DOCTOR chap.7

(Baekyeol Fanfiction)

Author : parkodot

Cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun

Lenght : Chaptered

Genre : Drama, Romance

Desclimer : EXO milik Tuhan dan Keluarganya. Dan Park Chanyeol adalah punya author seorang! Iyain aja udah ..

Summary : "Baekhyun hyung... hiks" | "Di Parit?" | "PARK SEHUN!" |"Kau tidak tahu? Aku rindu senyummu, aku rindu wajahmu, aku rindu segala kasih sayang yang kau berikan padaku…" | "Will you marry me?" | "TIDAK! CHANYEOL, BANGUN! KAU TIDAK BOLEH TIDUR SEKARANG CHANYEOL! HEY CHANYEOL! DENGARKAN AKU! BANGUNLAH! HIKS HIKS….."

.

.

HAPPY READING! ^^

.

.

.

.

.

IF YOU NOT LIKE YAOI, DONT READ THIS!

.

.

.

.

.

WARNING! TYPO JELEK ABAL GAK JELAS!

.

.

.

.

.

parkodot Presents..

.

.

.

.

"Kemana Chanyeol?" ujar Baekhyun setelah mendapati bahwa Chanyeol tidak lagi tidur di sampingnya. Dokter itu semakin menampakkan raut muka khawatir. Perasaannya sungguh sangat tidak enak saat ini. Feelingnya mengatakan bahwa Chanyeol sedang tidak baik – baik saja.

BRAAKK! BUGH!

Nah, benar kan. Feeling Baekhyun benar – benar terbukti. Suara gebrakan penutup closet dari kamar mandi membuktikan bahwa ada seseorang di dalamnya. Segera Baekhyun melangkahkan kaki kecilnya cepat. Rasa khawatirnya berangsur – angsur menghilang. Digantikan oleh rasa takut luar biasa. Yang justru membuatnya semakin gelisah.

Sungguh sial bagi Baekhyun karena pintu kamar mandi telah dikunci. Dokter itu mengumpat besar – besaran dalam hati.

"Ini salahku! Ini semua salahku! Chanyeol buka pintunya!" Baekhyun berteriak sembari mengetuk pintu kamar mandi dengan tangan mungilnya. Berharap agar Chanyeol masih bisa mendengar suara Baekhyun. Berharap agar Chanyeol masih bisa menggerakkan mulutnya untuk bisa menyebut nama Baekhyun saat ini. Berharap, berharap, dan berharap lagi.

Tapi—tidak ada jawaban. Berulang kali Baekhyun mengutuk dirinya sendiri karena kelalaiannya. Ia terus menyalahkan dirinya—dengan beribu – ribu alasan. Entah itu karena ia terlambat bangunlah, terlalu nyenyak tidur lah, telinganya tertutup bantal atau apalah itu.

Tapi sebenarnya, semua ini bukan sepenuhnya salah Baekhyun. Bukan juga salah Chanyeol. Ini semua terjadi secara tiba – tiba dan tidak terduga.

15 menit sebelum Baekhyun terbangun, Chanyeol sudah membuka matanya terlebih dahulu. Rasa pusing yang luar biasa tiba – tiba merembes ke kepalanya. Berdenyut ribuan kali lebih besar. Si jangkung itu berlari setengah terhuyung ke kamar mandi.

Pria bermarga Park itu reflek membuka tutup closet. Ia mengeluarkan seluruh isi perutnya yang entah kenapa mendesak keluar melalui kerongkongannya. Muntah menguras habis energinya. Membuat si jangkung itu merosot, tidak kuat menopang berat tubuhnya sendiri. Chanyeol memegang kepalanya saat dirasa berdenyut seribu kali lebih keras.

Sakit, hanya itu yang ia rasakan. Tubuhnya seketika tidak bisa terkontrol. Ia mencoba untuk berdiri lagi. Tetapi—

BRAAKK! BUGH!

