"Yes! Aku akan pulang dulu. Jangan cemburu!"

"Awas kau, senpai! Ketika aku kelas dua, aku akan membalasmu!"

"Benarkah?"

"Um... Sebenarnya aku tidak yakin?"

"Kenapa?"

"Mungkin, karena aku tidak yakin akan naik kelas?"

"Baka! Aho!"

"Hii... Kau mengerikan, senpai!"

...

Disclaimer : Fairy Tail © Hiro Mashima

Indigo © Ru Unni Nisa

Warning : OOC, AU, Typo, bashing!Igneel, kawaii!Happy, Don't Like Don't Read

'Italic' : Pikiran

...

Natsu merasa mungkin hari ini adalah hari yang paling membahagiakan selama ini. Diawali dengan ayahnya yang berangkat lebih pagi darinya, berangkat sekolah tanpa perlu diantar oleh Leo, pagi yang menyegarkan, Laxus-sensei tidak hadir – oh yeah, itu surga!, pulang lebih cepat dan akhirnya ia bisa mengunjungi Happy.

Happy adalah nama yang ia berikan pada kucing yang ia selamatkan beberapa hari yang lalu. Kucing yang anehnya berwarna biru langit cerah dan terlihat manja itu, ia titipkan pada Lucy untuk mengurusnya. Dalam dirinya, ia ragu Happy akan mengenalinya. Ia bahkan yakin, Happy sudah menganggap Lucy sebagai majikannya.

Lucy adalah teman pertama perempuan bagi dirinya. Di sekolahnya yang dulu, Edolas Senior High School, ia tidak memiliki teman. Huh? Dia bahkan tidak hapal nama – nama teman sekelasnya. Well, itu tidak masalah.

Ngomong – ngomong soal Lucy, ia tidak tahu bagaimana. Tapi, mungkin karena Lucy tidak mengetahui siapa dirinya, dirinya merasa cukup nyaman untuk bergaul dengan Lucy. Meskipun begitu ia tetap takut, jika Lucy mengetahui mengenai dirinya. Penyakitnya.

Ia sering melihat Lucy selalu menunjukkan ekspresi yang berlebihan. Tapi, menurutnya itu sangat... manis? Yeah, dia tidak tahu apa maksudnya. Hanya saja, ketika Lucy berinteraksi dengannya itu membuatnya... um, ia lupa dengan kalimat yang ia sering baca dari novel. Ah, ya.

Membuat jantungnya berdebar.

Huh? Itu kalimat yang aneh baginya. Ia memang pernah merasakan hal itu. Saat bersama dengan ayahnya yang selalu memasang wajah dingin, datar dan angkuh. Tapi, kalau ia mengingatnya lagi, itu berbeda ketika ia bersama dengan Lucy.

Bersama dengan ayahnya, itu berdebar dengan rasa takut. Sementara dengan Lucy, itu berdebar dengan rasa nyaman. Heck, dia tidak tahu maksudnya.

"Natsu!" Teriakan dengan oktav yang tinggi itu membuat telinganya berdengung dengan keras, membuatnya linglung dengan apa yang terjadi ataupun dimana dia berada.

"Natsu! Apa kau mendengarkan aku?" Lagi, teriakan justru memperparah dengan apa yang ia rasakan. Kenapa ada suara yang sekencang itu? Itu membuat telinganya sakit. Ia menutup telinganya, berusaha menghalangi dengungan yang masih ia terima.

Ketika telinga sudah merasa membaik, ia menatap tajam pada pelaku yang telah membuatnya menderita dalam sekejap. Ia dapat melihat Lucy mengembalikan tatapan tajam padanya. Selama itu, mereka hanya saling menatap tajam.

Tak mengetahui, tatapan tajam Lucy berubah menjadi kerutan di dahi.

"Meong...Aye?"

Suara imut nan manis itu, membuat keduanya mengedipkan mata beberapa kali sebelum menengok kebawah dan melihat adanya kucing diantara mereka. Kucing itu menggerakkan kepalanya ke kanan dengan suara imutnya.

"Kyaaa...! Happy! Kau manis sekali!" Lucy segera memeluk kucing biru tersebut. Meninggalkan Natsu yang kembali jengkel dengan teriakan Lucy yang membuatnya merasa tidak nyaman. Sementara Happy hanya menjilat kakinya, seolah ia bukanlah dalang dari masalah Natsu.

Ah, ya itu benar. Mereka berada di rumah Lucy. Mereka dipersilahkan pulang lebih cepat untuk mempersiapkan semua keperluan saat mereka mengikuti study tour besok hari. Itu adalah kesempatan emas bagi Natsu untuk bisa keluar rumah tanpa harus meminta izin dari ayahnya. Disisi Natsu, ia tidak terlalu memperdulikan hal tersebut. Ia sangat yakin, ayahnya mengetahui hal tersebut dan pastinya membuat semua pelayan yang ada di rumahnya mempersiapkan semuanya.

