Prince Diary

.

.

Tittle : Prince Diary

Author : Rheii chan

Cast : Kim Jaejoong , Jung Yunho, Jung Changmin

Genre : Yaoi, Romance, Hurt, Fluff

Lenght : Twoshoot


Happy Reading ^^

.

.

'Kenapa kau memilihku bila kau hanya akan menyakitiku ?'

.

.

Jaejoong POV

.

.

Kupejamkan kedua mataku pelan mencoba menikmati alunan musik yang disenandungkan oleh para pemusik terbaik di Korea. Sayup-sayup dawai indah yang tercipta dari gesekan biola penuh penghayatan menusuk di kalbuku dan melodi yang menguar menguak sedikit demi sedikit memory dalam ingatanku, memory yang manis sekaligus menyakitkan.

.

.

Memory 3 tahun yang lalu ...

.

.

"Mwo ? Ani appa aku tidak setuju"

Teriakanku menggema di seluruh mansion besar kami saat appa mengatakan padaku kalau akhirnya hari kebebasanku yang telah kunikmati selama 18 tahun ini akan berakhir hanya karena perjanjian konyol di masa lalu di keluarga kami.

"Setuju ataupun tidak inilah takdirmu" kulihat sebutir air mata melesak keluar dari wajah ayahku yang mulai berkeriput dimakan usia, aku dapat merasakan beban berat yang ditanggungnya dan ketidakberdayaannya.

"Ini jaman modern appa, perjanjian bodoh seperti itu sudah tidak berlaku lagi"

"Perjanjian tetaplah perjanjian Jaejoong-ah, apalagi kita berurusan dengan keluarga kerajaan yang memegang teguh sebuah perjanjian"

"Kenapa harus aku ? kenapa bukan Junsu ?"

"Karena Pangeran memilihmu"

Kata-kata lirih appa adalah kata terakhir yang menjadi akhir dari argumentasi kami. Aku sadar bahwa sia-sia saja bagiku untuk melawan pada saat ini karena bagaimanapun ini takdirku dan tak ada gunanya untuk melawan takdir.

Selama hampir 18 tahun hidupku di dunia ini, aku tak pernah mengeluhkan apapun pada Tuhan, aku bahkan merasa Tuhan sangat baik padaku. Aku dikarunia wajah yang bisa dibilang cantik untuk seorang namja, kemampuan berfikir yang baik dan keluarga yang terpandang dan menyayangiku.

Bahkan kepergian eomma ku 10 tahun yang lalu karena kanker otak yang dideritanya pun tak membuatku mengutuk Tuhan karena ku yakin saat itu kepergian eomma adalah yang terbaik daripada eomma harus hidup dalam kesakitan setiap hari.

Tapi hari ini untuk pertama kalinya aku menyesali kehidupanku dan menyesal menjadi seorang KIM, aku tidak ingin hidupku dihabiskan bersama namja yang tak kukenal apalagi kucintai dan dikekang dalam tembok istana yang dingin dan penuh aturan. Aku ingin bebas dan mengejar cita-citaku tapi Tuhan tampaknya tak mengijinkan hal itu.

Seminggu berlalu semenjak perdebatanku dengan appa, kulewati hari yang tak lagi terasa sama bahkan suasana kampus yang biasanya mampu membuatku bahagia kini tampak hambar. Tak sedikitpun aku tertarik untuk mengetahui calon suamiku, yang ku tahu darinya adalah dia orang yang akan merusak hidupku nanti.

Appa pernah bilang padaku bahwa yang akan menikahiku adalah pangeran kedua karena pangeran pertama sudah dinikahkan dengan putri kerajaan Jepang dan hal itu sedikit menguntungkan bagiku karena setidaknya aku takkan terlalu terikat peraturan konyol istana namun bagiku itu terdengar seperti adanya pelangi sebelum badai datang, terlalu semu.

"Hyung kau melamun ?" Junsu, adikku yang imut dan baru berusia 15 tahun menyenggol lengan kiriku saat dia merasa aku terlalu terjatuh dalam Daydreamingku padahal kami kini sedang berada di tengah pesta yang dikhususkan untuk para bangsawan.

