Tittle : Thriller
Author : Katniss Jung
Chapter : 1 of ?
Casts :
Oh Sehun
Lu Han
Genre : Fantasy, horror, thriller, romance, drama
Type : Chaptered
Alert : HunHan, Gender Switch, Sehun!Girl, Luhan!Boy
Summary : Jangan pilih aku jika kau benci kegelapan. Jangan pilih aku jika kau benci sepi. Karena, saat kau bersamaku, kau akan merasakan apa yang namanya gelap dan sepi, hanya ada kita berdua.
.
.
.
.
Halo-halo, balik lagi dengan FF baru XD
(ketawan kalo pemalas)
langsung aja ya, semoga suka!
check this out ^^
.
.
.
.
Kebiasaannya sejak kecil untuk tidur selama dua belas jam tidak pernah bisa dihilangkan, entah Sehun tidur jam berapa, ia akan tetap bangun setelah dua belas jam terlelap. Tidak peduli itu hari Minggu, ataupun hari sekolah.
Ibu Sehun hampir dibuat gila. Kebiasaan anak perempuan satu-satunya itu tidak bisa dihilangkan. Bahkan berkali-kali ibu Sehun membawanya ke dokter. Berbagai macam obat dan terapi dilakukan, tapi, hasilnya sama saja, Sehun tetap menjadi gadis tukang tidur.
Hanya saja, pagi ini sesuatu yang aneh terjadi. Sehun bangun jam empat pagi, padahal ia baru lima jam terlelap, dan ini hari Senin.
Sehun mengamati sekeliling kamarnya, lalu beralih ke jendela. Di luar masih gelap dan suasana rumah masih sepi. Ibunya mungkin belum bangun, karena tidak ada suara-suara dari arah dapur di lantai satu. Benar-benar tidak biasa bagi Sehun.
Kepala Sehun pening bukan kepalang saat ia mencoba untuk bangun. Sekali lagi, karena Sehun tidak biasa tidur sebentar dan bangun pagi. Rupanya tidur lama tidak memberikan efek yang baik bagi tubuhnya, Sehun baru sadar.
Mendadak bulu kuduk Sehun meremang saat mendengar suara alunan piano, entah darimana datangnya.
"Orang gila mana yang berani-beraninya main piano di pagi buta," ucap Sehun pada dirinya sendiri, atau lebih tepatnya mencoba untuk mengusir rasa takut dengan mengasumsikan bahwa yang memainkan lagu Winter Sonata di pagi buta adalah orang yang kurang waras.
Sehun merangkak turun dari ranjangnya. Ia meraih gerendel jendela dan menariknya. Mendadak angin dingin menyerbu masuk ke dalam. Suara piano terhenti dan keheningan menyambut. Lagi-lagi bulu kuduk Sehun meremang.
Sehun mengamati gang buntu yang berada tepat di sebelah rumahnya. Tidak ada apa-apa ataupun siapa-siapa di sana, hanyalah beberapa tong sampah dan tumpukan rongsokkan yang datangnya entah darimana.
"Mencari sesuatu ?"
Jantung Sehun nyaris saja melompat dari rongganya. Sebuah suara yang menginterupsi di keheningan memang cukup mengagetkan juga mengintimidasi.
Sehun melempar tatapannya ke sumber suara. Seseorang berdiri di balik jendela lantai dua rumah sebelahnya, membentuk siluet seorang laki-laki jangkung dengan tubuh atletis. Lampu kamar laki-laki itu tidak dinyalakan, hanya ada lampu belajar. Jadi, Sehun tidak bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki itu.
Dan seingat Sehun, rumah itu sudah ditinggal oleh penghuninya sejak beberapa tahun yang lalu.
"Penghuni baru ?" tanya Sehun. Laki-laki itu terkekeh.
"Hmm, ya, bisa dibilang begitu," jawab laki-laki itu sambil bersandar pada kusen jendela.
Mata Sehun nyaris keluar dari rongganya ketika menyadari kalau laki-laki itu tidak memakai kaos, memamerkan tubuh bagian atasnya. Sehun bisa merasakan panas menjalar dari pipi hingga telinganya. Kalau saja tidak gelap, mungkin wajah Sehun terlihat seperti kepiting rebus.
"Aku Sehun. Senang bertemu denganmu, tetangga baru," ucap Sehun. Laki-laki itu kembali terkekeh. Sehun sedikit keki.
"Luhan. Namaku Luhan. Senang bertemu denganmu juga, Sehun," timpal laki-laki bernama Luhan itu.
"Sejak kapan pindah ?" tanya Sehun lagi.
"Dua hari yang lalu."
Oh, sepertinya aku benar-benar seorang anti-social-whore. Wajar banyak yang mengataiku seperti itu, ucap Sehun di dalam hati.