Sementara untuk Lucy, Natsu mengetahui Lucy sedikit panik. Tidak mengetahui apa yang harus dibawa. Well, jangan tanya dia. Semuanya sudah siap, tanpa dia minta.

Tak memperdulikan Lucy yang masih sibuk dengan Happy. Natsu melihat sekeliling kamar Lucy. Ini cukup aneh. Ia kira, kamar adalah sesuatu yang pribadi dan tidak sembarangan orang yang boleh masuk kekamar orang lain, apalagi ini adalah kamar gadis.

Kamar miliknya mungkin bisa 4 kali lebih besar dari kamar Lucy – ia tidak bermaksud menyombongkan diri, tapi itu memang kenyataan! – dengan jendela yang besar dan balcon diluar jendela kamar. Tapi, kamar Lucy justru membuatnya iri.

Kamar Lucy diisi dengan sebuah ranjang dengan selimut berwarna merah muda – mengingatkannya dengan rambutnya – beberapa lemari dan rak berisi buku dan novel, dan yang membuatnya merasa berbeda dengan kamar Lucy adalah banyaknya foto yang Lucy pajang.

Beberapa foto dipajang dirak, dinding bahkan ambang jendela. Ia melihat foto itu menampilkan Lucy saat kecil yang sedang piknik di taman, bersama dengan ayah dan ibunya, saat lulus dari sekolah yang dulu.

Ia tak tahu, saat ia melangkah ke meja belajar Lucy dan mengambil sebuah foto menampilkan Lucy dengan ayahnya. Difoto, Lucy terlihat masih kecil dan digendong dengan ayahnya yang tersenyum didepan kamera.

Itu membuatnya iri, di kamarnya sama sekali tidak ada belasan foto seperti ini. Satupun, tidak. Sama sekali tidak ada foto yang menunjukkan dirinya tumbuh ataupun saat bersama dengan ayahnya atau siapapun. Dia tumbuh tanpa adanya bukti, hanya ingatan yang ia punya saat tumbuh.

Tertawa dalam pikirannya karena mood aneh miliknya, ia segera mengembalikan foto tersebut ke tempat semula. Dan tanpa sengaja melihat pada salah satu foto yang berisi Lucy bersama dengan ibunya yang memeluknya karena lulus dari sekolah sebelumnya.

Ah, nostalgia. Nostalgia yang mengerikan. Ia ingat tanggal dan waktu saat itu, tetap mengerikan. Menggeleng, ia mengembalikan foto tersebut dan melihat Lucy masih sibuk dengan Happy. Ia berdo'a hal ini selalu terjadi, meskipun ia ragu hal itu akan terjadi padanya. Ia hampir saja melangkah mendekati mereka, ketika tiba – tiba saja dirinya membeku.

Gambaran kilat terpancar tepat didepan matanya. Membuatnya lupa dimana dia berada dan apa yang akan ia lakukan. Ia jatuh berlutut dan menutup kedua telinganya berusaha mengurangi dengungan yang timbul.

Dan ketika ia membuka mata, ia bertemu dengan sebuah ruang berbentuk silinder menjulang keatas dengan adanya tangga spiral yang menempel pada sisi ruang tersebut dan mengarah menuju ujung ruang tersebut yang tertutup sinar yang membuatnya tidak bisa melihat dari bawah sana.

Ia mengerutkan dahi, akan membutuhkan waktu cukup lama untuk menaiki tangga mencapai atas. Dan kemudian, tiba – tiba saja sebuah ruang lagi muncul tepat dihadapannya. Ruang itu kecil, berbentuk silinder seperti lift. Tanpa ragu, ia memasuki lift tersebut dan segera naik keatas.

Ketika lift itu sudah mencapai atas dengan kecepatan yang tidak dapat ia kira. Sesuatu menyilaukan matanya, sehingga dia harus menutupnya dengan lengannya, mengurai cahaya tersebut merusak matanya.

"Kaa-san!" Teriakan itu membuat Natsu penasaran dan mengijinkan matanya untuk melihat apa yang terjadi. Ia tak lagi didalam lift, melainkan didepan salah satu sekolah tingkat menengah yang terlihat tengah mengadakan kelulusan.

Natsu melihat sekeliling dan menemukan banyak sekali pasangan anak-orang tua yang terlihat berbincang dengan senang atau mengabadikan moment tersebut. Memperhatikan bagaimana senangnya interaksi masing – masing antara keluarga tersebut. Dan ia tahu dimana dia, sebuah sekolah Menengah Pertama yang sepertinya baru saja mengadakan perpisahan yang sekaligus menunjukkan bagaimana anak – anak mereka lulus yang mampu menimbulkan senyum dibalik teriknya saat itu.

