Jendral Qin's Family

Cast: Cho Kyuhyun (Kui Xian), Kim Kibum (Qin Ji Fan), Wu Yifan (Qin Yi Fan), Kim Joonmyeon (Qin Suho), Huang Zi Tao (Qin Zi Tao), Park Chanyeol (Qin Chan Lie), Kim Jongin (Qin Kai) and other

Summary: Kyuhyun hanya seorang anak SMA yang merasa hidupnya terlalu datar. Namun sebuah buku sejarah yang ia rasa begitu berbeda membawanya terdampar ke masa lalu. Dimana dirinya di masa lalu yang sekarat dan memintanya melindungi keluarga Jendral Qin, keluarga Jendral besar pada masa itu.

Genre: Adventure, Family

Rated: T

Disclaimer: Kim Kibum masih diusahakan menjadi milik ika zordick

Warning: Typos, BL, Gaje, Kolosal, Mpreg, Death chara

%ika. Zordick%

Ini adalah chapter terakhir, tidak akan ada sequel seperti biasa. Jika menginginkan sequel itu pastilah dari author lain, bukan dari ka. Akan ada death chara di sini. FF ini masih normal normal saja mengingat genrenya sebagai adventure (karena Kyuhyun yang berpetualang ke waktu lampau), FF ini jelas Mpreg dari chapter pertama sudah di tekankan karena Leeteuk hamil. Chapter ini akan menjadi chapter yang sangat panjang.

Selamat menikmati.

Last chapter

.

.

Aku telah menunggumu ribuan tahun, tidak masalah jika aku harus menunggu seribu tahun lagi hanya untukmu.

.

.

Kyuhyun berdecih, sesekali ia berdumel tidak jelas dan memaki dengan bahasa korea atau bahasa Inggris yang jelas tak ada satupun orang di sekitarnya mengetahui artinya. Ia melangkahkan kakinya cepat, menggerutu dan meninggalkan Baekhyun di belakangnya. "Maafkan aku kakak ipar tapi kau terlalu cepat" akhirnya keluhan di keluarkan Baekhyun yang sedari tadi patuh dan kesusahan mengikuti langkah Kyuhyun yang lebar.

Kyuhyun menepuk dahinya, baru teringat prihal Baekhyun di belakangnya. Ia berbalik dan ikut membantu pria cantik dengan perut membuncit itu berjalan beriringan dengannya. "Maafkan aku, aku hampir saja melupakanmu" ujar Kyuhyun menyesal.

Sejujurnya Kyuhyun cukup terganggu dengan panggilan darurat yang di beritahu oleh anak kedua keluarga Zhang yang bekerja sebagai tabib istana di tengah malam. Terkutuklah sang tabib yang baru teringat untuk memberitahunya, salahkan Lay yang memang pelupa. Ia cukup berterima kasih begitu mengetahui Kai mengandung dan pulang dari medan perang, setidaknya ini tidak ada di dalam buku sejarah bersampul birunya. Sepertinya sejarah mulai berubah.

Namun ada satu berita lagi yang membuatnya, ketika pagi pagi buta harus menjemput Bai Xian—istri Chan Lie—untuk menemui anak keempat Jendral Qin itu di penjara akibat perlakuan adik ipar kurang ajarnya. Sehun itu memang pecemburu dan parahnya mengapa ia harus menjadi anak yang begitu di cintai oleh kaisar yang idiot.

Sesampainya di depan penjara di pagi buta itu mereka di hadang oleh dua orang penjaga penjara. Kyuhyun berdecih, "Aku Kui Xian" ujarnya membuat para penjaga itu mengkerut takut ketika Kyuhyun menunjukkan tanda pengenalnya yang terbuat dari emas murni yang diberikan sang Kaisar. "Antarkan aku ke kurungan Jendral Qin Shi!" perintah Kyuhyun pada sang sipir yang cukup merasa terganggu dalam tidurnya.

"Baik tuan!" ucap sang sipir tergugup membawa kunci kuncinya.

"Jika penjara ini terbakar, kau juga ikut terpanggang di dalamnya" decih Kyuhyun yang cukup membuat sang sipir merasa ketakutan. Ia berjanji takkan pernah tertidur lagi ketika jam jaganya.

Kyuhyun dan Baekhyun di tuntun oleh sang sipir memasuki penjara, menyelusuri koridor yang kanan kirinya terkurung para penjahat. Kyuhyun heran, bukankah sangat gampang keluar dari kerengkeng bamboo yang terlihat begitu lemah ini. "Chan Lie—"Baekhyun sedikit terpekik melihat sang suami yang berada di dalam salah satu sel. Dengan pakaian tipis, mengingat pakaian perangnya sudah di buka.

Sipir penjara itu membuka rantai yang mengikat pintu kayu sel Chanyeol, Baekhyun segera menghambur ke dalamnya. Chanyeol tersenyum, memeluk tubuh mungil Baekhyun yang menangis sedih di dadanya. "Tidak apa apa, aku baik baik saja" ujar Chanyeol menenangkan Baekhyun.

Jendral tetaplah seorang Jendral, ia tetap menjaga penampilan dan karismanya meski di dalam penjara. Ia duduk bersila dengan tenang, menutup matanya dan mengistirahatkan tubuhnya meski ia tak tertidur. "Kenapa kau kemari? Kau dan sikecil bisa sakit karena kau kedinginan"

Baekhyun membuka mantelnya, memasangkannya pada Chanyeol. "Aku dan si kecil tidak akan apa apa, asalkan kau baik baik saja. Aku tak ingin kau jatuh sakit, pakailah ini!"

"Tapi—"

"Aku istrimu, Chan lie, hargailah aku untuk kali ini" dan Chanyeol menutup mulutnya. Kyuhyun tersenyum miris melihat keduanya. Dua orang yang bersatu dengan cinta tak terbalas di keduanya. Chanyeol lebih memilih patuh kali ini, membiarkan istrinya dengan telaten memakaikan mantel di tubuhnya. Ia kemudian membukakan kotak makanan yang di bawanya dan menyodorkannya pada Chanyeol. "Makanlah~" pinta Baekhyun.

Chanyeol tersenyum, mengelus lembut kepala Baekhyun. "Xie xie" ucapnya tulus dan sang istri lebih memilih mengamati Chanyeol makan dengan lahapnya.

"Terima kasih atas makanannya" Chanyeol kembali berdoa sesudah makan. Kyuhyun pikir, keluarga Qin pasti masuk surga jikalau seperti ini. Mereka selalu mengingat Tuhan, berdoa dimanapun mereka berada dan Kyuhyun pikir itu mengingatkannya pada Choi Siwon, tetangganya yang seorang eksekutif muda. Dia kemudian mengecup dahi Baekhyun, mengecup perut Baekhyun.

"Baba akan bahagia, ku harap kau juga bisa seperti itu kecil. Kau harus menjaga ibumu dan jangan nakal, mengerti" dan Kyuhyun merasakan firasat buruk di hatinya. Mengapa pemandangan ini membuat matanya memanas? "Bai Xian, ketika ia lahir nanti pastikan ia bahagia. Jagalah dia sebaik mungkin! Ajari dia menjadi orang yang membanggakan Negara ini"

Baekhyun hanya diam, ia hanya mengelus kepala Chanyeol yang membungkuk, dan berbicara pada anak mereka di dalam perutnya. "Dia akan menjadi ksatria hebat seperti kakak pertamaku, ku harap. Berilah nama 'Qin Long erl' agar dia menjadi naga emas yang membawa keberuntungan pada negri ini"

"Aku mengerti, kau harus segera pulang mengerti"

"Ya, aku akan pulang" dan senyuman itu serta kecupan di dahi yang di berikan Chanyeol pada Baekhyun di pagi itu akan selalu diingatnya seumur hidupnya.

%ika. Zordick%

"Mama~ papa~" Kyuhyun mengerang dalam mimpinya. Ia terjaga kemudian ketika mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Ia melihat ke arah jendela, sudah pagi. Setelah kepulangannya dari penjara, ia memutuskan untuk tidur kembali dan sepertinya itu ide yang buruk ketika mendapati ia memimpikan ayah dan ibunya di masa depan. Membuatnya semakin rindu.

Ayahnya yang keras, namun sangat menyayanginya. Mr. Cho yang selalu memberikan apapun keinginannya, membawa kaset video game terbaru ketika pulang kerja dari rumah sakitnya meski ayahnya akan selalu terlambat dan berakhir ia yang tertidur terlebih dahulu. Kyuhyun menyesal membenci ayahnya sebelum ini, seseorang workaholic yang selalu membiarkannya sendiri. Selalu pergi sebelum ia terbangun dan pulang sesudah ia tertidur. Ayahnya tak mencintai pasien pasien itu melebihi dirinya, ia yakin ayahnya akan sanggup menembak dirinya sendiri demi seorang Cho Kyuhyun.

Ibunya wanita yang sama keras kepalanya dengan dirinya. Bersifat kekanakan meski terkadang ia akan menunjukkan pada Kyuhyun bahwa ia bersedia meninggalkan panggungnya ketika Kyuhyun sedang sakit. Ibunya seorang penyanyi orchestra yang terkenal. Selalu menyanyi untuknya ketika ia akan tidur ketika ia masih kecil. Kyuhyun terkadang ingin marah, mendapati rumahnya yang begitu sepi tanpa ibunya. Ia rindu suara manis ibunya, ia rindu belaian ibunya sebelum ia tidur dan kini ia menyesal mengharapkan ibunya menuruti itu semua. Harusnya ia mengerti, ibunya bahkan selalu meluangkan waktu memasak untuknya di pagi buta.

Ia rindu dan ia harap ia kembali. Ia ingin memeluk keduanya dan meneriakkan betapa ia merindukan mereka. "Ma… Pa…"

Took… Took… Took…

Dan suara pintu di ketuk kembali menyadarkan Kyuhyun dari lamunan rindunya. Ia menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ia menguap sekali kemudian memakai jubahnya, karena musim ini terasa begitu dingin mengingat salju sudah turun. Ia membuka pintu, menemukan ibu mertuanya berada di depan kamarnya dengan senyum khasnya.

"Ada apa ah bu?" tanyanya sopan.

"Jendral Zhang mencarimu di depan" Kyuhyun mencoba mengingat ingat siapa gerangan Jendral Zhang. Jujur saja ia tak pernah mengingat nama pejabat pejabat istana selain yang akrab dengan keluarga Qin.

Kyuhyun mengangguk mengerti, ia mengikuti langkah ibunya ke ruang tamu mereka. Ia mendudukkan dirinya di sana dan jendral Zhang yang terlihat sedikit lebih tua dari suaminya itu tersenyum. Kyuhyun mengakui bahwa Jendral di depannya ini tampan dan berwibawa, meski wajahnya terlihat kekanakan. "Marga saya Zhang dan nama saya Dong Hai. Saya anak pertama keluarga Zhang" dia memperkenalkan diri dan Kyuhyun mengambil kesimpulan bahwa ia adalah kakak dari Zhang Yi Xing, tabib istana yang cukup menarik perhatian Tao.

"Silahkan duduk Jendral Zhang, kehormatan sekali kami di datangi oleh orang kepercayaan ratu" ucap Leeteuk dan Donghae—Jendral Zhang menurutinya. "Anda juga sebaiknya ikut bergabung bersama kami Nyonya Qin"

"Maafkan saya sebelumnya, saya hanya mengikuti titah ratu—"

"Jangan bertele tele langsung saja!" perintah Kyuhyun, hatinya mulai merasa tidak enak. Donghae berdehem, ternyata benar apa yang dikatakan oleh orang orang bahwa cenayang bukanlah orang yang terlalu sopan. Ia menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. "Jendral Qin Shi akan dihukum mati nanti siang"

Hening—

"Jendral, itu guyonan kan?"