"Boleh aku mengunjungi kamarmu ?" Sehun mendelik.
"Ini 'kan masih pagi, sangat pagi," tukas Sehun grogi.
"Tidak masalah."
Sehun nyaris memekik histeris saat menyaksikan Luhan melompat turun dari kamarnya di lantai dua. Buru-buru Sehun melongokkan kepalanya keluar jendela untuk memastikan apakah Luhan patah tulang atau tidak. Dan betapa terkejutnya Sehun saat tiba-tiba Luhan, yang hanya mengenakkan celana jeans, bertengger di jendela kamarnya. Sehun terjungkal ke belakang dan pantatnya membentur lantai.
"Kau gila ?!" omel Sehun.
"Sedikit," Luhan melompat turun dari jendela kamar Sehun.
Semula, Sehun ingin memarahi Luhan habis-habisan yang berani-beraninya melompat turun dari lantai dua dan memasukki kamarnya tanpa permisi. Namun, semua kata-katanya ia telan kembali ketika melihat Luhan yang kelewat keren.
Menurut Sehun, badan Luhan seperti ini: perut dengan otot tidak berlebihan, lengan yang terlatih, badan jangkung, rambut cokelat gelap berantakkan, dan wajahnya, wajahnya. Hidung mancung, tulang pipi tinggi, mata teduh, dan alis tebal. Perpaduan antara cantik dan tampan. Luhan benar-benar rupawan.
"Kenapa ?" tanya Luhan. Seringaian terbentuk jelas di bibirnya, seolah ia sudah tahu apa yang ada di dalam pikiran gadis berusia delapan belas tahun yang ada di hadapannya.
Sehun kembali dari fase terhipnotisnya. Buru-buru ia membuang wajah, berusaha menyembunyikan wajah kepiting rebusnya.
"Tidak, tidak ada," Sehun berusaha bangkit. "Kau..." Sehun masih belum berani menatap Luhan. "jangan berlagak seperti Edward Cullen."
"Memangnya kenapa ?" ledek Luhan. Sehun menggeram pelan.
"Karena.. karena.. karena kau bisa mematahkan betismu sendiri dan kau sama sekali tidak mirip Robert Pattinson!" ucap Sehun merepet. Luhan terkekeh.
"Menurutku sih, aku kembarannya Taylor Lautner."
Sehun memeletkan lidahnya tanda jengah. Ternyata Luhan kelewat percaya diri.
Luhan mulai berjalan mengelilingi kamar Sehun. Sesekali Luhan berhenti dan mengamati foto-foto yang tertempel di beberapa sudut kamar Sehun. Seringaian menyebalkan tak kunjung lepas dari bibirnya, dan itu menganggu Sehun. Luhan terlihat seperti mengejek.
"Jangan menertawakan foto-fotoku. Aku tahu aku jelek," ucap Sehun dongkol. Tangannya berada di pinggang. Alisnya bertaut dan bibirnya mengerucut, tanda kesal.
Mendadak Luhan berhenti berjalan. Ia melemparkan tatapan yang, err, agak menakutkan pada Sehun.
"Tidak. Kau tidak jelek, Nona Sehun," ucap Luhan sinis, lalu kembali mengamati foto-foto Sehun bersama teman-temannya. "Kau cantik. Sangat cantik."
Pipi Sehun kembali diserang bom panas. Warna merah menjalar dari pipi hingga ke telinganya. Dua kali sudah Luhan membuatnya blushing, dan Sehun tidak suka. Sehun tidak suka dibuat malu oleh laki-laki.
"Lidahmu manis sekali," timpal Sehun sarkastik, atau lebih terdengar seperti gumaman pada diri sendiri. Luhan kembali melemparinya tatapan menakutkan yang tak jauh berbeda dari yang sebelumnya. Namun, Luhan tidak mengatakan apapun. Ia kembali mengamati foto-foto Sehun.
"Gadis ini jahat," ucap Luhan sambil menunjuk salah satu foto Sehun bersama teman-temannya.
"Hah ?" Sehun melompati kasur. Lalu berdiri di sebelah Luhan. "Tao ?" Luhan mengangguk.
"Dia jahat. Jangan dekat-dekat dia."
Sehun memukul tengkuk Luhan dengan sengit. Sehun sempat terkejut ketika mendapati kulit Luhan yang sangat dingin dan ototnya yang kelewat keras. Mungkin karena Luhan tidak memakai kaos dan kebiasaan nge-gym, jadi Luhan punya badan yang seperti itu.
"Tao temanku. Mana mungkin ia berbuat jahat. Kau tega sekali," omel Sehun.
