Complicated Relationship
Author: CrowCakes
Warning: AU, OOC, Typo, YAOI, INCEST, dan hal absurd lainnya.
Rating: M for Mature
Pairing: Yunjae, YunKyu, WonJae
Note: ff ini bukan ff karya saya, dan saya sudah minta izin sama empunya buat repost dan ganti cast nya hhhehe. Enjoy minna~
.
Kyuhyun bergerak senang sambil sesekali berputar menari di ruang tamu rumahnya. Ini sudah ke sepuluh kalinya sang ayah tertawa cekikikan layaknya orang idiot. Yunho yang melihatnya dari dapur hanya menggelengkan kepala, prihatin. Mungkin benar kata tetangga, kalau ayahnya itu sudah tidak waras. Sejak Victoria meninggal, ayahnya selalu berwajah sedih dan hanya pada saat tertentu saja dia jejingkrakkan senang begini.
"Ada kabar gembira?" Tanya Yunho malas sambil menjulurkan sepiring buah melon pada ayahnya itu. Kyuhyun menoleh dengan wajah berbinar.
"Ayah berhasil!—Lihat!" Kyuhyun menunjukkan profil seseorang di salah satu Dating Website. Ya— Kyuhyun sedang gencar-gencarnya mencari pacar di jejaring media. Entah apa alasannya, tetapi setiap kali ditolak oleh beberapa cewek yang kencan buta dengannya, Kyuhyun selalu pulang dengan wajah menangis. Dan itu membuat Yunho susah.
"Kau pasti ditolak lagi." Ucap Yunho dingin. Kyuhyun berbalik untuk menunjukkan wajah menggembungnya.
"Jahat—Padahal'kan ayah sedang berusaha untuk mencarikan ibu untukmu!" Sergah Kyuhyun dengan wajah cemberut lucu.
"Aku sudah 17 tahun. Aku tidak perlu figur seorang ibu." Jawab sang anak yang membuat Kyuhyun murung seketika.
"Tapi—" Kyuhyun tidak meneruskan perkataannya. Wajahnya hanya menunduk dalam diam dan Yunho harus menggaruk kepalanya bingung.
"Dengar ayah—" Yunho berjalan menuju Kyuhyun kemudian menyentuh dagu ayahnya itu, "Aku sudah dewasa. Aku bukan anak-anak lagi. Aku hanya butuh ayah, bukan orang lain." Jelas pemuda itu yang semakin menatap ayahnya dengan intens.
Yunho menyentuhkan keningnya ke dahi Kyuhyun dengan suara -duk- kecil. Napas hangat pria itu membuat Yunho tersenyum. "Aku—menyu—"
.
TING—TONG!
.
Kyuhyun berbalik dengan cepat ketika bel pintunya berbunyi, "Sebentar!—" Seru Kyuhyun dari dalam. Pria itu kembali menatap anaknya, "Kau tadi ingin bilang apa, Yunho?" Tanyanya bingung.
Yunho menggaruk tengkuk lehernya malas, "Tidak jadi. Bukalah pintunya, mungkin dia teman dating ayah." Ucap Yunho yang kembali ke dapur untuk mengambil buah melonnya.
Kyuhyun yang mendengar kata 'teman dating' langsung berbinar dengan ceria. Dia melompat kegirangan sambil beranjak menuju pintu depan. Yunho hanya melirik ayahnya itu sekilas ketika Kyuhyun membuka pintu dengan wajah penuh pengharapan. Seorang sales berdiri didepan pintu rumah mereka, wajah Kyuhyun berubah kecewa ketika mengetahui yang datang bukanlah teman kencannya. Sedangkan Yunho berusaha menyembunyikan senyumnya.
"Bukan teman kencan ayah?" Tanya Yunho lagi setelah si sales diusir Kyuhyun. Pria itu hanya melengos kecil kemudian menutup pintu lagi.
"Ya—menyebalkan." Gerutu pria beranak satu itu.
Yunho menghempaskan pantatnya di sofa tepat disamping Kyuhyun.
"Memang kapan mau kencan?" Yunho bertanya pada ayahnya lagi. Kyuhyun menghitung jari tangannya.
"Dua hari lagi." Jawab Kyuhyun sambil memperlihatkan senyum lebarnya.
"Kenapa kau begitu ingin kencan?" Yunho mengambil sepotong melon kemudian memasukkannya dalam mulut. Manis.
"Sudah kubilang kan, aku ingin memberimu seorang ibu." Tegas Kyuhyun sambil menatap sang anak lekat.
Yunho meliriknya sekilas, "Kau itu bodoh, Ayah."
"Heee—Kau bilang apa?!—" Kyuhyun ingin protes pada Yunho, tetapi tarikan di kerah bajunya membuat pria itu tersentak kaget, karena kini wajah mereka saling berdekatan.
Dengan jarak sedekat ini Kyuhyun dapat melihat warna kelam mata Yunho. Pemuda itu hanya menatap ayahnya dalam diam. Kepalanya makin mendekat hingga kening mereka berdua beradu.
" Y-yunho?" Panggil Kyuhyun dengan bingung. Yunho tidak menghiraukan panggilan ayahnya. Dia terus mendekatkan wajahnya ke bibir Kyuhyun. Secara perlahan Yunho menekan mulutnya untuk mencium bibir ayahnya itu. Hangat. Kenyal. Dan Nikmat. Begitulah pendeskripsian Yunho akan bibir pria manis dihadapannya. Detik selanjutnya Yunho melepaskan pagutan singkat itu dengan perlahan.
"Selamat malam—" Ucap Yunho yang bangkit dari kursi kemudian beranjak menuju kamarnya.
Kyuhyun terdiam. Tubuhnya masih kaku tak bergerak sampai Yunho membuka pintu kamarnya kemudian menutupnya pelan. Pria itu seperti tersadar kemudian segera merunduk sambil menyembunyikan wajah merahnya di lengan.
"Selamat malam— Yunho."
.
.
.
RIIIIING—RIIIING—RIIIING— Jam weker di kamar Yunho berbunyi menunjukkan pukul 7 pagi. Pemuda itu mengulet dan menguap sebentar di kasurnya yang empuk kemudian bergegas menuju kamar mandi.
" Yunho —" Kyuhyun berusaha membangunkan anaknya itu dengan mengetuk pintu kamar Yunho.
"Sebentar—" Jawab Yunho dari dalam yang baru saja selesai mandi. Dengan santai pemuda itu membuka pintu kamarnya dan membuat sang ayah kaget ketika mendapati Yunho hanya mengenakan handuknya saja.