"Aku akan menggagalkannya!" pekik Kyuhyun, bangkit dari kursinya.

"Ratu bahkan sudah bersujud di kaki putra mahkota dan kaisar untuk menggagalkan hal tersebut" Donghae berkata lugas. "Dimana Pangeran Lu Han?" Tanya Kyuhyun kemudian.

"Beliau menghilang dari istana sejak semalam"

"SIALAN!" Kyuhyun berdecih. Dia segera melangkahkan kakinya keluar. "Antarkan aku ke istana!" perintah Kyuhyun

"Anakku! CHAN LIE CHAN LIE!" Leeteuk histeris, ia menangis meraung sekuat yang ia bisa. Langkah Kyuhyun terasa berat, ia melirik para pelayan rumah yang hanya bisa diam di tempat mereka, berduka sebelum waktunya. "KENAPA KALIAN DIAM SAJA? JAGA NYONYA SELAMA AKU DI LUAR!"

.

.

"Kui Xian, apakah aku melakukan kesalahan? Kenapa eksekusi itu masih terjadi padahal Kai sudah hamil anak putra mahkota? Mengapa?" Kyuhyun bergumam tidak jelas di belakang Donghae yang masih memacu laju kudanya menuju istana. Ia memutar giok di jarinya yang menjadi satu satunya peninggalan Kui Xian sebelum kematiannya.

"Ini akan segera berakhir Kyuhyun, aku berjanji. Terima kasih" Kyuhyun tersentak, suara dirinya yang lain seolah berdengung di telinganya. Ia memejamkan mata, berusaha mendengar suara itu lebih jelas. "Ikuti saja alurnya, kita akan menemukan akhir yang berbeda. Akhir kisah ini tidak akan seburuk itu"

"Kita sampai cenayang" Kyuhyun tersentak, ia segera turun dari kuda Jendral pribadi ratu itu. Ia melangkahkan kakinya menghadap kaisar, tak memperdulikan jika sedang terjadi rapat di aula istana dengan para pejabat.

"Hangeng!" pekik Kyuhyun yang membuat seluruh manusia di ruangan itu menatapnya. Tidak mau peduli, Kyuhyun menatap kaisar dengan mata berkilat marah. "Cabut hukuman untuk Qin Chan Lie!"

"Tidak ada yang perlu di cabut" Kyuhyun menoleh, menemukan putra mahkota berwajah datar itu berkata tegas. "Seseorang yang mencintai permaisuri harus mati" sambung Sehun yang membuat tubuh Kyuhyun menegang.

Sepertinya seluruh manusia di ruangan itu sudah mengetahui kenyataannya sehingga tidak terlihat terkejut sama sekali. "Shi Xuan! Kau akan menyesal karena melakukan ini" Sehun memutar bola matanya bosan. "Kita lihat saja semampu apa aku menyesal nantinya" Sehun menjawab begitu santai.

Ia melangkahkan kakinya, melewati Kyuhyun yang berdiri di tengah aula dengan aura hitam yang menguar dari dirinya. "Apa bedanya aku dengan kau? Kau ingin membunuh Selir Kim, karena ia mengganggu suamiku kan?"

"Damn!" bisik Kyuhyun yang jelas takkan diketahui siapapun artinya di ruangan ini. Ternyata mulut sialan si siluman rubah ini tak bisa di maafkan lagi. Izinkan Kyuhyun untuk merobeknya kemudian menjadikannya makanan bebek.

"Putra mahkota! Putra mahkota!" seorang kasim terlihat berlari lari menuju aula istana. Ia segera bersujud di depan pintu istana. "SEMOGA KAISAR PANJANG UMUR DAN TETAP JAYA"

"Ada apa?" Kaisar mempersilahkan ia berdiri

Sang kasim tak berani berdiri, membuat Sehun bingung dengan salah satu orang yang melayaninya tersebut. "Ada apa sebenarnya?" Sehun masih menjaga suaranya tetap stabil meski firasat buruk menghantui hatinya.

"I—itu"

"CEPAT KATAKAN!" teriak Sehun tak sabar.

"Permaisuri menghilang dari kamarnya"

"CARI DIA SAMPAI KETEMU ATAU KU PENGGAL KAU!" auman Sehun menggelengar ke seluruh aula istana. Sang ayah bahkan segera menitahkan untuk segera menemukan menantunya.

%ika. Zordick%

Miris—

Kai melangkahkan kakinya tak memperdulikan denyut di kepalanya. Ia beruntung bisa menyeludup dengan menggunakan tumpukan bahan pangan yang di bawa oleh beberapa pengawal untuk di distribusikan ke pasar dari istana. Ia berjalan sempoyongan dan ia beruntung tak ada yang mengenalinya dengan jubah yang sengaja ia pakai untuk menutupi kepalanya.

"Bagaimana bisa kau tega memenjarakan shi ge, Shi Xuan?" jerit Kai dalam hatinya.

Suara cemooh rakyat mulai terdengar, menggelegar di sekitar jalanan. Kai mempercepat langkahnya, melihat apa yang sebenarnya terjadi. "MATI SAJA KAU!" teriakan it uterus terlontar.

"KAU MENCINTAI ADIKMU SENDIRI BANGSAT!"

"APA KAU ITU MANUSIA?"

Kai menerobos keramaian, melihat sebuah kerengkeng di atas sebuah kereta kuda. Ia bisa melihat dengan jelas seseorang di dalam sana. Masih duduk bersila dengan tenang meski orang orang melemparinya dengan batu, telur busuk atau sesuatu yang lain untuk menunjukkan ketidak senangan mereka atas sosok itu.

Mencelos—

Adik mana yang tidak sakit hatinya melihat sang kakak yang di caci maki dan terluka di dalam kerengkeng kayu dengan tangan serta kaki di rantai. Ia menutup mulutnya, menahan isakkan dari bibirnya. Ia membiarkan air mata mengalir dari pelupuk matanya. "Shi ge~" bisik Kai pada angin.

Sepertinya angin sangat baik, Chanyeol membuka matanya dan menemukan Kai berdiri di tengah kerumunan orang. Lelaki itu masih dengan senyuman bodohnya, mengangkat tangannya dan memberi isyarat 'pulanglah' untuk Kai membuat air mata itu bertambah deras jatuh di pipinya.

"Tidak! Tidak!" Kai menggeleng keras. "TIDAKKK! SHI GEEE!" pekik Kai berlari mengejar kereta kuda yang di kelilingi oleh pengawal penjara itu. "SHI GE! SHI GE!" teriakan Kai membuat Chanyeol tertegun, di matanya ia melihat wujud Kai yang masih kecil. Mengejarnya dengan air mata yang terus mengalir sama seperti saat ini.

"SHI GEE! JANGAN PERGI SHI GE!" teriak Kai kecil mengejar sang kakak. Chanyeol memang harus pergi menemani ibu mereka mengunjungi sang nenek yang sedang sakit. Chanyeol hanya melihat kebelakang, tidak tega sebenarnya tapi ia bisa tenang karena saudara saudaranya yang lain selain kakak sulungnya yang juga ikut menemani sang ibu akan menjaga Kai.

BRUUUKK—

Suara jatuh Kai membuat Chanyeol menghentikan langkahnya. Ia melepas genggaman tangan sang ibu dan berlari ke belakang. Ia tak memperdulikan kata kata Kris yang menyuruh Kai untuk berdiri sendiri, ia mengulurkan tangannya, membiarkan adiknya itu selalu manja padanya. "Kau tidak apa apa Liu di?" dan semua orang di sana menghela nafas. Kai dan Chanyeol memang sangat susah untuk di pisahkan.

Suho mengambil alih barang bawaan Chanyeol. "Biar aku saja yang menggantikan Shi di" ujar Suho mengikuti langkah ibu mereka. Kai tersenyum lebar membuat Chanyeol ikut tersenyum. Kai memang paling baik jika tersenyum.

Tapi saat ini ia tak bisa berbalik. Ia hanya bisa melihat. "SHI GEE!" raungan Kai terdengar, seluruh rakyat yang di sana mulai berbisik bisik, menduga duga benarkah seseorang yang di hadapan mereka adalah anak keenam keluarga Qin—permaisuri sang putra mahkota.

BRUUUUKKK—

Kai terjatuh, membuat Chanyeol menggenggam kayu kerengkeng yang memenjarakannya. "Shi ge! Shi ge!" Kai bangkit kembali, membuat Chanyeol semakin yakin Kai tak membutuhkannya seperti dulu.

BRRUUUUKK—

Kembali Kai terjatuh. "JANGAN MEMBAWA GEGEKU! BERHENTI!" teriak Kai dan ia merasakan kakinya melemas. Ia tak bisa bangkit lagi. "LIU DI! LIU DI! BERHENTI! AKU BILANG BERHENTI!" teriak Chanyeol mengguncang kerengkengnya. Namun tak ada satupun yang mendengarnya.

Hingga, kereta yang membawanya itu menghilang dari pandangan Chanyeol. Membuat matanya mengabur karena air mata. "Kau bisa berdiri?" seseorang yang tak di kenal Kai mengulurkan tangan padanya.

"Aku Hezai, margaku Li. Pengawal pribadi ratu" Kai hanya bisa menangis. "Tolong aku bertemu Shi ge, kumohon"

Hezai—Hyukjae tak menjawab. Ia memilik berjongkok membelakangi Kai. "Naiklah permaisuri!" pintanya dan Kai meraih pundak lelaki kurus itu, namun terlihat begitu kokoh.

"MANA HORMAT KALIAN PADA PERMAISURI?" Teriak Hyukjae, mengingatkan pada rakyat bahwa betapa bodohnya mereka tak menolong permaisuri yang agung untuk berdiri.

Seluruh rakyat langsung menyujudkan diri mereka di hadapan permaisuri yang selalu mereka puja. Kehebatannya di medan perang, keanggunannya, keceriaannya dan keindahannya ketika bersanding dengan putra mahkota mereka. "Ini pertama kalinya aku merasa kecewa" Kai menghapus air matanya.

"Dan aku tak menyangka aku kecewa pada rakyatku yang bahkan mengolok seseorang yang sedarah denganku" orang orang yang berjumlah banyak itu merasakan penyesalan di hati mereka. Rasa cinta mereka pada sang permaisuri memang membuat mereka begitu patuh.

"Jangan pernah anggap aku permaisuri kalian! Aku adalah Qin Kai, anak ke enam jendral besar Qin Kangin. Aku tak membutuhkan nama permaisuri jika aku harus kecewa pada rakyatku" ketika Kai sudah merasa nyaman di punggung Hyukjae ia memeluk bahu itu. Hyukjae terkekeh, "Kalian sama bodohnya dengan kaisar serta putra mahkota kalian itu" olok Hyukjae—seorang yang terkenal sebagai seseorang yang mengucapkan apapun dihatinya dan tak pernah di penggal karena sang ratu yang begitu menyayanginya.

Hyukjae berlari secepat yang ia bisa. Ratu meminta padanya untuk membiarkan permaisuri merasakan, apa sebenarnya 'seorang ratu'.

.

.

"QIN CHAN LIE, ATAS KELANCANGANMU MENCINTAI PERMAISURI PUTRA MAHKOTA YANG MERUPAKAN ADIKMU SENDIRI. DENGAN INI ATAS IZIN LANGIT DAN ATAS PERINTAH KAISAR, AKU MENJATUHKAN HUKUMAN PADAMU BERUPA EKSEKUSI MATI!" teriak hakim menjatuhkan kayu yang terdapat lambang 'mati' di permukaannya tepat ke depan Chanyeol yang berlutut di depan mejanya.

