…apa itu ikatan persahabatan, huh?
Saling mempercayai?
Saling melindungi?
Saling bergantungan…?
…dan apa yang mendasari sebuah persahabatan?
Kejujuran?
Ketulusan?
Menerima satu sama lain…?
.
.
.
Jangan bercanda...
.
.
~Destiny of Us~
.
Kuroko no Basuke Fanfiction
Friendship / K
Disclaimer : I do not own anything! Kuroko no Basuke is Sensei's (Tadatoshi Fujimaki-sama)
.
.
~Prologue~
.
Kau yang tak memiliki sesuatu yang terkasih tak akan paham bagaimana rasanya ketika kau kehilangan seseorang yang sangat kau sayangi. Kehilangan seseorang yang tak akan mungkin bisa kau temui lagi. Kau tak akan tahu rasa sakit dan ketakutan yang mereka alami jika kau tak pernah kehilangan satupun di dunia ini.
Kau tak akan paham seperti apa ketakutan akan kehilangan…
Karena jika kau tak pernah menyayangi siapapun. Kau tak akan pernah kehilangan siapapun.
~OoOoO~
Seorang guru paruh baya menaikkan kacamata yang bertengger di hidungnya seraya memperhatikan dokumen yang ada di tangan. Kedua iris sehitam malam itu tampak seksama membaca semua laporan. Dan berusaha mengingat baik wajah enam orang yang tergambar di setiap foto siswa yang tertera disana.
Dia berdeham sekali saat seorang guru lain mendekatinya. Guru ini tampak penasaran akan sesuatu yang tengah dipahami sang guru berkacamata. Ditariknya sebuah kursi dan diposisikan di samping kursi guru tadi, mencoba mengintip ke arah dokumen yang bebas dibaca siapapun.
"Kau memperhatikan mereka lagi?" tanya guru dengan iris coklat muda itu. Ia tersenyum kecil saat si guru berkacamata mendengus pelan dan lagi-lagi membenarkan posisi kacamatanya. Ia tahu sudah hampir satu minggu sejak daftar murid baru keluar, si guru berkacamata itu senantiasa memperhatikan daftar siswa barunya.
Pria berkacamata yang terkenal dingin dan galak itu sepertinya menaruh minat kepada enam murid yang ada di dokumen itu. Itu yang dipikirkan sang guru berambut krem disampingnya.
"Aku hanya merasa keenam anak ini…" Suaranya berhenti ditengah-tengah, "tidak biasa." Dan ia melanjutkan dengan suara memelan. Ekor matanya melirik ke arah guru berambut krem yang tetap tersenyum menatapnya. "Bagaimana menurutmu, Kiyoshi?"
Guru yang dipanggil Kiyoshi itu menggosok dagu sejenak sambil meraih dokumen laporan yang ada di tangan si guru berkacamata. Ikut mengamati wajah keenam siswa yang tertera sambil menganggukkan kepala. Tampaknya ia setuju dengan yang baru saja dikatakan temannya tadi.
"Kau benar, Hyuuga,"
Yang bernama Hyuuga kembali membenahi posisi kacamatanya. Tatapan matanya tampak menyimpan suatu kekhawatiran tersendiri ketika ia melirik ke deretan jendela yang terbuka di sekitar ruang guru tempatnya berada. Angin semilir musim semi yang masuk ke ruangan itu tampak tak membuat kecemasannya berkurang sedikitpun.
Ia masih ingat dengan jelas apa yang terjadi setengah tahun yang lalu. Suara decit sepatu dan pantulan bola bakset yang menggema di stadion Tokyo masih membuat dadanya berdebar setiap kali mengingat beberapa pertandingan yang membuat darahnya mengalir cepat. Pertandingan-pertandingan menakjubkan sekelompok anak dari SMP yang berbeda-beda. Yang berhasil membuat semua penonton di stadion itu terpukau dengan kehebatan mereka.
"Aku merasa ada yang salah—menempatkan mereka berenam di satu tempat yang berdekatan. Tidakkah kita harus menyusun ulang daftar kamar asrama?"
"Kurasa tak perlu." Kiyoshi tersenyum lagi, kali ini sambil meletakkan laporan itu di meja Hyuuga. Ia menopangkan dagu di atas meja sambil terkekeh. Kedua iris coklat muda itu tampak tertarik akan sesuatu yang menurutnya akan segera terjadi.
