Saranghae, Xi Luhan
.
A fic about Sehun-Luhan relationship
.
DLDR!
.
Hari beranjak senja. Matahari sudah berada di ufuk barat mengakhiri tugasnya menyinari bumi hari ini, digantikan dengan bulan yang muncul malu-malu.
Sehun, Sooyoung, Kai dan Tao, keempat sahabat ini masih mengerjakan tugas mereka di ruangan dokter Wu. Hari ini mereka hanya mengulas sedikit tentang apa itu penyakit kejiwaan. Hanya itu, tetapi kesibukan dokter Wu membuat mereka pulang terlalu sore. Dan terlebih, mereka terlalu takut untuk melewati lorong menyeramkan itu lagi.
Oh ayolah, siapa yang tidak takut saat petang begini berjalan di lorong minim penerangan, dan penuh dengan teriakan menggema para pasien rumah sakit? Kalau keempat sahabat ini sudah berterima kasih duluan sebelum dipersilahkan.
"sudah selesai?" tanya Taeyeon memasuki ruangan dokter Wu, membuat Sehun mengangguk pelan dan menutup buku referensi yang sedang dibacanya. Sooyoung pun menutup pulpennya dengan semangat. "sudah selesai. Besok kami akan kembali untuk melanjutkan tugas kami" ujar Kai memasukkan bukunya ke dalam ranselnya dan beranjak
"aku antar ya, para pasien sedang berada diluar. Bahaya" tawar Taeyeon mematikan beberapa lampu dan mempersilahkan keempat sahabat itu berjalan mendahuluinya.
"um, kenapa pasien dibiarkan keluar saat malam hari? Kenapa tidak siang saja?" tanya Sooyoung melihat keadaan lorong yang tadi mereka lewati sebelumnya "kebanyakan pasien kami senang melihat bintang. Jadi kami membiarkan mereka keluar dari kamar mereka untuk melihat bintang. Membuat mereka senang, akan membuat mereka cepat sembuh juga" jawab Taeyeon tersenyum lembut, dan kembali membuat Tao mengerjap.
"ah begitukah? Baguslah, aku senang juga mendengarnya!" jawab Sooyoung tersenyum sangat lebar. Mereka terus berjalan, tanpa mengetahui seorang pasien tengah mengintip mereka dari celah pintu kamarnya. Dan yang pertama kali dia perhatikan adalah Sehun.
Setelah keluar dari lorong itu, ada juga beberapa pintu sal yang seperti mereka masuki itu terbuka. Mereka berjalan sedikit, dan mendapati banyak pasien yang berada disana. Wajah mereka terlihat begitu senang. Dan tetapi tentu saja, mereka bersama dengan seorang suster untuk menjaganya.
Kebanyakan pasien adalah perempuan. dan banyak dari pasien itu terlihat menyedihkan. Rambut pendek, pipi tirus, dan badan yang putih pucat. Apakah penyakit mereka begitu parah?
"jangan memberontak atau membantah pergerakan pasien kepada kalian. Jika tidak, kalian bisa mendapat luka di sekujur tubuh kalian. Dan yang lebih parah, berakhir di liang kubur" kata Taeyeon memperhatikan keadaan sekitarnya. Banyak pasien yang bermain kejar-kejaran dengan temannya, atau bermain dengan suster mereka sendiri. Mereka terlihat tidak memiliki penyakit gangguan jiwa apapun…
"kalaupun ingin menolak perkataannya, katakan dengan halus" lanjut Taeyeon menghentikan langkahnya
"terima kasih. Mulai dari sini kami bisa berjalan ke parkiran sendiri kok. Terima kasih banyak suster Taeyeon" jawab Sehun membungkukkan badannya dan berjalan ke tempat parkir, diikuti ketiga sahabatnya.
"jadi penderita penyakit jiwa itu hanya memerlukan kasih sayang.." gumam Tao, kembali menulis sesuatu ke buku tulisnya. Sehun hanya mengangguk malas dan berjalan pulang bersama ketiga sahabatnya.
.
.
.
Keesokan harinya, mereka kembali mengunjungi rumah sakit jiwa dan kembali melanjutkan tugas mereka yang baru dikerjakan sangat sedikit. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini mereka tidak se-takut saat pertama kali ke tempat ini. Tetapi rasa takut masihlah ada.
.