"Kurasa aku butuh udara segar"

Aku lalu berbalik dan beranjak pergi dari kursiku menuju ke balkon yang berada di belakan Hall Mansion milik keluarga Shim yang menjadi tempat berlangsungnya pesta megah nan membosankan itu. Tak kupedulikan deathglare yang dilayangkan appa karena yang kubutuhkan saat ini hanyalah pergi dari neraka mengerikan tersebut.

Kuhela nafasku keras saat aku sampai di balkon yang untungnya sepi itu namun aku sangat terkejut saat sebuah suara berat nan seksi mengintrupsi ketenanganku.

"Menghela nafas akan membuang satu keberuntungan dalam hidupmu"

Kutolehkan kepalaku ke samping untuk menangkap figur asal suara tersebut dan sedikit kaget saat kulihat seorang namja tampan berusia sekitar 23 tahun dengan tuksedo hitam yang membungkus figur sempurnanya dengan wajah yang bisa dibilang kecil dan mata musang yang tajam kini berdiri di sampingku sambil memegang segelas wine di tangannya dan pandangannya lurus ke depan.

"Dan keberuntunganku sudah hilang terbawa banjir sejak berabad-abad lalu sejak Korea memutuskan untuk dipimpin sebuah kerajaan" ucapku sarkastik dan dapat kulihat kini mata musang itu berpaling memandang wajahku intens dengan senyum menawan terpasang indah di bibir seksinya.

"Tampaknya kau lebih menyukai pemerintahan republik daripada monarki"

"Monarki menyebalkan dan ketinggalan jaman, Kerajaan dan pesta bangsawan yang mewah sementara rakyat hidup dalam kemiskinan dan hak kebebasan orang lain direnggut paksa hanya karena kerajaan menginginkannya, konyol"

Kuarahkan pandanganku lurus kedepan lagi menatap hamparan taman luas yang indah karena diterangi cahaya lampu malam hari dan entah kenapa aku merasa namja itu masih memandangi wajahku intens.

"Kalau kau begitu membenci hal seperti ini, kenapa kau hadir di pesta ini bukankah itu sedikit... ironi ?"

"Sebagian orang tak punya pilihan, prinsip atau mati hanya itu pilihan mereka. Andai tanpa keluarga mungkin itu jauh lebih mudah tapi bukan hidup namanya bila segalanya mudah bukan"

"Kau menarik" namja tampan itu tersenyum makin lebar "Apa kau bicara seperti itu dengan tujuan ?"

"Dengan resiko digantung di hadapan seluruh rakyat Korea, nyaliku sangat besar kalau begitu"

Ucapanku yang semakin sarkastik membuat senyuman yang sedari tadi terpatri dibibirnya seketika lenyap tak bersisa. Kini kami berdua sama-sama beradu pandang dan dapat kulihat mata musangnya memndang tajam langsung ke mataku sekan mengkronfortasi suasana di antara kami.

"Aku tahu kau tahu siapa aku dan juga posisimu sekarang"

"Kau Jung Yunho, Pangeran bungsu kerajaan Korea sekaligus orang yang akan menjadi suamiku nanti"

"Dan apa kau mengatakan hal-hal tadi hanya untuk menarik perhatianku ? kau tak perlu melakukan itu"

Sebuah senyum kembali hadir di wajahnya namun kali ini itu lebih menyerupai sebagai seringai ejekan.

"Aku mengatakan semua itu hanya agar kau tahu bahwa aku sama sekali tidak menginginkan perjodohan konyol ini dan berharap kau merubah rencanamu karena memiliki seorang pendamping yang keras kepala dan berfikiran sepertiku hanya akan menyusahkanmu nanti"

Seringai itu segera hilang berganti dengan pandangan tidak percaya. Tanpa kata aku lalu melenggang pergi meninggalkan pangeran bodoh itu berharap otaknya tak sekecil kepalanya dan dia dapat mencerna pesanku tadi.

.

.

Ini kedua kalinya aku mengutuk Tuhan dalam sebulan ini karena alih-alih membatalkan pernikahan kami, Pangeran bodoh itu malah mengatakan kepada orangtuanya untuk mempercepat pernikahan kami dan disinilah aku sekarang, berdiri di atas altar mengucap janji setia sehidup semati dan disaksikan oleh warga seluruh dunia secara langsung melalui televisi dan internet.