"Kau belum berpakaian?" tanya Kyuhyun lagi. Yunho mengacak rambutnya yang basah sambil bersender di ambang pintu.
"Ya—sebentar lagi kok." Jawab pemuda brunette itu sambil mengamati Kyuhyun yang memegang spatula di tangannya. Celemek berwarna biru membuat kesan sang ayah menjadi sosok figur seorang ibu. Yunho bahkan bingung, ayahnya yang sudah berumur 38 tahunan itu masih terlihat muda dan manis. Apa dia mempunyai darah awet muda seperti neneknya, Ara?
" Yunho?—Ada apa?" Tanya Kyuhyun lagi. Yunho menggeleng pelan kemudian melandaskan sebuah ciuman di kening sang ayah.
"Aku akan berpakaian dulu, jadi turunlah duluan ke dapur." Kata Yunho yang mendapat anggukan paham dari Kyuhyun.
Yunho menatap sang ayah yang menuruni tangga menuju dapur rumah mereka. Pemuda itu kembali masuk ke kamar kemudian menyenderkan tubuhnya ke dinding. Tangannya segera menyentuh dadanya yang berdegup lebih cepat dari biasanya.
"Tidak bagus—sangat tidak bagus." Ucap Yunho lagi yang berusaha meredakan dentuman aneh di jantungnya.
.
.
"Sudah selesai?" Tanya Kyuhyun yang melihat Yunho turun dari tangga dengan berpakaian seragam rapi.
"Ya—Apa sarapannya?" Yunho bertanya dengan nada penasaran. Terlebih lagi menatap sang ayah yang tersenyum senang.
"Omelet." Jawab pria 38 tahunan itu.
Yunho hanya mengangguk mengerti kemudian duduk di meja makan, "Aku akan mengajak temanku kerumah," Ucap Yunho yang mendapat tatapan 'kenapa?' dari ayahnya itu, "—aku akan belajar kelompok." Lanjut pemuda brunette itu sambil menyendok sedikit omelet yang disuguhkan Kyuhyun.
"Ok—kalau begitu aku perlu menyiapkan cemilan kan?" Tanya Kyuhyun lagi yang mendapat anggukan dari sang anak.
Yunho melirik jam tangannya, sudah pukul delapan. Dia hampir telat untuk masuk sekolah hari ini. Dengan cepat pemuda itu bangkit kemudian bergegas ke luar rumah.
Sebelum pergi, Yunho sempat berbalik untuk mencium bibir ayahnya.
"Terima kasih untuk sarapannya." Ucap pemuda itu lembut. Kyuhyun hanya memperlihatkan cengiran khasnya. Kemudian melambai ringan hingga Yunho berbelok di tikungan pagar.
Kyuhyun kembali ke dalam rumah, mengunci pintu depan lalu bersender di dinding dengan wajah memerah. Kedua tangannya tertangkup pada dadanya yang menghentak-hentak keras.
"Vict—ini tidak bagus... Sangat tidak bagus." Bisiknya pelan sambil menyentuh sudut bibirnya yang dicium oleh Yunho.
.
.
.
"Yooo— Yunho." Suara Junsu membuat Yunho yang sedang berjalan menuju sekolah menoleh sekilas. Pemuda penyuka bola itu menampilkan senyum lebarnya.
"Pagi, Yun." Sapa Junsu sambil merangkulkan tangannya pada bahu Yunho. Dia tersenyum manis.
"Pagi." Jawab Yunho yang berbalik untuk mencium bibir pemuda mundur dengan panik. Wajahnya berubah menjadi pucat dan memerah.
"Sudah kukatakan jangan menciumku! Bodoh!"
"Kenapa?" Tanya Yunho dengan ekspresi datar, "Di keluargaku, semua orang menyapa dengan cara 'berciuman'." Lanjut Yunho yang mendapat gamparan di kepala.
"Aku tidak tahu tradisi di keluargamu. Tapi ciuman itu bukan sesuatu yang diumbar ke sembarang orang." Jelas Junsu sambil bergaya mirip seorang profesor lulusan universitas ternama.
"Aku dan ayahku sering berciuman."
...
"Sudah kukatakan! Jangan berciuman dengan sembarang orang! Kau bisa membuat orang lain salah paham!" Teriak Junsu frustasi.
Yunho tidak mempedulikannya dan berjalan menjauh menuju Yoochun yang terlihat berjalan malas menuju pintu gerbang.
"Pagi, Chun." Sapa Yunho sambil menarik kerah Yoochun dan menempelkan mulutnya di bibir pemuda itu. Dua detik bersentuhan bibir sanggup membuat Yoochun yang mengantuk langsung terbelalak kaget.
"Yunho!—Astaga!—Bisakah jangan menyapa orang dengan ciuman?! Ini bukan diluar negeri!" Sergah Yoochun sambil membersihkan mulutnya dari bekas ciumannya dengan Yunho.
"Ya—" Jawab Yunho singkat tanpa peduli. Junsu menggeleng dengan tingkah sahabatnya itu. Kebiasaan lama memang tidak bisa disembuhkan.
"Pagi, Karam." Sapa Yunho lagi yang langsung melandaskan sebuah ciuman di bibir pemuda itu. Lagi-lagi Junsu hanya menggeleng pasrah.
Ya, sudahlah—sifat Yunho memang seperti itu, pikir Junsu dalam hati sambil melihat Karam yang ber-blushing ria ketika dicium Yunho.
.
.
.
Jam pelajaran pertama dihabiskan Yunho duduk malas di kelas. Dia tidak semangat hari ini. Otaknya terus berputar membayangkan sosok Kyuhyun yang tersenyum, tertawa dan merengek layaknya anak kecil. Kemudian pikirannya beralih pada kejadian kemarin malam saat dia mencium bibir Kyuhyun. Wajah pria itu nampak kaget tetapi tidak berusaha berontak dari bibir Yunho. Hanya terkesiap bingung.
Yunho kembali menelungkupkan wajahnya diantara lengan. Sesekali dia menghela napas berat ketika mengingat kejadian tadi malam. Entah kenapa wajah pemuda itu langsung berwarna merah layaknya tomat cherry.
