Summary

Korupsi dunia politik Jepang memuncak. Satu per satu politisi yang bersih dan jujur pun terbunuh. Dan dari mereka yang tersisa, hanya Hinata Hyuuga lah yang bisa menuntaskan segalanya. Oleh sebab itu, apakah seorang agen seperti Naruto Namikaze bisa melindunginya sampai kasus selesai?

.

.

Justice Center Hall, Tokyo.

Pagi itu suasana di pengadilan terbesar Tokyo berangsur tegang. Hinata yang berada di bangku penuntut umum—bersama kelompoknya—sesekali mengedarkan pandangannya ke seluruh orang yang hadir di ruangan besar ini.

Sampai akhirnya mata lavendernya berhenti di sebuah titik; tempat di mana Uchiha Fugaku duduk diam di hadapan meja hakim yang melintang panjang. Kepala pria paruh baya itu sedikit tertunduk. Menurut berbagai macam bukti yang diperoleh, ia adalah seorang terdakwa—pelaku yang dituduh bersalah. Karena apa yang saat ini mereka semua yang hadir akan mengadili si penggebrak kasus korupsi terbesar dari Legislative Assembly of Japan atau LAJ [1] terhadap uang masyarakat.

"Apakah Penuntut siap membacakan surat dakwaan?"

Saat suara hakim ketua menggema, seketika Hinata menegang. Dia menoleh ke samping, memandang lekat atasannya, Tenten Mitarashi, yang sudah menelan ludah. Walau saat ini Tenten tidak sedang melihatnya, Hinata tau bahwa sahabatnya yang satu itu telah dikuasai oleh perasaan gentar. Tapi bagaimanapun juga ia harus membaca isi surat dakwaan—kertas yang dipegangnya ini—ke muka umum. Ia harus membeberkan segala kesalahan yang sudah dilanggar oleh Fugaku.

Tenten menggenggam tangan Hinata. Kencang. Ia berbisik.

"Doakan aku. Kita harus menuntaskan ini semua."

"Mm... selamat berjuang." Hinata mengangguk.

Tenten pun menghembuskan nafasnya panjang-panjang dan kemudian berdiri. Di depannya sudah ada tiang ber-microphone yang terarah ke bibirnya.

"Saya siap."

"Bacakan..."

"Saya, Mitarashi Tenten, mewakili CEC, Comission Eradication of Coruption [2], akan menuturkan isi surat dakwaan..." Ia berbicara dengan tangan yang cukup bergetar. Semua pasang mata dari seluruh orang yang ada di ruangan indoor tersebut menatapnya. Mulai detik itu Tenten pun membacakan segala bukti yang telah kelompoknya kumpulkan untuk menjatuhi pria Uchiha itu dan kroni-kroninya hukuman berat. Sebab sudah saatnya koruptor di negara ini musnah sebelum ia menghabiskan uang negara untuk kepentingan pribadinya sendiri.

Kalimat demi kalimat terus ia keluarkan. Semua mata terarah kepadanya dan suasana tegang pun semakin pekat tercipta.

"Kemudian, diawali dari hari Senin tanggal 27 September—"

DOR!

Suara dentuman terdengar keras. Telinga terpekak dan tubuh orang-orang tersentak berbarengan. Semua yang ada di sana kaget. Tak terkecuali Hinata. Baru saja ia akan mengadah, Tenten Mitarashi sudah ambruk tepat di pangkuannya. Dokumen yang berisi segala kesalahan terdakwa itu terlepas, terbang melayang, perlahan-lahan menjatuhi lantai.

Hinata terbelalak. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Keringat kecil membasahi keningnya dan bulu kuduknya meremang hebat.

"Ukh..."

Tak terasa bola matanya yang panas mengeluarkan air mata. Takut-takut ia memandangi wajah Tenten yang tak lagi bernyawa di pelukannya.

"T-Te-Tenten-san—!"

Teriakan Hinata bersamaan dengan keributan yang terjadi di ruang pengadilan. Semua saksi, jasa maupun hakim menjerit keras. Mereka panik. Semua yang awalnya duduk diam di tempatnya masing-masing pun langsung berdiri dan berlari ke luar.

"A-ADA YANG TERTEMBAK!"