Saat ini mereka berada di ruangan dokter Wu, dan kali ini mereka mempelajari tentang penyakit yang ada di rumah sakit ini. Kebetulan sekali, dokter Wu sedang menjelaskan tentang Skizofrenia
"—Skizofrenia adalah, suatu penyakit gangguan mental yang ditandai dengan kelainan persepsi atau realitas. Distorsi persepsi mempengaruhi ke lima indera. Tetapi lebih dominan oleh paranoid, delusi, dan halusinasi pendengaran. Penyebabnya ada banyak. Genetika, infeksi, amfetamin, halusinogen—"
.
.
.
Hari beranjak senja, tugas yang mereka kerjakan pun masih terlampau sangat banyak. Dan dalam beberapa minggu ini harus dikumpul.
Mungkin hari ini dokter Wu tidak sesibuk kemarin, jadi dia tetap berada di ruangannya bersama dengan keempat sahabat ini
"ah ya, sudah lama—tidak juga, dari kemarin aku bertanya-tanya. Maaf sebelumnya kalau ini menyinggung, tetapi… apakah anda seumuran dengan kami?" kata Sooyoung membuka suara sembari meregangkan kedua tangannya. dokter Wu tetap membereskan mejanya, tanpa melakukan perubahan apapun membuat Sooyoung ragu
"tentu saja"
"HA?"/ "apa?" Teriak Sooyoung dan tanya Kai bersamaan, membuat dokter Wu mengangkat kepalanya menatap kedua orang berbeda jenis kelamin ini. Setelah beberapa detik, dokter Wu mengangkat kedua sudut bibirnya
"apakah aku terlihat tua?" tanya dokter Wu memasukkan tumpukan berkas ke laci mejanya dan membuka tirai jendela besar di belakangnya. Sinar matahari di ufuk barat langsung menyerobot masuk tanpa permisi, membuat dokter Wu sedikit meringis dan kembali menatap keempat sahabat ini
"aku sudah lulus kuliah beberapa tahun yang lalu" lanjutnya menduduki kursinya
"a-ah, anda pasti sangat jenius.." kata Sooyoung membalas senyuman dokter Wu. Lagi, dokter Wu tersenyum
"aku merawat seorang pasien. Seorang gadis yang seumuran juga dengan kalian. Kalian ingin bertemu dengannya? Kebetulan sekali aku juga ingin mengecek keadaannya" kata dokter Wu kembali membuka laci mejanya dan mencari sesuatu.
"siapa namanya?" tanya Sehun bergerak di posisi duduknya untuk mencari posisi yang nyaman "kalian pasti mengetahuinya" kata dokter Wu beranjak dari tempatnya. Dengan ragu, Sehun ikut beranjak membuat ketiga sahabatnya juga beranjak.
Dokter Wu membuka lemari kayu yang paling besar. Bunyi kertas aluminium terdengar dan suara kertas-kertas lainnya. Dan setelah berkutat dengan sesuatu di dalam sana, dokter Wu mengantungi satu plastik berisi beberapa bungkusan kertas lalu pergi dari ruangannya diikuti Sehun, Kai, Sooyoung, dan Tao.
"kau pasti tahu suster Taeyeon bukan?" dokter Wu membuka suara. "tentu saja" jawab Sehun. Di belakang mereka, Sooyoung menyikut Tao sembari memasang seringai kecil. Tao mengangkat kedua alisnya—pura-pura tidak tahu maksud Sooyoung menyikutnya.
Dokter Wu tidak mengatakan sepatah kata apapun. Dia berjalan ke lorong sal, dan berhenti di depan pintu dilapisi jeruji besi hitam. Dokter Wu mengeluarkan kuncinya dan membuka gembok jeruji besi itu. setelah terbuka, dokter Wu kembali membuka kunci pintu berwarna putih itu.
"jika tidak kuat, tetaplah berada disini" kata dokter Wu sebelum membuka pintu kamar dan menatap keempat sahabat ini, tetapi dengan serempak mereka mengangguk "kami kuat kok" kata Tao. Dokter Wu mengangguk perlahan dan membuka pintu.
.
Dingin
.
Belum melangkah masuk, udara di kamar itu sudah menerpa mereka terlebih dahulu. Dengan ragu-tegas-berani, keempat sahabat ini mengikuti dokter Wu yang dengan tenang memasuki kamar itu.
