak percaya. Kuroko tidak jadi meminum susu vanillanya, Akashi tidak berbicara apa-apa.

Aomine menganga lebar sangking kagetnya, kemudian bersuara: "What the fuck?"

xxx

Swing, swing, swing, the spinning steps

You wear those soes and I will wear that suits

Oh, kiss me beneath the milky twilight

xxx

Midorima menghela napasnya panjang, kemudian menatap keluar jendela kereta dengan perasaan galau. Meski suasana hatinya berawan, ada hal yang cukup mengejutkannya. Setelah mencium si raven, kesialan sama sekali tidak terjadi dari keluar sekolah hingga masuk kedalam kereta. Luar biasa. Ternyata benar dugaannya. Tapi untuk itu dia harus melakukan hal yang gila. Kesampingkan kesialannya, bagaimana dengan orang itu? Pasti sangat shock dan mengejutkan sekali dalam satu hari di cium dua kali oleh laki-laki, anak SMP, Midorima Shintaro. Dalam hati ia meminta maaf.

xxx

Baru saja kemarin ia senang karena kesialannya terhenti, hari ini berbeda. Pagi datang lagi. Dan baru beberapa saat membuka mata, kesialan kembali datang. Saat bangun ia tak sengaja menindih kacamatanya hingga patah. Saat mencari kacamata cadangan di lemari, jari tangan kanannya tak sengaja terjepit. Untung bukan yang kiri, karena jari tangan kiri sangat berharga dalam dunia basketnya.

Oha-asa meramalkan bahwa Cancer urutan empat, tak ada kesialan untuknya. Tapi seperti tidak berpengaruh apa-apa, karena saat masuk kekamar mandi nyaris terpeleset. Mengerikan sekali. Jika kesialan ini terus datang lalu apa yang harus dilakukan agar berhenti? Jika mencium si raven itu hanya memiliki efek sesaat, berarti hari ini Midorima harus menciumnya sekali lagi? Oh Tuhan, mengapa hambamu ini semakin tersesat.

xxx

"Aku hargai tekadmu, jika aku jadi kamu mungkin aku sudah gila." Aomine menyedot minuman kotaknya dengan sekali napas. Midorima tidak bereaksi apapun karena masih berpikir keras. Barusan ia terkena siraman air kotor dari ember pel kamar mandi, sehingga seragamnya harus di cuci. Sementara memakai baju training olah raga.

"Tapi aku tidak menyangka Midorimacchi senekat itu." kata Kise.

"Kemarin kau menjilat bibirnya~ Apa ciuman itu rasanya enak, Mido-chin~?" Murasakibara menyeletuk. Entah mengapa perkataannya terdengar sangat vulgar. Wajah Midorima kembali memerah, tapi tetap tidak mengatakan apa-apa.

"Sabar, mungkin nanti akan ada pemecahannya." hibur Kuroko.

"Satsuki, apa kau sudah mencari tahu siapa dia?" Akashi tiba-tiba bersuara.

Momoi mengangguk pelan dan membuka catatannya. "Dia Takao Kazunari. Siswa kelas 3-2, SMA Shutoku. Pemain basket reguler dan starter dari tim elit Shutoku." katanya lancar. Pengetahuan Momoi dalam mencari informasi memang mengerikan.

"Oooh dia main basket, kebetulan sekali." Aomine menyahut.

"Mungkin Midorin harus berbicara baik-baik dulu dengannya, siapa tahu dapat jalan keluar." Momoi tersenyum kecil. "Mungkin setelah menjelaskan semuanya Takao-san akan mengerti keadaanmu." lanjutnya.

xxx

Setelah mendapat nomor hp Takao, Midorima segera mengiriminya pesan berisi banyak sekali permintaan maaf dan diakhiri dengan mengajaknya bertemu. Ajaibnya dia setuju untuk bertemu siang ini, di restoran fast food Maji Burger. Pulang sekolah Midorima bergegas ke Maji Burger, disertai doa dan restu dari Momoi, Kise, Aomine, Kuroko, Murasakibara dan Akashi.

