Naruto and All Characters belongs to Masashi Kishimoto

Story and Plot belongs to Me

.

.

CONCUBINE

.

Chapter 4 : It's Begin

.

Fiksi ini jauh dari kata bagus apalagi sempurna. Kritik, saran, dan pendapat diterima dengan senang hati :)

-oOo-

Gema langkah itu membumbung, menjadi pengiring tiap langkah Uzumaki Naruto yang menyusuri jalan-jalan berbatu. Bulan temaram, terpekur dalam sepi karena bintang-bintang lenyap entah kemana. Naruto merasa kosong, sekosong botol sake yang ada dalam genggamannya. Entah mengapa, malam ini ia merasa hidupnya hancur. Melebur menjadi rasa sakit hati yang tergores dengan sangat di dalam hatinya.

Tuhan, apa salahnya? Ia hanya mencintai seorang wanita berhati lembut yang pertama kali memberinya senyum tulus saat bertahun-tahun sudah ia dikucilkan. Ia tahu, ia hanya seorang Uzumaki Naruto yang tolol, ceroboh, dan emosional. Ia beruntung karena kegilaannya membunuh Jendral kerajaan ini, ia diangkat menggantikan jendral itu sendiri.

Dulu, ia hanyalah seorang pemuda urakan. Yang besar dan dibesarkan oleh kekejaman hidup. Ia preman dan berandalan, ia akui itu. Ia sudah berlumur dosa karena membunuh orang-orang hanya untuk mempertahankan hidupnya. Tapi tak bolehkah ia merasakan indahnya cinta? Ia sudah bertahun-tahun kehilangan kasih sayang –tak sekalipun ia merasakan bagaimana indahnya cinta orang tua.

Botol sake itu terlempar. Pecah menjadi berkeping-keping setelah terantuk batu. Bagitupula hatinya. Pikirannya berkelana. Bertahun-tahun silam ia pernah dalam posisi yang sama. Bukan karena patah cinta, melainkan karena kehilangan sahabat yang selalu bersamanya dalam suka dan duka. Inuzuka Kiba namanya. Pemuda itu mati setelah wabah kolera dan kelaparan. Saat itu ia berjanji, seorang Uzumaki Naruto akan lebih tegar lagi. Lebih kuat lagi, dan berjuang untuk menjadi orang yang ada di posisi atas.

Oh, inikah indahnya hidup? Yang ada di posisi tinggi selalu punya kuasa. Entah mengapa, tiba-tiba ia membenci Sasuke. Bukan, lebih tepatnya ia benci Sasuke yang menjadi raja dan bebas memonopoli apapun semaunya. Bahkan wanita yang ia cintai. Wanita yang pertama kali mengobati lukanya sambil menasehatinya agar lebih berhati-hati dan tidak memaksakan diri untuk membawa Konoha pada puncak kemenangan. Ia sadar betul, saat itu ia jatuh cinta.

"AAARRGGGHH!"

Ia berteriak, menyalurkan emosinya yang menggebu. Tak peduli jika ada orang yang terbangun dari tidurnya akibat teriakannya. Ia benci pada dirinya saat ini. Ia benci menjadi dirinya yang menjadi amat lemah seperti saat ini. Ia adalah Uzumaki Naruto yang kuat, Uzumaki Naruto yang penuh semangat. Tak sepantasnya ia bersikap menyedihkan seperti ini.

Ia lelaki, dan harus bersikap layaknya lelaki. Ia tak boleh menangis karena patah hati layaknya perempuan. Jika ia mencintai wanita, kenapa ia tidak mempertahankan cintanya? Mengapa ia tak rebut saja wanita itu agar ada di sisinya? Ya, benar. Ia akan merebut Haruno Sakura dari genggaman Uchiha Sasuke.

-oOo-

Kalau boleh menyebutkan hal apa yang paling dibencinya di dunia, Neji akan dengan yakin menjawab; ia benci melihat adiknya menangis. Seperti pagi ini, di sudut istana, ia kembali melihat adiknya menangis. Sasuke tidak pulang, begitu katanya. Neji bisa mengerti apa penyebabnya, tanpa harus diberi penjelasan oleh Hinata.