Kulihat tangis appa dan adikku Junsu yang mungkin bagi banyak orang diartikan sebagai tangis bahagia namun aku tahu itu semua salah. Lain aku lain pula Jung Yunho, kulihat seringai kemenangan terpatri di wajah tampannya sejak melihatku datang mengenakan hanbok pernikahan pagi ini karena akulah yang berperan menjadi wanita dalam pernikahn kami.

Segala prosesi pernikahan nan melelahkan itu terus kulalui sampai akhirnya aku terkapar hampir tewas karena kelelahan di ranjang dengan masih memakai hanbok. Saat aku mencoba memejamkan mataku tiba-tiba kurasakan kepalaku diusap dengan lembut dan dapat kulihat namja yang sudah resmi menjadi suamiku kini sedang terduduk di sampingku dengan memakai piyama bermotif beruang yang lucu dan tangan kanannya membelai kepalaku lembut.

"Mandilah, kau pasti merasa jauh lebih baik nanti" ucapnya lembut. Aku langsung mencoba berdiri namun hanbok yang berat ini mebuatku sedikit kesulitan dan seakan menyadari itu Yunho langsung memegangi pingganku dan membantuku untuk berdiri.

"Gomawo Pangeran" Aku menunduk hormat sambil sedikit menjauhkan badanku darinya, risih.

"Kau istriku panggil saja aku Yunho, Jae-ah"

Aku hanya mengangguk kecil lalu berjalan menuju Kamar mandi. Perasaanku sedikit galau karena perlakuan Yunho yang lembut padaku, untukku akan jauh lebih mudah bila dia mengacuhkanku atau bahkan kasar padaku daripada bersikap seperti ini.

"Bagaimana malam pertama kalian ?" Tanya Ibunda Yunho, Ratu Jung Heechul saat kami berada di pavilliunnya karena Ratu memintaku untuk menemaninya minum teh sementara Yunho sedang menghadiri rapat kerajaan bersama Raja Jung Siwon dan kakaknya Pangeran Jung Yong Hwa.

"Kami melewatinya dengan baik ibunda Ratu" Jawabku sopan dan Ratu terlihat sumringah sementara aku tersenyum diam-diam.

Tadi malam aku dan Yunho tidak berhubungan badan seperti yang difikirkan semua orang. Kami hanya tidur berdua di satu ranjang karena Yunho bilang padaku kalau dia hanya akan bercinta denganku saat aku sudah mencintainya dan aku sedikit menghargai komitmen dan janjinya itu.

"Aku tak pernah melihat Yunho sebahagia kemarin, Gomawo Jaejoong-ah. Aku berhutang banyak padamu"

Ucapan Ratu terus terngiang di telingaku, jujur aku tak mengerti dan tak ingin mengerti apa arti ucapannya karena yang ada di fikiranku saat ini hanyalah cara untuk pergi dari istana dan aturannya yang mencekik itu.

Keluarga kerajaan memperlakukanku sangat baik walaupun tampaknya ibu suri kadang sedikit kesal padaku yang dirasanya terlalu malas mengikuti perjamuan bangsawan yang sering diadakannya namun Raja, Ratu, Putra Mahkota dan istrinya, Putri Ayumi memperlakukanku selayaknya keluarga namun yang paling penting adalah Yunho yang ternyata menepati janjinya untuk tidak menyentuhku.

Lima bulan berlalu setelah hari pernikahan kami kurasakan semuanya berjalan biasa saja kecuali untuk hilangnya kebebasanku dan diriku yang kini tidak bisa pergi kuliah lagi karena ibu suri lebih suka aku belajar di dalam istana.

Yunho tampak sibuk membantu ayahandanya, Raja Siwon dan kakaknya mengatur stabilitas negara bersama Perdana Mentri Korea namun perhatiannya padaku tak berkurang sedikitpun. Yunho selalu mengecup keningku saat akan tidur, menjagaku saat berada di keramaian pesta bahkan dia rela kembali dari Jepang jam 3 dini hari memakai Jet pribadi kerajaan saat mendengar aku demam kemarin.