Dalam diam, Natsu melihat sekeliling. Ia melihat seorang murid laki – laki berambut hitam yang mengingatkannya pada Gray, teman Lucy, begitu pula Juvia. Sepertinya mereka bertiga sudah kenal sejak kecil.

Meskipun dengan wajah yang masih menunjukkan betapa kerennya dia, siapapun dapat melihat bagaimana kepuasan dan kemenangan dimata Gray yang hebatnya berpakaian dengan waktu yang lama diantara yang lain. Ketika Juvia akan terus mengikuti Gray layaknya anak anjing.

Natsu mengelilingi pandangannya lagi, dan menemukan sepasang perempuan pirang berbeda umur yang terlihat sebagai ibu dan anak. Ny. Heartfilia memiliki salah satu lengannya yang bertumpu pada bahu Lucy yang terlihat senang dan bangga ketika ia membawa berbagai ijazah dan surat pernyataan ia terima di sekolahnya saat ini.

Ia dapat melihat bagaimana Lucy tersenyum malu – malu pada ibunya yang terlihat menggodanya dan tiba – tiba ia merasakan sensasi yang aneh diperutnya disertai dengan rahangnya yang mengencang dan matanya yang ingin sekali segera meninggalkan pemandangan tersebut.

Mengambil nafas dalam dan menutup matanya, Natsu berusaha membuang perasaan tidak berguna tersebut. Ia tahu apa itu, ia akan selalu merasakannya setiap kali pergantian semester dan pembagian rapor, setiap orang yang datang akan menatap anaknya bangga jika nilai mereka naik, berbeda dengan dirinya yang tidak akan mendapat apa – apa meski ia sudah berusaha keras melebihi yang lain.

Mendengus kecil dan menggeleng, Natsu sedikit disentakkan dengan adanya sesuatu yang menyentuh kakinya. Menengok kebawah dan menemukan Happy yang menggelayut manja dan menggesek bulunya yang halus ditelapak kakinya dan membuatnya merasa geli. Ia terkikik pelan, hingga akhirnya tertawa ketika ia dapat melihat Happy menatapnya polos seolah jelas – jelas mengatakan 'Apa yang salah denganmu, pinky?' dan kembali menggosokkan bulu seakan ingin mengajak Natsu bermain.

"Hentikan, hahaha... Hentikan Happy! Itu geli!"

Happy hanya mengengong tenang sebagai respon.

Kepala Lucy mengintip dari luar pintu, ia membawa sebuah nampan berisi jus dan cemilan, pastinya bersama makanan kesukaan Happy, ikan. Meletakannya dihadapan Natsu yang masih menahan Happy yang terlihat menanti dihadapan nampan. Diatas nampan itu terlihat dua gelas jus jeruk dingin, dengan setoples kue kering coklat.

Dengan cepat Natsu menyambar jus miliknya yang sekarang sudah mulai mencair, terlihat menggoda untuk segera diminum. Happy pula ikut cepat tanggap dan langsung memakan ikan yang sudah disajikan.

Lucy terkikik ketika ia melihat bagaimana kedua majikan dan peliharaan itu sama – sama cepat ketika melihat makanan. "Jadi, enak tidak?" Lucy menanyakan Natsu yang sedang mendesah panjang setelah menghabiskan setengah dari jus yang ia hidangkan.

Natsu terlihat terkejut mendengarnya, "Jadi ini buatanmu?" Tanya Natsu. "Aku kira kamu hanya bisa cemberut dan mengganggu orang lain." Natsu memasang wajah tak bersalah.

Lucy cemberut mendengarnya, namun segera menghilangkannya dan berusaha berekspresi marah – yang tentu saja gagal.

Natsu tertawa melihat bagaimana tingkah Lucy seperti itu.

Masih berusaha menunjukkan amarah, Lucy terdiam ketika ia melihat sebuah figura foto yang digenggam Natsu. "Apa yang kau pegang, Natsu?"

Natsu masih setengah tertawa, melihat kearah tangannya dan menemukan apa yang dimaksud Lucy. Tiba – tiba menghentikan tawanya, ia berusaha untuk tidak salah tingkah. "Oh... Ini milikmu? –ow!" Natsu mengerang dan menggosok pelan tempat Lucy memukulnya.

"Che... Aku kira kau ini pintar," Sindir Lucy. "Itu sudah pasti milikku, baka!"

Natsu mencibir mendengarnya, "Aku kira kau ini manis, tapi ternyata kau ini galak seperti beruang."