Baekhyun, ia mengelus perutnya lembut. Meneteskan air matanya dalam diam, ia sakit. Ia ingin membuat anaknya melihatnya, melihat betapa hukum begitu tidak adil pada ayahnya. Mengapa orang baik yang harus mati dan menjadi korban kebobrokan pemerintahan? Mengapa harus Chanyeol yang selalu berkorban yang harus menyerahkan nyawanya saat ini.

Baekhyun bertanya, dan apakah Tuhan akan menjawabnya? Dan ia rasa Tuhan bisu, tidak akan ada jawaban yang ia dengar. Ia tahu, semua akan di jawab Tuhan dengan cara yang berbeda. Biarkan ia tanamkan pada anaknya kelak, sesuatu yang ia sebut dengan "kejujuran dan keberanian".

Salju turun, Baekhyun menengadahkan wajahnya ke langit. "Tuhan, biarkan suamiku tak merasakan sakit ketika kau cabut nyawanya" permintaan sederhana yang manis. Baekhyun bukan siapa siapa untuk meminta orang yang begitu ia cintai untuk tetap hidup. Ia hanya seorang pelacur yang diangkat derajatnya, bukan putri bangsawan yang berkedudukan.

GREBB—

"Menangislah sayang, tidak apa!" pertahanan Baekhyun jatuh ketika mendengar suara itu. Seseorang yang menolak keberadaannya yang kini memeluknya dengan erat, berusaha melindungi tubuhnya dari dingin. "Ah bu di sini, tidak apa" bagaikan seorang ibu kandung, Baekhyun mengerti mengapa Chanyeol tumbuh begitu baik. Ia memiliki ibu sebaik ini, Qin Li Te ada di sana, terlihat begitu tegar.

"UCAPKAN KATA TERAKHIRMU PECUNDANG!" kembali hakim berbicara.

Chanyeol menatap mangkuk penuh racun di hadapannya, ia bertanya Tanya apakah kematian akan begitu sakit nantinya. Sedih sekali begitu menyadari kau akan mati dengan racun bukan di medan perang dengan gagak berani. Pecundang ya? Chanyeol terkekeh mendengarnya. Benar! Ia pecundang, ia bukan pahlawan yang berjuang untuk Han, dia hanya pecundang yang mencintai adiknya sendiri.

"SHI GEEE!" bahkan ketika akan matipun Chanyeol masih melihatnya. Masih mencintainya sedalam yang ia bisa. Tidak berubah sedikitpun. Chanyeol melihat pantulan dirinya di air racun tersebut, wajahnya terlihat sendu. Ia menarik kedua sudut bibirnya menunjukkan senyuman yang begitu menawan. Ia kemudian mendongakkan wajahnya, hanya Kai yang sungguh ada di matanya sekarang. Berlari ke arahnya.

"Ucapan terakhirku ya?" suara beratnya terdengar dan setetes air mata Chanyeol jatuh ke mangkuk racun beriringan dengan salju dari langit. "Aku akan bahagia, aku sungguh akan bahagia" dan tanpa ragu dia meneguk racun itu.

"JANGAN!" teriak Kai. Ia turun dari gendongan Hyukjae. Berlari dengan kakinya sendiri menggapai panggung eksekusi. "PERMAISURI TIBA!" teriak Hyukjae membuat semuanya yang menyaksikan eksekusi itu berlutut.

"Shi ge! Kumohon, muntahkan! Muntahkan!" Kai tak memperdulikan yang lain, dia mengguncang tubuh Chanyeol. "Aku akan bahagia" ucap Chanyeol masih dengan senyum di bibirnya ketika tubuhnya ambruk di panggung eksekusi. "Ge~ kumohon!"

"Uhuk!" Chanyeol menyemburkan darah dari mulutnya tepat mengenai wajah Kai. "Jangan tinggalkan aku! Jangan!" Kai masih betah mengguncang tubuh Chanyeol. Chanyeol meraih telapak tangan Kai, menuntunnya ke dadanya. Membiarkan Kai merasakan jantungnya yang masih berdetak. "Sampai akhirpun hanya wajahmu yang kulihat, Kai. Aku bahagia~" Chanyeol menutup matanya, melipat tangannya di perutnya dengan diantara telapak tangan kiri dan kanannya ada tangan Kai yang hangat.

"Ge~" rengek Kai.

Dan Kai merasakannya, detak jantung itu hilang. Deru nafas Chanyeol tak terdengar lagi. Kakak keempatnya telah meninggalkannya untuk selamanya. "Permaisuri"

"NAMAKU QIN KAI! BUKAN PERMAISURI" pekik Kai. Ia memeluk Chanyeol. "Bagaimana mungkin kalian tega membunuh kakakku, bukankah dia kakak permaisuri? Dia adalah seseorang yang menjadi saksi pertumbuhanku hingga sebesar ini. Bagaimana bisa?"

Leeteuk yang mendengar itu meneteskan air matanya. Runtuh sudah pertahanannya, ia pikir ia akan kuat. "BAGAIMANA MUNGKIN KALIAN MEMBIARKAN KAKAKKU MEMINUM RACUN BODOH ITU?" teriak Kai dan sebuah tubuh memerangkapnya dari belakang, mendekapnya. "Aku mencintaimu dan kau membunuh gegeku, bagaimana bisa Shi Xuan?" Kai kehabisan tenaganya. Segalanya menjadi gelap.

%ika. Zordick%

"Konnichiwa, Kui Xian—san" Kyuhyun memijit pelipisnya. Ia lelah menangis. Kenangan tentang Chanyeol seolah menghantuinya. Ia membuka pintu dan ia menemukan sosok yang asing di matanya. Seorang lelaki bertubuh mungil dengan bola matanya yang besar, berpakaian ala Jepang. "Namaku Dio, aku anak kedua dari Kaisar Shogun"

Kyuhyun terbata, yang benar saja ia bertemu dengan orang hebat sekarang. "Aku minta maaf jika mengganggu kalian yang sedang berduka namun ada yang ingin ku sampaikan"

"Silahkan, duduklah!" ujar Kyuhyun dan Dio mengikutinya. Mereka duduk berhadapan dengan meja bundar diantara keduanya. Dio menggelar sebuah gulungan yang dibawanya yang ternyata sebuah peta di meja tersebut. "Mereka berada di sini" Dio menunjuk sebuah tempat di peta.

Kyuhyun menaikkan sebelah alisnya, ia tahu itu kota yang di rebutkan oleh Han dengan Mongol sekarang. "Lalu apa masalahnya, mereka akan menang"

"Tentu, mereka akan menang atau sengaja di biarkan menang"

Hening—

Otak cerdas Kyuhyun tengah memproses apa yang sebenarnya yang hendak di sampaikan oleh seseorang yang di sebut lambang kemenangan Jepang itu. "Maksudmu?" dan mata Kyuhyun terbelalak ketika melihat sebuah kota yang di tunjuk Dio selanjutnya. "Ini adalah kota yang berikutnya mereka rebut"

"Demi Tuhan, mengapa aku tak menyadarinya. Cheng Min!"

"Benar, Cheng Min bukan sembarang jendral. Dia adalah Jendral muda yang memiliki jabatan Jendral tertinggi dari Mongol. Ia sungguh akan merebut Han demi raja yang sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri itu"

"Kenapa kau memberi tahuku?" Kyuhyun menatap kedalam mata Dio. Lelaki itu tersenyum, "Aku tertarik dengan anak ke tiga jendral Qin, dan kuharap dia selamat. Karena aku tahu, kaisar Han tidak akan memberikan pasukan pendukung pada Jendral Qin"

Kyuhyun tidak habis pikir. Ini terlalu cepat, keluarga Qin tidak akan selesai pada peperangan ini. Tapi, beberapa telah berubah dan kemungkinan itu pasti ada. Dia akan menyelamatkan apa yang bisa ia selamatkan. "Boleh aku meminta sesuatu padamu dan aku akan memberitahukan masa depan Jepang sedikit padamu"

Dio menaikkan sebelah alisnya. "Tergantung?"

"Jepang akan menjadi Negara yang sangat maju, tradisi hara-kiri membuat kalian menjadi begitu kuat. Kalian akan menjadi Negara yang menguasai separuh dunia"

"Benarkah itu?"

"Itulah kenyataannya" ujar Kyuhyun dan Dio mengangguk setelahnya. "Katakanlah permohonanmu!"

Kyuhyun bangkit dari tempat duduknya. Ia membawa Baekhyun bersamanya. "Bawalah dia bersamamu, besarkan anaknya dan latihlah berperang seperti ayahnya. Dia adalah keponakan dari seseorang yang membuatmu tertarik" Dio mengangguk. Ia rasa itu tidak terlalu sulit. "Permohonan dari langit jika dikabulkan akan membuahkan keberuntungan"

Senyuman tipis terlihat di bibir Kyuhyun ketika melihat Baekhyun dan Dio sudah berlalu dari hadapannya. Sekarang dia menghela nafasnya. Dia melangkahkan kakinya keluar kediaman Qin. "Bisakah kau membawaku ke Guo San?" tanyanya pada seseorang yang membersihkan kuda di rumahnya. Lelaki itu mengangguk.

"Bawa aku sekarang!"

%ika. Zordick%

Bagaikan mayat hidup, Kai hanya bisa terus menangis dalam diam. Ia bahkan tak memperdulikan Leeteuk yang kini tengah mengelus rambutnya. "Ah bu" Kai akhirnya berbicara

"Hmm"

Sehun yang berdiri tak jauh dari sana tak berani mendekat. Kai selalu histeris dan mengancam membunuhnya ketika ia mendekat dengan sosok malaikatnya itu. "Jika baba membunuh salah satu dari kami, apakah kau akan memaafkannya dan tetap mencintainya?"

Hening—

Leeteuk menghentikan gerakan tangannya. Pertanyaan itu begitu sulit, ia tak bisa menjawabnya namun anaknya yang begitu muda sedang mengalaminya sekarang. Sehun tertohok mendengarnya, ia sungguh melakukan kesalahan yang begitu fatal. "Jika kau membenci baba maka izinkanlah aku membunuh Shi Xuan sekarang, dan kemudian biarkan aku membunuh diriku sendiri"

"Kai, dengarkan ahbu. Kau adalah permaisuri, ratu Han di masa depan. Kau tidak boleh membenci suamimu. Kau harus tetap mencintainya, berkorban demi Han" Kai tersenyum samar, senyuman yang begitu miris. "Ah bu adalah ibu namun ibu tak membenci suamimu. Jadi kau juga tak boleh membencinya"

"Begitu ya" Kai seolah tak peduli. "Panggilkan Li Hezai!" perintah Kai yang membuat seorang pengawal pribadi ratu memasuki ruangannya. "Perkenalkan Kai, ini adalah Dong Hai. Dia mengantarkan seseorang yang kebetulan sangat ingin bertemu denganmu dari tadi pagi" ujar Hyukjae membiarkan rekan kerjanya dari keluarga Zhang itu memasuki kamar Kai. Sehun tak bisa protes, ia tak ingin melihat tangis di wajah Kai lagi.

"Siapa yang ingin bertemu denganku, Zhang Dong Hai?"

"Seseorang yang bernama Amber Josephine, pedagang dari Eropa"

Kai mempersilahkan, ia hanya ingin menikmati perannya sebagai seorang calon ratu. Boneka yang di tugaskan untuk melahirkan anak yang kelak menjadi kaisar. Seseorang yang harus selalu menelan kekecewaan tanpa bisa protes. Kai cukup terpaku melihat seseorang yang seperti pria memasuki kamarnya tersebut.

"Ada apa kau ingin menemuiku?"