Perasaan aneh mulai muncul di hatiku atas perhatian-perhatian yang Yunho berikan padaku. Entah sadar atau tidak aku selalu merindukan Yunho apabila dia sedang bertugas jauh dan tak ada disampingku. Namun hal baik tak berlangsung selamanya karena hidup itu penuh dengan kerikil walaupun kerikil itu tak pernah kuharapkan akan datang secepat ini.

Hari itu salah satu hari di musim semi yang paling aku sukai, matahari bersinar dengan cerahnya seakan menampakan kegagahannya pada siapapun yang meragukan kekuasaannya akan siang. Angin bercampur bau bunga sakura yang baru mekar menambah kesan hangat dan damai namun kedamaian itu tak bertahan lama.

Ibu suri terisak, Ibunda Ratu histeris dan pingsan sementara Raja Siwon yang terkenal tegar menitikan air mata pedih. Kabar menyedihkan tentang kecelakaan pesawat resmi kerajaan yang membawa Pangeran Jung Yong Hwa dan istrinya Putri Ayumi di lautan Pasific saat menghadiri jamuan kenegaraan para pemimpin dunia di Inggris membuat seluruh Korea dan Jepang dilanda kabut duka.

Kuperhatikan Yunho tampak mencoba tegar namun aku tahu dalam hatinya yang terdalam Yunho menangis karena dia dan Yong hwa sangat dekat sejak kecil dan tebakanku tak salah karena malam itu kudengar isakan putus asa dari ruang kerja Yunho.

Mungkin bila orang lain yang berada di posisiku mereka akan mencoba memeluk suaminya dan memberi ketenangan namun kurasa yang kubutuhkan Yunho saat ini hanyalah kesendirian dan jadilah malam itu aku membiarkannya menumpahkan segala beban dan tangisnya tanpa aku berada di sampingnya.

Pemakaman berlangsung dengan khidmat. Seluruh Korea dan Jepang ikut larut dalam duka karena kehilangan seorang calon Raja dan Ratu yang sangat baik dan peduli pada rakyatnya, pesan belasungkawa pun mengalir dari seluruh dunia menandakan kepedulian atau hanya sekedar basa-basi politik ? molla.

Kutatap jenazah Pangeran Yong Hwa dan Putri Ayumi yang tampak damai dalam pembaringan terakhirnya di komplek makam kerajaan Korea seakan semua beban berat telah dilepas dari pundak mereka dan kini resmi dipindahkan ke pundak Yunho dan aku dan entahlah tiba-tiba aku merasa iri pada keduanya.

'Akan lebih indah seandainya aku yang berada di pembaringan itu' Fikirku sesaat namun fikiran itu segera kutepis. Tuhan masih sayang padaku dengan memberiku nyawa dan aku malah ingin mati ? betapa tak bersyukurnya aku jadi manusia.

Perubahan .

Perubahan yang dulu kuinginkan namun kini sangat kusesalkan akhirnya harus terjadi. Aku bingung, haruskah aku tertawa bahagia atau mengutuk dan meratapi nasib saat Yunho perlahan akhirnya menjauh dari sisiku karena kesibukannya menggantikan posisi Calon pewaris tahta kerajaan yang dulu disandang mendiang Pangeran Yong Hwa.

Tak ada lagi kecupan selamat tidur atau senyuman manis di pagi hari karena Yunho selalu pergi sebelum aku terbangun dan pulang setelah aku terlelap. Tak ada lagi Yunho yang selalu protektif padaku saat kami menghadiri jamuan pesta karena dia sibuk menjamu para pemimpin negara dan bangsawan lain.

Namun mimpi buruk itu datang di malam berbadai dengan petir yang menggelegar kencang. Di tanggal yang sama dengan tanggal pernikahan kami 7 bulan yang lalu. Mimpi buruk yang mengubah hidupku dan perasaanku pada Yunho.

Aku menggeliat kecil saat kurasakan seseorang menindih badanku yang tengah tertidur di ranjang King size beralaskan sutra terbaik dari Cina. Kucoba membuka mataku yang masih sedikit menahan kantuk dan betapa kagetnya saat kulihat Yunho, suamiku sedang menindihku dan sebuah seringai tergambar jelas di wajah tampannya.