Sepertinya sampai duluan. Midorima sebenarnya tidak terlalu menyukai makanan junk food. Tidak sehat dan menimbulkan banyak penyakit. Tapi karena Takao yang memilih disini dia langsung setuju. Setelah sekitar sepuluh menit, seseorang yang di tunggu datang. Takao. Ia melambaikan tangan dan berjalan menuju arah Midorima.

"Maaf menunggu, sudah lama?" tanyanya sambil tersenyum.

"Tidak juga. Terima kasih sudah datang." Midorima mengangguk sopan.

"Ahahaha, tidak usah terlalu kaku. Santai saja~" kata Takao. "Oh ya kamu dapat nomor hp ku dari mana? Kaget sekali aku lihat ada pesan darimu." lanjutnya sambil mengerutkan dahi. Jika dijelaskan bahwa Midorima memiliki teman yang suka mencari tahu tentang orang lain, itu membuat Momoi terdengar seperti stalker.

"Aku meminta tolong salah satu kenalanku." Jawab Midorima singkat.

Takao diam sejenak dan mengangguk. "Lalu apa yang mau kau bicarakan?"

xxx

Segalanya sudah dijelaskan. Dari awal tak sengaja tercium Takao, segala kesialan yang menimpa Midorima diceritakan secara detil satu persatu. Sampai Oha-Asa yang memprediksikan segala hal, tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Bagi orang lain mungkin mendengarkan Midorima tentang obsesinya akan ramalan bintang sangat aneh. Tapi Takao mendengarkannya dengan sabar. Sesekali ia tertawa akan kekonyolan Midorima, tapi tak ada kata mengejek sama sekali. Midorima merasa dihargai.

Tanpa terasa beberapa jam berlalu. Karena hari sudah sore, mereka memutuskan untuk pulang. Mereka berdua berjalan kaki bersama menuju stasiun kereta yang lumayan dekat, sesekali dalam perjalanan mereka saling berbincang.

"Hahahaha! Kau benar-benar kacau, tapi dalam sisi yang baik."

"Baik?"

"Iya, hal ini yang membuatmu jadi berbeda. Anggaplah dirimu unik."

Midorima langsung merasa ada sesuatu yang mekar didalam hatinya. "Uhm… Takao-san… Lalu bagaimana dengan yang hal yang aku bicarakan?" lanjut remaja jangkung tersebut. Semu merah tipis muncul di pipinya. Matanya lurus menatap koridor menuju ruang tunggu kereta, berusaha menyembunyikan groginya.

"Tidak masalah. Jika segalanya terjadi melibatkanku, tak ada pilihan lain." Takao tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi-gigi putih cemerlangnya. Kali ini Midorima ditarik menuju samping mesin minuman di ujung lorong yang lumayan sepi.

Bibir mereka bertemu kembali. Kali ini dengan cara lebih halus dari sebelumnya. Midorima terkejut, tapi ikut memejamkan matanya pelan. Ciuman ini polos, bibir mereka hanya bersentuhan satu sama lain. Hangat napas mereka bertemu kembali. Ada sedikit rasa soda di sudut bibirnya, tapi Midorima menahan diri untuk tidak melakukan hal aneh.

Akhirnya Takao melepaskan ciumannya dan berjalan meninggalkan Midorima yang masih berdiri mematung disebelah mesin minuman. Setelah beberapa langkah Takao kembali berbalik dan menyeringai lebar. "Sampai jumpa besok, Shin-Chan!"

xxx

Lead me out on the moonlight floor

Lift your open hands

xxx

Midorima menatap sederetan kaleng minuman yang terpajang di dalam mesin minuman yang ada dihadapannya. Kaleng soda yang didalam mesin minuman ini sama dengan soda yang kemarin Takao minum. Saat berciuman rasa soda ini jadi sedikit berbeda. Midorima menggelengkan kepalanya cepat, membuyarkan lamunannya.

Setelah pulang dari bertemu Takao kemarin, kesialan tidak terjadi. Mereka juga berjanji untuk bertemu setiap pagi di stasiun sebelum kereta berangkat untuk berciuman, termasuk pagi ini. Semua ini demi keselamatan hidupnya, bukan karena maksud apa-apa.

Ia menghela napas. Entah mengapa semua ini jadi terdengar mesum.