Tubuhnya masih saja belum bisa menopang berat tubuhnya. Tangan kekarnya mengenai tutup closet. Membuatnya seolah terbanting begitu saja. Tubuhnya kembali merosot kebawah.

Chanyeol mencoba memejamkan matanya. Dan entah sejak kapan cairan kental berwarna merah pekat itu mengalir deras dari hidungnya. Sakit yang melanda kepalanya kini berangsur – angsur menghilang.

"Chanyeol buka pintunya!" telinganya masih bisa menangkap suara lirih milik Baekhyun yang memanggilnya. Si jangkung itu ingin sekali menjawabnya. Tapi entah kenapa, bibirnya terasa kelu. Ia tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Tubuhnya pun lemas, tidak bisa bergerak.

Ia hanya bisa berbisik lirih, "Ini bukan salahmu, Baekhyun. Maafkan aku.. Aku mencintaimu.."

BRAAKK!

Chanyeol dapat merasakan bahwa pintu kamar mandi sudah terbuka. Yeah, Baekhyun berhasil mendobraknya—tentu saja dengan tenaga yang cukup keras karena fisiknya yang cenderung mungil.

"Astaga, Chanyeol!" butiran air itu tiba – tiba merosot begitu saja dari pelupuk mata Baekhyun. Dokter itu menatap si jangkung di hadapannya ini dengan tatapan sendu. Chanyeol menyempatkan untuk mengulas senyuman tipis di bibir pucatnya sebelum kesadarnya benar – benar menghilang.


"SIAPAPUN, TOLONG AKU!"

Bakhyun berteriak di sepanjang koridor rumah sakit. Nafasnya tersengal – sengal. Oke, jangan salahkan Chanyeol yang mempunyai badan seperti raksasa. Tinggi dan berat. Sementara Baekhyun sendiri yang bertubuh jauh lebih kecil daripada Chanyeol, mati – matian menahan bobot si jangkung yang amat dicintainya itu.

Beruntung, para petugas, suster, bahkan pengunjung rumah sakitpun rela membantunya. Segera diletakkan tubuh tinggi bak tiang milik Chanyeol ke sebuah kasur beroda.

"Suster, bawa pasien ini ke ruang operasi sekarang juga! Jangan lupa, siapkan alat – alat operasi. Saya akan menyusul ke sana.." ujar Baekhyun bijak. Ia segera berlari ke ruang kerjanya untuk mengambil beberapa barang miliknya yang harus ia gunakan saat operasi.

Tilililiiittt! Tilililiiittt!

Demi apapun juga, Baekhyun mengumpat dalam hati habis – habisan. Ia tak habis pikir. Bagaimana bisa orang menelponnya saat mendesak seperti sekarang? Dan seketika umpatan itu terhenti ketika menatap layar kotak handphonenya yang bertuliskan sebuah contactname—

Chanyeol's Mom

—"Ya Tuhan.. Tolong aku!" ujar Baekhyun bercampur keringat dingin yang membasahi kulit putihnya. Mau tidak mau, Baekhyun harus mengangkat telepon itu. Bagaimanapun juga, ia harus bertanggung jawab tentang Chanyeol.

"Ye—yeoboseyo?" sapa Baekhyun sedikit tergagap.

"Oh astaga, Baekhyunnie~ Aku sudah pulang dari China! Tetapi, kenapa rumah sepi? Apa Chanyeol bersamamu?"

"Ne, Ahjumma. Chanyeol bersamaku…"

"Baguslah kalau begitu… Eumm—cepat pulang ya~ Ahjumma sudah menyiapkan—"

"Maaf, Ahjumma. Saya tidak bisa berlama – lama bicara. Chanyeol sedang kritis, dan—ia harus dioperasi saat ini juga. Maafkan aku…"

Piip!

Baekhyun memutuskan sambungan teleponnya dengan Mrs. Park. Segera ia bergegas ke ruang operasi. Dengan Chanyeol yang ada di dalamnya.