"Yunho-ah kau mau apa ? turunlah kau berat"

Aku mencoba melepaskan diriku dari pelukan Yunho namun tampaknya hal itu sia-sia. Tenaga Yunho jauh lebih besar dariku dan tampaknya kini dia tengah mabuk karena aroma alkohol tercium jelas dari mulutnya.

"Sudah 7 bulan aku bersabar Jae-ah dan kini kesabaranku telah habis"

"Huh ?" Aku terhenyak mendengar ucapan Yunho, tak pernah kurasakan sisi kasar dari Yunho seperti ini sebelumnya.

Yunho lalu mendekatkan wajah kami dan mulai menciumi bibirku membabi buta, tak ada kelembutan dalam setiap sentuhannya bahkan dapat kurasakan bibirku sedikit berdarah akibat gigitannya.

Aku membuka mulutku untuk berteriak namun Yunho malah melesakan lidahnya ke dalam mulutku, Kugunakan semua sisa kekuatan di tubuhku untuk menghentikannya namun Yunho memegang tanganku dengan sangat erat sementara dia terus mengeksplor seluruh isi mulutku dengan lidahnya.

Yunho sekan tak peduli akan pemberontakanku, tangannya segera masuk ke dalam piyamaku dan dia melepaskan satu persatu kancingnya dengan cepat. Namja yang sempat kukagumi itu mulai melucuti satu persatu pakaianku hingga kini aku hanya memakai celana dalam saja.

"Yunho ! Hentikan !"! Aku berteriak sampai kurasakan tamparan kuat mendarat di pipi kiriku.

"Kenapa ?! Kau istriku dan ini kewajibanmu melayaniku, suamimu !" Yunho balas berteriak sementara aku terkulai tak berdaya di atas tempat tidur dan dapat kurasakan mataku kini memanas dan bulir air mata mulai turun membentuk anak sungai di kedua pipiku.

"Yunho kumohon berhenti hiks... kumohon hentikan .."

Aku terus meraung lemah berharap agar Yunho menghentikan kegiatannya namun dia malah mengikat kedua tanganku dengan ikat pinggangnya dan mulai menciumi seluruh tubuhku.

Takut ..

Sakit ..

Jijik ..

Marah ..

Semua perasaan itu bercampur aduk di dalam hatiku saat ini, aku tak merasakan kenikmatan sedikitpun dengan apa yang sedang Yunho lakukan padaku yang ada malah rasa benci dan kecewa saat Yunho tak bergeming sedikitpun akan teriakan dan tangis kesakitanku.

Tubuhku serasa terbelah berkeping-keping saat suami yang seharusnya melindungiku kini sedang berusaha menggapai kenikmatannya tanpa memperdulikan kesakitanku. Kebanggaannya sebagai seorang namja tengah merasukiku berulang kali diiringi alunan desahan nikmat dan racauan kata-kata yang samar-samar kudengar karena aku sudah terlalu lelah untuk bisa menangkap ucapannya.

Penderitaanku berlangsung cukup lama bahkan aku tak sanggup lagi mengeluarkan air mata dari kedua mataku, hanya hujan dan petir di luar yang menggambarkan kesedihanku malam itu. Cukup lama saat Yunho menggapai surganya dan menyemburkan benihnya di dalam holeku yang mungkin kini sudah robek dan terluka parah namun tak terasa sangat sakit karena mungkin aku sudah mati rasa.

Yunho lalu mencabut juniornya dari holeku dan kemudian mata musangnya memandang wajahku yang kini dipenuhi air mata dengan ekspresi penyesalan tergambar di wajah tampannya. Dia mencoba membelai pipiku yang tadi ditamparnya namun aku segera memalingkan muka.

"Maafkan aku, aku melakukannya karena aku mencintaimu. Tidurlah"

Cinta ?

Apakah cinta berarti memasakan kehendakmu atas orang yang kau cintai ?

Apakah cinta berarti memiliki setuhnya tanpa memandang perasaan pasangannya ?

Apakah cinta berarti pengingkaran janji hanya karena nafsu semata ?

Bila itulah cinta maka Aku tak butuh cintamu Yunho-ah .

.

.

Setelah kejadian itu hubunganku dan Yunho mulai mendingin, setiap kulihat wajahnya hanya rasa benci yang hadir dalam hatiku. Benci yang teramat sangat dan jauh lebih besar daripada kebencianku padanya dulu.