Sebab, ia yakin, Sasuke akan mengarang beribu cerita agar Hinata percaya padanya, dan menutupi perselingkuhannya dengan Sakura. Mendadak ia ingin memukul Sasuke. Lelaki macam apa itu? Mengapa Sasuke begitu plin-plan? Mengapa Sasuke begitu menyedihkan yang bahkan terbelenggu oleh wanita? Raja macam apa itu? Beribu macam umpatan telah terucap dalam hati Neji.

"Hiks… Nii-sama… hiks…."

Hati Neji teriris mendengar tangisan Hinata yang memilukan. Ia tahu, Hinata menanggung penderitaan batin yang sangat besar. Hinata dengan tulus mencintai Sasuke, mengapa dengan mudahnya lelaki itu berkhianat?

Cukup sudah! Neji tak tahan lagi. Ia sudah muak dengan segala sandiwara ini. Ia manusia biasa yang punya ambang batas kesabaran.

"Hinata," panggilnya. Disentaknya tubuh Hinata dan dengan sekali gerakan mencium bibir Hinata.

Kontan saja, Hinata membeku. Isakannya terhenti. Dicium oleh kakaknya sendiri merupakan hal tabu yang bahkan sekalipun tak pernah terlintas dalam benak Hinata. Sekuat tenaga, ia mendorong tubuh Neji yang memeluknya. Ini semua salah. Neji yang menciumnya adalah salah.

"Nii-sama… i-ini ss-salah! I-ini se-semua ss-salah!"

Dengan perlahan-lahan, Hinata melangkah mundur. Ia masih cukup syok dengan hal yang baru saja dialaminya. Kepalanya menggeleng-geleng, berusaha menghapuskan segala ingatan yang baru saja dialaminya. Hinata kemudian berlari, mengiraukan kimononya yang kini penuh debu akibat ia yang tak memperhatikan langkahnya.

Neji terdiam, ia telah menduga kalau hal ini akan terjadi. Ia termenung untuk memikirkan segalanya. Ia menghela napas, dadanya juga terasa sesak akibat semua ini. Ia merasa menyedihkan. Ia merasa ia bukanlah seorang kakak yang baik. Ia merasa ia bukanlah seorang lelaki berpangkat tinggi yang gagah dan disegani. Ia merasa –ah, ia terlalu banyak merasa rendah diri.

Kami-sama, mengapa semuanya seperti ini?

Neji menggeram, berusaha untuk tidak memporak-porandakan apa saja yang ada di hadapannya. Ia mengela napas sekali lagi, kemudian melangkah pergi dari sana.

-oOo-

Seperti biasa, Haruno Sakura akan membawa ocha hangat dan ramuan untuk mengobati Kabuto. Telah beberapa hari Kabuto menginap di rumahnya, dan semakin hari, Kabuto menunjukkan kesembuhan yang cukup signifikan. Diketuknya pintu kamar Kabuto, tetapi tak ada jawaban. Berulang kali ia mencoba mengetuk pintunya, tapi jawaban tak kunjung muncul.

Kemudian, ia memilih untuk menggeser pintu kamar Kabuto. Sedikit kepayahan karena ia harus membawa nampan, pun lengan kimono yang dikenakannya sedikit membuatnya susah. Dan yang ditemukannya hanya futon yang sudah terlipat rapi, juga beberapa gulungan perkamen yang berserakan.

Sret! Brak!

Semuanya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba saja ada yang mendorong Sakura dan menekan lehernya dengan sebuah kunai. Ia yang kaget langsung menjatuhkan nampan yang dibawanya. Tubuhnya membeku, tak bisa bergerak. Sendi-sendi tubuhnya terasa kaku.

"Ss-si-siapa-"

"Diam!"

Perkataan Sakura terputus saat sebuah suara menghalaunya. Suara yang sudah dikenalinya. Suara Kabuto. Ia tak menyangka pria yang sering tersenyum sambil bercanda tawa dengannya itu bisa menjadi sebegini dingin. Ada apa ini sebenarnya? Sakura tak bisa berhenti berspekulasi. Jangan-jangan…

"Tak kusangka kau begitu bodoh." Kabuto memulai perkataannya. "Membiarkan orang tak dikenal berkeliaran di rumahmu, Hime."

"Itu kewajibanku untuk tidak menelantarkan orang terluka. Aku seorang tabib –jika kau lupa." Sakura berusaha bersikap tenang. Ia ingat perkataan Sasuke bahwa sikap tenang bisa membuat lawanmu gentar –sekaligus tak dianggap remeh oleh sang lawan.