"Eomma—bolehkah aku menyukai ayah? Seperti saat kau menyukainya?" Bisik Yunho pelan. Seakan-akan bertanya pada hatinya sendiri. Sungguh—memiliki seorang ayah seperti Kyuhyun membuat hidup Yunho berantakan. Sejak kecil sang ayah menyayangi dirinya seperti sebuah permata. Selalu menciumnya saat tidur, memeluknya saat menangis dan menjaganya saat ada anak lain yang mengganggu. Sejak itu, Yunho berniat untuk melindungi Kyuhyun saat dia dewasa nanti. Menghalau semua teman kencan ayahnya dengan menjadi peneror. Membuat takut seluruh cewek yang berusaha mendekati Kyuhyu dan membayar berapa pun agar cewek tersebut mau putus dengan ayahnya.
Yunho benar-benar ingin mendominasi Kyuhyun hanya untuknya. Tidak boleh ada yang memiliki Yunho selain dirinya.
.
"..Ho!"
.
"YUNHO!" Teriakan Kangin sam membuat Yunho terlonjak kaget. Mata kelamnya langsung menatap sang guru dengan bingung.
"A—Ada apa?" Tanya Yunho gelagapan. Kangin menekan keningnya kemudian menghela napas.
"Aku menyuruhmu untuk memanggil murid baru di kantor guru. Kau kan ketua kelasnya." Kata Kangin lagi sambil menaruh beberapa buku di mejanya. Yunho mengangguk paham kemudian bangkit dari kursinya. Pemuda itu membungkuk hormat sebentar pada Kangin sebelum berjalan menjauh keluar kelas.
.
.
Sepanjang koridor hanya dihabiskan Yunho untuk menghitung jumlah jendela di sisi kanannya. Hanya iseng-iseng agar tidak suntuk saat melewati lorong sekolah. Saat hitungan mencapai dua puluh lima, Yunho sudah berdiri didepan pintu ruang guru. Menggenggam pegangannya dan menggesernya perlahan. Derekan halus terdengar saat pemuda itu membuka pintu.
.
"Kau terlambat." Suara seorang pemuda berpakaian seragam membuat Yunho membuka matanya lebar-lebar.
Sepasang doe eyes menatap sang onyx dengan tajam.
"A—Apa?" Tanya Yunho yang masih tidak mengerti maksud pemuda itu.
"Kau terlambat menjemputku." Sahut sang pemilik doe eyes sambil menyender malas pada senderan kursi di ruang guru. Tangan kurus putihnya menyisir rambut blondenya perlahan. Yunho hanya menatap pemuda itu dalam diam—terpesona.
"A—Aku minta maaf." Tukas Yunho yang terlihat sedikit panik. Pemuda blonde itu melirik sekilas ke arah Yunho dengan ekor matanya.
"Namaku Choi Jaejoong." Ucap si pemuda blonde yang beranjak dari kursinya dan berjalan menuju Yunho. "—Salam kenal." Lanjutnya lagi.
Yunho tidak bergerak dan masih terdiam kaku saat Jaejoong memperkenalkan diri. Iris kelamnya melebar ketika melihat pemuda dihadapannya berkilau saat cahaya matahari di sela jendela menyentuh kulit putihnya. Bersinar layaknya sebutir permata dalam kerang. Rambut blondenya, tatapan tajam dan malas, dan segaris datar bibir tipisnya membuat Yunho tidak menyangka bahwa ada orang lain yang jauh lebih cantik dibandingkan ayahnya.
"Kau tidak menyebutkan namamu?" Tukas Jaejoong dengan decakan kesal. Yunho terkesiap sebentar.
"A—Apa?" Tanya pemuda brunette itu yang berusaha mengendalikan tubuhnya agar tidak kaku.
Jaejoong hanya melengos malas kemudian berjalan melewati Yunho. Sebelum menjauh, lengan pemuda blonde itu sudah ditarik oleh Yunho. Sedikit hentakan pelan membuat Jaejoong menoleh bingung ke arah si penarik.
Yunho menatapnya dengan wajah yang tidak dapat dideskripsikan, mulutnya terbuka dengan gugup, "Na—Namaku Jung Yunho." Ucapnya lagi, "—Salam kenal." Sambungnya.
Sebenarnya Jaejoong ingin menjawab dengan 'Ya—salam kenal juga.' tetapi perkataannya tertelan oleh keterkejutan yang luar biasa. karena di detik selanjutnya, doe eyesnya terbelalak ketika bibirnya ditekan oleh sesuatu yang lembut. Sang onyx memejamkan matanya ketika menyentuh bibir dingin Jaejoong dengan mulutnya. Tidak ada lidah maupun air liur. Hanya kecupan pendek salam perkenalan.
.
PLAK!— Dan juga sebuah hadiah tamparan dari sang doe eyes.
Yunho mendesah malas di kursi kelas. Mata hitam kelamnya tidak memperhatikan Kangin sam yang sedang mengajar tentang masa revolusi sejarah. Dia hanya menelungkupkan kepalanya diantara lengan sambil melirik jendela luar. Disebelah bangkunya, Jaejoong sibuk mencatat semua perkataan penting Kangin. Tipikal siswa rajin dan pintar—tidak perlu dipertanyakan lagi.
"Hei—Psst—" Suara Junsu membuat Jaejoong menoleh. Pemuda yang memiliki suara mirip lumba-lumba itu berusaha merendahkan suaranya.
"Wajah Yunho kenapa?—kalian bertengkar ya? Aku melihat bekas merah di pipi kanannya." Junsu bertanya dengan rasa penasaran pada Jaejoong. Pemuda blonde itu melirik Yunho yang berada disebelahnya sekilas kemudian kembali menatap Junsu.
"Dia menciumku." Entah harus malu atau marah, wajah Jaejoong kini memerah. Junsu hanya terkikik kecil.
"Ah—kau belum tahu sifat Yunho ya? Pantas saja... Dengar ya—" Junsu memajukkan tubuhnya agar Jaejoong yang berada didepannya dapat mendengar jelas, "— Yunho itu julukannya adalah Kisser Machine. Dia selalu menyapa orang dengan ciumannya. Yaaah—kebiasaannya memang seperti itu sejak dulu. Jadi jangan terlalu diambil hati. Bersabarlah." Kata Junsu lagi sambil menepuk pundak Jaejoong.
Pemuda blonde itu terdiam setelah mendengar penjelasan Junsu. Bersabar katanya? Yang benar saja—Kisser Machine? Adakah julukan yang lebih aneh dari itu?—Menggelikan, pikir Jaejoong dalam hati. Jarinya kembali bergerak mencoret-coret buku tulisnya sambil memperhatikan Kangin. Dia tidak terlalu memikirkan Yunho. Well—pemuda brunette itu sama tidak pentingnya dengan rumput diluar. Tidak bernilai dan tidak berguna.