"PANGGIL POLISI PENGAMAN!"

Tentu saja hal itu karena ada kejadian pembunuhan di tempat ini. Tenten Mitarashi tewas seketika dengan peluru yang bersarang di kepalanya saat ia akan membacakan dakwaannya.

Masih dengan wajah pucat dan bulu kuduk meremang, Hinata mencoba membangunkan wanita bersurai cokelat tersebut. Namun dirinya malah semakin lemas saat memandangi kedua mata Tenten yang terbelalak serta keningnya yang bolong dan terus mengeluarkan darah segar. Tangan Hinata terkena noda yang merembes itu. Banyak. Hinata menggeleng takut. Nafasnya kian tersendat dan matanya berkaca-kaca. Untuk mengeluarkan sepatah kalimat saja ia tak sanggup.

Diam-diam beberapa oknum bermarga Uchiha menyeringai samar. Termasuk Fugaku Uchiha yang masih menunduk.

.

.

.

1ST ONESHOOT

"1st Oneshoot" punya zo

Naruto by Masashi Kishimoto

[Naruto Namikaze x Hinata Hyuuga]

Action, Crime, Romance, Drama

AU, OOC, Typos, Multipair, etc.

(anggap LAJ sebagai DPR dan CEC sebagai KPK)

.

.

FIRST. Agen Spesial

.

.

'Misi selesai.'

Itulah suara yang ditangkap oleh sinyal earphone Sakura Haruno yang berada di luar gedung.

"Oke. Kalau begitu kembalilah ke mobil. Aku menunggumu di bagian timur gedung, Gaara."

'Ya. Kasih tau hal ini ke Sasuke.'

Sakura mengangguk patuh. Sambil memarkirkan mobil tua—yang sengaja disewanya untuk misi ini—di depan gedung pengadilan, Sakura menekan beberapa tombol di ponselnya. Ia menelfon seseorang. Di deringan ketiga, ada seseorang di seberang yang mengangkat.

"Gaara sudah menembak mati Mitarashi Tenten, Sasuke-sama..." Katanya sambil tersenyum. "Semoga saja itu sudah cukup menciutkan hati anggota CEC untuk menguak Kasus Uchiha, ya?"

.

.

~zo : 1st oneshoot~

.

.

CEC Directorate Building, Tokyo.

Saat ini Tsunade Senju, wanita ber-blazer abu gelap itu, terdiam di ruang kantor sebuah gedung elit. Tubuh moleknya berdiri tegak menghadap dinding kaca transparan yang tentunya terlihat gelap dari luar. Berada di lantai tiga puluh membuat panorama kota Tokyo yang ramai dan padat semakin terlihat jelas.

Tsunade terdiam. Mata gioknya memadangi orang-orang yang terlihat kecil dari jarak sejauh ini. Mungkin saat ini banyak penduduk yang belum tau bahwa kondisi politik tanah airnya sedang berkecamuk. Terlebih lagi bagi masyarakat yang sama sekali tidak peduli dengan Kasus Uchiha.

Tapi di tahun 2010 ini, siapa yang tidak tau kasus tersebut?

Itu adalah sebuah perkara besar yang melibatkan banyak petinggi LAJ—Legislative Assembly of Japan. Sekedar informasi, LAJ adalah kelompok pemerintah yang dianggotai oleh ratusan politisi yang mewakili daerahnya. Tugas mereka mengatur segala hal yang berhubungan dengan kesatuan negara dan daerah di seluruh Jepang. Salah satunya adalah distribusi pajak.

Tapi sayangnya mereka terlalu seenaknya. Pajak yang seharusnya disetorkan kembali ke masyarakat malah terhempas ke rekening masing-masing politisi. Mereka korupsi besar-besaran. Akibatnya Jepang tak berkembang, rakyat terlantar dan kesejahteraan menurun.

Kasus makin terkenal saat CEC—organisasi pemerintah yang mengurusi bidang korupsi—menguak keberadaan pihak-pihak LAJ yang terbukti sebagai biang utama permasalahan ini. Nama besar yang dijadikan terdakwa ialah Fugaku Uchiha, ketua LAJ yang sudah menjabat lebih dari satu dasawarsa.