Kabuto mendengus, "Kau cukup baik hati –dan oh! Aku berterima kasih atas suguhanmu bersama Uchiha Sasuke-sama Yang Agung pada hampir tiap malam."

Sakura membeku. Skandalnya telah diketahui oleh pihak musuh dan itu bukanlah hal yang bagus.

"Baiklah, salam penutup untukku karena aku sudah akan pergi dari sini. Kerajaanku menarikku untuk pulang dan telah menyiapkan rencana besar untuk kerajaan tolol ini. Ah, sampaikan salamku juga untuk Uchiha. Sampai jumpa."

Boff!

Disertai asap tipis, Kabuto menghilang. Sakura sedikit bernapas lega. Namun, ia masih bertanya-tanya, mengapa Kabuto tiba-tiba pergi? Ia yakin, Kabuto adalah seorang mata-mata. Tapi mengapa Kabuto menunjukkan jati dirinya pada Sakura? Sebagai rasa terima kasihkah? Atau sebagai peringatan? Tapi, bukankah itu berbahaya?

Sakura tak tahu pasti. Tapi yang jelas, ia harus melaporkan hal ini kepada Sasuke. Meski ia merasa bersalah juga karena tak memberi tahu Sasuke bahwa ia merawat seseorang lelaki di rumahnya. Dan ternyata lelaki itu adalah seorang mata-mata.

-oOo-

Sasuke merasa tidak tenang akhir-akhir ini. Entah mengapa, ia merasakan dengan jelas ada beberapa hal yang berubah. Ia seolah mendapat radar bahaya. Tapi, sering ia halau perasaan itu. Mungkin juga itu pemberontak yang mencoba mengganggu kestabilitas kerajaan. Hanya gangguan kecil. Mungkin.

Sasuke mencoba merenung. Salah jika ia tak merasa menyesal dengan menduakan Hinata. Tapi hatinya tak bisa dibohongi. Ia mencintai Sakura, ia yakin itu. Ada rasa menggebu dalam hatinya saat Sakura ada di sampingnya. Ada getaran kecil yang merambat di seluruh tubuhnya, menghantarkan euforia yang menyenangkan tiap ia mencium Sakura. Ia tak tahu pasti kapan rasa itu muncul. Dan saat ia tersadar, ia begitu mencintai Sakura dan sudah bergantung pada wanita itu.

Apa sih, yang dimiliki Sakura hingga membuat Sasuke sebegini gila karenanya? Bukankah ia sudah jelas-jelas memiliki Hinata? Entahlah, ini masalah hati. Mungkin ia jatuh cinta pada senyum Sakura. Mungkin ia jatuh cinta pada kilatan bening mata wanita itu. Mungkin karena Sakuralah yang selalu ada di sampingnya saat ia berada pada titik terendah dalam hidupnya –saat kakak dan orang tuanya pergi meninggalkannya.

Berbicara tentang keluarganya, Sasuke jadi terpekur menatap sebuah lukisan yang dilukis oleh Sang Ibu. Bukan lukisan rumit, hanya sebuah aliran sungai dengan rinai bamboo berwarna hijau yang menyejukkan. Ini adalah tempat yang akan membawa kebahagiaan padamu suatu kelak, begitu kata Ibunya. Saat itu, Sasuke kecil sama sekali tidak mengerti apa maksudnya. Tapi, sampai sekarang ia percaya, tempat itu benar-benar ada dan suatu saat, ia akan berada di sana, menggenggam kebahagiaan.

"Haha… Chichi… Aniki…." Sasuke mendesah, sambil memanggil-manggil keluarganya.

Ia mungkin merasa tolol sekarang. Tapi, rasa rindu itu menyeruak dari dalam hatinya. Ia manusia biasa, yang juga ingin menikmati kebahagiaan. Jadi, biarlah ia menuruti kata hatinya. Tak peduli jika ia terlihat lemah. Ia hanya ingin menikmati hidupnya yang sementara ini.

Sret!

Merasa ada yang menggeser jendela kamarnya, Sasuke langsung bersikap siaga. Ia berdiri, sambil menggulung lengan kimono biru tuanya. Katana telah tersemat di belakang punggungnya. Mungkin, bisa saja pelayan yang datang dan Sasuke tak perlu bersikap siaga. Tapi, ia sudah mengatakan kepada pelayan-pelayannya untuk tidak diganggu. Lagipula, mana ada pelayan yang tidak sopan pada rajanya dengan masuk ruangan Sang Raja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?

