Zi Tao P.O.V

.

.

.

Lembayung senja di sore hari itu menyinari seluruh lorong Wu's Manor.

Aku, Huang Zi Tao, tujuh belas tahun.

Tengah berada di rumah megah yang lebih layak kau sebut istana ini. Bersama dengan seorang pemuda berambut pirang berwajah dingin. Yang sekarang sedang memandangku dengan kedua mata elangnya yang menyalang sengit.

"Dengarkan baik-baik.."

Suara baritone miliknya mulai menyapa gendang telingaku.

Aku tercekat. Saat kedua binar matanya yang berwana kecokelatan tersebut kembali menatapku tajam.

"Mulai hari ini kau adalah tunanganku yang dibeli dengan uang." desisnya lirih, masih dengan suara beratnya yang khas.

"Mempertahankan satu pasangan, sebelum pesta pernikahan sebagai tanda hormat. Merupakan aturan di kerajaan kami."

Orang ini adalah Kris Wu.

Seorang putera mahkota dari sebuah negara yang seperti mimpi.

"Jadi, jangan pernah memiliki pikiran bodoh untuk melakukan pengkhianatan. Karena hal itu ada dosa yang tak akan pernah bisa termaafkan."

Aku terhenyak.

Bingung memikirkan kata-katanya barusan.

Pandangan matanya kembali menusuk kedua mataku. Membuatku seperti seorang penjahat yang tengah diinterogasi, dan siap untuk dihabisi.

Aku heran kenapa.

"Ikuti aku."

Sebuah sentakan kecil membuatku sedikit terkejut.

Aku mendongakkan kepalaku. Menatap punggung lebarnya yang kini mulai berjalan menjauh.

"Tu-tunggu, tapi bagaimana dengan pekerjaanku?" tanyaku, berusaha memanggilnya.

Namun sepertinya hal itu percuma.

Dia bahkan tak menggubrisku. Menoleh-pun tidak mau.

Dia hanya terus berjalan menjauh.

Semakin jauh dan jauh.

Dia seolah melarangku untuk mendekatinya. Dan menghindariku yang seperti hendak berusaha memilikinya.

Meskipun aku tahu, aku tak memiliki kuasa untuk melakukannya.

"Tunangan? Aku kemari hanya untuk bekerja.."

Dan semua ini berawal dari kejadian dua hari yang lalu...

.

.

.

End of Zi Tao P.O.V

.

.

.

.

.

.

Royal Fiance

based on "Roiyaru Fuianse – Royal Fiance"

.

.

Disclaimer:

The Royal Fiance © Kamon Saeko & Asuma Risai

The cast and the characters are belong to God

.

.

Cast:

Huang Zi Tao (Tao), Wu Yi Fan (Kris), slight others

.

.

Genres:

Romansu, Dorama, Hurt/Comfort

.

.

Rated:

T (for now)

.

.

Warnings:

Boys Love, Slash, BoyXBoy, Alternative Universe, Typo, Misstypo, and others

.

.

NB:

Ini fanfiction yang murni saya sadur dari manga berjudul sama, tapi bukan berarti gue jiplak karya orang ya? ;) Gue cuma make alur dan inti ceritanya gue copy paste, trus gue ganti perannya jadi KrisTao *sama aja bego!* *digampar*

Tak ada keuntungan apapun yang saya terima, selain kepuasan karena berhasil(?) membuat fanfiction ini. Jika ada nama, tempat, atau kejadian yang sama dengan fanfic-fanfic lain, abaikan wae beb. Ini epep juga keinspirasi dari manga buatan orang kok :P

Take easy bro :D

.

.

and HAPPY READING!

.

.

Selamat menikmati fanfic nista ini bersama orang yang kau sayang :*

.

.

Enjoy! ^^

.

.

.

.

.

.

Siang itu sinar sang mentari tampak menyengat kuat menyinari bumi. Cahaya yang berwarna emas terang terlihat menembus gorden sebuah kamar rumah sakit tempat bibi Zi Tao dirawat.

Wanita paruh baya itu. Huang Victoria. Tengah asyik memperhatikan sang keponakan lelakinya yang sudah ia anggap seperti putra kandungnya sendiri, Huang Zi Tao, sembari menyunggingkan sebaris senyuman manis di wajah cantiknya.

Huang Zi Tao menolehkan kepalanya sekilas.

Membalas senyuman sang bibi dengan senyuman yang tak kalah manisnya.

Jemari mungilnya yang sedang merapikan bunga Lily favorit sang bibi-pun sontak berhenti bergerak. Ia lalu mulai beranjak dari posisi berdirinya di dekat jendela kamar rumah sakit. Dan berjalan perlahan mendekati sang bibi yang terduduk di atas ranjang.