Mereka terkesiap dengan kamar ini. Ugh bukan karena bau obat yang menyengat dan keadaan yang bersih. Tetapi ruangan ini minim penerangan, dan tirai kamar yang dibuka lebar.
"Lu?" panggil dokter Wu, tetapi seorang perempuan bertubuh kecil beranjak dari kursi di sebelah ranjang dan berjalan mendekati mereka. Itu suster Taeyeon.
"Lulu baru saja tidur" katanya membawa dua toples besar. Satu toples berisi permen warna-warni, dan satu toples lainnya berisi kertas-kertas kecil yang digulung.
.
"Lulu?" bisik Sehun, tetapi bisikannya terlalu keras hingga ketiga temannya dan dokter Wu mendengarnya. Kai, Sooyoung, dan Tao tentu mengetahui siapa itu Lulu.
"kau mengetahuinya bukan?" kata dokter Wu berbalik menatap Sehun, dan kembali menatap seorang perempuan yang tertidur di ranjangnya. Rambut cokelat karamel panjang, pipi yang tembam, dan memakai kemeja merah. Selimut putih tebal menutupi kaki hingga pinggangnya.
"kapan dia akan bangun?" tanya Sehun lagi "dia baru tidur. Mungkin sebaiknya kita keluar, besok kita akan kemari lagi" usul Sooyoung, Sehun, Tao, dan Kai mengangguk tanda setuju.
Dengan begitu, dokter Wu mengajak mereka keluar sal dan kembali ke ruangannya
.
.
.
"kau dengar tadi?" tanya Sehun saat mereka berempat berjalan di lorong terbuka rumah sakit itu.
Sooyoung mengangguk, berjalan di antara Kai dan Tao. Sehun, berada di depan mereka dan berjalan mundur
"Lulu? Maksudnya Luhan pemain ice skating itu?" sambung Kai dengan menunjukkan wajah kebingungan
"iya mungkin.." gumam Tao. Ternyata 2 orang disini tidak mengetahui siapa itu Lulu. "iya iya pemain ice skating yang kau lihat di supermarket itu" balas Sooyoung memutar kedua bola matanya dengan malas
"ah dia~ iya aku mengetahuinya! Apa dia selama ini menghilang karena masuk rumah sakit jiwa?" tanya Tao, sedikit memiringkan kepalanya
"tidak mungkin! Mungkin saja dia berada diluar negeri dan tidak ingin memberitahu media bahwa dia pergi keluar negeri" sergah Sehun membuat Sooyoung melempar tatapan bingung kepadanya "ah ya, tumben sekali Sehun seperti ini. Kau jatuh cinta?" tanya Sooyoung menahan tawanya. Kai dan Tao yang mendengarnya pun juga mendengus pelan
"aku belum melihat wajahnya secara langsung... ayolah" kata Sehun memutar kedua bola matanya malas dan berjalan seperti biasanya dan meninggalkan ketiga sahabatnya yang cekikikan di belakangnya
.
.
.
Keesokan harinya, keempat sahabat ini kembali mengunjungi rumah sakit jiwa di tengah kota untuk melanjutkan tugas mereka yang masih terlalu banyak. Kali ini mereka berangkat dari kampus. Karena jarak kampus dan rumah sakit yang cukup jauh mereka memutuskan untuk menumpang di mobil Sehun.
Sesampainya di rumah sakit jiwa itu, mereka langsung mendatangi ruangan dokter Wu lalu melanjutkan tugas mereka
.
.
.
"oke sekarang ayo kita pulang! Aku merindukan kasurku!" kata Sehun menutup buku referensi dengan kasar dan merenggangkan otot kedua tangannya. Dia mengambil beberapa lembar kertas yang berisikan data-data medis dan menggulungnya menjadi sebuah gulungan kertas.
"tidak ingin bertemu Lulu sebentar?" tanya dokter Wu menutup lemari aluminium di salah satu sisi ruangan dan berjalan ke satu-satunya pintu disana.
"aku mau!" teriak Sooyoung semangat dan berjalan mengikuti dokter Wu.
"Soo, ini sudah ma—"
"diam bocah!" Sooyoung memotong kalimat Tao dan kembali tersenyum pada dokter Wu "ayo!"
Melihat Sooyoung yang begitu ingin menemui pasiennya, dokter Wu tertawa pelan dan membuka pintu ruangannya "ayo"
Sooyoung dengan semangat mengikuti dokter Wu. Dengan begitu, Sehun, Tao, dan Kai ikut mengikuti dokter Wu.