Dia mengeluarkan sebuah surat dari sakunya. "Saya teman Song Qian di Eropa" dia memperkenalkan diri. "Nama saya Amber Josephine, yang mulia"

"Ah bu kau dengar, Song Qian akhirnya memiliki kabar!" senyuman kembali di wajah Kai. Ia cepat membuka surat Song Qian. "Dia berpesan untuk segera menyampaikan surat itu pada salah satu saudaranya. Ia mengatakan bahwa saudaranya seorang permaisuri dan ia bangga akan itu. Dan ia menceritakan betapa saling menyayangi kalian sebagai keluarga yang jujur membuat saya iri"

Kai cepat membaca deretan kalimat di surat tersebut. Ekspresinya bahagianya berubah menjadi kelam sepanjang ia membaca tulisan tersebut. "Kenapa ini harus terjadi pada keluarga kita?" Kai bertanya pada ibunya.

Baba, Ah bu dan saudara saudaraku tercinta.

Apa kabar kalian? Aku harap kalian baik baik saja. Jangan cemaskan aku! Aku tahu aku memang selalu membuat kalian merindu. Percayalah, ketika surat ini sampai di tangan kalian aku sudah tidak memiliki masalah apapun. Jadi jangan pikirkan aku lagi, aku sungguh bahagia di sini.

Maafkan aku karena tidak bisa melahirkan cucu yang sehat untuk ah bu dan baba. Maafkan aku tak bisa melahirkan keponakan untuk kalian para saudaraku. Aku kehilangannya. Anakku meninggalkanku. Suamiku tidak pernah memiliki hati untukku, ia mencintai istri pertamanya sangat dalam hingga tak sengaja membunuh anaknya sendiri. Maafkan dia, aku memohon untuk dia juga.

Aku tak bisa bertahan, maafkan aku. Sungguh, ini sangat berat. Aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Karena sejauh apa aku berusaha, anakku takkan dapat kembali dan ayahnya takkan pernah menginginkan keberadaanku. Namun aku tak pernah berpikir dia adalah musibah. Anak itu segalanya buatku seperti kalian. Ketika aku menapakkan kakiku di Eropa, aku sudah siap kehilangan kalian demi anakku dan ketika aku kehilangan anakku, aku kehilangan segala galanya. Qin Qian tidak berguna. Qin Qian anak durhaka dan pantas mati. Jadi biarkanlah aku berakhir. Aku mencintai kalian, tanpa terkecuali.

Qin Qian

Bidadari kecil kalian yang terlalu cepat dewasa

"Amber"

"Dia meninggal tepat satu hari setelah menyerahkan surat itu padaku, yang mulia. Maafkan hamba. Karena dia sahabat hamba meski kami berkenalan secara singkat, hamba berusaha mengantarkan surat itu meski begitu terlambat. Mayatnya telah ku makamkan dengan layak di sana"

"Terima kasih" Leeteuk membungkuk dalam pada Amber membuat gadis itu salah tingkah. Donghae memberikan isyarat agar mereka segera keluar. "Sama sama nyonya, tetaplah tegar! Saya permisi" ujar Amber mengikuti langkah Donghae keluar dari kamar tersebut.

Sehun jelas mendengarnya dari tempat ia berdiri. Ia menatap pada Kai, istrinya itu bahkan tak menangis. Sepertinya lelaki itu sudah sangat lelah meneteskan air mata dan meraung seperti orang gila. Leeteuk kembali pingsan dan Hyukjae segera menggendong Leeteuk. Membawa sang Nyonya besar yang baru saja kehilangan satu anaknya lagi ke kamar lain untuk di periksa tabib.

"Kai, kau baik baik saja?" Sehun tak tahu apa yang harus ia katakan.

"Tidak usah mendekat, aku ingin tidur sebentar" ujarnya.

%ika. Zordick%

Suara genderang perang saling bertabung, sahut menyahut dan membakar semangat para pejuang Han. Mereka baru saja memanangkan kota Sheng Zi seminggu yang lalu dan kini mereka siap menerjang kota Meng Tien yang merupakan kota dengan pertahanan terbaik di Mongol. "Aku heran kenapa Shi di tidak menyusul kita ke mari?" Tanya Suho pada Kris yang kini menenangkan hatinya di dalam tenda perang khusus para Jendral.

"Dia mungkin sedang menenangkan istrinya, mereka adalah pengantin baru wajar jika dia menemani istrinya dahulu" sahut Tao mengelap tombak besarnya dengan kain.

"Tapi sepertinya Da ge tidak pernah memikirkan Kui Xian ge ketika mereka masih pengantin baru" mencoba menyindir sang kakak pertama yang tengah memasang sarung tangan di tangannya.

"Dari pada kalian membahas itu sebaiknya persiapkan diri kalian untuk menembus tembok Meng Tien" peringat Kibum. Ia memang tidak terlalu suka jika adik adiknya kehilangan konsentrasi dalam perang. Ia tak ingin satupun dari pasukannya terluka termasuk adik adiknya.

"Bersiaplah beberapa menit kemudian kita akan berangkat!" ujar Kris, mendadak membuka matanya. Ia terlihat gelisah.

"Kau kenapa Er ge?" Tao merasakan sedikit keanehan.

"Aku bermimpi buruk, Shi di menyuruhku untuk tidak menyerang Meng Tien"

"Kurasa dia sedang berusaha mengirim telepati agar kita tidak meninggalkannya untuk menghabisi prajurit prajurit Mongol" Suho terkekeh. Ia siap dengan pedang kembar di kedua belah tangannya.

"Anak anak! Kita berangkat!" dan suara Kangin membuat mereka segera bergegas melanjutkan tugas mereka.

.

.

"Khu khu khu" suara tawa aneh terdengar dari seorang pria dengan potongan rambut cepak dengan pakai perang yang terkesan nyetrik yang kini duduk di sebuah karpet bulu serigala di lantai gedung pemerintahan kota Meng Tien. "Lihat, si angkuh Cheng Min meminta pertolongan kita saudara saudaraku"

Kata katanya terdengar begitu mengejek, ia melirik pada keenam saudaranya yang lain, yang tidak sedarah dengannya namun bernasib sama dengannya. Para penggila perang yang dengan kebijaksanaan raja Mongol memberikan mereka kota Meng Tien sebagai hadiah agar mereka tidak berbalik dan menyerang istana.

"Kalau begitu bantu saja dia" yang paling tua menyahut. Membuat si rambut cepak memajukan mulutnya, si sulung memang terlalu baik padahal ia ingin lebih banyak bermain. "Berikan kami masing masing sepuluh ribu pasukan, kami akan memastikan mereka mati sesuai dengan keinginan kalian" sahut seseorang yang lain yang memang tidak menyukai basa basi.

"Bersabarlah Kwon ge, kau sangat tidak menyenangkan" si rambut cepak—Zaiko berdecih. "Aku akan melakukan apa yang kalian minta, oleh karenanya pinjamkan Mongol kekuatan kalian"

"Kau sudah mengeluarkan semua rakyat dari Meng Tien?" Zaiko bertanya pada seseorang yang tampan yang menggunakan jubah putih yang membalut tubuh idealnya. "Sudah semua" jawabnya santai.

"Kalau begitu kita akan mulai pestanya, ikuti seperti yang di katakan Jendral Ye"

%ika. Zordick%

"MEREKA BENAR BENAR BERBAHAYA BABA" Suho melaporkan kekuatan musuh yang tengah mereka lawan. Musuh yang cukup merepotkan, namun tak punya reputasi sama sekali di medan pertempuran. "Pasukan kita banyak yang terluka, kita harus mundur terlebih dahulu dan meminta bantuan pasukan. Jumlah dan kekuatan mereka bukan main main" ucap Suho mencoba meminta perintah selanjutnya dari ayah mereka.

"MUNDUR!" itulah keputusan akhir Kangin ketika melihat prajurit prajuritnya yang sungguh sudah tak berdaya melawan musuh musuh mereka dan serangan dari dalam tembok pertahanan kota Meng Tien.

"MUNDUUURRR!" dan teriakan itu saling sahut menyahut untuk memanggil para prajurit yang masih bertahan untuk melangkah kaki mereka ke belakang. Namun gerbang kota Meng Tien yang besar terbuka menunjukkan wajah seseorang yang mungkin tampak asing di mata para Han. Potongan rambutnya yang cepak dan senyuman aneh di bibirnya. Ia menaiki seekor kuda hitam dan diseluruh tubuhnya terdapat senjata yang siap ia gunakan untuk melawan musuh.

"JANGAN BIARKAN MEREKA MUNDUR!" teriaknya. Kangin sangat yakin bahwa seseorang yang begitu muda yang tengah menaiki kuda itu bukanlah orang biasa, ia sepertinya seusia dengan Tao. Sangat muda untuk memegang begitu banyak pasukan. Bisa dikatakan ialah jendral besar di sini.

"NAMAKU ZAIKO! TIDAK MEMPUNYAI MARGA, PEMIMPIN KOTA MENG TIEN. KALIAN TAKKAN KUBIARKAN HIDUP! SATU PUN!" teriak Zaiko seperti setan, membuat genderang perang dari tembok pertahanan kota semakin terdengar memekakkan telinga. Dia melajukan kudanya, derap langkah kuda yang semakin mendekati salah satu Jendral Qin yang dengan siap menghadangnya.

"LAWAN AKU HAN KEPARAT!" dia tak memperdulikan orang lain, terus melaju hingga pedangnya beradu dengan tombak milik Tao. Dia tertawa keras kemudian—persis seperti orang gila namun membuat Tao kewalahan karena tenaganya yang sungguh tak main main. "Apa kau Qin Kai?" tanyanya saat dia berhasil mempersempit jarak dirinya dengan Tao.

"Dia adikku!"

"Berarti aku salah orang, aku tidak butuh kau!" dengan santainya ia mengeluarkan pedang lain dari belakang pungungnya, menyayat bagian depan perut Tao menembus pakaian perangnya.

"Wu di!" Kris menyambut tubuh Tao yang jatuh dari kudanya. "Ini sakit ge~" ringis Tao, memegangi lukanya yang lebar. Kris membiarkan Tao bersandar di punggungnya. Ia menatap dalam lelaki yang ada di hadapannya itu. "Aku tidak yakin kau adalah Kai, kau terlalu tua untuk menjadi dia" Zaiko tertawa kembali, ia menjilat darah Tao di pedangnya.

"Jadi apa yang kau inginkan dari Kai?"

"Aku ingin melihat permaisuri tangguh, akan kupastikan dia bercinta denganku" tertawa lagi, cukup membuat Kris kesal mendengar ucapannya yang terkesan menurunkan drajat sang adik. Beruntung Kai sudah kembali ke ibukota dan tak berada di sini. "Kau—"

"MUNDURRRR!"

"Kita di kepung!"

Kris berdecak, ia takkan bisa bertarung dengan kondisi seperti ini. Seseorang bernama Zaiko itu menjatuhkan pedangnya. "Aku tidak ingin membunuhmu, kau kurang menarik" meremehkan.

"MASUK KE KOTA MENG TIEN!" perintah Jendral besar Qin kembali terdengar dan Kibum tepat memotong diantara Kris dan Zaiko. Membuat Zaiko menyeringgai puas melihat seseorang yang begitu tangguh yang kini menodongkan pedang ke tenggorokannya. "Bawa Wu di ke dalam kota! Aku akan menghabisinya!"

Zaiko menjatuhkan dirinya dari kuda, menyambar pedang yang tadi di buangnya lalu melempar Kibum. "Wo Hooo! Reflek yang bagus" dia memuji pada Kibum yang bisa menghindar.

"MUNDUR QIN YI!" teriakan Kangin membuat Kibum memilih memutar kudanya dan meninggalkan Zaiko yang berguling di tanah. "Dia bagianku, walaupun itu kau, aku tidak akan memberikannya" Changmin mengulurkan tangannya. Zaiko tertawa, "Urusan pribadi akan membuatmu lemah, Jendral" ia menyambut uluran tangan itu. Ia mendudukkan dirinya, bersila santai sambil memeluk pedangnya.