"Sasuke."

Suara itu….

Pandangan terkejut langsung tampak di wajah Sasuke. Matanya membulat penuh keterkejutan. I-ini… nyata…?

"A-aniki…?"

Itachi tersenyum. Sedikit merasa bangga dan kagum melihat Sasuke yang semakin gagah dengan kimono kebesaraannya. Ia sudah menduga kalau Sasuke akan menjadi raja menggantikan dirinya.

"Ku-kupikir kau-"

"Tidak akan pernah kembali lagi atau bahkan mati? Tidak semudah itu Sasuke." Itachi menyela perkataan Sasuke.

"Aku tak pernah berpikir sebegitu buruk untukmu, Nii-sama."

Kedua saudara itu berpelukan. Menumpaahkan rasa rindu yang terbelenggu waktu. Terasa sekian lama mereka tak berinteraksi seperti ini. Terasa sudah ratusan tahun berlalu meski sebenarnya tidak demikian.

"Jadi, apa yang membuatmu pulang?"

Itachi berdeham, "Aku ada berita penting untukmu. Kau tahu Jiraiya?"

"Jiraiya…?" Sasuke mencoba mengingat-ingat siapa itu Jiraiya. Dan pemikirannya menjurus satu titik, pria berambut putih yang terkenal mesum pemimpin kerajaan Amegakure?

"Benar, Jiraiya. Dia menyiapkan serangan besar-besar untuk menyerang kerajaan ini. Kita harus waspada, Sasuke. Bagaimanapun juga, sebabnya masih seperti di masa lalu. Kita memang perlu waspada, tapi lebih baik jika diselesaikan secara baik-baik. Jika terus berperang, yang ada hanyalah dendam yang berkepanjangan."

Sasuke menggeram. Sial, firasatnya benar.

"Baiklah. Kau istirahat saja dulu. Aku akan berunding dengan para jendralku."

-oOo-

Sakura melangkah tergesa di koridor istana. Kedua tangannya mengangkat bagian bawah kimono yang dikenakannya. Wajahnya terlihat panik. Ia ingin segera melaporkan hal yang dialaminya tadi kepada Sasuke. Entah mengapa hatinya terasa resah. Ada hal aneh yang menyelimutinya sejak menginjakkan kaki di istana megah ini.

Benar saja. Begitu ia ingin berbelok menuju ruangan Sasuke, tangannya dicekal oleh tangan Neji. Dengan gerakan cepat, lelaki itu memojokkan Sakura di sebuah pintu dengan lukisan Sakura yang tengah bersemi. Sakura sungguh terkejut.

"Neji-san?"

Neji berdecih, "Hentikan wajah sok polosmu. Aku sudah muak."

Sakura terdiam. Tak menyangka Neji akan langsung berbicara seperti itu padanya. Sakura tahu, Neji benci padanya. Tapi mengapa lelaki itu mengukungnya dalam posisi seperti ini? Apalagi, ini di istana. Meski, tempat mereka berada sekarang sedang sepi, tapi tetap saja tak seharusnya mereka dalam posisi ini, 'kan?

Bukannya ada apa. Tapi Sakura tak mau sampai pelayan melihatnya dan mengadukan hal ini pada Sasuke. Atau yang lebih parah lagi, Sasuke yang melihatnya secara langsung. Lagipula, Sakura sedang buru-buru.

"Tolong lepaskan aku."

"Melepaskanmu? Setelah apa yang kau perbuat? Mimpi saja kau!" Decaknya. "Sudah kuperingatkan untuk menjauh dari Sasuke. Tetap saja kau ada di dekatnya seperti penyakit saja."

Serasa aliran darah Sakura membeku. Ia tahu, amat sangat tahu kalau Neji membencinya. Ia pun sadar kalau dirinya pantas dibenci karena bisa disebut merusak rumah tangga orang. Namun apakah ia tak boleh egois?

Ia mencintai Sasuke, bahkan sebelum Sasuke memintanya menjadi selir. Sasuke merupakan orang yang penting baginya. Bersama Sasuke pulalah, ia merasakan kekejaman kehidupan. Ia tahu saat lelaki itu terjatuh, saat laki-laki itu bisa mengayominya, saat laki-laki itu mencurahkan begitu banyak perhatian untuknya. Ia begitu banyak melampaui masa-masa indah dan sulit bersama Sasuke.