"Kudengar beberapa hari lagi operasi bibi akan dimulai." ujar bocah dengan surai sekelam malam itu. Dan menyandarkan kepalanya di dekat jemari renta Victoria. Menikmati usapan sayang sang wanita yang beberapa tahun terakhir ini telah bersedia merawatnya.

Victoria lagi-lagi tersenyum.

Kedua matanya memandang bahagia sang pemuda berparas manis itu.

Bibirnya terlihat bergerak-gerak kecil. Hendak mengatakan sesuatu kepada sang bocah.

"Apakah kau yang membayar biaya operasinya Zi Tao?" tanyanya lirih.

"Bagaimana mungkin kau bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" lanjut Victoria. Masih dengan jemarinya yang mengusap sayang helaian sutra sang pemuda.

Huang Zi Tao mendongakkan kepalanya.

Kedua matanya yang memiliki kantung bak mata panda itu mengerjap sekilas. Memandang sang bibi dengan senyuman manisnya yang lagi-lagi merekah.

"Bibi tenang saja." jawabnya mantab.

"Aku menemukan sebuah pekerjaan yang bagus. Dan bos-ku bersedia memberikan gajiku di awal. Jadi bibi jangan terlalu memikirkannya ya?"

Bocah manis itu sekali lagi menyandarkan kepalanya di ranjang tempat bibinya duduk. Kedua matanya mulai terpejam. Tapi ia tak berusaha untuk tidur.

"Tapi.." gumam Victoria. Lalu menatap kepala keponakannya itu sedikit curiga.

"Kau tidak melakukan pekerjaan yang tidak benar kan, Zi Tao?"

Deg

Pertanyaan sang bibi kontan membuat Zi Tao mengangkat kepalanya cepat. Dan memandang sang bibi dengan kedua mata pandanya yang membola lucu.

Jakun pemuda itu bergerak naik turun. Seolah ia tengah terlihat sedang meneguk ludahnya paksa.

Bola mata Zi Tao yang seindah mutiara hitam itu bergulir kesana-kemari. Berusaha menghindari tatapan sang bibi yang semakin tajam kala memandangnya.

"Well, sepertinya aku harus kembali ke sekolah bibi. Aku punya beberapa pe-er yang sangat banyak!" ujarnya sedikit tergesa.

Zi Tao kemudian dengan cepat segera mengambil tas sekolahnya. Dan berlari meninggalkan ruangan tempat sang bibi yang dirawat. Tak menghiraukan suara Victoria yang berteriak memanggil-manggil namanya.

.

.

.

.

.

Huang Zi Tao saat ini tinggal di asrama sekolahnya. Kedua orang tuanya yang tak bertanggung jawab, meninggalkan Zi Tao seorang diri, bersama dengan setumpuk hutang pada seorang lintah darat.

Beruntung di dunia ini Zi Tao masih memiliki Victoria. Adik dari sang ayah yang bersedia merawatnya, bahkan membayar semua hutang-hutang yang ditinggalkan kedua orang tuanya.

Namun sayang. Suatu hari Victoria tiba-tiba jatuh sakit. Dan menurut kata dokter, wanita tersebut harus segera menjalani operasi untuk mengangkat penyakit yang sedang dideritanya tersebut.

Di saat Zi Tao sedang kebingungan untuk mencari pekerjaan. Tiba-tiba saja ia bertemu dengan seorang kakek-kakek berkacamata, yang terlihat tengah kebingungan di pinggir jalan.

"Apakah anda baik-baik saja?"

Zi Tao menyunggingkan senyum sopan kala ia menanyai pria yang kepalanya telah beruban tersebut. Pria berkacamata itu tampak memandangi Zi Tao sejenak. Dan balas tersenyum tipis kala jemari Zi Tao mulai menggenggam lembut jemari rentanya.

"Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya Zi Tao sekali lagi. Membuat sang pria menganggukkan kepalanya.

"Aku sedang mencari alamat rumah ini." jawabnya, sembari menyerahkan selembar kertas lusuh yang sejak tadi dipegangnya. Rupanya kertas tersebut berisikan sebuah denah suatu tempat dimana Zi Tao lumayan familiar dengan tempat tersebut.

"Jika anda tidak keberatan, saya bisa mengantar anda kesana, Tuan." tawar Zi Tao dan kembali tersenyum. "Jangan khawatir Tuan, saya bukan orang yang jahat." lanjutnya.