"BENTUK FORMASI!" perintahnya dan seluruh kota Meng Tien terkepung sempurna.

%ika. Zordick%

"Wu di wu di!" Kibum memanggil Tao, tak membiarkan adiknya itu kehilangan kesadarannya sedikitpun. Akan menjadi masalah besar jika sampai Tao pingsan. Ia sendiri tak yakin apakah adiknya itu akan selamat atau tidak. "TABIB SIALAN PERIKSA ADIK KAMI!" teriak Kris mulai kehilangan kesabarannya. Ia jelas melihat darah segar yang mengalir seperti air dari luka sang adik yang meski ia dan Kibum tutup dengan tangan besar mereka.

"Carikan air!" perintah sang tabib perang itu ketika melihat luka yang yang menganga lebar di bagain perut dan dada Tao. "Wu di, tidak akan sakit. Tidak akan sakit!" bagaikan mantra, kata kata Kris membuat Tao bahkan merasa tidak sakit sama sekali di bagian lukanya atau mungkin ia sudah mulai mati rasa.

Suho berlari mencari aliran sungai yang melewati kota itu, ia menemukannya dan ia berdecih kemudian. Ia jelas melihat ikan ikan yang mengapung di sungai itu. "Diracuni" ia berlari memasuki rumah rumah penduduk, membukan tong tong air penampungan air hujan. Ia mencium air air tersebut, memastikan tidak ada racun di dalamnya dan membawakannya untuk Tao.

"Air sungainya di racuni, aku mengambil air dari rumah penduduk" Suho memberikan air itu pada tabib dan sang tabib langsung mengambil sesuatu yang bisa menjahit luka Tao. "Ini akan sakit, ajak terus dia bicara, jangan biarkan kesadarannya hilang atau kita kehilangan dia"

"Aku merindukan Yi Xing" Tao berbicara, menatap ke dalam mata Kris yang kentara dengan rasa takut kehilangan. "Kita akan menemuinya ketika pulang dari sini, aku akan melamarkannya untukmu pada Jendral Zhang Dong Hai" sahut Kris dan diangguki oleh Kibum yang masih sibuk menutup luka Tao.

"Er ge bodoh, aku tidak akan melangkahimu seperti Shi ge ataupun Liu di" Tao tertawa namun begitu lemah yang serasa mengiris hati Suho yang memilih membantu sang tabib menjahit luka Tao. "Aku tahu aku tahu, setelah ini aku juga akan menikah. Aku akan mencari putri bangsawan yang sangat cantik, melebihi kecantikan ratu kita"

"Jaga Yi Xing, er ge" Kris ingin tertawa namun tidak ada candaan dalam nada yang digunakan Tao. Adik kecilnya itu menggenggam tangan Kris erat, menatap ke langit biru. "Apa aku begitu merindukan Shi ge dan Xiao Mei hingga aku melihat mereka tersenyum padaku di atas sana?" Tanya Tao, tak ada jawaban seorang pun di sana.

Kangin berlutut, di atas kepala Tao. Dia merunduk, mengecup dahi sang anak dan meneteskan air matanya di sana. "Taozi~" Kangin sudah tersedu namun ia tak melepaskan ciumannya pada dahi sang anak. Tabib sudah berhenti menjahit, sementara Suho menatap kosong jemarinya yang penuh darah. Kibum bersujud, mencium tanah Meng Tien, menyesal akan kebodohannya yang tak bisa melindungi adiknya. Sementara Kris, ia termenung. "Tao~" ia memanggil Tao dengan nama. "Jangan tinggalkan er ge! Wu di~"

Baba, aku menyayangimu. Taozi sangat menyayangimu, kenapa hanya da ge? Kenapa er ge? Sekarang kau memuji san ge dan shi ge? Lalu kau begitu bangga dengan liu di, padahal dia nakal. Kapan namaku akan terucap dari bibirmu? Kapan kau akan memanggilku? Kapan kau akan mengatakan aku adalah anak yang kau banggakan juga?

Baba kenapa kau memukulku? Ini bukan salahku. Baba.

Jangan menangis, kumohon jangan menangis!

Terima kasih telah membuatku menjadi anak yang begitu tangguh. Semoga kau menganggapku sebagai anak yang berbakti padamu. Aku menyayangimu baba.

"Anakku, anakku" racau Kangin, hatinya terasa begitu sakit. Ia hanya berharap bisa meninggalkan anak anaknya terlebih dahulu agar ia tak merasa sakit di hatinya ketika di tinggal seperti ini. "Taozi. Zi Tao" Kibum meraih bahu Kangin, membawa ayahnya yang biasanya terlihat kuat itu ke dalam rengkuhannya. Ia bisa melihatnya, wajah Tao yang terlihat begitu damai dengan kelopak matanya yang tertutup rapat dan senyuman tipis di bibirnya.

%ika. Zordick%

Sebenarnya Kyuhyun ingin mengutuk, sialan sekali masa ini. Seandainya ia ada di masa depan ia ingin menekan tombol ponselnya saja, mendial nomor Lu Han dan berkicau dengan merdu agar pangeran itu bisa tiba secepatnya dengan pesawat yang akan segera berangkat. Ia tak boleh membiarkan ada keluarga Qin lagi yang akan menghilang dari dunia ini.

Jika di buku tersebut keluarga Qin adalah keluarga yang di penggal tanpa terkecuali, maka sejarah sungguh berubah. Keluarga Qin tidak memenangkan semua perperangan di Han. Mereka di hukum dengan cara lain. Mereka di khianati dan selir Kim yang merupakan rivalnya pastilah dalang dari semuanya. Ia tahu tak akan ada bantuan pasukan ke kota Meng Tien, pasukan kota itu tak pernah bertemu dengan Jendral Chang sebenarnya. Pasukan terkuat yang gila perang yang tak terkalahkan dari Mongol.

Damn!

Shit!

Malam sudah kembali menjemput dan seseorang yang sedang membawa kuda itu mengatakan bahwa mereka sudah sampai di San Guo. Kyuhyun tak yakin apakah buku biru yang sedang ia peluk erat ini akan memberikan informasi yang benar berhubungan ia menyelamatkan pangeran Luhan sebelumnya. Pangeran Luhan telah meninggal dan Xiumin—Kasim putra mahkota di asingkan ke San Guo. "Masuklah ke dalam hutan itu dan berjalanlah 2 li dari sini, di sebelah kiri hutan ini akan ada sebuah gubuk yang menjadi tempat tujuan kita" Kyuhyun memberi tahu arah yang ia tempuh.

Dia mohon, buku inilah yang membuatnya berada di sini. Dia takkan pernah menyesal menyelamatkan Luhan meskipun Chanyeol sudah tiada karenanya lebih cepat dari perhitungan. "Kau sungguh dewa, kau benar ada gubuk di sini" orang yang mengantarkan Kyuhyun menghentikan kudanya. Ia membantu Kyuhyun turun dari kuda mereka.

Kyuhyun mengeluarkan uang dari saku jubahnya, memberikan orang itu beberapa tael. Ia mengetuk pintu kayu yang terlihat hangat itu, memunculkan seorang laki laki manis dari dalamnya. "Xiumin?" Kyuhyun mencoba memastikan sosok di hadapannya tersebut.

"Cenayang Kui Xian, a—"

"Aku tidak sedang ingin merusak hubungan kalian, biarkan aku bertemu dengan pangeran Lu" potong Kyuhyun. Ia harus cepat, bagaimana pun ia hanya berharap ia mendapatkan pertolongan dari pangeran Lu agar setidaknya mereka membawa bantuan prajurit ke Meng Tien. "Pangeran Lu sedang mengambil kayu bakar di hutan, masuklah dahulu. Ia akan segera kembali" Xiumin dengan segala bentuk keramah tamahannya mempersilahkan Kyuhyun.

"Jika aku boleh tahu apa yang sebenarnya terjadi?"

Kyuhyun tidak tahu tapi ia sangat menyukai kehangatan di samping sang kasim itu. Terasa begitu hangat, dan seperti ibunya. Tangan Kyuhyun gemetar, ia lebih mengeratkan tangannya di buku biru yang menjadi kunci segalanya. "Tolong aku! Aku telah melakukan kesalahan, aku—"

"Menolongku, seharusnya aku mati ketika pertempuran di Huang Ran kan?" Luhan tiba tiba muncul ketika Kyuhyun memeluk kaki Xiumin. Ia tak yakin lelaki itu akan memberikan izin pada Luhan untuk menolongnya. "Itu adalah kesalahan besarmu kan cenayang?"

Kyuhyun menatap ke dalam mata Luhan, Xiumin tersenyum dan membantu Kyuhyun berdiri. "Aku tidak tahu tapi aku bermimpi soal itu. Tuhan menunjukkan padaku bahwa kau menolongku."

Xiumin menunduk, "Dan kesalahan terbesarku adalah menyuruh Luhan bersembunyi agar tidak terluka nyatanya aku membuatnya hidup didalam balas budi yang besar" dia memeluk Kyuhyun. "Nyawa kita bukanlah sesuatu yang berharga di banding Han. Aku akan memohon pada putra mahkota agar dia mengirim pasukan" lanjut Xiumin berlari ke halaman rumahnya. Ia membawa kuda yang berada di sana setelah memeluk Luhan erat.

"Aku pergi!" teriak Xiumin menembus hutan dan gelapnya malam.

"Ayo kita ke Meng Tien!" Luhan mengulurkan tangannya dan Kyuhyun memberikan senyuman terbaiknya untuk sang cenayang.

%ika. Zordick%

"Kita sudah tidak punya pilihan lagi, Jendral" Kris menepuk meja di hadapannya. Ia terus memohon agar seluruh mayat prajurit di bakar. Kota Meng Tien sungguh seperti penjara mengerikan bagi mereka dan prajurit Han. Mereka terserang penyakit diare yang mengerikan yang membuat satu per satu meninggal karena tak mendapat pertolongan yang pantas.

"Baba, lakukanlah! Kita harus menyelamatkan sisa yang lain. Mayat yang lain akan menambah penyakit" sahut Kibum. Kangin masih diam, ia menatap salah satu buah hatinya yang terlihat tertidur dalam damai di ruangan itu. "Tapi ahbu kalian belum melihatnya untuk terakhir kalinya. Adik kalian harus di tanam di ibukota sebagai pahlawan"

"PERSETAN DENGAN PAHLAWAN!" pekik Suho. Ia sudah lelah. Ia sangat lelah menunggu bantuan yang tak juga datang. "Baba, pasukan itu takkan pernah datang! Kita di buang oleh Han!"

"Jaga kata katamu Qin Suho!" gertak Kangin. Suho mengatur nafasnya, padahal dialah seseorang yang paling lembut diantara saudara saudaranya.

"Surat balasan dari Han telah datang Jendral!" seorang prajurit memasuki ruangan tempat para Jendral itu berkumpul. Kangin berdiri dengan tergesa, ia langsung merebut surat dari Han, kenapa bukan prajurit yang menjadi balasan surat merpati mereka? Kenapa harus sebuah kertas dengan tinta dan cap kerajaan yang di kirimkan oleh Kaisar untuk mereka?

BRUUUKKK—

"BABA!" Suho langsung menangkap tubuh Kangin yang limbung. Lelaki paruh baya itu meneteskan air matanya, hatinya hancur membaca isi surat tersebut. "Kau benar Suho, kaisar menganggap kita penghianat. Dia bilang aku melakukan kudeta. Dia menyuruhku untuk kembali agar dia bisa memenggalku. Seumur hidupku yang kulakukan untuk setia padanya, mengajari anakku untuk tunduk padanya ia anggap sebagai penghianatan? Bagaimana bisa?" racau Kangin.