"Tak tahukah betapa hinanya dirimu? Kau ini lebih buruk daripada sampah, wahai wanita jalang. Kau sudah merusak rumah tangga orang dan masih berani menampakkan batang hidungmu? Kau benar-benar wanita tak tahu diri."

Neji terus saja mencecarnya dengan kata-kata yang kurang pantas. Membuat emosinya memuncak. Ia tahu ia hina. Tapi tidak perlu sampai menghinanya di depan mata, 'kan? Sakura memang sakit hati. Matanya sudah memanas dan siap meluncurkan air mata. Tapi, ia tahan air mata itu agar tak keluar. Ia wanita kuat, ia wanita tegar. Dan ia tak boleh menangis di hadapan orang yang merendahkannya.

Ia harus bisa menahan emosinya. Ia seorang wanita yang meski bukan dari kalangan kerajaan, dibesarkan menjadi budak dan pelayan, tapi ia harus memiliki martabat sebagai wanita. Meski tak pernah mendapat pelajaran tentang tata krama layaknya para putri, ia tak boleh bertingkah layaknya wanita jalang yang bisa membuat Neji semakin menghinanya.

"Aku memang wanita hina yang tak tahu diri. Tapi, aku mencintainya dan aku percaya kalau Sasuke-kun merupakan takdirku. Kami saling mencintai." Sakura membalas. "Dan tentu sebagai wanita aku tahu bagaimana perasaan adikmu. Namun, Sasuke sendirilah yang menentukan. Dia kembali padaku. Jadi, biarkan aku menjadi egois untuk cinta ini."

Neji menggeram. Ada rasa marah saat Sakura dengan percaya diri mengatakan bahwa Sasuke merupakan takdirnya. Ia tak suka kata-kata itu terucap dari mulut Sakura. Egois untuk cinta? Sebodoh dengan kata itu. bagi Neji, itu tak ada maknanya sama sekali.

Melihat Neji yang lengah, Sakura segera melepaskan diri dari Neji. Ia berlari menuju ruangan Sasuke meski beberapa kali terhuyung karena kimononya.

Neji semakin emosi melihat dirinya seperti dibodohi sekarang. Kenapa semuanya seperti ini? Bukankah ia ingin membuat Sakura menjauh dari Sasuke? Mengapa ia menjadi seemosional ini karena Sakura bilang mencintai Sasuke? Ada apa sebenarnya ini? Kenapa perasaannya berubah secepat ini? Mengapa ia sedikit senang bisa berinteraksi dengan Sakura dan tiba-tiba ingin membunuh Sasuke secepatnya?

Kenapa? Kenapa ini?

Apa ia… cemburu?

-oOo-

Gema langkah Sakura terdengar disepanjang koridor istana. Ia buru-buru menemui Sasuke dan menghindar dari kejaran Neji. Dan bertepatan saat itulah ia berpapasan dengan Sasuke. Buru-buru Sakura mencegatnya, sedikit tidak enak karena Sasuke nampaknya sedang ada keperluan mendesak.

"Sasuke-kun, aku ingin bicara."

"Nanti saja, Sakura." Sasuke menolak, karena ia sedang buru-buru. Mendengar kerajaanmu akan diserang bukan hal yang bagus.

"Tapi ini penting." Sakura bersikeras.

Sasuke nampak enggan, tapi menurut. Ia berdiri untuk menunggu Sakura bicara. "Ada apa?"

"Ada mata-mata yang menyusup di kerajaan ini, tapi sudah pergi."

Sasuke tersentak. Kemudian menarik Sakura turut serta. "Ikut aku."

Dan di ruangan pertemuan rahasia untuk membicarakan hal ini, Sakura di bawa. Di sana, ada jendral-jendral angkatan perang kerajaan yang cukup dikenal oleh Sakura. Naruto ada di sana, juga Neji (ia memalingkan wajah saat bertatap muka dengan Neji), juga Shikamaru sang ahli strategi.

"Seperti yang kukabarkan kepada kalian, kerajaan Ame akan menyerang kerajaan kita, Konoha. Aku tak mau hal ini terjadi apalagi kita sampai kalah," ucap Sasuke mengawali pertemuan kali itu. Ia tak mau berbasa-basi saat situasi genting.