Ia telah menggelapkan uang negara sebanyak 100.000.000 yen per tahun. Belum lagi keluarga Uchiha lainnya yang banyak mengisi jabatan di LAJ. Maka dari itu media massa nasional memberikannya nama Kasus Uchiha sebagai berita nasional terbesar di abad ke-21 ini. Sebab hampir semua anggota LAJ yang bermarga Uchiha berstatus dicurigai.

Sebenarnya hampir seluruh rakyat di Jepang marah kepada mereka. Tapi sayangnya masih banyak petinggi lain yang lebih pro-Uchiha dibandingkan rakyat. Mereka seolah menutup mata soal kerugian negara yang telah ditimbulkan oleh Uchiha.

Tsunade menghela nafas. Ia berhenti melamun.

Ternyata benar; uang adalah sumber kekuasaan. Cara khas keluarga Uchiha memang terkenal licik.

Dan ketika organisasi pemberantas korupsi seperti CEC ingin menuntaskan kasus untuk membela rakyat Jepang, muncullah tamu berbahaya yang datang tanpa diundang. Tamu itu ialah sebuah kelompok pembunuh bayaran yang telah dinamai G-Parade [3] oleh pers. Tiap kali ada yang mau melanjutkan kasus Uchiha, dapat dijamin bahwa nyawa orang tersebut sudah berada di genggaman tangan G-Parade.

Contohnya adalah Tenten Mitarashi—ketua CEC yang minggu lalu tewas mengenaskan di ruang pengadilan. Itu bukanlah pembunuhan pertama di proses penuntasan Kasus Uchiha. Bahkan dalam kurun waktu delapan bulan, sudah ada lima anggota CEC yang mati ditembak. Dan lima-limanya selalu berposisi sebagai ketua yang menjadi juru bicara kasus di persidangan.

Sebuah dugaan mengatakan bahwa G-Parade merupakan pembunuh bayaran yang disewa mahal oleh keluarga Uchiha. Namun karena tak ada bukti, nihil kemungkinannya untuk mengungkapkankan hal itu di bagian pemberitaan.

Akibatnya Kasus Uchiha tak selesai-selesai—karena persidangan selalu diundur—dan semakin banyak anggota yang keluar dari CEC. Mereka takut. Delapan puluh persen dari keseluruhan tidak ingin mengorbankan nyawa.

Tsunade menatap langit yang bertabur awan di atasnya. Tangannya menggenggam erat sebuah ponsel.

"Sepertinya... ini jalan terakhir." Wanita berambut pirang itu menekan beberapa angka di ponselnya, lalu terdengar deringan pelan.

Pip.

'Ya. Ada apa?'

"Jiraiya... apa di sana ada Naruto?"

.

.

~zo : 1st oneshoot~

.

.

Amegawa Plateu, Sapporo.

PSFT!

Di sebuah padang rumput yang jauh dari ibu kota, suara tembakan dari senjata api berjenis sniper rifle terdengar agak redam namun kencang. Burung-burung yang semula diam di ranting pepohonan pun langsung beterbangan secara serentak.

Saat itu seorang pria berambut jabrik menjauhkan matanya dari bagian belakang senapan. Ia memasukkan peluru baru sambil menatap kakek tua di sebelahnya.

"Bagaimana?"

Jiraiya Senju—pria tua yang sedang melihat sebuah benda di ujung sana dengan teropong kecilnya—mengangguk. "Akurasimu semakin bagus."

Dirinya mendengus kesal. ia siapkan lagi dirinya untuk menembak. "Jadi belum seratus persen tepat, ya?"

"Belum. Belum pas. Mungkin jarak dua kilometer terlalu jauh untukmu."

"Heh, jangan bercanda."

PSFT!

Jiraiya memandangi sebuah botol yang berada jauh di atas potongan kayu. Saat tembakan pertama, mungkin peluru Naruto hanya sekedar mengenai permukaan tanah—selisih beberapa senti dari target. Namun kali ini peluru itu berhasil memecahkan bagian atas botol.

"Sedikit kurang tepat, tapi sudah kena."

"Aku kan memang expert dalam urusan ini." Ia menyeringai bangga.