Jaejoong tidak peduli dan kembali mencoret-coret kertas. Kali ini ia membentuk sebuah nama yang tertulis disana dengan gambar 'love' disana-sini. Wajah Jaejoong melembut dengan senyum tipis ketika melihat kata-kata itu terangkai menjadi sebuah nama yang sangat spesial.
.
Choi Siwon.
.
.
"Kau sedang apa?" Suara Yunho membuat Jaejoong terlonjak dan langsung menutup buku tulisnya dengan cepat. Pemuda blonde itu menoleh gugup ke arah Yunho dengan panik.
"A—Apanya? Aku sedang tidak melakukan apa pun." Jawab Jaejoong lagi yang berusaha bersikap normal. Yunho menatapnya lama.
"Siapa itu?" Tanya Yunho tiba-tiba yang membuat tubuh Jaejoong menegang.
"Si—siapa? Apanya yang siapa?" Sahut Jaejoong dengan suara tertahan.
"Itu—" Tunjuk Yunho pada buku tulis Jaejoong, "Siapa yang kau catat disana?" Lanjutnya lagi. Jaejoong panik, keringat dingin keluar dari pelipisnya.
"A—Apa maksudmu, Yunho?" Kali ini Jaejoong berpura-pura mengeluarkan tawa keringnya. Yunho meliriknya kemudian menghela napas.
"Aku tanya, siapa yang kau tulis disana? Maksudku—nama tokoh revolusi sejarah. Aku lupa mencatatnya, dan tulisan dipapan tulis terlalu kecil untuk dilihat." Tunjuk Yunho pada Kangin yang kini sudah menghapus beberapa tulisan di papan hitam itu. Jaejoong hanya terdiam sebentar kemudian merileks kan tubuhnya karena ketegangannya mengendur.
Sedikit bernapas lega, Jaejoong memperlihatkan catatannya pada pemuda brunette disebelahnya ini. Sedangkan kertas yang menjadi bahan coret-coretnya sudah di remas hingga berbentuk gumpalan dan dimasukkan ke laci meja tanpa diketahui Yunho. Hampir saja rahasia terbesarnya diketahui oleh orang macam Yunho. Tidak—jangan sampai itu terjadi. Jaejoong akan mempertaruhkan apapun untuk menyimpan perasaannya dalam-dalam.
.
.
.
_Jam istirahat, pukul 10.00 Pagi_
" Yunho!—Tangkap!" Seru Junsu yang melempar sekotak jus jeruk pada temannya itu. Yunho dengan sigap menangkap kotak minuman itu dengan tangan kanannya.
"Thanks." Jawab Yunho yang duduk malas di pojok kantin. Junsu mendekat dan memilih kursi didepan pemuda brunette itu.
"Memikirkan sesuatu?" Tanya Junsu yang sibuk memakan roti melon kesukaannya. Yunho merenggangkan otot punggungnya sebentar.
"Ya—seperti biasa. Hanya memikirkan ayahku saja."
Junsu memutar bola matanya malas, "Biar kutebak—mau kencan buta lagi? Kapan?"
"Besok." Yunho menghela napas berat. Sedangkan pemuda penyuka bola itu hanya melirik Yunho sekilas.
"Kalau begitu biarkan saja. Toh tidak ada salahnya kan?" Jelas Junsu yang ditanggapi dengan delikan Yunho.
"Aku tidak ingin 'ibu' baru."
"Yeah—Yeah—Katakan itu pada ayahmu."
"Sudah kukatakan—" Yunho mengacak rambutya, "—dan tidak berhasil. Dia selalu saja bersikeras ingin memberikan 'ibu' padaku." Jelas Yunho lagi yang kali ini lebih memilih menyenderkan kepalanya di meja.
Junsu ingin berpendapat lagi, tetapi sosok Jaejoong yang baru memasuki kantin membuatnya menghentikan omongannya. Mata Junsu melirik pemuda blonde itu lalu melambai pelan.
"Hoi Jaejoong! Sebelah Sini! Ayo Gabung Disini!" Seru Junsu lantang membuat orang yang dipanggil langsung menoleh cepat. Jaejoong berpikir sebentar kemudian dengan berat hati ikut bergabung satu meja dengan Yunho dan Junsu. Bukannya Jaejoong benci—hanya saja berdekatan dengan pemuda brunette itu agak—Yaahh—Risih.
Jaejoong memilih duduk disebelah Junsu dan meletakkan nampan makanannya yang berisi semangkuk sup hangat yang mengepul panas dengan sekotak jus tomat. Memang bukan kombinasi yang bagus tetapi untuk saat ini hanyalah itulah makanan kesukaan Jaejoong.
"Jadi—"Junsu muulai beruara lagi, pandangannya serius menatap Yunho, "apa yang akan kau lakukan kalau begitu?" Tanyanya sambil sesekali mencuri roti isi kacang merah di nampan Yunho.
"Entahlah—mungkin meneror perempuan yang akan berkencan dengan ayahku mungkin." Jawab pemuda brunette itu lagi terkesan tidak peduli.
Jaejoong yang berada didepannya hanya berusaha merunduk seakan-akan dia tidak menguping pembicaraan mereka. Dia lebih suka berkonsentrasi pada makanannya daripada mendengar pembicaraan orang lain. Tetapi tetap saja, perkataan Junsu selanjutnya membuat pemuda blonde itu harus melirik sekilas karena tertarik.
"Sebegitunya kah kau menyukai ayahmu, Yun? Father complex, huh?—Aneh." Ucap Junsu lagi. Yunho tidak terlalu menanggapi celetukan sobat karibnya itu dan sepertinya dia juga tidak melihat gestur tubuh Jaejoong yang bergerak gelisah karena benar-benar tertarik dengan topik ini. Father complex?—apakah mirip seperti dirinya? Tebak Jaejoong dalam hati.
"Tidak tahu—mungkin, sedikit." Ujar Yunho lagi yang berusaha menyeruput kotak jus jeruknya keras-keras. Pembicaraan ini membuatnya lebih haus sepuluh kali lipat.
Junsu berdecak kesal, "Kau membuat situasi ini makin rumit, Yun." Kemudian matanya beralih memandang Jaejoong yang sibuk memakan sup hangatnya, "bagaimana menurutmu, Jae?" Tanya pemuda penyuka bola itu yang mendapat tanggapan kaget dari Jaejoong.
"Apa maksudmu?" Sela Jaejoong yang benar-benar berharap tidak akan terlibat pembicaraan bodoh ini.