"Anak-anak itu harus belajar sesuatu, Hyuuga. Ini menarik…"
~OoOoO~
Teiko Gakuen adalah sebuah sekolah tingkat atas khusus untuk laki-laki. Terletak di Tokyo dan termasuk dari salah satu sekolah dengan prestasi tertinggi di berbagai bidang termasuk—akademi, olahraga, sains juga materi. Bukan sekolah sembarangan, tentu saja. Hanya mereka yang berhasil lulus tes dan proses seleksi yang panjang –yang mengikut sertakan proses mengenai latar belakang dan kemampuan— yang mampu bersekolah di Teiko.
Banyak orang di seluruh Jepang yang berbondong-bondong masuk ke sekolah ini. Karena selain akan mendapat predikat yang memuaskan, salah satunya digandrungi banyak gadis di sekolah lain, tentu masuk ke Teiko adalah sebuah kebanggaan dan mampu memudahkan mereka lolos ke universitas hebat di banyak negara.
Sekali mendayung, dua tiga pulau akan terlampau.
Satu peraturan yang ditetapkan di Teiko : Semua murid harus tinggal di asrama.
Hanya itu yang biasanya menjadi sebuah masalah. Yah, contohnya seperti sekarang ini di sebuah gedung asrama tingkat satu, tempat para siswa kelas satu SMU yang baru saja melewati hari penerimaan berada. Di sebuah ruangan bernomor 048…
"Aku tak tau kenapa harus sekamar denganmu, Akashicchi!" Kise berteriak sambil mengacak rambutnya frustasi. Direbahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang terletak di dekat jendela, sedang seorang pemuda lagi tengah sibuk sendiri di tempat tidur lain yang terletak di pojok ruangan.
Kedua iris madu Kise melirik pemuda berambut merah itu malas. "Dari banyak orang, kenapa harus Akashicchi?" lanjutnya sambil menggerutu. Kise memeluk bantalnya dan menatap lurus dengan wajah tertekuk. Jelas kesal.
Yang dipanggil Akashicchi, atau yang bernama lengkap Akashsi Seijuurou memilih diam saja. Ia tak terlalu peduli dengan rengekan Kise yang sudah amat sangat membuatnya bosan.
Jika ada yang harus protes masalah pembagian kamar, Akashi adalah orang yang harusnya melakukan itu. Awal tahun menjadi siswa SMU, kenapa juga ia harus berbagi kamar dengan orang seberisik Kise? Setahun yang akan datang akan jadi saat yang menyebalkan. Akashi harus menyiapkan banyak senjata untuk sewaktu-waktu membungkam mulut berisik Kise.
Jelas Kise sadar pria berambut merah yang lebih kecil darinya itu sengaja mengacuhkannya. Pemuda itu langsung bangun. Kise berjalan menuju pintu, sebelumnya sempat melirik Akashi sebelum ia membukanya.
"Akashicchi,"
Akashi meliriknya enggan. Tidak menyahut.
"Aku tak berpikir akan berteman dengan Akashicchi. Aku tak pernah berpikir akan berteman dengan musuhku sendiri…" Tatapan mata Kise yang biasa ceria mendadak kelam. Dipandangnya Akashi dingin. Barulah Kise membuka pintu dan keluar dari kamar 048 itu.
Di dalamnya, Akasshi tetap tak menaruh minat kepada ucapan Kise tadi. Pemuda itu melirik meja yang kini menyimpan beberapa buku bacaan yang ia bawa dari rumah. Meski ia tak menaruh minat dengan ucapan Kise, kalimat itu terngiang sekali lagi dibenaknya.
Membuat tatapan mata Akashi tampak sangat dingin dan kelam.
Akashi sendiri tak menaruh minat untuk berteman dengan Kise. Ia tak menaruh minat berteman dengan siapapun.
.
.
.
Kise berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki di koridor yang cukup ramai. Beberapa siswa yang memiliki kamar bersebelahan tampak mengunjungi satu sama lain untuk sekedar mengobrol dan menjalin sebuah hubungan pertemanan.
Pertemanan, huh? Kise spontan mendengus saat kata itu terefleksi di benaknya.
Langkahnya kembali dihentakkan saat ia melihat sebuah pintu kamar bernomor 056 terbuka dan seseorang bertubuh tinggi dengan kulit gelap keluar dari kamar itu. Langkah Kise sontak terhenti beberapa langkah di belakangnya. Menatap pemuda tinggi itu dalam keheningan.
Sampai seorang pemuda lain yang bertubuh kecil keluar dari ruangan yang sama. Pemuda berambut biru laut yang untuk kedua kalinya membuat Kise ikutan terkejut melihatnya.