Jiraiya mendengus sambil menggeleng pelan. Ia perhatikan anak didiknya yang saat ini hanya mengenakan celana panjang berwarna coklat—bertelanjang dada.

"Ayo pulang, Naruto. Kita sudahi latihan hari ini..."

"Oke." Pria yang sekarang bisa dipanggil Naruto itu berdiri dan kemudian membawa sebuah tas berat yang berisi senjata api. Tapi sepertinya Naruto bisa membawanya dengan mudah; cukup satu tangan. "Perlu kubereskan pecahan di sana?"

"Tidak perlu."

"Baiklah. Ayo pulang. Aku ingin makan babi panggang tangkapan kita siang tadi."

"Hm..."

Kedua pria berbeda generasi itu berjalan pelan. Tanah yang beralaskan rerumputan kering mereka injak seiring langkah. Keduanya menuju ke sebuah rumah kecil yang menjadi tempat mereka tinggal.

Kedua mata sipit Jiraiya menatap punggung Naruto yang sedang berjalan di depannya. Ia menjadi teringat sebuah permintaan yang baru saja kemarin diajukan oleh saudara jauhnya, Tsunade Senju, mengenai permasalah internal negara ini.

"Naruto..."

"Hm?"

"Apa kau rindu bertugas?"

"Bertugas? Bertugas apa? Masak, mencuci piring, mengepel, mengumpulkan kayu bakar, atau sekedar bersih-bersih rumah?" Tanyanya dengan wajah malas. Jiraiya tertawa.

"Bukan..." Ia sangat tau bahwa pria berumur dua puluh lima tahun itu paling anti kalau disuruh melakukan pekerjaan rumah tangga. "Maksudku bertugas dalam sebuah misi..."

Naruto terdiam sebentar. "Sepertinya tidak. Kenapa?"

"Aku tau kau bosan di sini."

Alis matanya bertautan. "Siapa bilang?"

"Keluarlah dan cari kehidupan di pusat kota. Mencari calon istri yang seksi, misalnya." Jiraiya menasihati. Di saat Naruto berhenti, pria yang sudah beruban itu tetap melanjutkan acara jalannya. "Kau akan menyesal apabila menghabiskan sebagian waktu hidupmu hanya untuk seorang kakek tak berguna sepertiku."

"Kau memang kakek tak berguna yang sudah berumur pendek. Karena itulah aku ingin menemanimu sampai akhir hayat hidupmu." Jawabnya santai, yang tanpa sadar membuat hati Jiraiya tertohok.

"Dasar, Namikaze. Ucapanmu mirip mediang ibumu."

Tatapan mata Naruto meredup, tapi ia masih tersenyum. "Terima kasih deh."

"Ngomong-ngomong... ada suatu hal yang mau kuomongi." Kali ini Jiraiya memutuskan dirinya terdiam di tempat. Semilir angin yang berhembus menggoyangkan kain pakaian dan juga rambutnya. "Tsunade memintaku untuk kembali mempekerjakanmu. Kupikir ada baiknya untuk menyetujuinya."

"Apa?"

"Kau diminta untuk menjadi seorang agen yang bekerja sama dengan CEC."

"CEC? Organisasi pemberantas korupsi itu?"

"Iya. Mereka membutuhkan orang untuk melindungi calon ketua CEC yang sedang diincar."

Naruto mendesah malas. "Aku tidak mau. Aku masih mau tinggal di sini. Lagi pula aku malas mengurusi anggota pemerintah negara."

"Masalahnya aku sudah mengiyakan. Aku juga bilang ke Tsunade untuk segera mengirimmu ke Tokyo."

"Apa!?" Raut wajah Naruto mendadak keras. "Hei, aku ini bukan barang! Dan kau tau sendiri kan kalau aku—!"

"Aku yakin kau mau. Masalahnya orang yang kau lindungi ini adalah seorang Hyuuga."

Naruto terbelalak. "Hyuuga?"

"Ya."

Bagaikan terhipnotis, Naruto menahan segala kalimatnya yang sudah di ujung lidah.

Ia merenung.

"Oh... 'Hyuuga', ya?"

.

.

~zo : 1st oneshoot~

.

.

CEC Directorate Building, Tokyo.