Mrs. Park kaget mendengar penjelasan dari Baekhyun melalui telepon tadi. Sehun yang ada di depannya, hanya memandangnya heran.

"Ada apa, Eomma? Chanyeol hyung kenapa?" tanya Sehun dengan muka datar yang khas.

"Hyungmu, masuk rumah sakit. Ayo kita ke rumah sakit sekarang!"

"Tapi kan kita baru pulang dari Beijing?"

"Sudahlah! Kemasi barangmu sekarang!"

Sehun masih saja tidak bergeming dengan ajakan ibunya. Mrs. Park merasa sedikit dongkol melihat perilaku anaknya yang masih saja bandel. Padahal umurnya sudah 16 tahun.

"Sehun…"

"…"

"PARK SEHUN!"

"Aish! Iya iya."

Dengan langkah yang malas, Sehun mengekor di belakang Mrs. Park. Sementara ibunya sendiri itu hanya bisa tersenyum melihat tingkah anaknya yang masih kekanak – kanakan.


Sesampainya di rumah sakit, Mrs. Park dan Sehun bergegas menuju resepsionis. Berharap menemukan kabar tentang anaknya lewat petugas tersebut.

"Oh, pasien bernama Park Chanyeol sedang melakukan operasi di ruangan ICU. Baru saj…"

"Baiklah! Terimakasih infonya!"

Setengah berlari, Mrs. Park menarik lengan Sehun dan meninggalkan si resepsionis yang belum menyelesaikan pembicaraannya. Perempuan paruh baya ini sungguh merasa khawatir akan keadaan Chanyeol sekarang. Wajar saja kalau seorang ibu khawatir dengan anaknya, bukan?

Sesampainya di depan ruang ICU, kebetulan Joonmyun baru saja keluar dari sana. "Oh, anyeong, Ahjumma.." sapa Joonmyun sopan di depan Mrs. Park.

"Joonmyun-sshi, kau yang mengurusi anakku? Bagaimana keadaannya? Apa dia baik – baik saja? Oh astaga" tanya Mrs. Park setengah terengah.

"Tenang, Ahjumma.. Baekhyun yang menangani Chanyeol saat ini. Serahkan semua pada Tuhan, ne? Aku yakin, Chanyeol baik – baik saja." tutur Joonmyun tenang sembari mendudukkan dirinya dan Mrs. Park—diikuti dengan Sehun—di ruang tunggu.

Kebetulan, Joonmyun sudah tidak ada praktek hari ini. Jadi, ia meluangkan waktunya untuk menemani Mrs. Park dan juga Sehun untuk menunggu Chanyeol sampai selesai operasi. Ketakutan Mrs. Park terhadap hasil operasi nanti, seolah ditutupi oleh pembicaraan hangat yang bermula dari Joonmyun. Ya, Dokter itu tidak mau orang tua dari sahabatnya sendiri menjadi sedih—sahabat yang begitu baik ya?

Waktu berjalan begitu cepat. Sudah 3 jam lamanya Mrs. Park menunggu terbukanya ruangan operasi tersebut. Wanita paruh baya itu semakin merasa cemas. Saking lamanya menunggu, si bungsu Sehun sampai tertidur.

.

.

.

Ckleeekk…

.

.

.

Bagaikan melihat setitik cahaya di ujung lorong gelap, Mrs. Park langsung beranjak dari duduknya. Ya, pintu ruangan itu tengah terbuka. Baekhyun keluar masih dengan masker dan sarung tangan.

"Oh! Ahjumma!"

"Cepat katakan, Baekhyun-sshi! Anakku tidak apa – apa, kan?" tanya Mrs. Park dengan raut cemas. Baekhyun menanggapinya dengan senyuman hangat khas dirinya. Dituntunnya Mrs. Park ke ruangan kerjanya. Sementara Sehun? Ia dibawa Joonmyun entah ke mana.