Ibunda Ratu pun tampaknya menyadari perubahan kami namun beliau tak mau terlalu ikut campur rumah tangga anaknya lagipula kini beliau disibukan dengan urusan kesehatan Raja Siwon yang kian hari kian memburuk akibat beban yang ditanggungnya dan kesedihan akibat kehilangan calon putra mahkota Jung Yong hwa.

Yunho pun tampaknya mengerti akan sikapku padanya karena dia tak pernah berusaha mendekatiku atau menyapaku karena dia tahu semua itu hanya akan berakhir dengan pengacuhan dariku. Kami tidur satu ranjang, makan satu meja dan hidup dalam satu atap tapi kami bagaikan dua orang asing bagi satu sama lain.

Namun bagaimanapun aku tetaplah calon Ratu masa depan Korea dan tugasku mengharuskanku untuk berakting sebaik mungkin di depan rakyat dan para pejabat negara. Aku dan Yunho selalu tampak bagaikan pasangan baru yang sangat mesra dan mengundak tatapan iri saat menghadiri Pesta kenegaraan ataupun kunjungan lainnya seperti saat kami menghadiri pesta ulangtahun putri Mentri Keuangan Go Young Min, Go Ahra yang ke 22.

Pesta itu dibuat dengan sangat mewah dan benar-benar menggambarkan bagaimana kedudukan Mentri tersebut di masyarakat namun aku merasa hal itu hanya pemborosan tak berguna karena pesta ini sama membosankannya dengan pesta yang sering diadakan Ibu Suri yang cerewet itu.

"Merasa Bosan ?" Tanya seorang namja tampan dengan postur tubuh tinggi menjulang dan memegang sepiring kue di tangannya padaku yang kini hanya duduk di sudut ruangan karena Yunho sibuk dengan basa-basi politiknya bersama para orangtua yang suka cari muka itu.

"Sangat"

Jawabku sedikit malas berharap namja berwajah kekanakan itu segera menyingkir dari hadapanku, persetan dengan kesopanan karena yang aku inginkan saat ini hanyalah sendiri dan tak ada yang mengganggu namun tampaknya Tuhan kembali menguji kesabaranku karena namja jangkung itu kini malah duduk di kursi yang berada di sampingku.

"Aku tahu orang-orang yang bilang anda cantik itu bohong Putri Jaejoong karena kenyataannya anda luar biasa cantik"

"Terima kasih atas pujian anda" aku mulai merasa sedikit tidak nyaman kini.

"Bukankah seharusnya seorang calon Ratu menyukai pesta seperti ini ?"

"Pesta membosankan hanya menyenangkan untuk orang yang membosankan"

Namja itu hanya tertawa pelan dan entahlah tiba-tiba saja kuakui dia terlihat sangat mempesona saat tertawa seperti itu.

"Shim Changmin imnida" ucapnya memeperkenalkan diri dengan gaya sedikit kekanakan sambil mengunyah muffin di tangannya membuatku mau tak mau tersenyum melihatnya.

"Putra Mentri Kebudayaan Shim Dong Wook dan Pemilik yayasan anak yatim piatu terbesar di Korea Shim Han Byul, baru pulang dari study di Fakultas Hukum universitas Harvard dengan tittle lulusan terbaik disana dan kini sedang meniti karir sebagai salah satu pengacara publik terkenal di Korea. benarkan ?"

"Tampaknya kau tahu banyak tentangku Putri Jaejoong"

"Panggil saja aku Jaejoong dan aku tahu semua itu karena eomma mu tampaknya dengan bangga menceritakan tentang putra kesayangannya pada semua orang yang hadir di pesta ini"

"Aiiish eomma memalukan sekali"

Aku tertawa pelan mendengar ucapan frustasi Changmin yang tampak lucu di mataku. Namja itu terlihat begitu polos dan membuatku nyaman berada di dekatnya.

Pertemuanku dengan Changmin membawaku pada persahabatan di antara kami, kadang aku dan dia saling menelfon hanya untuk menanyakan kabar dan bercanda. Sementara itu, 2 bulan berlalu dari kejadian memilukan itu namun hubunganku dan Yunho belum juga pulih.