Beberapa hari terlewat, Tsunade kembali memanggil seseorang di ruangannya. Mereka hanya berdua dan sedang membicarakan sesuatu yang terlihat serius.

"Sudah berkali-kali kita mengganti ketua CEC, dan tiga di antaranya dibunuh dengan cara yang sama; tembakan di kepala..."

Tsunade mendecakkan lidah. Kedua tangannya terlipat di depan dada

"Dari kalimatku tadi... apa kau bisa menyimpulkan sesuatu, Hinata?"

Hinata duduk gemetar di bangku seberang meja. Saat ini ia sedang berada di ruangan Tsunade Senju, sang pemimpin utama CEC sekaligus penasihat organisasi. Hinata Hyuuga, si wanita berwajah manis itu tidak bisa menutupi segala kecemasannya.

"Mm... mungkin mereka menggunakan jasa pembunuh bayaran..."

Tsunade menatapnya sekilas, lalu manik hijau itu kembali memandangi jejeran foto TKP pembunuhan Mitarashi Tenten yang terjadi bulan lalu di tangannya. "Ya. Banyak yang bilang begitu."

"Apakah itu... perbuatan keluarga Uchiha?" Hinata buru-buru menambahkan dengan panik. "Sa-Saya bukan bermaksud menuduh. Hanya saja... rasanya mereka patut dicurigai, kan?"

Tsunade mengangguk.

"Kenapa kita tidak mengidentifikasi G-Parade itu?"

"Tidak ada bukti." Ia membalik foto dan menunjukkan foto-foto TKP yang kemarin. Hinata berpaling takut. "G-Parade melakukan permainannya dengan bersih tanpa meninggalkan sidik jari atau apapun. Dari yang kulihat, mereka hanya cari perhatian; menakuti semua orang dengan ancaman non-lisan. Seolah ingin memberi kesan 'jika ada yang meneruskan kasus Uchiha, maka beginilah akibatnya'..."

"Bagaimana dengan meminta organisasi lain untuk menyelidikinya lebih lanjut? Seperti—"

"Sayangnya mereka pasti menolak untuk membantu. Uchiha adalah keluarga politisi ternama di Jepang. Setengah dari keluarga intinya mengisi jabatan-jabatan tinggi. Barangkali mereka telah menyebarkan uang tutup mulut ke mana-mana."

Hinata bungkam. Suasana di ruangan Tsunade yang menjadi sunyi.

"Jadi... apa sebaiknya kita tutup kasus ini dan mengatakan kepada Jepang bahwa Fugaku Uchiha tidak bersalah?"

Hinata cepat-cepat menggeleng sampai anak rambut indigonya ikut terayun. Kedua matanya yang berkaca-kaca memandangi Tsunade.

"A-Aku tidak mau..." Ia berujar lirih. Kedua tangan wanita itu mencengkram erat lipatan roknya. "Kalau kasus ini ditutup tanpa penyelesaian yang jelas, segala penyelidikan dan juga nyawa anggota CEC yang telah berkorban menjadi sia-sia..."

Hinata kembali mengingat tekad Tenten—sahabat sekaligus mantan ketua CEC—yang ia ingin mengapus korupsi di tanah airnya ini. Setidaknya meminimalisasikan tindakan curang dari pihak pejabat negara yang sebenarnya sudah kaya.

Namun sayang tekad itu terputus begitu saja sebelum angan-angannya terwujud. Padahal tinggal sedikit lagi. Hanya perlu menunggu sidang selanjutnya, membacakan kronologi kejahatan Fugaku Uchiha sesuai dokumen dakwaan yang kemarin dan kemudian kasus ditutup setelah hakim ketua memberikan keputusan.

"Apa menurutmu... kasus ini harus tetap dilanjutkan?"

Hinata mengangkat wajahnya. "Y-Ya."

"Bagus." Sembari tersenyum, Tsunade membereskan segala mapnya di meja "Sekarang... pertanyaan terakhir; kalau kasus ini tetap dijalankan, apa kau mau menjadi ketua CEC?"

Kedua mata Hinata terbelalak. Rohnya seolah terbang saat diberi tawaran tadi.

"Bi-Bisa diulang?"