"Midorima-kun" tiba-tiba sebuah suara muncul mengagetkannya.

"UWAH!" siswa jangkung itu memekik kaget. Kuroko berdiri disampingnya dengan wajah datar yang khas. Mata bulatnya memandang Midorima kosong, seperti berusaha masuk dan melihat langsung kedalam jiwanya. Seram juga setelah pikir. "Jangan muncul tiba-tiba, tidak baik untuk kesehatan."

"Aku sejak tadi sudah ada disini. Tapi Midorima-kun datang, lalu senyum-senyum sendiri. Makanya aku tegur." kata Kuroko datar. Mendengar itu Midorima langsung membenarkan letak kacamatanya gugup. Senyum-senyum? Siapa yang senyum-senyum?

xxx

Strike up the band

and make the fireflies dance

xxx

"Lupa menulis nama?" Midorima tersentak kaget.

Himekawa-sensei mengangguk pelan. "Kamu lupa menulis nama di kertas mid semestermu. Untung saja kebetulan itu mata pelajaran yang aku ajar, dan tulisanmu mudah dikenali karena aku wali kelasmu. Jika tidak, nilai matematika mu bisa nol. Lain kali jangan lupa. Bukan seperti kau saja, tidak teliti seperti ini."

"Terima kasih." Midorima membungkuk sopan, kemudian keluar ruang guru. Jika pagi ini kesialannya masih berlanjut, mungkin kertas jawaban tanpa nama miliknya tidak akan dikenali dan mendapat nol. Bisa kacau segalanya jika nilai matematikanya dapat nol. Seluruh dunia pasti akan menganggapnya bodoh, ayah dan ibu pasti kecewa.

Karena ciuman Takao, kesialannya kembali berubah menjadi keberuntungan. Wajahnya bersemu lagi, kemudian menggelengkan kepala kuat-kuat. Bukan maksudnya memikirkan tentang Takao, hanya saja ia merasa lega karena kesialannya menghilang.

xxx

"Cup!" sebuah kecupan ringan mendarat di bibir Midorima. Remaja berambut raven dihadapannya tersenyum lebar dengan sipu diwajahnya. "Itu ciuman keberuntunganmu hari ini, good luck!" serunya dengan ceria sambil melangkah pergi.

"Tunggu." Midorima menahannya. Takao berbalik dan mengerutkan dahi. Remaja jangkung bermata emerald itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Takao. "Zodiakmu scorpio, hari ini urutan terakhir. Bawa ini, supaya tidak sial." katanya. Benda itu adalah sebuah boneka Teddy bear berpita merah.

"Untukku?" Takao mengedipkan matanya tidak percaya.

"Bukan, hanya kupinjamkan saja. Kembalikan besok, ini punya adikku."

Selama beberapa detik mereka saling diam, kemudian suara tawa Takao terdengar. "Hahahaha! Benarkah? Baiklah, sini aku pinjam!" kekehnya, lalu memeluk Teddy bear itu erat. "Kau membawa boneka sebesar ini didalam tasmu hanya untukku?"

"…" Midorima tidak menjawab, hanya memalingkan wajahnya.

Tak lama Takao menepuk punggung Midorima pelan. "Ehehe tidak usah malu~" godanya. Sejenak menatap boneka Teddy bear tersebut, kemudian membungkukkan badannya kearah Midorima dan berbisik: "Aku tidak mungkin sial karena pagi ini aku sudah mencium Shin-Chan, jadi tenang saja~"

"A-Apa maksudnya-"

"Ayo kita jalan, keretanya sudah datang." Takao memotongnya dan berjalan pergi, meninggalkan Midorima yang lagi-lagi masih mematung ditengah koridor stasiun. Ia benar-benar tidak mengerti apapun yang dipikirkan Takao.

xxx

Silver moon's sparkling,

So kiss me

xxx

"Itu apa?" Miyaji mengerutkan dahinya, menujuk kearah kursi cadangan.

"Panggangan ikan." Jawab Takao singkat.