"Aku hanya mengungkap fakta," timpal Luhan dengan nada dingin. Pukulan sengit Sehun tadi seolah tidak berefek apapun padanya. Dan, entah perasaan Sehun saja, atau suhu kamarnya juga ikut menurun ?
Sehun mengusap lengannya yang tidak tertutupi apapun. Luhan meliriknya sekilas, lalu suhu kamar berubah menjadi normal kembali. Sehun tercengang dan berhenti menggosok lengannya. Sehun menatap Luhan ngeri. Sehun mundur beberapa langkah sampai ia terduduk karena terpentok kasur.
"Kau..." suara Sehun bergetar. ".. siapa ?"
Luhan nyengir. Ekspresi Luhan berubah begitu cepat. Gigi Luhan yang rapih dan putih, ditambah matanya yang menyipit, membuat Sehun lagi-lagi terpana. Diam-diam Sehun mulai mengagumi wajah rupawan Luhan. Dan rasa takut yang sebelumnya menggerogoti tengkuk Sehun tiba-tiba menghilang entah kemana.
"Sudah kubilang aku ini kembarannya Taylor Lautner," Sehun memutar bola matanya.
"Terserah."
Luhan kembali mengamati jajaran foto yang menempel di dinding kamar Sehun sambil berkacak pinggang. Matanya terus tertuju pada foto seorang gadis berambut panjang hitam legam yang sedang tersenyum dan memeluk bahu Sehun. Beberapa detik kemudian ia mengibaskan rambut cokelat tuanya dan berbalik.
"Aku harus kembali sekarang,"
"Aku tidak pernah mengundangmu.." gerutu Sehun pelan.
"Aku akan datang lain waktu," Luhan melanjutkan ucapannya, seolah tidak mendengar gerutuan Sehun.
"Terserah."
Luhan berjalan menuju jendela. Ia bersiap melompat turun.
"Oh, Luhan!" Luhan menoleh. Sehun lagi-lagi menahan nafas karena tidak tahan dengan wajah rupawan Luhan.
"Apa ?" tanyanya.
"Eummm.. yang bermain piano tadi... apakah.. apa itu kamu ?" Sehun bertanya malu-malu. Luhan mengangguk. "Winter Sonata-mu keren," lanjut Sehun.
"Makasih," Luhan tersenyum manis. "Lain waktu berkunjunglah ke rumahku. Aku akan memainkannya untukmu."
Sehun mengangguk antusias. Luhan melompat turun dan menghilang di kegelapan. Dan beberapa detik kemudian Sehun bisa mendengar suara worter dipotong-potong dari arah dapur di lantai satu pertanda ibunya sudah bangun.
.
.
.
.
"Oh Sehun!" Sehun tersentak saat Kyungsoo menepuk bahunya keras.
"Kau! Jantungku hampir copot!" omel Sehun.
"Kau tidur terus. Menyebalkan!" omel Kyungsoo tak kalah sengit.
Sehun kembali mengistirahatkan kepalanya di atas meja. Wajah tirusnya tertutupi rambut panjangnya. Tidak peduli rambutnya bakal berantakkan atau ia bakal kehabisan nafas karena hidungnya tertutupi rambutnya sendiri.
Sehun kelewat ngantuk. Sejak Luhan mengunjungi kamarnya tadi pagi, Sehun tidak bisa tidur dengan lelap lagi. Alhasil, tidur-dua-belas-jam-yang-tidak-bisa-diganggu-gugat -nya terganggu dan ia mengantuk di sekolah.
Ngomong-ngomong soal Luhan, Sehun tidak bisa mengenyahkan bayangan wajah Luhan dari pikirannya. Bayangan Luhan yang sedang menyeringai, ataupun profil samping wajah Luhan terus saja menari-nari di pelupuk matanya. Tidak terasa seulas senyum tipis terbentuk di bibir Sehun. Dan pipinya lagi-lagi memanas.
"Sehunnie, apa kau tahu–"
"Tidak," potong Sehun kejam. Kyungsoo meniup poninya kesal.
"Aku belum selesai bertanya, Bodoh,"
"Bertanya apa ?" Sehun mengangkat kepalanya lagi. Wajah Sehun nyaris tertutupi semua oleh rambut hazelnya yang berantakkan.
"Ya Tuhan, Sehun, hentikan! Kau terlihat seperti sadako," ucap Kyungsoo sambil menyingkap rambut Sehun yang tidak berponi.
"Sadako rambutnya hitam," timpal Sehun dengan malas. Matanya setengah tertutup.
Kyungsoo berdecak kesal. Pipi tembamnya memerah karena jengkel.
"Ya Tuhan, Kyungsoo-ku, kau imut sekali~" ucap Kai yang tiba-tiba muncul di sebelah Kyungsoo. Lalu mencubit pipinya gemas.