Tanpa berpikir dua kali, pria itu kemudian menganggukkan kepalanya setuju. Dan mulai melangkahkan kakinya perlahan. Mengikuti Zi Tao yang tengah menuntunnya berjalan.

"Anak muda. Kau sudah menemaniku hingga sejauh ini. Apa kau tidak sedang dalam suatu urusan, hm?"

Sang pria berkacamata itu menanyai Zi Tao beberapa saat setelah mereka berdua berjalan.

Zi Tao sendiri hanya tersenyum manis ketika mendengar pertanyaan pria renta tadi. Ia kemudian menolehkan kepalanya. Memandang sang pria tua yang ternyata juga tengah menatapnya dengan sebuah senyuman hangat.

"Jangan khawatir, Tuan. Saya tulus menolong anda." ujar Zi Tao sembari tersenyum kembali.

"Mungkin terdengar sangat kuno. Tapi saya senang bisa membantu orang lain yang sedang terkena masalah." lanjutnya lagi.

Sebuah senyum kecil tersungging di wajah pria berkacamata itu. Sejenak, dipandanginya sosok pemuda manis yang berdiri di hadapannya tersebut sembari mengangguk-anggukkan kepalanya entah karena apa.

"Hm, kalau begitu, bolehkah aku meminta tolong padamu sekali lagi anak muda?" tanya si pria berkacamata itu lagi, sembari memandang Zi Tao penuh harap.

Zi Tao mengernyitkan dahinya bingung. Dan memandang sang pria dengan raut muka tak mengerti.

"Sebenarnya kenalanku sedang membutuhkan seorang pengurus rumah tangga. Aku akan menjamin kau akan mendapatkan bayaran yang bagus kalau kau mau bekerja padanya." lanjutnya kemudian.

Huang Zi Tao kontan termenung.

Ia menundukkan kepalanya lama. Memikirkan nasib sang bibi yang sekarang sedang tergolek lemah di rumah sakit.

Seandainya benar seperti apa yang dikatakan pria ini. Bahwa Zi Tao akan mendapatkan bayaran yang bagus. Mungkin Zi Tao bisa membantu sang bibi untuk membayar biaya rumah sakit, sekaligus operasi bagi wanita itu.

"Bagaimana anak muda?"

Zi Tao tersentak kaget.

Ia kemudian memandang kedua mata si pria dengan iris matanya yang bersinar bingung. Hampir saja ia menganggukkan kepalanya, sebelum sebaris pertanyaan terlontar dari bibir curvy miliknya.

"Eum, maaf sebelumnya. Mengenai hal tersebut, bolehkan aku mendapatkan bayaran di muka terlebih dahulu, Tuan?"

Sang pria berkacamata itu langsung menganggukkan kepalanya paham. Menyetujui permintaan Zi Tao. Sontak hal itu membuat Zi Tao hendak memekik senang. Mengingat bahwa ia akan bisa membantu biaya pengobatan bibinya.

"Terima kasih Tuan, terima kasih.." ucap Zi Tao tulus. Dan menggenggam erat jemari pria di hadapannya tersebut.

.

.

.

.

.

"Kau yakin dengan keputusanmu, Zi Tao? Kau yakin jika kakek itu bisa dipercaya? Bukankah itu sedikit terburu-buru, eoh?" seru Byun Baekhyun. Salah seorang sahabat karib Zi Tao.

Pemuda yang berwajah kekanakan saat ia sedang tersenyum itu lalu memandangi Zi Tao ragu-ragu. Sedikit tak percaya dengan keputusan yang telah diambil sahabat pandanya ini.

"Err, pertama aku memang sempat berpikir seperti itu Baekkie-hyung. Tapi aku baru saja menerima uang yang sudah dijanjikan." jawab Zi Tao pelan, seperti sedang bergumam.

Baekhyun yang saat ini tengah berjalan beriringan menuju ke kelasnya bersama Zi Tao hanya bisa terdiam. Dan memandang sang sahabat sedikit iba.

Semenjak Zi Tao ditinggalkan seorang diri di Seoul. Pemuda itu hanya memiliki bibinya yang kini sedang sakit keras. Jadi setidaknya Baekhyun tahu bagaimana perasaan Zi Tao sekarang ini.

"Jadi, kau benar-benar akan keluar dari sekolah?"

Kepala Zi Tao lalu menengok ke samping. Dimana Baekhyun kini terlihat sedang menatapnya sedih.

"Jika bukan karena bibiku. Aku tidak akan pernah bisa sekolah sampai sekarang, hyung. Itulah kenapa aku ingin sekali membantu membiayai pengobatannya di rumah sakit." balas Zi Tao lirih, dan kemudian tersenyum tipis.

