Ini ff sequel dari 'For You, Wu Yifan'. Didalamnya ada balasan dari Kris dan rasa tersakiti dari Tao. Diambil dari pengalaman real author sekarang.

.
Happy reading.

.
Ku hirup nafas dengan susah payah, sedikit tersendat karena menahan tangisan yang berusaha ku tahan. Udara disekeliling seketika menjadi pengap. Oksigen seakan berubah menjadi gas beracun yang membuat dada ku menjadi semakin sesak. Dada sebelah kiri terus berdenyut nyerit ketika teringat kata-katanya kemarin menggema di otak ku.

"Ada bayak alasan mengapa aku tak ingin memiliki kekasih.
Dan alasan itu tak dapat ku pahami.
Aku sendiri bingung dengan perasaan ini.
Kalau boleh jujur, banyak yang menyukai ku tetapi ku hiraukan.
Aku mencoba untuk memiliki perasaan 'suka'.
Tetapi hanya sebatas itu, tak lebih.
Maaf, aku merasa nyaman dengan mu.
Jangan berfikiran aneh.
Aku sedih membaca pesanmu."

Jika kau sedih membaca pesan ku, maka aku hancur karena rasa sakit yang selalu ku pendam hingga saat ini.
Kau terlalu memberikan ku banyak harapan. Kau masih memanggil ku dengan sebutan sayang yang dulu kau buat untuk ku saat semua masih terasa indah.
Mungkin jika aku tak tau perasaan mu yang sebenarnya pada ku, mungkin saat ini aku masih bisa tersenyum, merasakan kebahagiaan semu yang kau umbar. Tersenyum senang walau hanya mendapat pesan masuk dari mu.
Dan saat aku sudah mengerti semua yang ada dibalik kepalsuan ini, berjuta liter air mata mungkin tak akan bisa menghapuskan perih yang semakin hari semakin menyakitkan.

.
Jika aku bukan seorang yang berarti bagi mu, kenapa tak kau lepas saja? Bukan kah akan membuat mu lebih nyaman? Karena tak ada lagi yang akan membuat mu merasa bersalah.
Tak perlu lagi membuang tenaga mu untuk mengetik pesan untuk ku yang berakhir dengan aku yang terus menanti pesan balasan dari mu. Kau terus mengacuhkan ku. Padahal aku tahu kau membalas pesan lainnya.
Aku merutuki diri sendiri yang dengan bodohnya selalu mengutamakan pesan dari mu dari pada pesan penting lainnya. Padahal kau tak menganggap ku penting.

Ah, air mata ku mengalir deras. Selalu seperti ini. Tak seperti dulu ketika mengingat mu semua terasa begitu menyenangkan, begitu indah melebur membentuk lengkungan bibirku naik keatas.
Namun kini, setiap mengingat mu bulir-bulir air mata tak dapat lagi ku bendung. Aku menangis dalam diam.
Mengapa harus sesakit ini?
Mengapa Tuhan harus mempertemukan ku dengan mu bila hanya ingin membuat ku terus bersedih.

.
Tuhan. Jika dia memang tak ditakdirkan untuk ku, maka jangan biarkan aku terus tersakiti. Biarkan aku memilih jalan ku sendiri. Memilih kebahagiaan ku dengan jalan yang lebih baik.