"Silahkan duduk, Ahjumma…" ujar Baekhyun mempersilahkan Mrs. Park untuk duduk saat sudah sampai di ruangan kerjanya.

"Jadi bagaimana?"

"Bersyukurlah, Ahjumma. Chanyeol baik – baik saja. Ya, aku tau ini memang sulit baginya. Namun, raganya begitu kuat untuk melewati operasi ini—"

"—Tuhan telah memberikannya kesembuhan total"

Dapat terdengar hembusan nafas lega dari Mrs. Park. Senyuman senang bersama rasa terharu tercampur menjadi satu. Sulit untuk mengekspresikannya sekarang.

Terutama untuk seorang Byun Baekhyun.

Yang tengah merasa bahagia karena Chanyeol telah sembuh total. Dan juga merasa sedih karena Chanyeol tidak mengingatnya. Sama sekali.

Hatinya seolah tengah terhunus ribuan pedang saat Chanyeol mulai membuka matanya dan mengatakan, "Terima kasih, dokter. Dan err—siapa namamu? Kau terlihat terlalu muda untuk seorang dokter. Hehehe~"

Dokter bermarga Byun itu hanya bisa tersenyum kecil melihat—dari ambang pintu—keluarga Park yang tengah menerima kesembuhan total dari Tuhan untuk Chanyeol. Sudut matanya hampir saja mengeluarkan butiran kristal bening yang dapat menetes begitu saja. Namun, air mata itu gagal meloloskan diri saat ponsel Baekhyun berbunyi nyaring.

"Yeoboseyo?"

"…."

"Ah yes, I'am. What shoul I do?"

"…."

"What? I'll be tranfered to be a doctor in Paris again?"

.

.

5 Tahun Kemudian…

.

.

Untaian emas mulai menyeruak masuk ke dalam kelopak mata indah milik seorang pria tampan yang sedang terlelap. Matanya yang masih berhiaskan eyeliner yang cukup tebal itu mulai mengerjab – ngerjabkan lucu. Kedua tangan mungilnya ia gunakan untuk mengucek pelan mata sabitnya yang tampak menyipit ketika mengantuk.

"Morning, Paris…"

Ya. Inilah rutinitas seorang Byun Baekhyun setiap hari. Bagun jam 5 pagi, dilanjut dengan membuka jendela dan menyapa kediamannya semenjak lima tahun silam—Paris. Baekhyun tidak mengharapkan jawaban atas sapaannya setiap pagi. Toh juga rumahnya terlampau jauh dari kota.

Masih dengan rumah yang sederhana. Ia tidak mau mempunyai rumah mewah seperti dokter kebanyakan. Malas untuk membersihkan, katanya.

Ia melangkah dengan semangat menuju mobilnya. Tak jarang bibirnya menggumam kecil. Menyenandungkan lagu klasik yang menjadi favoritnya.

TILILILIT.. TILILILIT~ /?

Ia membatalkan acara menghidupkan mesin mobilnya saat ponsel miliknya berbunyi begitu saja. Dahinya sedikit berkerut saat menatap layar kotak pada ponselnya yang bertuliskan 'Albert is calling…". Itu teman seperjuangannya di Paris.

"Yea, what's wrong. Al?"

"Ada pasien dari Korea yang datang kemari. Mereka tidak bisa berbahasa inggris! Ugh! Ku harap, kau bisa menolongku saat ini. Salah satu diantara mereka sedang kritis!"

PIIP!

Baekhyun memijit keningnya saat Albert mengucapkan kalimat inggris dengan begitu cepat. Beruntung dokter itu tengah tinggal di Paris selama 5 tahun. Jadi ia sudah mulai 'agak' paham dengan tutur kata Inggris maupun Paris itu sendiri.

Ia kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan di Paris saat jam – jam seperti ini memang tidak bisa bersahabat. Banyak kendaraan maupun pejalan kaki berlalu lalang melintasi jalan yang kini terlihat sungguhlah padat. Mobil Baekhyun tidak bisa bergerak.