"Aku tau bodoh, maksudku kenapa ada panggangan ikan di dalam gym? Kamu kira disini pantai?" remaja tampan berambut brunet itu menghela napas panjang. Sudah tiga minggu ini kamu selalu membawa barang-barang aneh setiap harinya. Mulai dari wajan penggorengan sampai topi koboi?"

"Bukan, ini lucky itemku hari ini. Kata Shin-Chan!" Si raven tersenyum lagi.

"Shin-Chan? Anak SMP Teiko yang kau ceritakan itu?" Kimura tiba-tiba datang menyeletuk. "Aku tahu dia, kemarin timnya masuk majalah bulanan basket langgananku." bebernya. Mendengar itu Takao langsung antusias.

xxx

"Miiidooorin." Momoi memanggil Midorima dengan kerutan di dahinya. "Mau sampai kapan kau berdiri di depan jendela koridor? Bel masuk pelajaran sudah berbunyi dua menit yang lalu, kau tidak masuk kelas?" katanya.

"Ah?!" pekik Midorima, terbuyarkan dari lamunan. "Benar juga. Aku harus pergi. Momoi, kau juga kembali kekelasmu. Sampai nanti siang." katanya dengan langkah terburu-buru menuju kelasnya yang kebetulan tak terlalu jauh.

Melihat kawannya bersikap lain dari biasa, Momoi tersenyum maklum kemudian memeluk buku yang ada di dadanya erat. "Hehehe, Midorin seperti sedang jatuh cinta saja~" katanya sambil melangkah pergi, ikut kembali kekelasnya.

xxx

Kiss me down

by the broken tree house

xxx

"Oh ya beberapa hari yang lalu aku membaca artikel tentangmu. Hebat sekali! Kau dan tim-mu masuk majalah bulanan basket di artikel spesial! Aku memang mendengar bahwa SMP Teiko hebat sekali, tapi tidak tau kalau sehebat ini." Ucap takao panjang lebar dengan penuh keantusiasan.

"Oh ya?"

"Saat pertama aku ke sekolahmu, yang aku lihat bersamamu keluar dari gym itu ternyata teman-teman setimmu ya. Termasuk si model itu, aaaah tak adil sekali. Sudah keren, termasuk pemain basket jenius juga. Huuf." keluhnya.

"Kise tidak sekeren itu kalau semua tahu sifat aslinya." Midorima menambahkan.

Hampir setiap pagi, mereka selalu bertemu di stasiun kereta dan berbicara ringan. Ini sudah kurang lebih sebulan sejak saat itu. Setiap hari, setiap pagi, mencium Takao. Termasuk hari sabtu dan minggu. Jangan pernah mencoba melewatkan satu hari, karena perjalanan dari rumah ke stasiun untuk bertemu Takao saja sudah serasa masuk survival game saja, yang lengah sedikit bisa boleh ambil resiko.

Tapi jauh didalam hati Midorima, ia tak masalah. Jika harus mencium Takao setiap pagi dan setiap hari. Tapi tidak diungkapkan keras-keras, pendapat itu disimpannya rapat didalam hati. Karena sepertinya sesuatu yang menakutkan mulai menghantuinya.

xxx

Jam sudah menunjukkan nyaris jam delapan. Takao belum juga terlihat di stasiun. Tidak biasanya dia terlambat. Remaja berkacamata itu mulai gelisah. Kemana dia? Mungkin sedang dijalan, ia menghibur dalam hati. Dikedua tangannya sedang memegang sebuah pajangan lucky cat, yang sering ditemukan di toko-toko sebagai pelaris.

Lima menit, sepuluh menit berlalu. Kereta sudah mau datang. Kemana Takao?

Mungkin meneleponnya saja. Setelah berhasil dengan susah payah memasukkan lucky item Takao kedalam tasnya, Midorima menekan nomor telepon si raven. Beberapa kali 'tut' nada tunggu terdengar tak ada jawaban. Hatinya makin gelisah.

"PPPSSSSHHHHH." Suara keretanya sudah terdengar, hampir sampai.

"Ch." Ia berdecak sebal. Kemana Takao.