Yunho tampaknya tahu akan kedekatanku dan Changmin namun dia bersikap acuh dan aku mensyukuri hal itu karena hal terakhir yang aku inginkan adalah intervensinya dalam kehidupan pribadiku walaupun statusnya adalah suami sah ku.

Tak ada hal berarti yang terjadi di Istana, Ibu suri makin hari semakin cerewet dan kesehatan baginda Raja pun kian hari kian membaik. Kesedihan dan kabut hitam yang sempat menimpa Istana akan kepergian calon Pangeran Jung Yong Hwa dan Putri Ayumi pun perlahan menguap.

Tapi tahukah kalian bahwa ketenangan setelah badai hanyalah tanda akan datangnya badai lain yang jauh lebih dahsyat ?

Dan itulah kenyataannya saat tiba-tiba di suatu sore yang cerah, Ibu suri mengumpulkan kami di ruang pertemuan kerajaan. Tak ada yang tahu tepatnya apa yang akan beliau sampaikan namun aku merasakan suatu firasat yang buruk akan hal ini dan tampaknya Ibunda Ratu Heechul pun merasakan hal yang sama denganku karena sedari tadi dia terus menggenggam tanganku erat seakan menguatkan aku.

"Aku takkan berbasa-basi, karena Yunho akan menjadi Raja selanjutnya maka aku ingin dia segera mencari seorang selir untuk melahirkan calon pewaris kerajaan selanjutnya karena kita tahu Putri Jaejoong tidak akan bisa memenuhi tugas itu"

Ibu Suri menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan namun ada pancaran kasih sayang dalam tatapan itu sementara Yunho hanya memasang wajah datar dengan tatapan mata yang tampak kosong.

"Maafkan aku Ibunda Ratu namun aku tidak setuju Yunho memiliki selir karena aku yakin Putri Jaejoong bisa memberi Pangeran Yunho keturunan karena kita semua tahu Putri jaejoong memiliki rahim, kita hanya perlu menunggu dan bersabar sebentar lagi" Ratu Heechul menyuarakan ketidaksetujuannya.

"Berapa lama lagi ? hampir satu tahun mereka menikah tapi belum juga ada tanda akan datangnya calon pewaris kerajaan selanjutnya, rakyat mulai gelisah Ratu Heechul"

Aku menggigit bibirku menahan sakit yang tiba-tiba menyerang rongga dadaku hingga membuatku seakan tak mampu lagi untuk bernafas. Aku memang membenci Yunho tapi membayangkan di madu olehnya aku merasa tak sanggup.

"Aku sudah membicarakan hal ini dengan Yunho 2 bulan yang lalu dan kini aku menunggu jawabanmu pangeran Yunho ?"

Pandangan kami kini beralih pada Yunho yang masih memandang kosong ke depan. Aku tak tahu apa yang ada difikirannya namun dalam hatiku aku terus berdoa agar Yunho menolak ide Ibu suri.

"Baiklah ibu suri, saya menerima keputusan anda"

Bagai disambar petir, kata-kata lirih yang Yunho ucapkan seakan membunuhku secara perlahan. Aku tersenyum miris dan kurasakan pegangan tangan Ibunda Ratu semakin erat di tanganku, mencoba menguatkanku yang terluka sementara Raja Siwon memandang kecewa pada Yunho namun beliau juga tak bisa berbuat apa-apa.

"Kalau begitu aku akan segera menghubungi Mentri Go dan mengatur pertemuan keluarga kita. Aku yakin Go Ahra akan menjadi selir yang paling pas untukmu dan pernikahan kalian akan dilaksanakan bulan depan"

Ibu suri sudah memutuskan segalanya, memutuskan masa depan kami dalam ucapannya. Aku menatap Yunho yang kini menundukan kepalanya dengan pandangan penuh kebencian.

.

Kenapa ?

Kenapa kau membawaku masuk kedalam hidupmu bila akhirnya kau hanya akan mengurungku dalam sangkar emasmu ?

Kenapa kau membuatku perlahan mengagumimu bila akhirnya kau hanya akan membuatku kecewa ?

Dan kenapa kau memilihku bila akhirnya kau hanya akan menyakitiku ?

.

.

END JAEJOONG POV

.

.

TBC

.

.

Next Part will be Yunho POV