"Ya tentu saja tentang Yunho." Kali ini Junsu menunjuk Yunho yang sibuk menatap Jaejoong dalam diam. Pemuda blonde itu tercekat sebentar kemudian berusaha mengendalikan tubuhnya yang sedikit kaku.
"Aku tidak tahu. Dan aku tidak mau tahu—" Jaejoong membereskan makanannya yang setengah kosong itu, "—aku harus pergi, permisi." Sambung pemuda bertubuh jenjang itu yang sudah berdiri untuk menjauh dari kantin. Junsu hanya melirik Jaejoong dengan pandangan 'dia-sama-membosankanya-dengan guru-fisika' sedangkan Yunho kembali menyeruput jus kotaknya dalam diam.
.
.
.
_Kediaman Choi, pukul 04.00 Sore_
"Aku pulang." Suara Jaejoong menggema di lorong rumahnya yang terlihat sepi. Dia mulai menggerakkan kakinya menuju ruangan tempat ayahnya bekerja. Bukan hal aneh melihat rumah besar itu yang sunyi senyap layaknya kuburan. Semenjak ibunya meninggal ayahnya menjadi lebih pendiam dan dingin dari biasanya. Hanya kepada kakaknya—Changmin—ayahnya bisa tersenyum... Cemburu—Jaejoong benar-benar cemburu melihat kedekatan ayahnya dengan kakaknya itu.
"Ayah—?" Jaejoong membuka pintu ruang kerja dengan suara pelan. Di kursi empuk itu terlihat Siwon tertidur dengan beberapa lembaran kertas yang berserakan. Jaejoong tersenyum tipis kemudian merapikan kertas-kertas yang berjatuhan dilantai, mengepaknya serapi mungkin dan meletakkannya di meja Siwon.
Jaejoong baru saja ingin menyelimuti Siwon ketika Changmin sudah menyapanya di ambang pintu.
"Baru pulang?" Tanya Changmin yang ikut bergerak ke dalam ruangan. Jaejoong tidak menjawab. Rasa cemburu nya dan rasa tidak suka membuat hubungan mereka agak merenggang. Salahkan Siwon yang hanya menyayangi putra tertua keluarga Choi itu... Oh—salahkan juga Jaejoong karena terlalu posesif pada ayahnya itu.
Changmin tidak mempedulikan sikap diam Jaejoong dia hanya bergerak menuju Siwon dan berusaha membangunkan ayahnya itu. "Ayah, kita tidur dikamar. Jangan disini, kau bisa demam."
Siwon bangun dengan erangan pelan. Mata hitamnya melembut ketika menatap wajah putra tertuanya yang tersenyum kecil. "Ya—mungkin orang tua sepertiku harus tidur lebih lama." Ucapnya dengan tawa ringan.
Jaejoong menatap mereka dalam diam. Doe eyesnya hanya membatu ketika Siwon mengelus lembut kepala Changmin dan melewatinya begitu saja ketika keluar ruangan. Sebelum menutup pintu, Changmin melirik adiknya itu sebentar.
"Kalau kau lapar. Ada makanan di kulkas." Kata Changmin sebelum benar-benar pergi menuju kamar ayahnya.
"Hn—" Jawab Jaejoong singkat.
.
.
.
Di kediaman Yunho, seorang pria terlihat berjalan tidak semangat menuju dapur. Sesekali segukan tangisnya mampir ditelinga Yunho yang sedang menonton tivi di ruang keluarga. Sedikit penasaran pemuda brunette itu berjalan mengikuti ayahnya ke dapur.
"Ditolak?" tebak Yunho tanpa basa-basi. Kyuhyun mendengus pelan sambil menyeka setitik air mata di sudut pandangannya itu. Bibirnya masih mempertahankan kerucut cemberut.
"Kalau sudah tahu tidak perlu bertanya lagi." Ketus Kyuhyun sambil mengambil sebotol susu dan menegaknya langsung. Tenggorokannya haus setelah menangis seharian ini.
"Kenapa bisa ditolak?" Tanya Yunho yang kali ini memilih duduk sambil menikmati sepotong melon yang ada di meja makan. Kyuhyun mengerang pelan seakan-akan Yunho baru saja mengingatkannya tentang anjing tetangga yang mati bulan kemarin.
"Mana aku tahu. Dia meneleponku dan membatalkan kencan untuk besok. Aargghh—kenapa semua cewek tidak bisa dimengerti sama sekali?" Kyuhyun membanting pintu kulkas setelah mengembalikan botol susu ke tempatnya semula. Yunho hanya melirik ayahnya itu sebentar kemudian menatap layar Hp miliknya yang tiba-tiba bergetar menandakan sebuah pesan datang.
Aku sudah putus dengan ayahmu! Puas?! Sekarang berikan aku uang yang kau janjikan!
Tulisan di layar membuat Yunho menyeringai tipis dan membalas dengan 'Sudah ku transfer. Cek saja kalau tidak percaya' kemudian menutup benda kecil itu dan berbalik menuju Kyuhyun.
Yunho mengalungkan lengan pada pinggang ayahnya itu. Memeluk tubuh wangi itu dari belakang, sedikit membuat Kyuhyun tersentak tetapi langsung menganggap bahwa anak itu hanya ingin bermanja-manja saja, jadi Kyuhyun membalasnya dengan tawa kecil.
"Kau menghiburku ya Yun? Ibumu juga sering menghiburku saat aku sedih." Kata Kyuhyun lagi yang membiarkan anaknya itu memeluk pinggangnya.
Yunho tidak membalas hanya mempererat dekapannya saja. Entah untuk ke berapa kalinya jantungnya selalu berpacu lebih cepat saat berdekatan dengan ayahnya. Dan herannya—Kyuhyun sama sekali tidak keberatan atau menjauh saat Yunho mulai menjatuhkan diri mereka ke lantai. Pria itu hanya menatap bingung anaknya yang menindihinya, membuat seluruh berat tubuh Yunho terbebani di atas dadanya.
"Kyu—" Yunho memanggil dengan suara bariton yang lebih dalam dan serak. Pria manis itu mulai bergerak gelisah di lantai dingin terlebih lagi Yunho mulai menyibak rambut hitam legam dikeningnya dengan lembut.
"Yun—ho, kau kenapa? Jangan panggil aku dengan nama. Panggil aku 'ayah'." Potong Kyuhyun cepat yang mencoba menghindari tatapan intim anaknya itu. Yunho bersikap cuek dan memilih menenggelamkan kepalanya di lekukan leher jenjang itu. Menghirup wangi tubuh ayahnya yang selalu memabukkan dirinya, membuatnya selalu berfantasy liar di alam mimpi.