Mereka berjalan dengan diam. Lorong yang mereka lewati hanya penuh dengan suara langkah kaki mereka dan suara-suara para pasien di sal itu. dokter Wu berhenti di depan ruangan pasiennya. Mengeluarkan kunci dan membuka jeruji besi dan pintunya.
Sama seperti kemarin, udara dingin menyentuh permukaan epidermis kulit mereka. Mereka mengikuti dokter Wu ke dalam.
"Lu?" panggil dokter Wu mendekat ke satu-satunya ranjang disana
"ya dokter?"
.
Sehun, Luhan, Sooyoung dan Kai terkesiap menddengar suara perempuan yang dipanggil Lu tersebut. Cempreng, lantang, dan ceria. Sangat ceria.
"sedang apa?" tanya dokter Wu dan menoleh ke keempat sahabat itu dengan tersenyum tipis. Sooyoung sudah mencengkeram lengan Tao dengan erat sedari tadi
"tidak ngapa-ngapain.." jawabnya dengan nada ceria. Dia menoleh dan tersenyum sangat lebar kepada dokter Wu "ada apa dokter? Apa waktunya bermain ice skating?" lanjutnya dan mengintip ke belakang dokter Wu.
Dokter Wu mendesah pelan dan tersenyum melihat Lu mengintip ke belakangnya. Dengan perlahan, dokter Wu menggeser posisinya untuk memperlihatkan keempat sahabat yang kebingungan sekaligus ketakutan itu. melihat ada orang asing di kamarnya, Lu turun dari ranjangnya dan berjalan mendekat dengan tatapan kaget dan penasaran
"hei.." katanya pelan. dia berhenti di depan Sehun dan menatap Sehun dalam-dalam. Sehun sudah mati-matian menyembunyikan rasa takut dan juga kagetnya. Dia ingin sekali memberontak dan berlari sejauh-jauhnya dari tempat ini. Tetapi jika dia melakukan itu, dia sudah pasti tidak akan selamat.
Sehun melirik ke belakang Lu. Tepat ke suster Taeyeon. Suster Taeyeon berbisik sesuatu, membuat Sehun mengangguk pelan dan berusaha relax seperti sebelumnya.
"akhirnya kau datang juga…" kata Lu menangkup kedua pipi Sehun membuat Sehun terkesiap dan hampir saja tidak membuang napasnya. Telapak tangannya begitu dingin, tetapi halus.
Disisi lain, Tao, Kai, dan Sooyoung juga kaget terhadap pergerakan Lu yang tiba-tiba saja memegang kedua pipi Sehun dan mengeluarkan satu kalimat aneh sebelumnya.
"aku tahu kau pasti melupakanku bukan? maka dari itu aku memperkenalkan diriku lagi. Aku Luhan. Xi Luhan!" ya Tuhan tolong cabut nyawa saya sekarang juga, pikir Sehun.
"dan aku sudah tahu kau akan kembali! Akhirnya kau kembali! Kau kekasih yang baik hati! Aku merindukanmu!" lanjutnya memeluk Sehun dengan erat.
Akan kembali? Kekasih? Baik hati? Rindu? Apa maksudnya ini semua?
Luhan melepas pelukannya dan kembali menatap Sehun, dan Sehun juga menatap Luhan dengan penasaran. Tetapi dunianya seperti terbalik. Dia menangkap pupil coklat Luhan yang sedikit menyipit karena tersenyum—dengan sangat manis, bagi Sehun—perempuan ini sungguh manis. Suaranya terkesan sungguh dewasa, berbanding dengan wajah imutnya seperti anak kecil berumur 5 tahun.
Sehun tetap menatap Luhan sampai tidak berkedip. Luhan juga tetap mempertahankan senyumnya saat menatap Sehun.
Apakah dia alien? Apakah dia makhluk lain yang berasal dari planet Pluto? Apa perempuan di planet Pluto cantik dan imut seperti Luhan? Apakah dia—apakah dia—apakah dia—oh Tuhan, senyumnya…
"hei? Namamu siapa?" tanya Luhan membuat lamunan Sehun buyar. Sehun mengerjapkan kedua matanya "nan—nan—ah, Se-sehun. Oh Sehun"
"wah, bagaimana aku bisa lupa nama kekasihku sendiri… ngomong-ngomong, kau mempunyai nama yang bagus" katanya tersenyum dengan ceria dan menggandeng tangan Sehun dengan erat. Tangan mungilnya yang dingin dan halus menggandeng tangan besar Sehun yang hangat dan kasar. Sehun membalas menggandeng tangan Luhan dengan erat.