"Aku yakin kau mendengarkan." Tsunade tersenyum.

Hinata pening seketika. "Tapi b-bukannya pemilihan ketua harus berdasarkan proses—"

"Seperti yang kau tau, Hinata. Hanya ketua CEC lah yang bisa menjelaskan surat terdakwa kepada hakim di pengadilan. Dan sebagai wakil yang berpengalaman di CEC, kupikir kau adalah orang yang tepat untuk dijadikan ketua..."

Wanita itu menelan ludah dan berpaling. Keresahannya dapat terlihat jelas di wajahnya yang ayu. Hinata tau—sangat tau, malah. Menjadi ketua CEC adalah pilihan yang berat.

"Bagaimana?"

Ia menggigit permukaan bawah bibirnya, kuat.

Dia takut tapi tetap bersikeras meyakinkan diri.

Ini demi Jepang.

"Aku... bisa."

Jawabnya. Kali ini tanpa gentar—walau sedikit terkesan ragu.

Tsunade menegakkan posisi duduknya. Wanita bersurai pirang itu merasa lega karena Hinata mau menyetujui penawaran berbahayanya.

"Baiklah. Nanti akan kusiapkan sidang pengangkatan ketua CEC dulu. Setelah itu barulah kita selesaikan Kasus Uchiha."

"Mm, ya."

"Namun karena jabatanmu adalah posisi yang cukup berbahaya, aku sudah menyediakan seseorang untuk menjagamu."

"Si-Siapa?"

"Agen rahasia. Anggap saja bodyguard-mu."

Kalau Hinata bisa mengulang waktu, ia ingin menarik kalimatnya tadi. Ia lupa dan baru menyadari bahwa telah mempertaruhkan nyawanya dimulai dari detik ini.

.

.

~zo : 1st oneshoot~

.

.

Hinata's House, Tokyo.

Tok tok tok.

Hari berganti dan saat ini pintu kamar apartemen milik Hinata diketuk. Bunyinya sampai menggema beberapa kali ke ruangannya yang cukup luas dan megah. Hinata yang lagi menyirami tanaman hiasnya di balkon mendengarnya. Surai indigonya yang sengaja dikuncir ponytail itu terayun pelan saat ia menoleh.

Ia meletakkan penyiramnya di lantai balkon, mengelap tangannya dengan kain bersih dan kemudian berjalan pelan menuju pintu. "Siapa di sana?"

"Ini aku, Tsunade Senju."

Hinata terkejut. Buru-buru ia putar kunci dan membukakan pintu kamar. Di luar terlihat sosok wanita anggun dengan blazer dan rok ketatnya yang berwarna putih.

"Tsu-Tsunade-sama? Kenapa tidak memberitahuku kalau mau ke sini?"

Ia panik—apalagi saat atasannya di organisasi memasuki kamarnya. Jujur saja, Hinata belum membereskan kamar sejak tadi pagi. Karenanya ia sedikit sungkan ketika kamarnya didatangi wanita sepenting Tsunade Senju.

Tidak bisa terlalu lama membenahi perabotannya, Hinata hanya menyiapkan sebuah meja, bangku dan seteko teh darjeeling yang sudah dia hangatkan dengan pemanas listrik. Saat ia menuangkan isi teh itu ke cangkir porselen, uap hangatnya mengepul ke udara.

"Tidak perlu repot-repot..."

"Tidak. Ini tidak repot kok." Ketika ia sudah duduk, wanita berparas manis itu membuka topik pembicaraan. "Tapi ada perlu apa? Sampai Tsunade-sama datang tiba-tiba ke tempat saya?"

"Saya tidak ingin menyuruhmu datang langsung ke kantor CEC. Karena itu saya ingin menjelaskan ini secara pribadi di tempatmu..." Tsunade meletakkan beberapa map di meja bundar milik Hinata. "Ini adalah data dari bodyguard yang kemarin kami rekrut untuk menjagamu."

Hinata menahan nafas. Ia memandangi sebuah map yang berisi foto dan juga beberapa keterangan pelengkap.

"Setidaknya dari segala hal yang tertulis di sana, itu sudah cukup bisa memastikan bahwa dia adalah orang yang tepat untukmu."