"DUK!" seseorang tiba-tiba tak sengaja mendorong tubuh jangkungnya keras hingga Midorima kehilangan keseimbangan. Kakinya maju beberapa langkah hingga sepatunya terpeleset dan parahnya… ia terjatuh tepat di atas rel kereta. "BRUK!" suaranya terbanting ketanah. Remaja bermata emerald itu tersentak kaget.

"Eh…?" gumamnya tidak percaya, karena tiba-tiba sudah terjerebab diatas rel. Lampu terang kereta sudah terlihat dari jauh. Suara ribut dan jeritan orang-orang mulai meramaikan suasana, terdengar hanya seperti sayup-sayup suara kecil baginya.

"KYAAAA! !" jeritan orang-orang semakin melengking.

Jantungnya berdebar cepat saat cahaya silau itu mendekat. Ya… Tuhan-

xxx

Swing me upon its hanging tire

xxx

Akashi menghela napasnya panjang, iris rubinya menatap kawan setimnya dengan sorot yang fokus. Midorima duduk diatas ranjang klinik stasiun dengan tampang yang masih pucat pasi dan kacamatanya terlepas. "Terpeleset dan jatuh diatas rel kereta, Shintarou? Bisa jadi seceroboh apa lagi kau?" katanya dengan nada dingin.

"Ini bukan salah Midorima-kun, seseorang menabraknya." bela Kuroko. "Aku yakin Midorima-kun juga tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi." lanjutnya tenang. Murasakibara, Aomine, Kise dan Momoi hanya diam tak bersuara. Saat mendengar Midorima nyaris terlindas kereta, mereka berenam langsung terbirit-birit pergi ke stasiun.

"Kalau saja petugas kereta tidak cepat mengerem, kau sudah mati."

"Aku tahu." akhirnya Midorima menjawab, suaranya serak.

Momoi menepuk bahu Midorima dan tersenyum kecil. "Sudahlah, Akashi-kun. Tidak baik untuk terus memarahi Midorin dalam situasi seperti ini. Jika aku dalam posisinya… aku mungkin sudah takut sekali hingga tidak dapat bersuara."

"Satsuki benar yang penting kan dia selamat." tambah Aomine. "Hey Midorima, apa kau masih ingat siapa wajah yang mendorongmu? Ayo kita hajar orangnya hingga babak belur seperti habis ditabrak kereta."

Kemudian sebuah cubitan mendarat di pinggangnya. "Jangan gila, Dai-Chan." seru Momoi marah. "Ini bukan saatnya untuk aneh-aneh. Jadi bagaimana ini? Apa kita semua kembali ke sekolah dan Midorin pulang?" tanyanya.

"Bagaimana Shintarou?" Akashi bertanya pada Midorima.

Brrrrrrt. Sebuah getaran kecil didalam sakunya mengejutkan Midorima. Dengan cepat ia merogoh dan mengambil telepon genggamnya. Sebuah pesan singkat, Takao. 'Maaf aku tidak datang ke stasiun hari ini. Semalaman aku belajar dan kesiangan _'

Remaja bersurai hijau itu menghela napas. "Ayo kembali ke sekolah."

xxx

"Maaf ya, aku tidak datang kemarin. Apa kau baik-baik saja?" Takao menatap Midorima dengan khawatir. Iris abu-abunya terus menatap plester yang menempel di pipi Midorima, ia merasa bersalah. "Aku sudah mendengar apa yang terjadi."

Midorima tidak menjawab apapun, selain mendekatkan tubuhnya kearah Takao dan menciumnya pelan. Kali ini berbeda dari sebelumnya, tidak ada rasa apapun. Segalanya terasa dingin dan hambar. Hanya satu hal yang Midorima ketahui, ketakutan.

Sepasang tangan hangat tiba-tiba merangkul punggungnya lembut, memeluk Midorima. Takao memejamkan matanya, merasakan ketakutan dan kekhawatiran didalam hatinya. Berbisik diantara napasnya: "Maafkan aku Shin-Chan…"

..

.

Settle down with me

Cover me up, Cuddle me in

Lie down with me

And hold me in your arms

..

.


Pixiv ID: 38785542
Member: ༼ꉺ౪ꉺ༽

Part 1 selesai. Bagaimana minna? Fic ini complete nggak sampai chapter tiga. Cuma short series.

Review pleasee~