"Yun—" Sekali lagi pria itu berusaha memanggil anaknya. Entah kerasukan setan apa, Yunho malah semakin bernafsu untuk terus mencumbui leher ayahnya. Meninggalkan jejak merah yang tidak akan hilang selama tiga hari kedepan. Dan itu sanggup membuat Kyuhyun kalang kabut untuk menghindari hisapan di lehernya.
" Yunho!—Cukup!—Lepaskan ayah!" Setengah berteriak dan setengah memohon, Kyuhyun berusaha membebaskan dirinya dari pelukan sang anak. Agak mustahil memang—apalagi saat adrenalinmu malah berpacu dan menjalar ke bagian bawah yang seharusnya tidak boleh menegak itu. Dan hal itu semakin membuat Kyuhyun panik.
Yunho melepaskan pagutannya di leher Kyuhyun sebentar. Hanya sebentar—karena di hitungan detik selanjutnya bibirnya kembali memberi kenikmatan di mulut ayahnya. Menekan dan melumat habis bibir Kyuhyun yang tidak sanggup mengerang protes. Decakan panjang dari mulut mereka makin membuat suasana hening itu berubah menjadi panas seketika. Samar-samar Kyuhyun dapat melihat pergerakan tangan Yunho yang menyusuri daerah sensitifnya dibawah sana. Tertekan dan tersentuh oleh jari-jari yang membuatnya menahan erangan.
Tanpa terduga Yunho semakin mendekat dan membuat bagian bawah mereka saling bergesek penuh keintiman. Tanpa melihatpun, Kyuhyun yakin, milik anaknya itu sudah menonjol dengan sangat keras dan—besar.
Oh ya ampun—tidakkah Yunho tahu betapa mengerikan hubungan mereka saat ini? Seandainya Kyuhyun bisa bergerak sedikit saja untuk menghindari kesialan ini pasti dia akan langsung mendorong tubuh Yunho dan berlari panik ke luar rumah.
.
TING—TONG—Bel rumah menjadi penyelamat sementara hidup Kyuhyun.
Yunho yang tadinya sibuk mengendus dan mencumbu leher ayahnya itu langsung terdiam dan menegang ketika mendengar suara pintu rumahnya di ketok.
"Permisi—" Suara Junsu membuat Yunho berdecak kesal. Pemuda itu baru sadar kalau dia ada janji untuk belajar kelompok dengan temannya. Tetapi ingatkan dia agar menghajar sahabatnya itu nanti karena sudah mengganggu kesenangannya.
Sekarang Kyuhyun terlihat bergerak menjauh dan berusaha merapikan bajunya kemudian berjalan tergesa-gesa menuju pintu depan.
"Junsu ssi—selamat malam." Sapa Kyuhyun yang berusaha senormal mungkin menyembunyikan nada serak dalam suaranya. Pemuda yang berada diambang pintu hanya tersenyum kemudian mengangguk hormat.
"Selamat malam, Kyuhyun ssi." Balas Junsu dengan nada ceria tanpa curiga sedikitpun. Kyuhyun tersenyum kering kemudian menatap seseorang yang berada dibelakang Junsu. Pemuda itu ikut membungkuk hormat.
"Namaku Jaejoong. Salam kenal." Ucap pemuda yang ditatap Kyuhyun tadi.
"Ah—salam kenal, Jaejoong ssi. Ayo masuklah." Ajak Kyuhyun lagi sambil mencoba merapikan kerah bajunya yang agak terbuka. Jaejoong melirik sekilas sebelum Kyuhyun sempat menyembunyikan bercak merah di bagian lehernya yang terbuka.
"Kalian datang rupanya." Suara Yunho membuat Junsu dan Jaejoong menoleh cepat. Pemuda itu terlihat mengancingkan retsletingnya. Walaupun Junsu tidak dapat melihat jelas tetapi Jaejoong masih bisa menebak bahwa tonjolan di celana Yunho agak besar dan keras. Sepertinya pemuda blonde itu sudah tahu apa yang terjadi sebelum mereka datang kemari. Ia hanya mendengus kecil. Tidak suka dan—tidak peduli.
"Aku mengajak Jaejoong." Tunjuk Junsu pada pemuda yang berada dibelakangnya.
"Aku dipaksa olehnya." Balas Jaejoong malas. Yunho mengangguk paham kelakuan Junsu.
"Ya aku tahu. Ayo ke kamarku." Kali ini Yunho menuntun mereka untuk naik ke lantai dua. Meninggalkan Kyuhyun yang berusaha tersenyum kaku sambil terus mempertahankan kemeja atasnya yang terbuka karena kancing bajunya sudah hilang entah kemana.
.
.
.
"Jadi—" Junsu memicingkan matanya pada Yunho. Pemuda pirang itu melirik sahabatnya dengan malas.
"Apanya yang 'jadi'?" Tanya Yunho yang mendapat erangan gemas dari Junsu.
"Kau pikir aku buta ya?—Aku bisa menebak dan melihatnya, Jung Yunho." Tegasnya sambil mengacungkan pensilnya ke arah pemuda brunette dihadapannya. Walau enggan Jaejoong juga melirik penasaran pada Junsu dengan maksud ucapannya yang 'menebak' dan 'melihat' itu.
Junsu menghempaskan tubuhnya di lantai lagi, sambil menggigit ujung pensilnya, "Kau apakan ayahmu tadi, heh?" Desak pemuda penyuka bola itu yang mendapat delikan kaget dari Jaejoong karena tidak mengira bahwa Junsu juga melihat 'kejanggalan' Yunho dan ayahnya itu. Ada sedikit rasa kagum di hati pemuda blonde itu sebab ia tidak menyangka bahwa seorang Junsu pandai berakting dengan sempurna seakan-akan tidak melihat dan tidak mengetahui apapun. Jaejoong ingin bertepuk tangan dan mengatakan—Bravo Junsu! Bravo! Aktingmu mengalahkan pemain Holywood sekarang ini.
Yunho hanya menanggapi malas, dia menggaruk tengkuk lehernya, "Sudahlah—tidak usah dibahas. Kau benar-benar pengganggu." Ucapnya sinis. Hampir saja Junsu mencolok mata kelam pemuda dihadapannya ini kalau tidak mengingat bahwa pensilnya kurang tajam untuk dijadikan senjata.
"Jadi kau menganggapku sebagai pengganggu?!—Sial!—aku sudah menyelamatkan keperjakaan ayahmu dari 'dirimu'. Kau tahu itu, heh?! Dasar anak tidak berbakti!" Rutuk Junsu yang masih saja mengacung-ngacungkan pensilnya ke wajah Yunho.