"kau tidak ingin memperkenalkan teman-temanmu padaku?" kata Luhan mengerucutkan bibirnya. Imut sekali
"ah iya. Ini Sooyoung" jawab Sehun memperkenalkan Sooyoung kepada Luhan. Sooyoung yang merasa dirinya dipanggil, kembali menarik napasnya karena kaget. Sedetik kemudian dia tersenyum hangat dan dan membungkukkan badannya "ah, Sooyoung… kau mempunyai senyum yang manis. Salam kenal yah!" kata Luhan, kembali tersenyum.
Sehun terkekeh pelan mendengar jawaban Luhan yang terdengar begitu senang "ini Tao"
Luhan sedikit memiringkan kepalanya saat melihat Tao. Lingkaran hitam di matanya membuat dia terlihat seperti panda, pikirnya. Tao yang diperhatikan seperti itu perlahan-lahan merinding. Tatapan Luhan begitu tajam, dan… itu mengerikan bagi Tao.
"hai, panda!" Tao terkesiap mendengar Luhan menyebutnya Panda. Memang benar dia dijuluki panda, tetapi dia baru saja mengenal Luhan. Darimana dia ta—
"di sekitar matamu itu hitam, apa kau kurang tidur?" tanya Luhan menatap Tao dengan bertanya-tanya
"aku- aku lahir seperti ini" jawab Tao sedikit tegang.
"wow keren!" teriak Luhan bertepuk tangan dengan keras. "aku juga ingin mempunyai mata panda seperti itu.." lanjut Luhan.
"lebih baik jangan.. ini, natural. Jangan membuat mata panda" kata Tao menggelengkan kepalanya
"apakah aku akan terlihat jelek kalau mempunyai mata panda?" tanya Luhan dengan wajah tanpa dosa "oh Lu, tentu saja.. aku pernah mempunyai mata panda dan itu sangat—ewh menyebalkan" kata Sooyoung terlihat kesal. Mungkin kesal karena pengalamannya mempunyai mata panda?
"tetapi punya Tao keren…" gumam Luhan, mengerucutkan bibirnya
"kau akan mempunyainya, Lu" suster Taeyeon menyahut, membuat Luhan berbalik menatap suster Taeyeon dengan antusias "benarkah?!"
"ya. Lulu akan mempunyai mata seperti Tao" jawab suster Taeyeon tersenyum. Mendengar jawaban suster Taeyeon, Luhan langsung memeluk suster Taeyeon dengan erat "ah! Sehunnie! Ini suster Taeyeon!"
"aku sudah mengenalnya, Lu.." jawab Sehun tertawa pelan. Luhan pun ikut tertawa juga "dia imut sekali bukan? lihat pipinya. Seperti jeliiiii~~" Luhan mencubit kedua pipi suster Taeyeon dengan gemas
Sontak semua orang disana tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku Luhan seperti anak kecil. Dokter Wu pun juga tertawa—walaupun tidak seheboh tawa Kai dan Tao—
"dan satu lagi Lu. Ini Kai" kata Sehun menunjuk Kai.
Kai melakukan hal yang sama seperti Sooyoung. Tersenyum dan membungkuk sopan
"ah, namamu Kai? Kulitmu sedikit gelap yah.." jawab Luhan tanpa dosa membuat Sehun, Sooyoung, dan Tao menahan tawanya. Dan apa yang dikatan Luhan adalah benar. Kai berkulit sedikit gelap. Hanya sedikit
"yah… biarpun begitu aku tetap tampan" lagi, Sooyoung hampir tertawa terbahak-bahak jika dia tidak menahannya "kalau dia tidur, tidak akan tampan Lu." Komentar Sooyoung dan langsung dilempari death glare oleh Kai, tetapi dia tidak peduli.
Dan Lagi, apa yang dikatakan Sooyoung pun benar. Kai tidak terlihat tampan jika saat tidur
"Soo, hentikan itu" kata Kai menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Malu.
.
Matahari sudah tenggelam beberapa menit yang lalu. Tugasnya pun, digantikan oleh bulan yang bersinar akibat pantulan cahaya matahari.