Berbagai macam tanggapan ada di sana. Kebanyakan merasa terkejut akan berita itu, dan mencoba berpikir untuk langkah yang tepat. Berbeda dengan Naruto yang ekspresinya tampak mengeras melihat Sakura datang bersama Sasuke sambil bergandeng tangan. Tapi, ia tak boleh meledak di sini.

Hal yang sama juga terjadi pada Neji. Lelaki itu menampilkan ekspresi tidak suka pada kedua tangan anak Adam yang sedang bertaut itu. Tapi, ia tak berbuat banyak karena ia tak ingin membuat orang lain curiga.

"Tapi, menyiapkan angkatan perang secara mendadak juga tidak mungkin. Waktu penyerangannya pun belum jelas. Bisa saja 'kan, hal ini cuma desas-desus belaka?" Shikamaru berkomentar. Bukannya ia tak percaya kepada perkataan Sasuke, tapi bisa saja hal itu tidak jadi terjadi, 'kan? Dan jika hal itu tidak terjadi, untuk apa susah-susah berkoar-koar tentang perang dan membuat rakyat resah? Bisa saja hal itu hanya gertakan saja, 'kan?

"Hal itu benar adanya, Shikamaru-san. Pagi tadi, saya didatangi mata-mata yang entah mengapa saya tidak mengerti, kenapa mata-mata itu malah menunjukkan diri di hadapan saya." Sakura ikut andil bicara.

Mendatangi Sakura?

Hal ini mau tak mau membuat para peserta rapat berpikir. Untuk apa? Mengapa tidak Sasuke saja yang notabene adalah seorang raja? Hal ini masih penuh misteri. Sedangkan Naruto menjentikkan jari.

"Pasti mata-mata itu Kabuto, 'kan, Sakura-chan?"

Semua orang tercengang pada pernyataan Naruto. Sakura mengangguk, mengiyakan perkataan Naruto. Di sini, Sakura merasa bersalah karena menyembunyikan hal ini, sekaligus membiarkan musuh berkeliaran dengan tenang di lingkungan kerajaan.

Sasuke tampak terkejut melihat Naruto yang mengetahui hal ini. Di sudut hatinya pun, ia tidak suka adanya rahasia antara Sakura dan Naruto.

"Aku tidak bisa menyimpulkan kemana ujung bukti-bukti ini. Isu penyerangan, adanya mata-mata yang menunjukkan diri, ini sungguh rumit. Tapi, yang bisa kusimpulkan, penyerangan itu benar." Shikamaru memulai analisisnya.

"Namun, kita bisa mencoba cara lain terlebih dahulu." Sasuke berkata, mencoba mengambil wibawa raja yang bijaksana. "Kita rundingkan hal ini terlebih dahulu pada pihak kerajaan Ame. Aku tidak mau ada peperangan karena ini bisa merugikan kerajaan dan membuat rakyat sengsara. Lagipula, perang hanya bisa menimbulkan dendam berkepanjangan."

"Aa, aku setuju."

"Shikamaru, kau kuutus untuk berunding dengan kerajaan Ame karena aku yakin, kau bisa menegoisasi mereka. Kita selesaikan masalah ini secara diplomasi terlebih dahulu. Naruto, Neji, dan Jendral lainnya, kalian siapkan pasukan kalian untuk jalan terakhir –perang. Sakura, aku minta kau dan tabib lainnya mempersiapkan diri untuk pengobatan."

Para peserta rapat kali itu mengangguk. Menuruti keinginan Sang Raja yang sudah menampakkan wibawanya tersebut.

-oOo-

"Maafkan aku, Sasuke-kun."

Sakura meminta maaf disela-sela cumbuan mereka. Sasuke menghentikan kegiatannya untuk memandang mata Sakura yang menyorot temaram.

"Aku tak mengatakan bahwa aku merawat seseorang di rumahku –dan ternyata orang itu adalah mata-mata."

Sebenarnya, Sasuke kesal karena tindakan Sakura. Ia tak pernah suka ada laki-laki lain yang menginap di rumah wanitanya. Tapi mau bagaimana lagi. Sakura sudah menceritakan semuanya, dan ia tak bisa menyalahkan sifat penolong milik Sakura. Sebab itulah Sakura menjadi tabib, 'kan?