Baekhyun tanpa sadar telah terisak kecil. Kedua matanya terlihat basah. Terharu saat mendengar cerita Zi Tao.

"Kau anak yang berbakti Zi Tao. Kau pantas mendapatkan gelar Panda-Man!" ujar Baekhyun sedikit terbata. Sembari mengusap kedua matanya yang bersimbah air mata.

"Apa-apaan julukan itu?" seru Zi Tao keras berpura-pura marah.

Mereka berdua kemudian terkikik kecil. Menanggapi kekonyolan yang telah mereka berdua buat sendiri.

Hingga kemudian tawa mereka sedikit demi sedikit mulai reda. Di saat sebuah mobil berjenis Rolls – Royce Phantom mewah terlihat mulai memasuki kawasan St. Blossom High School. Sekolah Zi Tao dan juga Baekhyun.

Beberapa saat setelah mobil bercat hitam mengkilat itu berhenti, keluarlah seorang pemuda jangkung berambut pirang keemasan. Lengkap dengan beberapa pria berpakaian serba hitam yang disinyalir sebagai bodyguard pemuda tadi.

Baik Zi Tao dan juga Baekhyun sama-sama tertegun memandangi kedatangan si pemuda blonde di depan mereka. Begitu juga dengan beberapa siswa yang tak sengaja berada di sana, yang menatap sang pemuda pirang itu penuh kekaguman.

Pemuda bersurai pirang itu adalah Wu Yi Fan. Atau lebih biasa disebut Kris Wu.

Dia adalah seorang Pangeran. Sang Putera Mahkota. Sekaligus calon Raja di sebuah negara yang disebut Ecuratan. Sebuah negara kecil yang mengapung di laut Mediterania sana.

Negara indah yang dikelilingi laut biru, dimana sebagian besar daratannya ditumbuhi tanaman anggur. Sehingga negara itu juga terkenal karena produksi minuman Anggur-nya yang luar biasa.

Di masa lampau. Negara Ecuratan dan Korea Selatan menjalin sebuah hubungan kekeluargaan yang sangat erat. Dan masing-masing negara sama-sama berkomitmen untuk saling membantu satu sama lain, serta menjaga perdamaian dengan sebuah janji yang telah disepakati.

Dan sekarang, Kris Wu datang untuk menimba ilmu di Korea Selatan.

"Kudengar dia akan menikah tahun ini." bisik Baekhyun lirih. Sesaat setelah sang Pangeran berlalu melewatinya dan juga Zi Tao.

Zi Tao menolehkan kepalanya, dan menatap Baekhyun kaget.

"Benarkah?" tanyanya tak percaya. Sedang Baekhyun hanya mengangguk mengiyakan.

"Walaupun dia berada di dimensi yang sama dengan kita. Tetap saja dia itu seorang Putera Mahkota. Calon Raja." dengus Baekhyun kemudian. Dan Zi Tao kemudian mengalihkan pandangannya dari Baekhyun.

Memandang sang Pangeran yang kini berjalan dengan begitu anggunnya, jauh di depan sana.

Di mata Zi Tao. Semua hal yang berada di sekeliling pemuda bernama Kris Wu itu tampak bercahaya. Terlihat mewah. Dan sangat berbanding terbalik dengan kondisinya sendiri.

Kris Wu itu, benar-benar memiliki atmosfer yang berbeda dimana hanya dirinya sendiri-lah yang memilikinya.

.

.

.

.

.

"Pangeran Kris..."

Begitu dipanggil oleh salah seorang penjaganya. Pemuda bersurai pirang yang dipanggil "Pangeran" itu-pun sontak menghentikan langkahnya.

Ia menggulirkan ekor matanya ke arah kiri. Melirik sang bodyguard yang tampak menyebalkan baginya.

"Jangan ikuti aku." perintahnya mutlak. Tak terbantahkan.

"Tapi Pangeran, kami memiliki alasan untuk melakukannya."

Kris Wu menarik nafas panjang. Lalu dihembuskannya secara perlahan.

Sang pemuda berambut keemasan itu kemudian menolehkan kepalanya sekilas. Dan menatap para bodyguard yang dibalut setelan jas hitam dengan sesungging senyum miring yang terpatri di bibirnya.

"Kalian tahu seperti apa orang yang akan menjadi tunanganku?" tanyanya kemudian. Diikuti kernyitan heran sang bodyguard.

"Tidak Pangeran." jawab si penjaga. "Setidaknya belum ada kepastian mengenai hal tersebut."