Kibum merebut surat itu, ia berdecih tak suka. Ini salah, sudah seharusnya ia tak percaya bahwa prajurit bantuan akan datang menjemput mereka. Merekalah yang menghianati kaisar atau kaisarlah yang menghianati mereka?

"Kalian harus selamat dari sini, apapun caranya. Kalian harus selamat!" Kangin dengan terburu buru mengeluarkan belati yang tersemat di pinggangnya. "BABA!" Kibum dengan sigap menangkap tangan Kangin yang hendak membunuh dirinya sendiri.

"Baba kumohon!" Kris memelas. "Jangan lakukan hal bodoh!"

"Hanya ini yang bisa kulakukan, anak anakku!" lirih Kangin. Pandangan matanya yakin dan masih terdapat kilatan ketenangan di sana. Dia masih Jendral yang begitu gagah. "Bawalah kepalaku untuk kaisar, tunjukkan bahwa kalian telah membunuh penghianatnya dan mintalah prajurit untuk menjemput saudara saudara kalian yang lain"

"Tapi baba, kita akan hidup bersama. Aku tidak akan biarkan—" Suho merasakan air matanya sudah mengalir. Ia benci ini, mengapa ayahnya harus menunjukkan kasih sayang pada mereka di saat terakhir? Mengapa ia tak menjadi ayah yang biasanya? Mengapa tak menghukum mereka? Memaki mereka karena mereka bodoh? Mengapa?

"Aku percaya padamu Suho, bawalah kepalaku sampai istana. Kaulah yang bisa, kedua kakakmu terlalu mencolok di luar sana" Kangin mengenggam tangan Suho memberikan kekuatan pada anak ketiganya yang memiliki wajah yang begitu mirip dengan istrinya. "Jifan, penggallah kepala baba! Yifan bakarlah tubuh baba bersama adikmu, Tao!"

Kibum dan Kris lebih memilih mengunci mulut mereka. Suho tak tahu apa yang harus ia katakan untuk membantah ayah mereka. Dialah anak terpatuh, mengapa Kai tidak ada di sini? Mengapa Tao harus pergi terlebih dahulu? Mereka berdualah yang selalu berbeda pendapat dengan ayah mereka itu. Harusnya merekalah yang bisa menghentikan kebodohan ini.

Kangin mengangkat tinggi tinggi belatinya. Ia memejamkan matanya dan tanpa keraguan dia menusuk jantungnya sendiri. Suho menangis dalam diam, menatap ayahnya yang meregang nyawa dengan hati yang jauh lebih sakit dari tusukan belati itu. Ia berlutut, mengikuti kedua kakaknya. Qin Kangin meninggal, dan dia adalah Jendral serta ayah yang luar biasa. Ia meninggal di bawah titah kaisar dan demi anak anaknya. Dia meninggal dengan posisi berlutut dan membayangkan sang kaisar di hadapannya.

"Baba—" suara Suho tercekat dan saat itu Kibum mengeluarkan pedangnya. Menahan mati matian hatinya yang tak bisa melakukan ini. Namun ia tak bisa lagi, ia tak boleh membiarkan kedua adiknya yang berada di sini menyusul adik kelimanya dan ayahnya. Ia harus menyelamatkan keluarga mereka.

Kris membuka pakaian perang Kangin, membuka jubah di dalamnya yang berwarna hijau rumput. Ia memeluk pakaian itu dan menumpahkan air matanya sambil menghirup dalam dalam aromanya. Ia tidak akan pernah melupakan ayah mereka dan betapa durhakanya mereka sebagai anak tak bisa menghentikan sang ayah.

"Da ge! Kumohon—" Suho memeluk dirinya sendiri, meskipun ayah mereka sudah mati. Ia tak bisa melihat bagaimana kakak tertuanya itu memenggal kepala ayah mereka dengan tangannya. "Kalian harus selamat apapun caranya! Aku takkan membiarkan pengorbanan baba sia sia!" Kibum tetaplah Kibum meskipun hatinya menjerit tak mampu tapi ia adalah anak yang di latih menjadi Kangin kedua.

CRASSHHH—

Dan tangis Suho pecah ketika itu. Kris menangkap kepala sang ayah, membungkusnya dengan jubah di tangannya. Kibum menjatuhkan pedangnya, ia berlutut, menatap tangannya yang penuh dengan darah sang ayah. Dia memuntahkan isi perutnya di tempat, pertama kalinya ia merasa takut setelah memenggal kepala seseorang. "Bawalah San Di!" perintah Kris. Ia menggendong tubuh ayah mereka, menidurkannya di samping Tao.

"SEMUANYA, GALILAH TANAH YANG DALAM! KUMPULKAN MAYAT REKAN REKAN KITA DAN BAKAR DI DALAMNYA!" Teriak Kris dan semua orang di sana tampak tak terima.

"Ayah dan adikku juga ada diantaranya, aku mengerti perasaan kalian. Tapi kita harus menyelamatkan yang lain" lanjut Kris.

%ika. Zordick%

Suho melajukan kudanya, ia mengikat jubah yang membungkus kepala sang ayah di dadanya. Ia berhadapan dengan Zaiko sekarang. Lelaki yang duduk bersila di garis terdepan pasukan mongol. "Biarkan dia lewat!" perintah Zaiko, ia jelas tahu apa yang ada di dalam bungkusan yang dibawa oleh seseorang dengan mata yang terus berair.

"BIARKAN DIA LEWAAATTTT!" pekikan demi pekikan terdengar, membuka jalan untuk Suho yang melajukan kudanya di tengah pasukan musuh. "Ku kira kau tidak mempunyai hati untuk membiarkan dia lewat" sindir Jendral Changmin di sampingnya.

"Aku pernah merasakan bagaimana rasanya menenteng kepala keluarga sendiri di dalam bungkusan seperti itu" Zaiko menatap langit. "Saudara kandungku, dia menyuruhku memenggal kepalanya agar pejabat koruptor Han itu memberiku makan" lanjutnya.

Angin berhembus dan awan hujan menyelimuti langit. Tak lama kemudian hujan turun setelahnya. Menutupi air mata dari orang awam yang memimpin perang itu yang mengalir deras karena mengenang saudaranya yang telah tiada. "Ge, kuharap kau melihatku sekarang. Aku sudah sangat kuat" lirihnya pada hujan yang membasahi bibirnya.

%ika. Zordick%

"Lebih cepat! Kumohon lebih cepat!" pekik Suho di tengah hujan yang membasahi tubuhnya. Ia memukul keras tubuh kudanya agar berlari lebih cepat. Dia harus membawa prajurit bantuan, ia akan menyembah di kaki adiknya, Kai agar ikut meminta. Dia akan menyeret Chanyeol agar ikut menjemput kakak mereka yang masih di dalam Meng Tien. Dia akan—

BRUUUKKK—

Suho berguling, sesuatu telah menakal kaki kudanya yang membuatnya terjatuh. Beberapa orang dengan senjata di tangan mereka menghampiri Suho yang tengah meringis menahan sakit di kakinya. Sepertinya kakinya patah akibat terjatuh tadi.

Suho menatap nyalang orang orang yang kini mengepungnya. Mereka bukan prajurit melihat dari pakaian yang mereka kenakan. Perampok, ya Cuma itu jawaban dari pertanyaan siapa gerangan orang orang ini. "Serahkan semua harta yang kau miliki!"

"Aku tak memiliki apapun sekarang, jika aku kembali ke Han aku akan membawakan uang untuk kalian, jadi biarkan aku pergi" ujar Suho masih memeluk bungkusan yang berisi kepala ayahnya.

"Bungkusan apa yang kau bawa, serahkan itu pada kami. Sepertinya sangat berharga!"

"JANGAAN!" Suho mengeratkan rengkuhannya. Perampok perampok itu sepertinya tidak menyukai nada perintah yang di keluarkan oleh Suho. "SERAHKAN BRENGSEK!"

Suho tak mampu berdiri, ia mengeluarkan pedangnya. "Pergilah!" perintahnya namun para perampok itu tertawa.

CRASSHH—

Darah segar menguncur dari punggung Suho. Dia memuntahkan darah segar ketika sebuah tembok menyambut perutnya dari arah depan. Dia tetap bersikeras, ia tak akan pernah membiarkan kepala ayahnya di sentuh oleh manusia manusia kotor di hadapannya itu. "BUNUH DIA!"

Seperti orang kesetanan, mereka bergantian menusukkan senjata mereka ke tubuh Suho. Suho tak bergeming, ia memilih duduk bersidekap. "Baba, maafkan anakmu yang tak bisa berbakti ini" bisik Suho. Hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia bisa melihatnya ketika pangeran dari negeri sakura itu tersenyum simpul padanya. "Ternyata benar aku tertarik padamu" Suho terkekeh.

"Apa dia sudah mati?" ketua perampok itu menarik tubuh Suho namun tubuh itu masih diam di posisinya, masih dengan memeluk bungkusan yang begitu mereka inginkan. Meskipun mereka yakin Suho sudah tak bernafas lagi, namun keteguhan hati dari anak ketika di keluarga Qin itu untuk tak membiarkan kepala ayahnya di sentuh oleh para perampok membuat tubuhnya susah di pisahkan dari bungkusan jubah tersebut.

JDAAAARRR—

Suara petir terdengar dan kilatan kilatan cahayanya mewarnai langit. "Sebaiknya kita pergi dari sini atau kita akan tertimpa pohon atau tersambar petir."

%ika. Zordick%

Beberapa hari kemudian—

"Kumohon putra mahkota! Kumohon! Kirimkanlah pasukan bantuan untuk Jendral Qin" Xiumin berlutut di depan seseorang yang sudah ia besarkan sedari kecil. Sehun seolah mengacuhkannya, ia tak bisa melakukan apapun. Xiumin hanya tak tahu bahwa Jendral Qin sudah dianggap sebagai penghianat Han, jika ia menolongnya maka Kai juga akan ikut terlibat.

"Diamlah!"

"Luhan tengah berangkat kesana sekarang, kau ingin pangeran gugur di sana tanpa pasukan bantuan!"

"KENAPA KAU MEMBIARKANNYA PERGI?"

"Karena dia manusia Shi Xuan! Karena dia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah" Kai yang lengkap dengan pakaian perangnya terlihat diruang kerja Sehun. Dia membungkuk dalam pada Sehun. "Aku akan pergi sebagai pasukan bantuan untuk keluargaku" ujarnya santai melangkahkan kakinya pergi.

"Jika kau berani bergerak dari sana, aku akan menganggapmu sebagai penghianat Kai!" pekik Sehun. Dia takkan pernah membiarkannya. Kai sedang mengandung, kondisinya sangat lemah sekarang, lalu apa itu, melawan ribuan pasukan mongol dan dia seorang diri itu sama saja bunuh diri. "Siapa yang penghianat sekarang? Kami atau kaisarlah yang menghianati kami? Kesetian keluarga Qin yang ribuan kali menyelamatkan ayahmu dan kau apa tidak pernah tertulis di pikirannya? Jika memang ingin, aku dari dulu bisa membunuhnya dan membuat ayahku duduk di singgasananya!"

"KAI!"

"Biarkan aku mati di medan pertempuran dengan keluargaku. Aku tak ingin mati di tangan ayahmu. Rasanya pasti tidak enak dan begitu menderita. Aku mati karena keluargaku bukan karena mu, ayahmu ataupun Han!"

"HENTIKAN DIA!" perintah Sehun dan Kai telah siap dengan pedang di tangannya.