"Dengar Su—pertama, kau memang pengganggu kesenangan orang. Kedua, ayahku sudah tidak perjaka lagi karena dia menikahi ibuku dan membuatku lahir didunia, oke?"
"Tetap saja—aku sudah menyelamatkan 'keperjakaannya' dari iblis sepertimu." Balas Junsu sambil membuat dua tanda petik dengan jarinya saat kata 'keperjakaan' yang disebutkannya keluar. Yunho melengos malas. Dia sudah terlalu capek untuk menanggapi ocehan sahabatnya ini.
Jaejoong yang agak risih dengan pembicaraan ini mulai berdehem pelan, "Bukankah kita disini untuk belajar?" Jelasnya lagi yang membuat Yunho mengangguk mengiyakan.
"Lihat Su?—bahkan Jaejoong pun tahu kalau tidak ada gunanya berdebat lagi."
"Ini bukan masalah berdebat dan belajar. Ini masalah 'keperjakaan' ayahmu, Yun." Ucap Junsu sambil menggerakkan tangannya liar karena emosi.
Jaejoong memutar bola matanya malas melihat kegaduhan yang dilakukan dua manusia bodoh dihadapannya ini. "Bisakah berhenti?—telingaku berdenging mendengar kalian ribut dengan masalah sepele seperti itu."
Jaunsu melirik Jaejoong sadis, "sepele?—ini bukan masalah sepele, Choi Jaejoong—"
Yunho mendesah lagi sambil berteriak dalam hati, "Here we go... Dia mulai ceramah lagi." Dan Jaejoong tahu arti desahan Yunho karena ia juga ikut mendesah tidak suka.
Junsu kembali membuka suaranya, "keperjakaan itu penting!—sangat penting!—coba aku tanya padamu Jaejoong, kau masih perjaka atau tidak?" Tunjuk Junsu yang membuat Jaejoong harus men-death glare nya dengan sadis. Tetapi tatapan Jaejoong seakan tidak berpengaruh pada pemuda bodoh itu dan mental entah kemana.
"Tentu saja aku masih perjaka, Su." Jelas Jaejoong dengan nada pasrah.
"See?—" Tunjuk Junsu pada Jaejoong dengan mata menatap Yunho, "Jaejoong masih perjaka, sedangkan kau sudah tidak suci lagi." Kali ini mata Jaejoong yang melebar karena mendengar bahwa orang sependiam Yunho sudah—yaah—istilahnya 'tidak suci' lagi.
Yunho mendelik tajam ke arah sahabatnya yang memiliki mulut ember itu. Mengatakan 'Aib' seseorang juga ada batasnya. Bagaimana kalau ayahnya sampai tahu? Dan bagaiamana kalau Jaejoong juga—
Yunho terdiam ketika melihat doe eyes Jaejoong yang masih melebar dan memandangnya dengan tatapan tidak percaya. Well—sepertinya terlambat. Sang doe eyes sudah keburu mendengar dan tahu dari mulut Junsu bahwa Yunho sudah tidak 'perjaka' lagi. Oh—ingatkan Yunho lagi untuk membunuh Junsu setelah sesi belajar kelompoknya selesai.
Junsu yang sadar langsung menggaruk pipinya salah tingkah, dia mulai menjelaskan pada Jaejoong, "Jadi—bagaimana ya?—dulu Yunho pernah pacaran dengan Tiffany, kau tahu, siswi yang ada di kelas kita. Ceritanya panjang—"
"Dipersingkat saja—" Sela Jaejoong yang mulai tertarik. Jusu melirik sebentar ke arah Yunho yang hanya diam tidak peduli, kemudian melanjutkan ceritanya lagi.
"Mereka pacaran—saat itu pertengahan tahun, kalau tidak salah. Aku memergoki mereka saat pulang sekolah. Kelas saat itu kosong dan mereka—"
"Su—" Yunho menginterupsi, "—kau tidak perlu menjelaskan detailnya." Terangnya lagi. Onyx Yunho bertemu dengan doe eyes Jaejoong yang terlihat tidak suka karena cerita Junsu dihentikan sepihak oleh pemuda brunette itu.
"Aku ingin dengar keseluruhannya." Potong Jaejoong yang mendapat delikan tajam Yunho.
"Kau tidak perlu tahu." Jawab Yunho dengan nada dingin. Jaejoong mendengus marah. Dia bukannya cemburu—hanya saja mendengar cerita yang cuma setengah itu membuat dirinya penasaran. Padahal banyak yang ingin ditanyakan Jaejoong misalnya saja kenapa harus putus dengan gadis secantik Tiffany? Tetapi jujur—Jaejoong memang tidak terlalu peduli dan lebih memilih mengerjakan pekerjaan rumahnya saja.
"Yun, kalau tidak salah kau putus dengan Tiffany karena mengatakan bahwa kau lebih suka ayahmu daripada gadis itu kan?"
"Oh diamlah, Su—kau membuatku kesal." Potong Yunho yang bersiap melempar pemuda bodoh itu dengan tempat sampahnya.
Jaejoong mengangguk pelan. Oh—Jadi dia putus karena lebih suka pada ayahnya—pantas saja.
.
.
"Hoaaamm—" Junsu menguap cukup lebar. Jaejoong melirik jam tangannya, pukul 9 malam, wajar saja kalau pemuda yang ada disebelahnya ini mengantuk.
"Mau menginap?" Tawar Yunho yang disambut anggukan pelan Junsu.
"Ya—aku menginap saja deh."
"Aku tidak—" potong Jaejoong yang bersiap untuk pulang tetapi tangannya keburu ditarik oleh pemuda penyuka bola itu, membuat Jaejoong kembali terduduk dilantai.
"Jangan pulang Jae!"
"Aku ingin pulang Su."
"Oh ayolah—kau itu seperti cewek saja. Kita menginap di tempat Yunho kan tidak apa-apa?"
"Tidak bisa. Ayahku mengkhawatirkanku." Sela Jaejoong—atau setidaknya aku yang mengkhawatirkan ayahku, ucapnya dalam hati.
"Jae—Ayolah—jangan dingin begitu." Kali ini Junsu merengek sambil memegangi kaki pemuda blonde itu.
"Aku sudah bilang, aku akan pulang!—jangan seperti anak kecil!" Yunho berusaha mengibaskan kakinya agar genggaman Junsu terlepas, tetapi bukannya lepas, cengkraman pemuda bodoh itu semakin erat.