"Oh shit!" geram Baekhyun memukul bantalan stir. Mobilnya benar – benar tidak bisa bergerak. Sisi kanan, kiri, depan, maupun belakang, penuh dengan mobil – mobil lain yang juga berhenti.

Jari lentiknya kembali berkutat pada handphone miliknya. Memastikan bahwa nomor yang dituju benar sebelum ia tempelkan di telinga sebelah kanannya.

"Hello, Arthur! I think, I can't coming on time right now. I'm trapped on occlusion…"

"Ugh! What should I do, Baekhyun?"

"Okay, please listen to me! You must blablabla…."

Baekhyun menjelaskan semua tentang bahasa Korea pada Arthur. Sementara lawan teleponnya, mencoba memahami apa yang Baekhyun katakan. Hingga setengah jam kemudian—kendaraan Baekhyun sudah maju kurang lebihnya 5 meter—Baekhyun memutuskan sambungan teleponnya.

Bukan, bukan Baekhyun yang memutuskan sambungan telepon. Melainkan handphonenya sendiri yang melakukan hal tersebut. Jangan salahkan sang kartu perdana yang tiba – tiba pulsanya habis. "Shit! Where is the food? sdfghjkl" Baekhyun mengumpat beberapa kali.

Dilemparnya handphone—yang sudah ia pakai selama 10 tahun silam—pada kursi di sebelah kemudi. Ia kembali terfokus pada kemudi. Yang maju 1 meter ke depan. Berarti, kurang 4 kilometer lagi untuk sampai di rumah sakit.

Jalanan kembali tidak bergerak. Bertepatan dengan hal itu, handphone Baekhyun kembali berbunyi. Diambilnya dengan malas handphone itu. Sebelum akhirnya terbelalak menatap apa yang tertera pada layar kotak nan panjang itu.

.

Park Chanyeol is calling….

.

Baekhyun mengucek matanya beberapa kali. Mengira bahwa ini mungkin hanya sebuah ilusi. Tapi, hal yang dilakukannya itu hanya sia – sia. Tidak ada ilusi, kebohongan, maupun imajinasi. Ini benar – benar nyata.

Dan setelah 5 tahun semenjak operasi itu…

Chanyeol menelponnya?

Dengan tangan yang gemetar, Baekhyun menerima panggilan itu.

"Ha—halo?"

'Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?' batin Baekhyun sembari mengatur detak jantungnya yang tidak karuan. Pikirannya kemudian kembali terfokus pada lima tahun silam, sehari setelah operasi….


"Bagaimana keadaanmu Chanyeol-sshi?"

"Hmm… Aku merasa—lebih ringan."

"Bagus kalau begitu.."

"Kau yang mengoperasiku, Dokter?"

"Emm—ya.."

"Aku tidak tahu harus mengucapkan apa. Tapi—gamsahamnida…"

"Ne. Sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang dokter. Aku permisi."

"Apa benar kau akan digantikan oleh Dokter Joonmyun?"

"Ya. Aku akan pindah ke Paris. Jangan lupa istirahat yang teratur, Chanyeol-sshi."

"Tunggu! Siapa namamu?"

"Byun Baekhyun.."

Dan pada saat itu, hari itu, detik itu juga, Baekhyun menangis menatap Chanyeol yang sama sekali tidak mengingat apapun tentang dirinya.


Kristal bening tiba – tiba meluncur dari pelupuk mata Baekhyun. Mengabaikan sosok yang ada di handphone-nya sedang ber'halo' ria.

"Hallo? Ada orang di sana?"

"A—ah. Ya. Ini aku. Kau, Chanyeol?"

"Baekhyun Hyung!"

Baekhyun merubah ekspresinya menjadi datar. Bukan Chanyeol yang ada di seberang. Melainkan seorang remaja cadel—Park Sehun. Adik dari Chanyeol.