Hinata membuka sebuah akte. Dia mendapati bahwa tempat tinggal orang itu berasal dari prefektur Hokkaido, Sapporo. Semoga orang pilihan Tsunade adalah orang yang bisa diajak kerja sama. Entah kenapa Hinata parno sendiri kalau memikirkan pembunuh yang mulai akan mengincar nyawanya.

"Apa sekarang... orangnya ada?"

Tsunade mengangguk pelan. Dia pun berdiri dan berjalan menuju ke luar. "Biar kupanggilkan..."

Hinata tetap terduduk di bangkunya, sementara Tsunade keluar dan kembali dengan seseorang di belakangnya. Gadis berkulit pucat itu mengangkat wajah, menatap sosok yang berada di belakang Tsunade.

Di detik itu Hinata terpaku.

Pria tersebut balas memandangnya dengan seringai tipis. Ia eratkan dulu jas hitam yang melekat di tubuhnya, dan barulah menunduk hormat. Sedetik pun Hinata tidak melepaskan pandangannya darinya.

"Perkenalkan, aku Namikaze Naruto. Bodyguard yang akan terus menjagamu, Nona..."

Hinata tak langsung menjawab. Ia utamakan menelan ludah terlebih dulu, lalu memalingkan wajahnya dari sosok pria tampan yang ada di depannya.

"Ada apa, Hyuuga?"

"A-Ah, tidak. Tidak apa." Hinata berdiri. Ia rapikan roknya yang sempat terlipat dan kemudian balas ber-ojigi. "Mohon bantuannya..."

Di sana Naruto tersenyum, pria yang memiliki tiga garis di masing-masing pipinya itu menciptakan suatu firasat ganjil di hati Hinata. Entah kenapa ada sebuah hal di dalam pria ini yang membuatnya tak nyaman. Tapi anehnya dia tidak tau apa sebabnya.

Ia sama sekali tidak mengenal pria jabrik itu, hanya saja... ia merasakan ada yang janggal.

Hinata menelan ludah.

Tatapan pria itu kepadanya...

Terlihat berbahaya dan memiliki maksud tersembunyi.

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

Zoccshan's Note

Well, oke. Saat ini aku lagi nyoba sebuah fict yang konsepnya belum kukuasai sepenuhnya. Jadi jangan heran kalo misalnya di fict ini ada tata cara atau fungsi badan organisasi yang kurang tepat (contohnya prosedur pengadilan, dll). Mohon maklum aja.

Biar mempermudah imajinasi, politisi itu orang-orang yang terlibat pada pemerintahan suatu negara. Dan karena itu bayangin aja Fugaku cs itu orang DPR, sedangkan Hinata cs itu orang KPK #dor. Intinya Hinata mau menguak lewat pengadilan bahwa Fugaku itu pejabat koruptor deh. Maaf buat yang keluarganya termasuk DPR. Ini cuma fiksi.

Fict ini murni terinspirasi dari berita-berita korupsi anggota parlemen di berita, buku pelajaran KWN dan Sejarah, serta berbagai macam film dan anime action. Semoga ngga bosenin, ya... :)/

.

.

Glosarium

[1] LAJ (Legislative Assembly of Japan): Badan parlemen Jepang yang dianggotai oleh dewan perwakilan rakyat. Mengurus pemerintahan negara.

[2] CEC (Comission Eradication of Coruption): Badan pemerintah yang menangani kasus korupsi. Dipimpin oleh Tsunade Senju.

[3] G-Parade: Nama kelompok pembunuh bayaran yang dianggotai oleh Gaara dan Sakura.

.

.

Next Chap :

"Atau jangan-jangan kau tertarik kepadanya?"

"Kau malu berduaan denganku?"

"Setelah kau dikonfirmasi menjadi ketua CEC, pertualangan akan dimulai."

"Dia akan kubunuh."

.

.

Warning

Fiksi ini murni karangan—dimulai dari nama tempat, tokoh dan badan organisasi yang disebutkan. Jadi mohon maaf jika ada kemiripan atau kesalahan yang tak sengaja tertulis di dalam sini.

.

.

Review kalian adalah semangatku :')

Mind to Review?

.

.

THANKYOU