Dia tak peduli, dia melukai prajurit yang hendak menghentikannya. Ia menaiki kudanya dan berlari menembus keremaian istana. Dia berteriak dengan lancang. "AKU QIN KAI! ANAK KEENAM KELUARGA QIN! AKU PENGHIANAT KERAJAAN!" seperti orang gila yang tak punya aturan.

BRAAAKK—

Ia terjatuh kemudian ketika seorang Jendral suruhan kaisar menghentikan langkah kudanya. Dia tak memperdulikan rasa nyeri di perutnya. Ia berdiri sebagai seorang pemberani, mengangkat pedangnya dan menodongkannya pada kaisar yang menatapnya dengan dingin. "Kau sungguh memalukan sebagai seorang permaisuri" ejek kaisar namun Kai tertawa. Wajahnya sudah pucat menahan sakit.

"TERKUTUKLAH KAU DAN PARA PEJABAT ISTANA KORUP ITU! TEGA SEKALI KAU MEMBALAS KESETIAN AYAHKU SEPERTI INI" teriak Kai ia melangkahkan kakinya. Hendak memenggal kepala kaisar dengan tangannya sendiri.

"KAI!" teriak Sehun.

Para pengawal kaisar dengan sigap menangkap tubuh Kai. "Penggal dia di tempat! Berani sekali dia ingin memenggal kepalaku!" perintah Hangeng.

"JANGAN! KUMOHON YANG MULIA JANGAN!" teriak Sehun.

Kai dipaksa berlutut. Rambutnya di jambak oleh salah satu Jendral dan tangannya di pegang oleh para pengawal. Kai tak meronta, air matanya mengalir deras. "Maafkan aku Shi Xuan! Katakan padaku bagaimana aku bisa mencintaimu lagi? Tadi pagi aku mendapatkan kabar ibuku bunuh diri diatas makam shi ge dan kali ini aku mendapatkan kabar bahwa keluargaku yang bertempur demi Han tidak mendapat pasukan bantuan. Aku adalah anak durhaka jika aku tak mati dan menikmati diriku di dekapanmu" Kai menggigit bibir bawahnya. Ia tak boleh menangis, wajahnya di tampar oleh Jendral yang menjambak rambutnya.

"Biarkan aku mengucapkan kata terakhirku bodoh!" pekik Kai. Kaisar yang tidak sabar mengambil pedang yang berada di pinggang Jendral yang menjambak Kai. Ia akan mengeksekusi sendiri menantunya itu, dia takkan membiarkan Sehun menghentikannya kali ini. "TUTUP MATAMU SHI XUAN!" teriak Kai dan entah kenapa Sehun menurutinya.

"Aku sangat mencintaimu, terima kasih" bisikan lembut itu terdengar terbawa angin dan hujan turun membasahi bumi, membersihkan darah Kai di alun alun istana. Tempat ia menerima titah pertamanya sebagai seorang Jendral. Sehun membuka matanya, melihat mayat istrinya yang dipenggal oleh ayahnya sendiri. Kakinya bahkan lemas untuk berdiri.

"Kai… kai…" ucapnya seperti orang gila. "KAAIIIIIIII!" teriaknya

Sehun meraih tangan Kai dan menyatukannya diatas perutnya. "Kau membawa anakku juga. KAU MEMBUNUH ISTRI DAN ANAKKU KEPARAT!" teriak Sehun pada ayahnya.

"Anakmu?" Hangeng menaikkan sebelah alisnya. "KAI SEDANG MENGANDUNG DAN KAU MEMENGGALNYA!" Sehun meraih pedang yang masih di pegang oleh ayahnya.

"Tunggu aku Kai, tunggu aku!" ujarnya dan ia menusukkan sendiri pedang yang di pegang ayahnya itu ketenggorokannya.

"SHI XUAAAN!"

%ika. Zordick%

Luhan menelan ludahnya, ia melotot tak percaya melihat puluh ribuan pasukan mongol yang tengah berbaris di depan kota Meng Tien. "KITA AKAN MENYERANG! SIAPKAN DIRI KALIAN!" titah telah keluar dan Luhan melirik pada Kyuhyun. "Kau pulanglah Pangeran, aku akan menemui suamiku" tak ada rasa takut sedikitpun terlihat di bola mata kecoklatan milik Kyuhyun membuat Luhan tersenyum.

"Nyawaku adalah milikmu, aku akan melindungimu. Nyawa di balas dengan nyawa. Aku akan melunasi hutangku" Luhan turun dari kudanya. Mengeluarkan pedangnya dan mengenggam erat tangan Kyuhyun yang ikut bersamanya.

"SERAAANGGGG!" bersamaan dengan kata itu, Luhan menarik tangan Kyuhyun lebih kuat, membawanya ke tengah lautan musuh. Melindungi sang cenayang dengan kekuatan seadanya miliknya sendiri.

"AWASS!" teriak Kyuhyun ketika sebuah tombak hampir menusuk tubuh Luhan. TRAANGG—tombak itu patah menjadi dua. Kyuhyun mendongak, menemukan adik iparnya yang berwajah dingin itu diatas kuda tengah menolongnya. Kris turun dari kudanya, akan sangat sulit melawan manusia manusia yang banyak jumlahnya itu di atas kuda.

"Kenapa kalian bisa berada di sini?" Tanya Kris

"Kamilah pasukan bantuannya" Luhan terlihat cuek dan Kris tertawa. "Sepertinya sahabat lamaku merindukanku ya"

Luhan berdecih, "Anggaplah seperti itu! Akhirnya aku berani melepas nama kerajaanku dan mengangkat pedang bersamamu, teman" mereka saling membelakangi dengan Kyuhyun di tengah mereka. "Xiumin membuatmu lebih berani ya"

"Ya dan aku bukan pecundang yang terus berpura pura menutup mata bahwa kau mencintai Xiumin" Kris tertawa mendengar Luhan mengomel. "Ketika aku pulang aku akan menikahi anak kedua keluarga Zhang"

"Kau mencintainya?"

"Adikku mencintainya dan dia tak sempat menikahinya"—hening. Luhan memilih focus dengan musuh di sekitarnya. Sudah ada keluarga Qin lain yang gugur rupanya. "DA GE! KAKAK IPAR DI SINI!" teriak Kris memberikan isyarat dan Kibum membelokkan kudanya. Ia cepat memacu kudanya kea rah Kris. Ia membungkuk sedikit, meraih pinggang Kyuhyun dan mengangkat tubuh Kyuhyun di belakangnya.

"Pegang yang erat!" perintah Kibum dan ia berusah membuka jalan untuk mereka. "Kenapa kau kemari?"

"Aku lebih memilih mati bersamamu dari pada di bunuh oleh kaisar bodoh itu" Kyuhyun menumpahkan air matanya di punggung Kibum. Memeluk erat dari belakang tubuh kekar suaminya. "Aku merindukanmu dan aku tak menyesal mati untukmu"

"Bodoh! Aku takkan membiarkanmu mati, kau akan kembali!"

Kyuhyun tersentak. Kembali? Apakah Kibum mengetahuinya? Dia mendongak dan menemukan hujan anak panah mengarah ke arah mereka. Dia akan mati, pasti akan mati. Siapa yang bisa selamat dari hujan ribuan anak panah seperti itu?

Kibum membawa tubuh Kyuhyun melompat dari kuda. Ia memeluk Kyuhyun erat, menjadikan tubuhnya tameng yang menghalangi ribuan anak panah yang menuju ke arah mereka. "Uhuk!" Kibum memuntahkan darah, membuat Kyuhyun merasakan takut di hatinya. Mengapa ia begitu tak berguna? Kenapa Kibum yang menjadi tamengnya bukan dia yang berguna untuk Kibum.

"Ini bukanlah tempatmu kan?" Kibum masih mendekap Kyuhyun meski hujan anak panah itu sudah selesai. "Ji fan—"

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu—"

"Namaku Kyuhyun"

"Kyuhyun." Kibum meringis. Ia melepaskan pelukannya pada Kyuhyun dan ia tumbang di tanah dengan anak panah di sekujur punggungnya. "Aku mencintaimu Kyuhyun"

Kyuhyun meneteskan air matanya, ia berbalik, hendak meminta bantuan pada Kris. Kibum telah sekarat. Namun Kibum menghentikannya, memaksa Kyuhyun untuk menatapnya. Ia bisa melihat adiknya dengan puluhan pedang dan tombak tertancap di tubuhnya, kondisi yang sama dengan pangeran Lu Han. Mereka sudah sampai di ambangnya rupanya. Siapa bilang mereka tak terkalahkan? Mereka berdua akan kalah jika tidak ada saudara yang lain bersama mereka.

Kibum menghapus bulir air mata yang menetes di pipi Kyuhyun. "Jangan menangis! Aku benci melihatmu menangis Kyuhyun. Aku akan menyusul Kui Xian, seseorang yang terbakar di dalam gubuk di tengah hutan tempat aku menemukanmu"

"Aku berjanji akan mencintainya seperti aku mencintaimu di sana, jadi jangan menyusulku kesana. Mengerti!" tetap penuh nada perintah dan Kyuhyun menghapus air matanya, melepas giok yang ada di tangannya dan memasangkannya pada Kibum. "Aku akan menyusul istriku, jadi jangan menganggu kami, mengerti?"

Kibum mengangkat tangannya tinggi tinggi menggapai langit. Ia bisa melihatnya, seseorang yang mirip dengan Kyuhyun dengan rambut yang panjang dan tatapan yang kosong tersenyum padanya, meraih tangannya. Ia tersenyum dan menutup matanya. Kui xian sungguh menjemputnya rupanya. Setelahnya ia merasa melayang, ia telah tuli karena tak mendengar jeritan pilu dari Kyuhyun.

GREEBB

Tubuh Kyuhyun di rengkuh oleh seseorang. "Jangan menangis, aku disini!"

"Changmin! Hiks… hiks… Jifan! Jifan!" Changmin hanya diam, membiarkan Kyuhyun terus menangis dalam dekapannya. "Maafkan aku, seharusnya aku menghentikan anak panah itu lebih cepat. Agar kau tak bersedih seperti ini." Changmin berbisik namun Kyuhyun tak mendenngarnya karena suara raungannya sendiri memanggil nama "Jifan"

Aku akan melindungimu, berdiri di belakangmu dan menjadi sandaran untukmu. Selamanya aku takkan bisa memilikimu, karena jelas aku tak bisa memenuhi janjiku untuk membunuh lelaki itu dengan tanganku sendiri. Aku telah kalah dan aku takkan ingin memilikimu untukku.

Changmin melepas berlahan pelukannya di tubuh Kyuhyun, sebuah cahaya meliputi pemuda manis yang terus meraung itu. Semakin lama semakin membuat tubuh Kyuhyun memudar dan kemudian menghilang.

%ika. Zordick%

"Kyu! Woi Kyu!" Kyuhyun masih terisak, ia berlahan membuka matanya dan menemukan dirinya di dalam kamarnya, lebih tepatnya dalam dekapan Changmin. "Kau bermimpi buruk?" Tanya Changmin melepas pelukannya pada Kyuhyun, ia mengacak rambut pemuda itu dan memberikannya segelas air.

Kyuhyun menatap Changmin heran, rambut Changmin sudah normal dan ia tengah memakai pakaian seragam sekolah mereka. "Kenapa menatapku seperti itu? Minum ini! Hebat sekali Mr. Cho, kau membuat kita terlambat. And what's it? You cry like a crazy boy and call someone. Jifan jifan!" ejek Changmin membuat Kyuhyun menganga.

"Berapa lama aku tertidur Min?"