Oh, untuk apa dia menangis?

"Baekhyun hyung? Kenapa kau diam thaja? Hiks hiks…"

"Ti-tidak apa – apa. Ada apa, Sehun-ah? Kau—menangis?"

"Hiks… cepatlah ke rumah thakit hyung!"

Baekhyun terperanjat. Hey, apa anak ini sedang bercanda? Ia sedang berada di Paris dan Sehun menyuruhnya untuk ke rumah sakit? Dahinya mengernyit, "Rumah sakit? Jangan bercanda, Sehun! Aku sedang tidak di Korea!"

"Hiks.. hiks… Thiapa yang menyuruhmu ke Korea? Aku ada di Parith juga. Hiks hiks.."

Dokter itu diam sejenak. Mencoba mencerna kata 'Parith' yang diucapkan seorang Park Sehun. Untuk apa anak itu berada di 'parit' sambil menangis?

Alis Baekhyun sampai berkerut. Apa benar Sehun terjebak di parit dan kemudian tidak ada yang menolongnya?

Ah, iya. Baekhyun nyaris lupa kalau Sehun cadel akan huruf 's'

"Hmm.. Paris. Untuk apa kau di sini, Sehuna? Dan—kenapa kau menangis?"

"Hiks.. aku se—sekolah di sini, Hyung! Cepatlah kemari! Chanyeol hyung—sekarat!"

Dokter bermarga Byun itu tidak berani menjawab. Bibirnya terasa kelu, tenggorokannya bahkan tercekat.

Tadi Sehun bilang apa?

Chanyeol sedang sekarat?

Baekhyun berharap ini hanyalah mimpi semata. Tuhan, tolong bangunkanlah Baekhyun saat ini juga!

"Penyakitnya kambuh, Hyung…. A—aku tidak tahu bagaimana i—ini bisa terjadi. Di—dia menggigau namamu, Hyung! Datanglah ke tempatmu bekerja! Chanyeol hyung membutuhkanmu!"

Piip!

Sambungan telepon terpaksa terputus. Baekhyun tidak kuat mendengarkan tangisan Sehun lebih lanjut. Bibirnya sontak bergetar. Giginya bergemelutuk hebat. Takut—sangat takut.

"Ch—chanyeol…" lirih Baekhyun lemah. Air mata merembes lancer melalui pelupuk matanya.

Segera ia injak gas mobilnya kencang. Berusaha menembus keramaian Paris yang begitu padat. Nasib sial beruntung tidak menghinggap pada diri Baekhyun saat ini. Ia sampai di rumah sakit lima belas menit kemudian.

Ia membanting pintu mobilnya tanpa peduli akan pintu yang rusak. Kaki mungilnya berusaha berlari secepat mungkin meskipun itu jauh berbanding ketimbang kecepatan seekor hyena. Okay, Baekhyun adalah manusia.

"Oh! Good morning, Doctor Byun! Can I help yo—"

"Miss, tell me what kind of room that patient named Park Chanyeol stayed here, please.."

"Park Chanyeol? Patient from Seoul, right? He's in the ICU room right—"

"Thanks!"

Tidak ada waktu bagi Baekhyun untuk bertele – tele. Ia meninggalkan seorang suster berambut blonde yang menatap punggungnya bingung. Masa bodoh dengan suster itu!

BRAAKK!

Baekhyun nyaris terjungkal tatkala ia mendorong pintu ruang ICU dengan sepenuh tenaganya. Jangan salahkan tubuh Baekhyun yang kecil, dan jangan salahkan juga pintu ruang ICU yang begitu berat untuk didorong.

"B—ba—baekhyun hyung…."

Dokter itu terpaku. Suara Sehun begitu parau saat memanggilnya. Baekhyun menyadari bahwa mata Sehun begitu bengkak. "Sehunaa…" hanya itu yang dapat keluar dari mulut Baekhyun.