"Aomine-kun, tunggu," ujar si pemuda berambut biru terburu-buru saat ia menutup pintu kamarnya.
Si pemuda tinggi berdiri terdiam. Memunggunginya. "Apalagi, Tetsu?" Tampaknya ia tak berniat menoleh untuk memandang lawan bicaranya. Suaranya yang berat terdengar angkuh sedangkan si rambut biru yang dipanggil Tetsu tadi bergeming di tepatnya berdiri. Jelas kelihatan kesal dengan nada bicara pemuda dihadapannya.
"Apa aku harus membuat permohonan pergantian kamar?" tanya si rambut baby blue akhirnya.
Kini barulah pemuda itu menoleh. Membuat sepasang iris berwarna biru gelap seperti malam itu memandangi pemuda kecil ini dingin. Ia berjalan selangkah mendekat, membungkukkan tubuhnya sedikit agar tingginya menyamai pemuda berambut biru itu. Sepasang iris baby blue dan biru tua itu bertemu dalam satu garis lurus.
Tatapan itu tak tampak bersahabat satu sama lain. Keduanya tampak datar.
"Dan membuatku terlihat seperti seorang pengecut?" Nada suaranya jelas terdengar setengah mengejek.
"Semua terserah, Aomine-kun." balasnya.
Yang dipanggil Aomine-kun memutar bola matanya sambil kembali berdiri. Saat itulah pandangannya tertuju kearah Kise yang masih berdiri memandangi mereka. Membuat alisnya sontak bertautan dan matanya menatap Kise tak percaya. "Kise…"
Si pemuda rambut biru terkejut. Ia ikut menoleh dan tatapannya sama kagetnya dengan pemuda tinggi tadi. "Kise…-kun?"
Kise memasang senyum santai sebisanya dan berjalan mendekati kedua pemuda itu. "Aku sama sekali tak mengira akan bertemu kalian disini. Lama tak berjumpa, Aominecchi, Kurokocchi." Ia menghela nafas dengan nada mengejek sekarang. "Setelah Akashicchi, sekarang justru Aominecchi~"
Kuroko Tetsuya, si rambut biru tersentak. "Akashi-kun…dia disini?"
"Sekamar denganku."
Keheningan menyelimuti ketiga pemuda itu. Masing-masing memiliki pemikiran tersendiri terhadap Akashi yang tengah mereka bicarakan sebentar tadi. Tampaknya berbagai macam ekspresi juga tergambar di wajah mereka. Antara heran, tak percaya, enggan dan…takut.
Takut terhadap Akashi?
"Sekolah apa ini~" Aomine Daiki, yang bertubuh tinggi tadi, menggerutu sambil mengacak rambutnya. "Pertama Tetsu, lalu Kise, dan kemudian Akashi. Aku akan tertawa jika si Megane Tsundere dan Snack Mania itu juga ada di sekolah ini." erangnya frustasi.
Tepat saat itu, kedua bola mata Kise membulat tak percaya saat menatap sesuatu yang ada dibelakang Aomine dan Kuroko. Kuroko yang sadar pun menoleh dan kembali menunjukkan ekspresi heran yang kelihatan agak datar di wajahnya.
"Euhm~ Kalau begitu Mine-chin harus tertawa sekarang~"
DEG.
Aomine menoleh kebelakang dengan perlahan. Tatapan matanya bertemu dengan sepasang iris pemalas pria raksasa berambut ungu dengan sekantong makanan ringan di pelukannya. Pria super tinggi itu menunduk, memandangi wajah Aomine malas.
"Kenapa Mine-chin tidak tertawa, huh?" Ia cemberut. Kecewa dengan ekspresi yang Aomine tunjukan.
"MURASAKIBARA!" Aomine terlonjak kaget sekarang. Ia mundur selangkah dan nyaris menabrak Kise kalau pemuda itu tak menahan punggung Aomine di depannya.
Kise mengedipkan matan, "Ja-jadi Murasakicchi juga disini?" Jelas ia tak percaya dengan apa yang ada dihadapannya kali ini. Semua ini benar-benar kebetulan atau memang nasib sial?
Kuroko satu-satunya yang setia bersikap wajar dan datar. Ia maju selangkah, menengadah dan kedua tatapannya bertemu dengan sepasang iris ungu milik Murasakibara Atsushi. "Lama tak berjumpa, Murasakibara-kun."