"Kau bertanya padaku? Kau lihat jam itu, kau membuat kita terlambat satu jam tiga puluh menit! Aku sudah berkali kali berkata padamu bahwa seharusnya kau tak tidur larut malam membaca buku buku sejarah bodoh itu kemudian memimpikan salah satu tokoh Jendral di sana" Changmin merocos. "Aku sudah katakan cari saja pria atau wanita untuk jadi pacarmu setidaknya kau tak bercinta dengan buku buku itu"

GREEB—

Changmin terdiam, Kyuhyun memeluknya dengan sangat erat, segelas air yang di pegang Changmin jatuh begitu saja ke lantai menimbulkan suara pecahan kaca yang keras. "ADA APA?" suara ibunya terdengar membuka pintu kamar Kyuhyun.

"Dara, apa Kyuhyun baik baik saja?" Jiyong, ayah Kyuhyun terlihat cemas dengan istrinya yang terpaku di depan kamar. "Kyu, kau tidak apa apa sayang?" Dara mendekat dan Kyuhyun beralih memeluknya, menangis di pelukan ibunya sekuat yang ia bisa.

"Papa akan memeriksamu" ujar Jiyong, takut juga melihat anak mereka yang manja itu menangis meraung seperti itu. "Aku merindukan kalian, bisakah memelukku?" Jiyong mengurungkan niatnya, ia memeluk istri dan anaknya.

"Aku pulang dulu, mendadak aku merindukan ayah dan ibuku" cengir Changmin yang sedikit terharu dengan pemandangan itu. "Sampaikan salamku pada Jaejong dan Yunho Min" ucap Jiyong sebelum Changmin menghilang dari kamar anaknya.

Changmin menutup pintu kamar Kyuhyun. "Aku bersumpah akan membakar semua buku sejarah di perpustakaan sekolah"

END

Epilogue

Aku menghela nafas, menatap Changmin yang memainkan PSPku di hadapanku. "Kembalilah ke kelasmu Min, kau mengganggu pemandangan saja" cemoohku.

"Diamlah Kyu, aku akan kembali ketika jam masuk berbunyi. Ingat jangan melamun yang aneh aneh lagi, jangan menangis tiba tiba lagi. Jangan—" ya ya ya, aku memang menjadi orang gila selama sebulan ini. Hanya Karena mimpi konyol dan buku sejarah bersampul biru itu tidak pernah ada. Bahkan aku tidak pernah meminjamnya di perpustakaan.

"Aku mengerti, diamlah! Setelah sebulan aku tidak sekolah kau membuatku semakin tidak ingin sekolah lagi" aku memutar bola mataku jengah. Dia nyengir dan menunjukkan tanda piece dengan jari tengah dan telunjuknya.

"YAK! PARK CHANYEOL, KAU PIKET JANGAN SAMPAI AKU MELAPORKANMU PADA KETUA KELAS!" suara memekik membuatku menoleh. Aku menemukan sesosok mungil berwajah cantik yang tengah membawa sapu memukuli seorang yang berjongkok sambil memelototi ponselnya. "Kalian berisik sekali" seorang berwajah datar yang membuatku kaget ikut menghampiri keduanya.

Changmin menepuk bahuku, membuatku tersadar. "Mereka adik kelas kita, Park Chanyeol, Byun Baekhyun dan Oh Sehun" mereka sanga mirip dengan Chan Lie, Bai Xian dan Shi Xuan.

Aku keluar dari kelas, menghampiri mereka. "Maafkan kami sunbaenim, ini salahnya yang tidak ingin piket. Selalu saja JONGIN JONGIN JONGIN!" seseorang yang mirip dengan Bai Xian itu membungkuk meminta maaf padaku. Aku tersenyum canggung dan melihatnya.

"Boleh aku tahu apa yang kau lihat?" aku bertanya dan Changmin memberikan glare pada seseorang yang mirip Chan Lie itu untuk menunjukkan ponselnya padaku. Air mataku lolos sudah, aku tersenyum penuh arti sesudahnya. "Siapa namanya, kurasa aku akan mengidolakannya?"

"Benarkah sunbaenim? Dia itu Kim Jongin, artis terkeren abad ini! Kau lihat dia sangat sexy, suara rappernya juga kemudian saat dia menari huwoooo! Aku mempunyai tiketnya, si Sehun dan Baekhyun itu memilih berkencan berdua. Mereka tak setia kawan meninggalkan aku sendiri" matanya tampak bersinar menceritakan Jongin. Persis seperti ketika Chanlie menceritakan tentang Kai.

Aku menatap Changmin. "Kalau kau piket aku akan memberikanmu kesempatan makan malam bersama Jongin"

"Serius?" Chanyeol bersorak. "Tentu" dan Changmin meringis karena mengetahui maksudku. Shim Yunho adalah pemilik agensy dari Kim Jongin itu kan.

"Baiklah tuan putri kau sungguh membuatku gila!" ucap Changmin menekan tombol di ponselnya ketika ketiga anak itu tidak terlihat di hadapan kami lagi. "Iya papa, Jongin… ini bukan salahku ini salah Kyuhyun. Ah—makasih papa"

"Aku tidak mengerti mengapa ayahku selalu menuruti keinginanmu" Changmin menutup ponselnya dan aku hanya tersenyum manis padanya. Aku kembali duduk di kursiku. Aku melihat dari jendela kelasku, melihat seseorang yang mirip dengan Yixing membawa buku buku tebal dan seorang yang mirip dengan Tao mencoba membantunya. Sangat manis.

Ternyata mereka ada di sekitarku, para orang orang yang bersaudara begitu akrab menjadi tidak saling mengenal di masa sekarang. "Hei… Changmin kembali ke kelasmu!" aku menoleh ke seseorang yang sedang memasuki kelas. Qin Kangin?

"Maaf, sebelumnya saya memang tidak pernah mengajar di kelas ini. Tapi mulai hari ini saya akan mengambil alih tugas ibu Dasom sebagai wali kelas di sini karena dia cuti melahirkan"

"Galak sekali, padahal pengantin baru" ejek Changmin. Dan kemudian dia berlari kucar kacir keluar dari kelas.

"Pagi anak anak, hari ini kalian kedatangan teman baru, pindahan dari Amerika. Kibum—ssi, masuklah!"

Jantungku berdebar cepat, aku menemukannya atau ialah yang menemukanku? Kumohon Kui Xian kali ini biarkanlah lelaki ini menjadi milikku. "My name is Kibum. I come from Los Angels, Nice to meet you all."

"Ada yang ingin bertanya tentangnya?"

"Do you have girlfriend?" aku menatap pada teman sekelasku yang sepertinya tertarik padanya.

"No." jawabnya singkat dengan senyum membunuh terselip di bibirnya. Dia lebih tampan sekarang, dengan potongan rambut pendeknya dan seragam sekolah yang sama dengan yang kugunakan..

"Do you have boyfriend?" aku memberanikan diriku. Aku tidak peduli, aku akan mendapatkannya. Walau dengan cara licik sekalipun, takkan kubiarkan seseorang seperti nenek sihir itu merebutnya dariku.

"Hmm, Yes I have it" Shit! Bagaimana bisa? "But I think I will break up with him for you"

%ika. Zordick%

Ya, dunia ini penuh kejutan. Dan semua berawal dari buku sejarah usang tebal dan mimpi konyol. Aku memeluk lengannya dan dia hanya tertawa melihatku yang manja berlebihan padanya. Harus ku akui dia seorang brengsek. Dia memang bukan seperti Jendral Qin Jifan yang setia, dia Kibum yang suka mengumbar pesona namun akan melakukan apapun ketika aku memasang wajah masamku.

Dia mencintaiku walau banyak yang ingin merebutnya. Tapi aku di masa depan adalah diriku sendiri. Di masa depan adalah daerah kekuasaanku. Aku tak butuh menjadi anak dewa jika aku memiliki orang tua kaya raya yang menyayangiku dan sahabat yang luar biasa seperti Changmin.

"Kau mau es krim?"

Aku mengangguk, dia mengecup dahiku. "Tunggulah sebentar, akan ku pesankan"

Aku menoleh, menemukan seorang dengan gaya CEO mudanya berjalan melewatiku sambil melihat jam tangannya. "HAI KRIS!" aku melirik Kibum yang membuat dirinya berhenti. "Hai Kibum, kau di korea?"

"Kenalkan, dia pacarku" Kibum memperkenalkanku.

Aku tersenyum dan meraih tangan Kris—seseorang yang mirip dengan Yifan. "Kyuhyun, dia adalah sahabatku, Kris. Ayahnya memang gila menjadikannya sebagai CEO di tengah kegiatan sekolahnya" Kibum memperkenalkannya.

"Dia manis, kalau kau bosan berikan padaku. Aku akan langsung menikahinya" ujar Kris.

"Ah—maafkan aku, tapi aku berencana memperkenalkannya pada Nyonya Kim Park Bom dan Tuan Kim Seunghyun sebagai menantu" dia terkekeh. Kris tertawa. "Keren sekali kau, bangsat!"

"Dia yang terakhir. Aku sangat mencintai dia" Kibum merengkuhku posesif.

"Baiklah kurasa aku sibuk, aku duluan. Nanti malam datanglah ke apartemenku jika kau sempat"

"Ok"

Aku menyukai ini, menyukai segalanya yang ada di masa depan. Apakah ini buah kerja kerasku di masa lalu? Aku menatap di kejauhan, ada seorang pelukis amatir yang mirip Suho tengah melukis seorang anak. Tak lama kemudian seseorang yang mirip pangeran Shogun menghampirinya dan menunjukkan bekal untuknya. Bukankah semua berakhir bahagia?

Aku melirik LCD yang menunjukkan berita gossip hari ini. Ada Kai di sana, ia bersama Qin Qian. Lihatlah betapa dewasa dan cantiknya wanita yang sekarang juga menjadi artis itu di wujudnya yang berusia dua puluh tahunan. "Kami sama sekali tidak mempunyai hubungan apapun, Victoria noona sudah seperti noona ku sendiri" itulah yang dikatakan Kai, membuat para wartawan tampak tak puas dengan jawabannya.

"Itu benar, dia adik bagiku" Qin Qian bahkan lebih dewasa dari Kai membuatku ingin tertawa.

"Lalu apakah berita kau berkencan dengan seorang fans itu benar?"

"WOW, beritanya cepat sekali" Qian sepertinya menggoda Kai. "Diamlah noona!" ucap Kai menarik Qian ke dalam mobil. Hahahahaha… sepertinya tidak sia sia tiket makan malam bersama Jongin yang kuberikan kemarin.

Bukankah ini happy ending? Ya aku sangat bahagia. Hingga aku tak menyesal pernah melewati mimpi buruk itu dahulu. "Jangan melamun seperti itu, apakah lamunanmu lebih indah daripada aku?" Kibum menyuapkan es krim padaku.

"Mungkin iya" jawabku

"Siapa yang kau lamunkan, akan kubunuh dia. Kau calon istriku, Kyuhyun"

"Qin Jifan, namanya Qin Jifan"

"Orang china? Siapa dia?"

"Mantan kekasihku yang lebih memilih orang buta dibanding aku, jawabku asal"

"Sialan! Aku akan membunuhnya" ya cari saja dia di depan kota Meng Tien yang entah sudah dimana.

Ponselku berdering, pesan dari Changmin. Aku membukanya dan menahan tawa membaca pesan itu.

Sialan kau Kyu, artis ayahku berpacaran dengan si Chanyeol itu. Sebaiknya kau menghasut ayahku sebelum dia memisahkan mereka berdua.

Kau akan bahagia Chan Lie, aku berjanji akan membalaskan kata bahagia yang selalu kau sebutkan dulu menjadi kenyataan. "Bummie, temani aku ke SM Entertaiment ya!"

"Untuk apa?"

"Aku ingin bertemu memberikan kebahagian"

"Ya sudah habiskan es krimmu!"

END

SELESAAAAAIIIIIIII