"bulan sabit.." bisik Sehun saat berjalan di lorong terbuka rumah sakit itu. Sehun suka sekali bulan sabit. Terlebih jika banyak bintang bertaburan. Dia akan memilih untuk berdiam diri dan menatap indahnya langit pada malam itu. Tetapi sayang, dia akan ditendang oleh Sooyoung kalau dia merebahkan diri diatas rumput hijau yang membentang luas di depannya ini.
Sebenarnya kerjaan mereka sudah selesai—belum sepenuhnya—beberapa jam yang lalu. Tetapi kunjungan mereka ke kamar pasien dokter Wu menyita waktu mereka.
Dan itu sama sekali tidak diperdulikan oleh Sehun.
Sehun senang. Bahkan sangat senang saat bertemu dengan gadis secantik dan seimut Luhan. Bahkan Luhan mengatakan bahwa Sehun adalah kekasihnya. Tentu saja Sehun tidak keberatan, malah dia juga menganggap Luhan adalah kekasihnya.
Jika saja Luhan menyadari bahwa Sehun bukanlah kekasihnya...
"Sehun" panggil Kai. Sehun menoleh dan menautkan kedua alisnya. Menunggu Kai melanjutkan kalimatnya "kau.. apa benar kau menyukai Luhan?"
Sehun terdiam sejenak. Dia bingung harus menjawab apa. Pasalnya, dia sendiri juga tidak tahu perasaannya terhadap Luhan.
Suka, atau—Cinta?
"entahlah" jawab Sehun mengangkat kedua bahunya dan menatap lurus kedepan "aku juga tidak tahu"
"Sehun, dia mempunyai kekasih.." sambung Sooyoung dengan sedikit ragu "tetapi bukan kau"
"aku tahu akan hal itu" sergah Sehun. Nadanya meninggi dan mengerutkan alisnya. Sehun mulai kesal dengan arah pembicaraan sahabat-sahabatnya ini "aku tidak tahu apakah ini suka atau cinta? Aku bahkan tidak tahu mengapa aku bisa mengakui bahwa dia adalah kekasihku. Aku baru saja bertemu dengannya hari ini. Saat aku menatap matanya... ada sorot kerinduan disana. Entahlah. Apakah aku begitu mirip dengan kekasihnya?" jawab Sehun. Nadanya masih seperti tadi, hanya saja terdengar lirih
"cinta itu tidak bisa ditebak" kata Sooyoung "cinta bisa datang, dan pergi begitu saja. Cinta itu buta. Cinta bisa tumbuh kepada orang yang cacat, sakit, bodoh, dan jelek. Kenapa?" lanjutnya
"karena, kita melihat hatinya?" jawab Sehun dengan ragu. Melihat itu, Kai merangkul sehun dengan akrab "kau tidak menyukai Luhan. Kau mencintainya"
"mungkin kau memang mirip dengan kekasihnya, Hun" sahut Tao dengan senyum mengembang "jika itu memang cinta, jangan dipaksa menghapus perasaan itu padanya"
"yah. Terima kasih kawan-kawan" kata Sehun tersenyum tipis.
.
.
.
Keesokan harinya, mereka kembali berkunjung ke rumah sakit jiwa tempat mereka mengerjakan tugas sekaligus mencari informasi tentang kesehatan. Bisa juga tempat bertemu pujaan hati. Pikir Sehun, dan Tao.
Tao? Ya, apa kau tidak tahu bahwa Tao menyukai suster Taeyeon? Mungkin hanya sebatas suka?
Dengan langkah yang terburu-buru dan wajah yang sedikit sumringah, Sehun berjalan ke ruangan dokter Wu. Suara derap langkah kakinya terdengar di koridor yang dia lewati dan tidak memperdulikan 3 temannya yang kewalahan mengejarnya. Entah karena Sehun berjalan terlalu cepat atau ketiga temannya yang berjalan kurang cepat.