"Ara~ Kuro-chin juga disini? Mine-chin, Kise-chin dan Kuro-chin~" Sebuah Maiubou masuk ke dalam mulutnya. Lirikan matanya kini tertuju ke belakang tubuhnya dimana ada seorang pemuda berambut hijau dengan boneka kodok di tangan kanannya tengah bersandar di tembok.
Membuat tatapan ketiga pemuda tadi tertuju ke arah yang sama.
Pemuda berambut hijau itu menaikan kacamatanya. Mendengus sebal sambil melirik keempat pemuda berambut warna-warni dihadapannya. "Oha-asa bilang ini adalah hari sial Cancer. Tak kusangka bertemu kalian berempat disini." gerutunya kesal.
"Midorima-kun,"
Murasakibara menatap ketiga pemuda tadi lagi. "Aku dan Mido-chin berada di kamar 057."
Sontak mereka semua membungkam mulut masing-masing. Antara saling berpandangan satu sama lain, melempar tatapan tak percaya dan akhirnya terkejut dalam detik yang bersamaan. Ini semua ibarat mimpi buruk bagi mereka semua! Bahkan dalam mimpi pun, mereka tak pernah membayangkan akan menghalami hal ini.
Bisakah takdir berputar ulang? Mungkin mereka akan memutuskan untuk tidak masuk ke Teiko Gakuen ini.
Kesialan beruntun…
"Kebetulan macam apa ini…" Suara Aomine terdengar tak percaya. "Dari banyak orang di Jepang, kenapa harus bertemu lagi dengan kalian semua? Ini benar-benar kutukan!" serunya seraya menuding keempat pemuda yang berada di sekelilingnya bergantian.
Kise tersentak saat jemari Aomine tertuju yang terakhir kepadanya. Ia balas menuding, "Harusnya itu kalimatku, Aominecchi!"
"Bagaimana caranya aku melewati satu tahun di asrama ini bersama dengan mereka semua-nanodayo." Tambah Midorima sambil kembali menaikkan kacamatanya. Ia menatap boneka kodok yang merupakan lucky item-nya hari ini. Tapi sekali pun membawanya, tetaplah kesialan menantinya.
"Pokoknya aku tak mau berteman baik dengan Aominecchi! Temannku hanya Kurokocchi!"
"Huh?!" Aomine mendelikkan matanya, "siapa juga yang mau berteman denganmu, bodoh?!"
"Apa?! Aku tidak bodoh-ssu!"
"Hanya orang bodoh yang bicara dengan nada kekanakann –ssu-ssu— semacam itu, bodoh!"
"Beraninya Ahominecchi~"
"Aho?! Ahominecchi kau bilang, hah?!"
Midorima sebal. Kacamatanya bisa saja retak karena nada suara tinggi yang terlontar dari bibir kedua pemuda berisik itu. Matanya melirik-lirik ke sekeliling dan sontak melihat seorang murid lain yang lewat dengan ekspresi takut diantara mereka.
Yang Midorima lihat adalah dua botol air mineral di tangannya. Tanpa izin, Midorima merebut dua botol itu. Lalu memposisikan dirinya seakan akan melakukan lemparan bola. Tentu si murid tadi terkejut dan nyaris saja memprotes. Sayangnya suaranya tercekat saat dua botol itu melayang mulus di udara dan mendarat tepat sasaran. Di kepala Kise dan Aomine.
Murid tak bersalah itu berubah pucat. Sedangkan tatapan mata Aomine dan Kise langsung tertuju kepada Midorima yang sudah jelas pelaku botol melayang itu.
Midorima cuek. Ia menaikan kacamatanya acuh. "Orang bodoh tak seharusnya saling melempar ejekan-nanodayo…" ujarnya dengan suara dingin yang membuat amarah Kise dan Aomine sama-sama naik ke kepala.
"MIDORIMACCHI JAHAAT-SSU! Midorimacchi juga bukan temanku lagi!"
"KAU MEGANE! Oha-asa freaks, kampungan!"
"Apa!"
"…." Di sisi Kuroko diam saja. Menonton Aomine dan Kise yang tadi bertengkar mulut kini justru saling membantu untuk menyerang Midorima dengan kata-kata hinaan yang tidak pantas disebutkan. Sedangkan Midorima ikut membalas mereka berdua dengan acuh dan gaya cuek.
"Munch~ Munch~" Sedangkan Murasakibara tetap sibuk menghabiskan sekotak Maiubou di tangannya. Diliriknya Kuroko malas lalu menyodorkan Maiubou-nya ke pemuda itu, "Kuro-chin~ Kuro-chin mau makan?" tawarnya kekanakkan.