"Kkamjong!" Kyungsoo menyingkirkan tangan Kai dengan sengit. "SA-KIT. Kau tahu ?!"
Sehun memutar bola matanya. Sudah cukup Sehun disuguhi dengan adegan lovey-dovey dari dua pasang laki-laki dan perempuan yang tidak-jelas-statusnya ini setiap hari.
"Pacarannya di luar. Aku mau tidur," ucap Sehun sambil meletakkan kepalanya lagi di meja.
"Sehun! Dengarkan aku dulu!" protes Kyungsoo.
"Apalagi sih ?" Sehun mengangkat wajahnya yang sudah benar-benar kusut.
"Nanti sore ada pertandingan basket. Kita nonton, ya ?" ajak Kyungsoo dengan senyuman lebar dan mata berbinar-binar.
Sehun berdecak pelan. Sebenarnya Sehun sama sekali tidak berminat pada basket. Hanya saja, sejak berteman dengan Kyungsoo, frekuensi Sehun nonton pertandingan basket menjadi sangat tinggi. Kyungsoo suka sekali nonton basket, terutama jika Park Chanyeol, salah satu defender andalan sekolah sedang main. Seringkali Kyungsoo meggunakan jurus tatapan innocent-girl pada Sehun agar ia mau menemani, dan Sehun sama sekali tidak bisa menolak itu, seperti saat ini.
"Hah, iya-iya," Sehun mengiyakan dengan lambaian tangan dan kembali meletakkan kepalanya di atas meja.
Kyungsoo memekik kesenangan diikuti protes cemburu dari Kai. Sehun hanya bisa mendengus kesal karena rencana mengusir Kyungsoo dan Kai secara halusnya gagal total. Yang ada mereka tambah berisik dan mengganggu tidurnya.
.
.
.
.
Sehun menyusuri koridor di lantai satu yang kebetulan sedang sepi sambil bersenandung. Telinganya disumbati dengan earphone yang sedang memutar lagu kesukaan Sehun, lagu-lagu idolanya, Justin Bieber. Sesekali sebuah senyuman terukir di bibirnya saat lagu yang Sehun dengarkan sampai pada lirik yang romantis, atau bagian-bagian beat-break favoritnya.
Tiba-tiba lengannya ditarik dari belakang dan Sehun nyaris saja mencium lantai secara telak kalau saja sebuah tangan tidak menahan tubuhnya. Jantung Sehun berdetak sangat cepat karena kaget dan takut.
Buru-buru Sehun berdiri dan mengamati siapa yang baru saja menarik lengannya.
"Kris ?"
Sehun mengamati laki-laki jangkung berambut cepak yang berdiri di hadapannya sambil melepas earphone.
"Ada apa ?" tanya Sehun.
"Lantai di depan licin. Hati-hati," jawab Kris dengan nada dingin. Matanya yang tajam menusuk mata Sehun, seolah memberi penegasan bahwa peringatannya barusan bukan main-main.
Kris berbalik dan berjalan meninggalkan Sehun yang kebingungan.
"Licin ?"
Sehun berbalik dan berjongkok. Sehun menyentuh lantai yang dipijaknya, yang ternyata kering. Lalu, Sehun memutuskan untuk mulai merangkak sambil meraba-raba lantai koridor. Tepat saat Sehun menggerakkan tangannya ke arah depan, pijakannya berubah menjadi basah, dan licin.
Sehun menggosok-gosokkan tangannya pada lantai, lalu mencium telapak tangannya sendiri.
"Pembersih lantai ?"
Bau pembersih lantai menguar dari telapak tangannya. Cairan yang ada di permukaan lantai koridor yang hendak dilewatinya adalah cairan pembersih lantai.
Sehun mengamati sekelilingnya dan tidak mendapati tanda apapun yang memberi peringatan bahwa lantai baru saja dibersihkan atau lantai sedang licin. Sehun juga tidak menemukan tanda-tanda adanya peralatan cleaning service di koridor itu.
Cairan pembersih lantai yang ada di telapak tangan Sehun terasa masih kental. Tidak mungkin cleaning service membersihkan lantai dengan cairan pembersih lantai tanpa dicampur air terlebih dahulu. Tentu saja anggaran pembelian alat-alat kebersihan sekolah akan membengkak.
Seolah cairan pembersih itu ditumpahkan bukan oleh cleaning service.
Dan cairan itu merata berada di seluruh koridor yang hendak dilintasi Sehun.
Seolah cairan pembersih lantai itu ditumpahkan secara sengaja untuk mencelakai seseorang.
.
.
To Be Continued
.
.
ditunggu review-nya ^^