Yunho melirik mereka dengan helaan napas panjang, "Kalian berdua menginaplah disini. Dan kau Jae—jangan protes lagi." Tegas Yunho yang membuat Junsu bersorak senang. Jaejoong lagi-lagi mendengus tidak suka, doe eyesnya menatap tajam ke arah Yunho. Percuma—death glare nya tidak akan ampuh.
"Aku mengerti—kalau begitu aku pinjam telepon rumahmu dulu." Kata Jaejoong yang disambut anggukan Yunho.
"Turun dari tangga, dekat pintu depan." Sahut Yunho. Jaehoong hanya berdiri dan bergerak menuju keluar kamar. Langkah kakinya bergema saat menuruni tangga kayu itu. Sebenarnya dia sangat enggan untuk menginap, bagaimanapun juga Jaejoong ingin segera pulang dan bertemu ayahnya itu.
Jaejoong mendekatkan gagang telepon ke telinganya, setelah beberapa detik menunggu sebuah suara menjawab panggilan teleponnya.
"Hallo—Ayah? Ini aku."
"Ya? Jae?" Suara ayahnya terdengar malas dan mengantuk. Pemuda blonde itu menggigit bibirnya sebentar sebelum bicara lagi.
"Aku menginap di tempat Yunho."
"Hn—Baiklah, jaga dirimu."
"Iya—" Sahut Jaejoong lagi. "—Ayah, selamat malam."
"Selamat malam." Jawab Siwon yang ingin menutup teleponnya tetapi langsung terhenti ketika Jaejoong mengatakan kelanjutannya.
"Aku mencintaimu, ayah." Dan Jaejoong sudah menutup teleponnya dengan bibir yang membentuk lengkungan senang.
.
Siwon yang berada diseberang telepon hanya mendesah lelah. Dia menekan keningnya yang tiba-tiba berdenyut sakit.
"Siapa yang menelepon?" Tanya Changmin di ambang pintu kamar dengan sebuah handuk yang tersampir di rambutnya yang basah.
"Jaejoong—" Jawab Siwon sambil berlalu menuju kamar tidurnya. Changmin menatap ayahnya lama kemudian menyunggingkan seringai aneh.
"Masih menatap Jaejoong sebagai Jaekyung? Asal ayah tahu saja, Jaejoong dan ibu adalah orang berbeda, jangan karena warna mata anak itu yang mirip ibu, kau menatapnya dengan pandangan jatuh cinta seperti itu." Ucap Changmin dengan seringai bibirnya.
Siwon melirik anak tertuanya itu tajam, "Hentikan ocehanmu Min dan cepat tidur."
"Tidur?—" Changmin menarik lengan Siwon, "—Sayangnya aku tidak bisa tertidur." Bibir pemuda itu mengecup tangan Siwon, menyentuhkan bibirnya yang dingin ke punggung tangan yang hangat itu. Siwon tidak tersentak melainkan hanya diam menunggu ketika putra sulungnya mendekat dan menariknya ke dalam kamar pemuda itu.
Changmin merebahkan tubuhnya di kasur sambil menyisir surai hitamnya, "Ayo—kita lakukan." Godanya dengan kekeh kecil. Lidahnya menjilat bibir atasnya dengan seringai tipis. Siwon mendekat dan menghimpitkan tubuhnya di atas Changmin. Kecupan pendek di jatuhkan ke leher anaknya itu. Tangan besar Siwon menyisir rambut Changmin yang berwarna hitam pekat.
"Rambutku—mirip ibu kan?" Ucap Changmin dengan suara serak yang menggoda. Siwon tidak menjawab dan mendekatkan helaian rambut anaknya ke indera penciumannya. Wangi dan lembut. Membuatnya mengingat harum tubuh Jaekyung dulu. Untuk sesaat Siwon menghentikan gerakan tangannya dari kepala anaknya itu dan memilih menjauh.
"Tidurlah." Satu kata dari Siwon membuat Changmin membuka matanya yang sebelumnya terpejam karena larut dalam deru napas sensualnya.
"Besok kau sudah harus sekolah." Jawab Siwon yang melepaskan tindihannya dari Siwon.
"Tapi, kita belum melakukan apapun."
"Ya—dan sekarang tidurlah." Kali ini Siwon keluar dan menutup pintu kamar anaknya dengan cepat. Tubuhnya bersender lemas di depan pintu Changmin, dia mengusap wajahnya yang penuh keringat. Lelah.
"Jaekyungie—" Bisiknya pelan, "—membesarkan anak sangat susah. Aku tidak sanggup lagi."
.
.
Jaejoong mengembalikan gagang telepon dengan dentuman jantung yang cepat, bibirnya bergetar panik dengan rona merah di pipi, "Aku mengatakannya. Aku sudah mengatakan pada ayahku kalau aku—"
"Kalau apa?" Suara bariton Yunho membuat Jaejoong terlonjak kaget dan membalikkan tubuhnya dengan cepat. Pemuda brunette itu bersender malas di dinding tangga. Tangannya sesekali menyisir surainya yang lembut.
"Tidak ada apa-apa." Jawab Jaejoong cepat yang bergerak panik menuju lantai dua melewati Yunho begitu saja. Tangan Yunho langsung bergerak untuk menangkap lengan pemuda blonde itu, onyxnya menatap tajam ketika sang doe eyes berbalik dengan kaget.
"Ada apa?" Tanya Jaejoong gugup. Yunho masih menatapnya tajam, kemudian menghela napasnya dalam.
"Tidak—hanya mau bertanya kau ingin minum apa?"
"Terserah kau saja." Jawab Jaejoong lagi yang melepaskan pegangannya dari tangan Yunho. Pemuda blonde itu bergegas untuk masuk ke kamarnya dan menutupnya dengan pelan.
Yunho hanya terdiam ditangga sambil menggaruk tengkuk lehernya dengan gelisah. Ia sudah mendengar pembicaraan Jaejoong yang seharusnya tidak didengarkan oleh telinganya.
.
"Aku mencintaimu, ayah."
.
Yunho mendesah lagi, "Dia mirip denganku." Kini tubuh Yunho merosot dan terduduk di kaki tangga sambil menggaruk rambutnya, bingung. Mata onyxnya melirik sekilas Kyuhyun yang sibuk mencuci piring di dapur.
"Dia sudah mengatakannya, huh?—Menggelikan, bahkan aku saja tidak sanggup mengatakan hal itu pada ayahku."
.
.
.
TBC
gimana minna? mau di lanjut ato gak hhihihi. sorry for typo thx for reading ^^