"dokter, ayo selesaikan ini semua sebelum senja agar aku bisa bertemu dengan Luhan!" kata Sehun saat memasuki ruangan dokter Wu—tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu—dan langsung menduduki kursi yang biasa ia gunakan saat membuat tugasnya. Dokter Wu yang sedang merapihkan berkas-berkas pasien pun hanya melihat Sehun dengan mata yang melebar dan kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"ada apa? Dimana teman-temanmu yang lain?" tanya dokter Wu saat menduduki kursinya dan menggoreskan tinta pulpen diatas sebuah kertas. Sepertinya hari ini dokter Wu akan sibuk
"mereka—ah ini mereka!" teriak Sehun saat melihat Sooyoung, Kai, dan Tao memasuki ruangan dokter Wu yang tidak tertutup akibat ulah Sehun sebelumnya
"tujuanmu kesini sebenarnya apa, bocah?! Ini masih pagi dan sudah berpikir tentang Luhan, Luhan, dan Luhan. Pikirkan dulu tugasmu barulah kau bisa berpikir tentang Luhan!" kata Sooyoung menyentil dahi Sehun.
"apa kau begitu mencintai Luhan?" sambung Tao dan melempar senyum yang terlihat sedikit meremehkan. Merasa dipojok, Sehun menjawab "apa kau begitu mencintai suster Taeyeon? Dan apa-apaan itu Soo?! Aku hanya meniru gerakan rusa yang lincah!"
Sehun, alibi-mu itu tidak masuk akal.
Mendengar jawaban Sehun, entah mengapa Tao, Kai, dan Sooyoung tertawa terbahak-bahak bahkan Tao sampai memukul meja. Jangankan mereka bertiga, dokter Wu pun terlihat menahan tawanya
"rusa? Rusa yang asli atau rusa yang kau sayangi?" kata Kai dengan tawa kecilnya. Masih belum bisa berhenti tertawa dengan sepenuhnya
"heh gelap! Diam saja dan pikirkan nasibmu dengan perempuan Do itu. kalian sudah bertunangan dan belum ada niat melanjutkan hubungan kalian ke pelaminan. Payah" ejek Sehun dan mengeluarkan lidahnya.
"lalu? bagaimana kalau Luhan yang kuajak ke pelaminan?" skak mat kau, Sehun
Tanpa mereka sadari, Tao sudah melanjutkan tugas mereka.
.
.
.
"jadi… Luhan itu menderita Skizofrenia tingkat 6? Dan aku tidak percaya dia adalah pemain ice skating terkenal itu…" kata Tao saat sudah menyelesaikan tugasnya. Saat ini ia bersama dengan Sehun, Sooyoung, dan Kai akan menemui Luhan
"aku juga.. aku bahkan tidak tahu Luhan mempunyai penyakit gangguan kejiwaan" sahut Sooyoung.
Tiba-tiba saja suasana menjadi hening. Tetapi kesunyian itu berhenti saat beberapa orang suster dan dokter berlarian keluar dan masuk kamar Luhan
"bukankah itu kamar Luhan?" bisik Kai. Tetapi saat Kai belum menyelesaikan kalimatnya, Sehun sudah berlari ke kamar Luhan dan tidak mendengarkan teriakan Sooyoung dan beberapa suster.
Yang ada di pikirannya saat ini adalah Luhan.
Apa yang terjadi dengan Luhan?
Mengapa banyak sekali suster, dan dokter yang keluar-masuk kamar Luhan?
Kaki Sehun berhenti saat berdiri di dalam kamar Luhan. Keadaan kamar itu begitu parah seperti habis diterjang angin puting beliung.
Sungguh berantakan. Pecahan kaca dimana-mana, lampu yang pecah, sprei, bantal, dan selimut berserakan di lantai. Beberapa cairan menggenang di kamarnya. Cairan berwarna biru, merah terang, dan bening. Bahkan ada percikan darah.
"Luhan?"
Tidak ada jawaban.
"Lu? Xiao Lu?" nada Sehun naik 1 oktaf
Tidak ada jawaban
"Luhan? Xi Luhan?! Kau dimana?!" teriak Sehun memasuki kamar Luhan dan menemukan sosok Luhan berdiri di samping ranjangnya dengan membawa sesuatu dengan ujung yang runcing.
Mendengar suara derap kaki yang mendekat, Luhan berbalik dan menatap siapa yang datang
"Lu? Kau baik-baik saja?"
.
.
.
To Be Continued
MAAFKAN SAYA! T.T
Maaf updatenya lama bangettt! T.T author sibuk UN sih.. maaf ya maaf T.T
Author usahakan bakal update next chapter secepatnya deh!
Huhuhu merasa bersalah nih T.T maaf ya kalo chapter ini kurang memuaskan… author usahain chapter depan agar lebih baik lagiii!
Segini dulu deh ya.. sekali lagi maafkan author sudah buat readers menunggu lama T.T