Lagi – lagi, dokter itu begitu kelu. Tidak bisa berbicara apapun saat matanya menangkap sosok jangkung yang sedang berbaring lemah. Alat bantu pernapasan menempel ketus pada hidung bangir Chanyeol. Perlahan, langkah Baekhyun menuntun untuk mendekati sosok yang sangat dirindukannya tersebut.

Ia menggenggam tangan milik pemuda jangkung itu. Air matanya berhasil lolos kembali. Baekhyun begitu merindukan tangan kekar ini. Tangan yang selalu menggenggam erat tangannya yang lebih kecil dari tangan Chanyeol. Seolah tidak mau terlepas dari sebatas ikatan tangan.

"Lama tidak bertemu, Chanyeol.." ucap Baekhyun tersenyum miris. "Wajahmu kenapa bertambah tampan, hm? Aku—merindukanmu, Yeollie"

Memang benar. Wajah Chanyeol tengah berubah. Berubah menjadi semakin tampan. Pipinya masih gemuk. Sayang, rona pucat terlukis jelas di wajah tampannya.

Baekhyun kembali menumpahkan air matanya tatkala Chanyeol mulai merespon. Mata bulatnya—yang kini tidak bisa sepenuhnya bulat—terbuka perlahan.

"Hhh… B—Baekhyun…." lirih Chanyeol. "K—kaukah itu?"

Masih menangis, Baekhyun menggenggam tangan kekar Chanyeol, "Ya, Yeollie—Park Chanyeol… Aku di sini…"

"Memoriku—kembali, Baekhyun. Hhh… Aku tidak melupakanmu.. Aku—merindukanmu…"

"Aku juga sangat merindukanmu, Chanyeol! Hiks… Maafkan aku!" tangis Baekhyun semakin menjadi. Ia begitu menyesal meninggalkan Chanyeol sementara pria itu belum sepenuhnya sembuh. Ia merasa gagal. Gagal akan segalanya.

"Sssstt…" Chanyeol meletakkan jari telunjuknya di bibir Baekhyun. "Tersenyumlah, Baby Baekkie~ Aku—merindukan segalanya darimu. Termasuk, senyumanmu…"

Dokter itu terpaksa menarik bibirnya. Menjadikan lengkungan indah yang menjadi candu bagi seorang Park Chanyeol. Pria jangkung itu ikut tersenyum.

"Baek…"

"Hm?"

"Maukah kau memelukku? For the last time…"

Tanpa basa – basi, Baekhyun segera berhambur memeluk Chanyeol. Menyandarkan kepalanya pada dada bidang si pria jangkung tersebut. Tangisnya tak kunjung berhenti. Bukan, bukan ini yang ingin Baekhyun dengarkan.

"Tidak. Ini bukan untuk yang terakhir kali Chanyeol. Aku tidak ak—"

"I love you, Baby Baekkie…"

Baekhyun mengeratkan pelukannya, "Love you more, Yeollie…"

Mereka berpelukan dalam hening. Hanya terdengar pendeteksi jantung Chanyeol yang kian melemah. Baekhyun masih menangis. Meskipun tidak mengeluarkan suara isakan.

"Baekkie.." suara berat Chanyeol menginterupsi keheningan. "Bolehkah aku—tidur?"

"Untuk apa?"

"Aku—hhh… lelah.."

Kepala Baekhyun ia angkat. Memberanikan diri untuk menatap Chanyeol.

"Tidak. Kau tidak boleh tidur! Aku akan menemanimu begadang, oke? Jangan tidur dulu, Yeol"

"A—aku sangat mengantuk, B—baek"

"Tidak boleh Chanyeol! Tidak bol—"

"I Love You…"

NGIINGGG….

Suara pendeteksi jantung itu memekikkan telinga. Baekhyun masih menangis. Bahunya bergetar hebat. Ia kembali gagal. Chanyeol telah tertidur—untuk selamanya.