"Sudahlah."

Mereka kembali bercumbu. Kulit keduanya saling bergesek, menghantarkan implus-implus kepada reseptor saraf mereka. Napas keduanya saling memberat, terpengaruh nafsu yang membelenggu mereka. Euforia memuncak di antara keduanya saat kedua bibir itu bertaut, saling mengecap rasa dari masing-masing.

"Sas-"

Ucapan Sakura terputus saat Sasuke kembali mencumbunya. Menikmati tiap jengkal tubuh wanita itu. Oh, bagaimana Sasuke tidak memuja wanita ini? Kulit lembutnya saja sudah membuat hormone kelelakiannya naik. Tak salah jika ia begitu merindukan wanita itu. Apalagi saat-saat mereka memadu kasih, bukti cinta keduanya.

"Sasshuuh, akk-akuhh hhn~, ing-ingin bicarahh."

"Katakan saja, Sakura," kata Sasuke sambil tak menghentikan kegiatannya.

"Akuhh, hhn~ hen-hentikan dulu Sasuke-kun!" Sakura menghardik. Dengan kesal, Sasuke menghentikan cumbuannya.

"Apa?" Tanyanya ketus. Saat seperti inilah biasanya sifat manja Sasuke keluar.

Sakura sebenarnya ingin terkikik geli, tapi ditahannya. Ia tak mau membuat Sasuke semakin kesal.

"Ini tentang Hinata," kata Sakura. "Jujur, aku merasa bersalah padanya. Bukannya aku tak mau bersamamu, aku mencintaimu, dan ini benar adanya. Tapi rasa bersalah itu tetap ada, Sasuke-kun."

Sasuke tak cukup terkejut mendengar perkataan Sakura, ia pun merasa menyesal. "Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku mencintaimu dan ingin bersamamu. Kita telah berjanji Sakura. Apapun yang terjadi, kita harus tetap bersama –dan akan selalu tetap bersama."

Sakura terpaku mendengar perkataan Sasuke. Baru kali ini Sasuke dengan tegas mengatakan bahwa ia mencintai Sakura, dan bilang bahwa ia ingin selalu bersama Sakura. Air matanya tumpah. Ia merasa terharu sekaligus bahagia. Ia bersyukur karena mencintai dan dicintai oleh pria seperti Sasuke.

Jadi, biarkan malam ini ia tak memikirkan apapun –hanya ia, Sasuke, dan kebahagiaan saja yang ia pikirkan. Ia berkhayal jika saat ini mereka hidup bahagia, pun memiliki anak yang tampan dan cantik. Alangkah indah hidup mereka. Biarkan mereka tertidur dalam kehangatan pelukan satu sama lain sambil dibuai semilir angin dan senyum dari sang bulan.

BERSAMBUNG…

A/N:

Okeh, saya tahu ini udah lama banget gak diupdate :'3 Gomen ne, saya sibuk sih, hahaha.

Kesannya chapter ini datar banget, ya? Sorry deh. Karena menurutku, konflik batin yang menggebunya dipending dulu, hahay. Okeh, maaf juga kalo masih banyak kesalahan di fanfic ini. Saya bikinnya ngebut di sela-sela kegiatan yang mencekikku :'3

Well, saya mau jawab beberapa pertanyaan dari readers (dan beberapa pernyataan juga sih :3), karena saya gak mungkin balas reviews anonym satu persatu. Karena kalo saya lakukan, bisa-bisa jawabannya lebih panjang dari fanficnya #slapped

-Apakah Sakura putri raja? Dan berhubungan dengan Jiraiya? Apa Jiraiya orang jahat?

Sakura itu… rahasia :p Tapi, memang ada salah satu tokoh yang berhubungan atau memiliki hubungan dengan Jiraiya. Saya gak mau kasih tahu siapa ^p^ Dan Jiraiya jahat? Bukan jahat sih, tapi kalian pasti benci kalau ada saudara kalian yang dibunuh orang lain hanya gara-gara orang itu haus kekuasaan, 'kan?

-Neji udah jatuh cinta sama Saku?

Kalau ini saya jawab. Jawabannya adalah IYA. Masih ingat summary pertama fanfic ini? Yup, Neji jadi salah satu orang yang bakal ngerebut Sakura #dianyamalahbocorincerita #kicked

-Hinata bakal jadi tokoh antagonis?