Kris sekali lagi menghela nafas panjang.

Ia lalu mengalihkan pandangan matanya ke depan. Sebelum akhirnya ia kembali bergumam lirih.

"Benar-benar tipikal kakek."

Kedua iris cokelat emasnya melayang ke atas. Memandang langit biru yang terhampar cantik menghiasi cakrawala.

Angin musim semi mulai berhembus sepoi-sepoi. Menerpa wajah tampannya yang kini terlihat sedikit tegang.

"Tidakkah kalian berpikir jika negara kita sungguh tak konsisten lagi?" tanyanya dengan suara pelan. Masih tetap dengan kedua matanya yang menatap langit.

"Keluarga kerajaan tiba-tiba saja sudah memilihkan calon pengantin untukku. Bahkan sebelum aku sempat untuk menyetujui menikah dengannya."

Angin kembali berhembus pelan. Mengoyakkan tatanan rambut sang Pangeran yang tergerai indah menghiasi kepalanya.

Para bodyguard yang masih berdiri di sana hanya terdiam dan membisu. Tak kuasa untuk menimpali kata-kata sang Putera Mahkota yang mereka jaga.

"Apa maksudnya dengan pernikahan yang seperti itu, eh?"

Kris kembali bertanya pelan. Ditemani dengan sebuah senyum tipis yang terlihat hambar.

Salah seorang bodyguard terlihat mulai melangkahkan kakinya ke depan. Berusaha mendekati sang Pangeran yang terlihat sedikit berduka kala memikirkan nasibnya saat ini.

"Pangeran..."

"Tolong tinggalkan aku sendiri." pinta Kris kemudian. Membuat sang penjaga ingin memprotesnya.

"Tapi.."

"Aku tahu besok akan menjadi hari yang mengerikan untukku. Tapi untuk saat ini. Tolong biarkan aku sendiri saja di sini."

"..."

"Hanya sepuluh menit. Aku janji."

Para penjaga mau tak mau menuruti permintaan Putera Mahkota mereka. Kedua pria berpakaian serba hitam itu kemudian membungkukkan tubuhnya sejenak, dan pamit undur diri dari hadapan sang Pangeran.

Ketika Kris telah yakin jika para bodyguard-nya telah pergi dari area atap sekolah. Ia pun kembali menengadahkan kepalanya. Kembali melihat langit yang dihiasi segumpalan awan putih.

Srakh

Tiba-tiba saja dari arah belakang Kris dikejutkan oleh sebuah suara gemerisik kecil.

Kris menolehkan kepalanya cepat. Mendapati sesosok pemuda bertubuh mungil yang memandangnya dengan mulut menganga. Kelihatan sekali jika pemuda itu terkejut dengan kehadiran Kris yang tak disangka akan berada di atas atap gedung sekolah mereka.

"P-Pangeran Wu.." sapa si pemuda itu dengan tubuh gemetar.

Sontak ia segera membungkukkan tubuhnya berulang kali. Sembari berkata "maaf" berulang-ulang, karena takut mengusik ketenangan sang Putera Mahkota.

Kris tersenyum simpul melihat kelakuan pemuda di hadapannya tersebut.

Ia kemudian berjalan mendekatinya, dan mengambil sebungkus roti yang terjatuh ke atas lantai—sepertinya Kris tahu darimana suara gemerisik tadi berasal—dan menyerahkannya pada pemuda bersurai ebony tersebut.

"Maafkan saya, Pangeran." ujar si pemuda berambut kelam. Dan membungkukkan tubuhnya sekali lagi.

"Jangan dipikirkan. Lagipula waktuku berada di sini sudah selesai. Ini makan siangmu?" tanya Kris lembut, dan kembali tersenyum memandang si pemuda raven.

Mendadak pemuda itu segera menundukkan kepalanya. Kedua matanya yang berkantung sehingga menyerupai mata panda itu menatap lantai tempatnya berpijak dengan penuh minat. Pemuda itu tak sadar jika wajahnya sudah merona merah sekarang. Sepertinya ia cukup malu menerima senyuman ramah dari sang Pangeran di depannya ini.

"Umm, ya.." ucapnya lirih.

Pemuda itu kemudian mengangkat kepalanya. Memandang tepat kedua iris cokelat Kris yang ternyata juga tengah menatap matanya dalam.

Kris tercengang. Karena ia baru pertama kali memandangi mata seindah manik milik pemuda di hadapannya ini.

"Err, saya sudah mendengar tentang berita pernikahan anda. Selamat." ujar pemuda itu kemudian. Membuat Kris langsung menatapnya sendu.