Mata Lucy melebar, kedua bola matanya pasti akan keluar yang mengingatkan Natsu dengan karikatur di salah satu majalah ia baca. Dengan kepala yang tampak membesar, membuat Natsu merasa dirinya menciut. Natsu berdoa dirinya berubah menjadi tikus dan dapat keluar dari kamar Lucy dan berlari secepat kilat dari kejaran Happy.

"NATSU!" buak..

"Apanya yang seperti beruang." Lucy mengibaskan rambut pirangnya yang ia ikat. Tidak terlalu peduli dengan Natsu yang masih mengeluh betapa sakit mulutnya, ketika Lucy memaksanya menelan toples berisi kue kering. "Aku inikan cantik, super model dan manis..." Kata terakhir itu diucapkan dengan berbisik, seolah dirinya sendiri tidak percaya. Ia yakin betul Natsu mengatakan bahwa Natsu sendiri menganggapnya manis. Tiba – tiba wajahnya memerah, mencuri – curi lirikan pada Natsu yang masih mengeluh, ia menghela nafas kecewa. Natsu pasti tidak benar – benar mengatakan hal tersebut.

"Meong..." Happy yang sudah menyelesaikan makannya terlihat tidak terlalu memperhatikan interaksi keduanya dan segera pergi ke dapur, mencoba – coba keberuntungan mendapatkan bonus ikan dari Ny. Heartfilia.

...

"Maaf merepotkan, terima kasih atas makan malamnya." Natsu membungkuk hormat pada Ny. Heartfilia yang tersenyum padanya di ambang pintu keluar. Langit sudah menjadi jingga dan sebelum gelap Nastu sudah harus kembali ke rumah.

"Tidak apa – apa, nanti datang lagi, ok?!" Ny. Heartfilia mengatakannya dengan sebuah kedipan dimata kirinya. Natsu yang melihatnya tertegun, bingung harus bereaksi apa. Ketika Lucy sudah memerah menahan malu melihat ibunya yang bertingkah seperti anak remaja.

"Ibu...!" Lucy mengeluh ketika Happy mengeong pelan didekapannya dan seolah setuju dengan apa yang dikeluhkan Lucy.

Ny. Heartfilia tertawa kecil mendengarnya, membuat Natsu menampilkan senyum dari telinga ke telinga terbaik miliknya.

"Apa tidak apa – apa? Kamu, kan belum berkemas untuk study tour besok bukan?" Lucy menanyakannya dengan khawatir.

Ny. Heartfilia yang mendengarnya ikut merespon. "Oh, benarkah? Ya ampun, seharusnya aku tidak mencegahmu pulang lebih awal, dan kamu juga tidak mengatakannya!"

Natsu tertawa mendengarnya, keduanya sama – sama terlalu khawatir. "Tidak, Ny. Heartfilia, semua sudah siap, kok."

~oOo~

A/N :

Saya jelaskan apa yang baru saja dialami Natsu. Itu adalah salah satu kemampuan seorang Indigo, dimana mereka menetapkan masa lalu. Dengan penasaran yang besar, kemungkinan seorang Indigo mencari – cari proses-sebab-akibat dari suatu kejadian dan mereka membuat dan menetapkan masa lalu yang berpengaruh dimasa sekarang.

Kalian ingat Natsu sebelumnya menahan foto Lucy yang lulus sekolah sebelumnya, bukan? Nah, Natsu tanpa sadar membuat kejadian yang ia tetapkan sebagai masa lalu dan sebab adanya foto tersebut.

Saya mendapat informasi itu semua berasal dari mbah Google, jadi saya minta maaf apabila ada yang salah.

Apabila masih ada yang bingung, bisa tanya ke saya, kok

Balas Review :

Virgo31 : Sudah dilanjut, terima kasih

Yukiko Arashi : Yup...yup... Yang dimaksud Makarov pada Gildarts benar Wendy adanya, dan untuk pertanyaan lain... Er... #kabur! Terima kasih sudah meriview!

Juanda. Blepotan : Um? Saya harap Juanda-san menikmati membaca fic ini, terima kasih

Guest : Saya tidak akan lupa, kok! Hehehe, terima kasih

Ellen : Um... kalimat yang sulit dimengerti kayak gimana, ya? Silahkan menebak, hanya mendapat pelukan dari saya kok, :D

runZrundhee : Ini sudah lanjut, maaf menunggu lama dan terima kasih

SDBM3397 : Terima kasih Awalnya saya memang kepikiran ingin buat Happy bisa bicara, cuman... er... anyway, saya sudah lanjut.

RestuF : Sudah dilanjut, kok! Terima kasih atas dukungannya

Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih pada kalian semua yang sudah review, favorite dan follow! Itu sangat bermaksa untuk saya. Terima kasih! Sampai jumpa di chapter depan!

Ru Unni Nisa

Sign Out

Jaa ne~