Jelas enggak :) saya gak mau tokoh-tokoh cerita saya menjadi antagonis hanya karena masalah cinta. Saya mau karakter tokoh saya itu mengalami perkembangan, perlahan-lahan menjadi dewasa. Bukan malah jahat dan ngoyo banget pengen bunuh karakter lain. Hell no! Ini emang genrenya drama, tapi bukan nyinetron :3

-Kenapa porsi Hinata nggak dikurangi? Kenapa Hinata harus dibuat cinta Sasu? Kenapa Hinata yang jadi istri Sasuke?

Well, saya jujur aja deh ya. Saya orangnya perfeksionis. Termasuk dalam menulis, saya mau tiap karakter saya mengalami perkembangan. Saya lebih suka jelasin step by step, jadi meminimalisir adanya plot hole. Suatu saat, porsi Hinata pasti berkurang. Tapi, tetap diceritakan. Nggak mungkin kan, kalo tiba-tiba Hinata jadi begini, trus begitu. Dia juga memiliki peran :) dan aku ingin readers juga merasakan emosi tiap karakter dalam cerita ini :) Dan kenapa dia cinta Sasu, cinta itu tak bisa dipaksa, tak bisa diarahkan, sama seperti kalian mencintai seseorang. Tenang, saya savers kok, dan saya bukan SHL. Kenapa Hinata jadi istri Sasu? Karena saya rasa dia punya cukup chemistry buat jadi permaisuri dan sosok 'putri'.

-Tolong pertimbangin ItaHina

Saya sedang berpikir soal itu. Makasih untuk saran ini yaah :D

-Jangan kecewain savers

Saya hanya tersenyum baca review seperti ini :) Saya bingung mau memberi tanggapan seperti apa. Jelas kan, kalau seorang penulis ingin membuat senang para pembaca ceritanya? Tapi, ingat juga author bukanlah budak atau pembantu yang bisa seenaknya disuruh begini begitu :) Seorang penulis pasti punya pemikiran dan cara pandang tersendiri terhadap ceritanya, oke?

Well, karena author note udah panjang banget /ngek, ada satu hal yang mau saya sampai kan. Kalian pernah nonton reality show The Hero dari Amerika? Reality show itu seperti Big Brothers, tapi bedanya, disana kita tidak bisa mengirim voting siapa yang ingin kita deportasi. Menjengkelkan memang. Tapi reality show itu, selain mengajarkan tentang 'true hero are', juga mengajarkarkan bahwa tidak segalanya sesuai dengan keinginan kita :) Begitupula ama cerita. Kalau kalian gak suka begini-begitunya, kalian gak boleh marah-marah sama authornya. Karena author juga ingin menyenangkan readers, tapi kan author juga punya pemikiran tersendiri :)

Then, makasih buat para reviewers dan readers (makasih juga udah bilang fanfic ini keren, greget, bikin penasaran, dll, huhu, saya terharu :'D), yang udah nge-fav dan nge-follow cerita ini (makasih banget, aku gak nyangka yang fav ama follow ada 55 orang. Cool!)

Thanks buat reviewers kemaren [parinza. ananda. 9, Anka-Chan, Kiren Nia, NaraGirlz, Nuria23agazta, ongkitang, Ulandari, Haru CherryRaven, Luca Marvell, uchiha saara, Yumi chan, Vikey91, hanazono yuri, lovelly uchiha, angodess, Seijuurou Eisha, Eysha 'CherryBlossom, Natsumo Kagerou, Akira Fly No Login, zhyagaem06, Aysakura, peyek chidori, Cherrysa, Ai, Emeralyn Onix (tenang dear, aku gak mau buat Hinata di bashing kok :) karena dia hanya karakter, gak sepatutnya dihina), UchihaHaruno Kirana, Amu B, Hana Kumiko, haruchan, jideragon21, Akihime Rena, MissGita18, Hanna Hoshiko, Horyzza, Brown Cinnamon, kireinaulia, prince ice cheery, Uchiha Ratih (2x), Alifa Cherry Blossom, zhaErza, ZeZorena, indri. schorpion, Nano, Francoeur, HimejessieJung, YashiUchiHatake, kazuran, haru no baka]

Thanks a lot. Btw, kali ini A/N udah kayak ficlet #dzig

Okeh, no bacot again, review?

Because we are under the same sky,

-Hydrilla :)