"M-maaf karena saya tiba-tiba mengucapkannya." seru sang pemuda itu cepat. Ketika ia mendapati raut wajah Kris yang terlihat tak mengenakkan.

Kris mendesah pelan. Dan memandangi pemuda itu dengan bibir yang melengkung ke bawah.

"Tapi aku belum pernah bertemu dengan pengantinku.." balas Kris kemudian. Membuat pemuda raven itu tersentak kecil.

"Be-benarkah?"

"Untuk seseorang yang akan menjadi pengganti Raja. Dia harus memenuhi syarat agar menikah dengan calon pengantin yang ditentukan oleh Raja yang terdahulu. Aku bahkan tidak pernah tahu apakah calon pengantinku kelak, seorang wanita atau laki-laki."

"La—laki-laki?"

"Jenis kelamin tidak menjadi permasalahan di negara kami."

"..."

"Tidak ada yang bisa dilakukan lagi sebenarnya. Toh aku juga hanya perlu untuk mematuhi perintah mereka."

"..."

"Tidakkah cerita tadi terdengar konyol menurutmu?" tanya Kris kemudian. Kembali memandangi pemuda di depannya yang sejak tadi terdiam.

Pemuda berambut ebony itu balas memandangnya intens, kedua mata pandanya mengerjap lucu. Membuat Kris merasa nyaman saat mata seindah black pearl itu menatapnya.

"Tapi aku akan tetap mengambil ucapan selamat darimu barusan. Terima kasih." lanjut Kris kemudian, lalu membalikkan tubuhnya hendak pergi.

"Chachakkaman yo!"

Baru beberapa langkah Kris berjalan. Pemuda raven di belakangnya itu lalu berteriak keras. Memaksanya untuk berhenti berjalan. Dan kembali membalikkan tubuhnya sekedar untuk menatap si pemuda bermata panda itu.

"Ah—umm.."

"Ya?"

"Err, anda jangan khawatir Pangeran." ucap si pemuda raven.

"Semuanya akan baik-baik saja. Untuk orang seperti anda. Mereka tentunya akan memilihkan orang yang sangat baik."

Iris golden brown Kris membulat sejenak. Ditatapnya pias manis pemuda yang tengah memandangnya itu dengan wajah haru. Baru kali ini ia bertemu dengan orang sebaik dia.

Kris kemudian menarik sudut-sudut bibirnya ke atas. Memamerkan senyuman paling menawan yang ia punya. Diulurkannya sebelah tangannya ke arah pemuda itu. Lalu diusapnya surai ebony si pemuda panda dengan pelan.

"Kau benar.." ujarnya. "Mereka pasti sudah memilihkan yang terbaik untukku."

Dan setelah itu Kris kemudian kembali melangkahkan kakinya. Meninggalkan si pemuda raven yang saat ini tengah mencoba meredam suara detak jantungnya sekuat tenaga.

.

.

.

.

.

Untuk yang kesekian kalinya, Zi Tao kembali mengelap permukaan lantai marmer yang ada di hadapannya tersebut.

Diusapnya keningnya sejenak. Menghapus buliran keringat yang membasahi wajah manisnya.

"Dengan begini pekerjaanku sudah selesai.." gumamnya kemudian, sembari tersenyum senang.

Merasa puas dengan hasil pekerjaannya sendiri.

Ia kemudian memeras kain yang ia gunakan untuk mengepel lantai tadi ke dalam sebuah ember. Lalu ia buang air yang keruh tersebut ke dalam kamar mandi milik rumah tempat ia bekerja.

Setelah berkutat dengan pekerjaannya barusan, ia lalu berbenah diri. Bersiap-siap untuk pulang.

"Tuan Huang Zi Tao?"

Zi Tao tersentak kaget saat ia baru saja keluar dari rumah tempat ia menjadi pengurus rumah tangga.

Dia membalikkan tubuhnya sejenak, mendapati seorang pria yang dibalut setelan jas mewah tengah berdiri di samping sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilat. Dan kemudian membungkuk hormat ke arahnya.

"Ya, saya sendiri. Apakah anda, pemilik rumah ini?" tanya Zi Tao pelan. Dan memandangi pria tersebut dengan raut wajah bingung.

Pria yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya pelan. Tanda bahwa dia bukan pemilik rumah tempat Zi Tao bekerja.

"Saya adalah Kim Suho." ujarnya. "Sekretaris Kerajaan Ecuratan."

Si pemuda Huang itu sontak membelalakkan kedua matanya kaget. Dan segera membungkukkan tubuhnya ketika ia tahu bahwa pria di depannya ini merupakan salah satu orang yang penting di negaranya.