Kuroko hanya menggelengkan kepalanya datar. "Tidak. Terima kasih." Dan kembali menonton pertengkaran ketiga pemuda yang kini sudah menjadi tontonan seluruh penghuni asrama yang berada di lantai yang sama dengan mereka semua.
Jauh dari tempat mereka berdiri, Akashi ada disana. Tak terlalu dekat sehingga tak satupun menyadari si rambut merah dengan sepasang mata heterokromatik itu tengah memandangi semuanya dingin. Akashi pribadi sama sekali tak menduga hal ini akan terjadi.
Berada satu sekolah dengan kelima orang yang pernah menjadi lawannya di pertandingan basket SMP. Berada sekamar dan harus tinggal satu atap dengan mereka yang pernah membuat Akashi merasa kesal setengah mati. Dan ada kemungkinan belajar dan menghabiskan waktu tiga tahun ini di kelas dan sekolah yang sama dengan kelima orang yang tak pernah ingin Akashi lihat lagi dihadapannya.
Ini benar-benar kesialan…
Akashi sang Emperor pun tak bisa menerima hal ini dengan mudah…
.
.
.
Di ruang guru, Hyuuga dan Kiyoshi sama-sama terkekeh ketika membayangkan apa yang akan terjadi ketika keenam pemuda yang tengah mereka bicarakan nanti bertemu pandang. Entah bagaimana ekspresi yang mereka tunjukkan satu sama lain. Ah, bagaimanapun itu, Hyuuga dan Kiyoshi sama-sama tertawa geli membayangkannya.
Hyuuga menyudahi tawanya, menepuk laporan siswa tadi di mejanya. "Ini benar-benar akan menarik. Aku tak boleh melepas pandangan dari mereka berenam." guraunya asal-asalan.
Kiyoshi mengangguk. "Tahun ini sepertinya akan benar-benar menarik," imbuhnya santai.
.
.
End of Prologue
.
A/N ::
Saya datang lagi dengan apa ini?! Fanfic lain? Prolog pula?! Aaahhhh! Maafkan dakuuuuu! T^T
Ide ini datang secara random jam tiga pagi ketika aku justru lagi baca doujinshi DouWata (ada yg tau Doumeki x Watanuki? xD)
Tadinya malas ngetik, tapi pas inget jumat ini aku libur tugas, yowess begadang ga tidur sampai pagi ga masalah. Dan lahirlah prologue yg absurdnya ga nahan kayak begini. Sumpah! ini parah banget! Padahal dua ff lain masih on-going malah ngepost prologue ini. Gomenasai, minna! T^T
.
Oh, iya~
Lanjutan Notes :
Disini Kuroko dkk dikisahkan justru satu sekolah setelah mereka SMU. Jadi Seirin, Rakuzan, Kaijou, Touou, Yosen dan Shuutoku nanti jadi nama SMP mereka. Kagami juga bakalan muncul kok sebagai teman SMP Kuroko tapi nggak sekolah di Seirin (fungsinya menambah kekacauan fanfic ini). Momoi juga bakalan muncul sebagai teman SMP Aomine dan Takao juga muncul nanti (dengan fungsi yg sama dengan Kagami).
Para Senpai mereka bakal muncul jadi guru. Khusus untuk Aida Riko, dia kan cewek, jadi dia berperan sebagai istrinya Hyuuga. wkwk xD (dari dulu pen banget bikin Riko jadi istrinya Hyuuga).
Karena dengan model pertukaran jenjang dan perombakan beberapa peran dari cerita asli, aku harap minna bisa memahaminya. Bukan bermaksud mengacaukan peran yang udah ada juga, sih~ Tapi jelas ini akan agak OOC dari mereka aslinya.
Rencananya tiap chapter cuma akan kubikin one-shoot atas keseharian mereka yang kacau dimana mereka justru nanti harus saling berhubungan dan kerjanya ribut terus. yah jelas juga dengan sedikit hint couple, sih~ Ini fanfic humor-comedy, yaa~ Aku sendiri ga paham masuk ke genre comedy apa kagak~ seadanya aja deh~ comedy garing juga jadi. #plakk
.
Untuk kelanjutan, kuserahkan kepada minna yang bersangkutan apakah tertarik apa nggak. Pastinya lanjutan akan kutulis kalo sempet, sebelumnya aku mengutamakan Family's Curse sama Unrequited dulu soalnya. ^^
Matta, nee~
Sign,
InfiKiss