"Saya datang untuk menjemput anda, Tuan. Mereka sudah menunggu anda." ujar pria bernama Suho itu lagi. Dan semakin membuat Zi Tao tak mengerti.

"Menjemputku?" tanya Zi Tao ragu.

Ia memandang pria di hadapannya itu sedikit curiga. Tapi saat melihat pakaian serta kendaraan yang dibawanya. Tak mungkin jika pria berwajah bak malaikat ini orang sembarangan.

"Iya Tuan. Sesuai dengan perintah Raja."

"Ra-Raja?"

"Benar Tuan. Dan jika anda sudah mengerti, silahkan masuk ke dalam mobil. Kita tidak punya banyak waktu sekarang."

Pria itu kemudian membuka salah satu pintu mobil mewah tersebut. Mempersilahkan Zi Tao untuk menaiki kendaraan yang terlihat mewah itu.

Zi Tao kemudian melangkah pelan sedikit ragu. Ia mengamati kendaraan beroda empat itu sedikit seksama. Karena sepertinya ia cukup mengenali mobil yang dinaikinya itu.

Di dalam mobil Zi Tao duduk tepat di samping pria tadi.

Sesekali ia melirikkan ekor matanya, dan memandang cemas pria bernama Kim Suho tersebut.

Bagaimana jika sebenarnya pria ini adalah seorang penculik? Bagaimana jika sekarang ini dia akan dibawa ke tempat pelelangan manusia?

Dan pertanyaan-pertanyaan yang diawali kata "Baagaimana" itu mulai melayang mengisi kepala Zi Tao yang ketakutan.

"Tenang saja Tuan Huang."

"Hah?"

Zi Tao tersentak kaget. Lalu memandangi pria yang mengaku sebagai Sekretaris Kerajaan itu terlihat sedang mengajaknya berbicara.

"Tenang saja Tuan Huang. Kau aman bersama kami." ujarnya pelan. Lalu menampilkan sesungging senyum tipis. Menghiasi wajah tampannya yang seperti malaikat.

Zi Tao menganggukkan kepalanya paham. "Aku mengerti. Aku hanya sedikit bingung."

Rasanya tak mungkin juga ia mencurigai pria yang kelihatannya sangat baik itu.

Sekitar setengah jam mereka berada di dalam mobil. Zi Tao dan Sekretaris Suho-pun kini tiba di sebuah rumah megah di pinggiran kota Seoul.

"Ketika di Korea Selatan, kami menggunakan tempat ini sebagai rumah pengganti." ujar Suho menjelaskan. Ketika ia mendapati ekspresi wajah pemuda di sampingnya itu mengerut.

Si bocah Huang kembali memandangnya dan rumah megah itu bergantian.

"Err, aku hanya tahu jika pekerjaanku adalah sebagai pengurus rumah tangga. Tapi apa anda yakin jika aku harus disuruh mengurus rumah ini seorang diri?" tanya Zi Tao ragu-ragu. Dan hal itu sukses membuat sang Sekretaris membelalakkan kedua matanya kaget.

"Apa maksud anda dengan pengurus rumah tangga? Saya yakin kami sudah membayar uang pertunangan anda kemarin."

Ucapan telak sang Sekretaris itu kini ganti membuat Zi Tao yang membelalak kaget. Kedua mata pandanya membola sempurna. Merasa belum mengerti dengan kata-kata Sekretaris itu barusan.

"Uang pertunangan?"

.

.

.

.

.

Benar-benar rumah yang sangat hebat..

Begitulah batin Zi Tao ketika ia mulai memasuki rumah megah tersebut. Pemuda itu mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling ruangan. Merasa takjub dengan isi seluruh rumah yang terlihat sangat mewah.

Rumah itu justru lebih pantas di sebut sebagai istana dibandingkan rumah biasa.

Tap

Tap

Tap

"Jadi akhirnya mereka benar-benar memilihmu, huh? Sampai kapan kau mau membuatku menunggu?"

Sebuah suara yang terkesan berat dan dalam tiba-tiba saja membuat Zi Tao menghentikan langkahnya. Ia menelan ludahnya secara paksa sebelum akhirnya memberanikan diri untuk membalikkan tubuhnya. Berusaha melihat siapa sosok yang berbicara dengan begitu dinginnya itu.

Dan dunia kontan seolah terasa membeku.

Ketika iris mata Zi Tao berhasil beradu pandang dengan dua bola mata berwarna cokelat keemasan milik seorang pemuda berambut pirang di belakangnya tersebut. Bumi seperti sedang berhenti berputar mengikuti porosnya.

Zi Tao membuka bibirnya kaget. Ia hendak bersuara, tapi ia terlalu terkejut dengan kehadiran sang Putera Mahkota Kris Wu yang secara tiba-tiba hadir di dekatnya.

Sedangkan Kris sendiri awalnya merasa heran ketika mendapati sosok pemuda mungil yang pernah ia temui di atas atap sekolah kemarin itu di rumahnya. Kedua matanya memang membola sedikit lebar. Tapi itu tak bertahan lama. Karena ia segera merubah pandangan matanya menjadi sengit.

"Ah, jadi anda pemilik rumah ini Pangeran. Saya sungguh tak menyangka akan bertemu anda lagi di sini. Mereka tak pernah bilang jika saya akan bekerja pada anda.."

Kris yang mendengar kata-kata Zi Tao barusan segera menarik salah satu sudut bibirnya ke atas. Memasang senyum sinis kepada si pemuda Huang. Dipandanginya sosok pemuda itu seolah sedang meremehkan. Membuat Zi Tao hanya bisa menundukkan kepalanya takut.

Pemuda bersurai pirang emas itu kemudian melangkahkan kakinya perlahan. Semakin mendekati Zi Tao yang berdiri dengan tubuh bergetar di hadapannya.

"Ketika aku mendengar jika calon tunanganku ingin mendapatkan bayaran di muka. Aku jadi penasaran orang jenis apa dia. Tapi sekarang aku sudah tahu..."

Kris lalu mengulurkan sebelah tangannya. Mengangkat dagu Zi Tao yang sedari tadi menunduk.

"...kau ternyata ingin menggodaku hanya demi uang, eh?"

Zi Tao kembali tersentak kaget.

Tak mengerti kenapa Pangeran di depannya ini tega berkata sekejam itu kepadanya.

Perlahan ia merasa kedua matanya terasa panas.

Pandangannya sedikit buram saat sebulir bening air mengalir keluar melalui pelupuk matanya. Sungguh, ia merasa begitu terhina.

"Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang anda bicarakan, Tuan. Tapi sungguh, aku tak pernah memiliki niat seperti itu."

"Tch, jangan munafik Huang. Aku sudah tahu orang seperti apa dirimu."

"Anda pasti salah paham!"

"Oh, terserah kau saja Huang. Tapi paling tidak kau harus segera berbenah dan belajar sedikit etika."

"Aku tidak mungkin memperkenalkanmu pada Ayahku dengan penampilanmu yang seperti itu."

Wajah Zi Tao kontan memerah sempurna. Sedikit marah dengan kata-kata pemuda di depannya tersebut. Kedua tangannya mengepal kuat, hingga buku jarinya memutih.

Iris hitamnya memandang kesal ke arah Kris yang kini mulai berjalan menjauhinya.

"Asal kau tahu saja Huang. Karena sekarang kau telah menjadi tunanganku, cepat atu lambat kau akan melakukan hal-hal seperti yang aku perintahkan tadi."

Huang Zi Tao kembali membelalakkan kedua iris black pearl-nya.

Jangan bercanda!

Batinnya keras. Masih belum mempercayai indera pendengarannya sendiri.

Aku tunangan Pangeran Wu?

.

.

.

.

.

To be continued...

.

.

.

.

.

(a/n):

Halo-halo, author autumnpanda kembali hadir dengan fanfic barunya :3

Rencananya sih ini bakal jadi pengganti Mr. Butler yang bentar lagi tamat. Padahal masih ada fanfic lain yang belum kelar kok ya? *ngikik kuda*

Well, iya saya tau kalo ada fanfic-fanfic lain yang terinspirasi dari komik ketje buatan Saeko-sensei featuring Asuma-sensei ini. Tapi apa daya? Pas baca manga-nya yang saya bayangin malah si om pedo en bocah panda. Jadinya hasrat untuk bikin fanfic versi KT-nya pun semakin menggoda iman saya yang rapuh :3 *duh, bahasa gue*

Well (lagi) ada yang mau kasih review nggak?

Tolong kasih pendapat, pantaskah fanfic ini dilanjut. Atau dihentikan saja sampai di sini :3 Karena seperti biasa, review dari teman-teman sekalian adalah nyawa saya untuk membuat fanfic ^^

Akhir kata, terima kasih sudah bersedia membaca.

Sampai jumpa lagi di chapter depan (^^)/ *itupun kalo ada yang mau ini epep tetep lanjut sih, lol*

.

.

.

.

.

BYEEEEEEE!