"TIDAK! CHANYEOL, BANGUN! KAU TIDAK BOLEH TIDUR SEKARANG CHANYEOL! HEY CHANYEOL! DENGARKAN AKU! BANGUNLAH! HIKS HIKS….."

.

.

1 tahun kemudian….

.

.

Baekhyun menghela nafasnya perlahan. Terasa begitu berat dan menyesakkan. Ia semakin mengeratkan genggamannya pada sebucket bunga yang berada di tangannya. langkahnya berjalan lunglai melintasi beberapa gundukan tanah yang berada di hadapannya.

"Aku membawa bunga lagi…" ujarnya pelan sembari meletakkan sebucket bunga itu di sebuah gundukan yang sudah tidak asing lagi baginya.

"Bagaimana kabar di sana?" monolognya lagi. Kali ini, tangannya terulur untuk mengusap nisan yang terukir apik di sana.

"Kenapa meninggalkanku? Aku kesepian…"

Cukup lama ia terdiam. Membayangkan akan kenangan yang telah ia rekam dengan indah di memori otaknya. Baekhyun menghembuskan nafasnya berat. Mencoba menetralisirkan perasaan sedih yang melandanya secara tiba – tiba.

"Kau tidak tahu? Aku rindu senyummu, aku rindu wajahmu, aku rindu segala kasih sayang yang kau berikan padaku…"

.

.

.

"Aku benar – benar merindukanmu….."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"…eomma-ku tersayang"

Ia memberanikan diri untuk melangkahkan kaki keluar dari pemakaman tersebut. Ya, kehilangan seorang ibu sejak ia berusia 18 tahun—membuatnya merasa kesepian. Berhubung Baekhyun memang anak tunggal.


Baekhyun mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mengenai jalanan Seoul yang tidak terlalu ramai pada jam seperti ini. Beruntung, tidak ada praktek. Jadi, Baekhyun memanfaatkan hal ini untuk menyegarkan pikirannya.

Mobil berwarna silver metallic itu berhenti di sebuah coffe shop. Sang pengemudi segera keluar dari mobil tersebut dan masuk ke dalam. Sepertinya, sudah ada yang menunggunya di sana.

Klining~ klining~

Lonceng yang tergantung ria di pintu masuk coffe shop itu bergoyang. Menandakan bahwa seseorang tengah masuk ke sana. Baekhyun segera mengedarkan pandangannya.

Dan—gotcha~! Sosok yang dicarinya ternyata duduk di sebuah bangku paling pojok dekat jendela.

"Sudah lama menunggu?" tanya Baekhyun menginterupsi. Pemuda yang sedang asyik menyeruput secangkir espresso-nya itu nyaris tersedak.

"Tidak terlalu lama. Hehehe…" cengiran lebar terpampang jelas di muka pria itu. Membuat Baekhyun sebal dan mendengus kesal.

"Pesanlah sesuatu, Baek. Aku yang mentraktirmu.."

Merasa lapar, Baekhyun memutuskan untuk memesan tiramisu dan secangkir moccachino. Ia tidak begitu suka espresso seperti yang dipesan pemuda di hadapannya itu. Menurutnya, espresso begitu pahit.

Baekhyun menunggu pesanannya sembari menopang dagu. Wajahnya nampak suntuk dan bosan. Pemuda di hadapannya mengerutkan dahi bingung.

"Ada apa, Baek? Sebegitu laparkah kau sampai suntuk begitu?"

"Tidak juga.." jawab Baekhyun malas

"Lalu?"

"Aku tiba – tiba teringat akan hal setahun yang lalu.."

Pemuda itu membatalkan niatnya untuk menyeruput espressonya kembali. ia menaruh cangkirnya lagi ke meja. "Memangnya ada apa?"

"Aku benar – benar frustasi saat itu.."

Si pemuda terkekeh.

"Berani – beraninya kau berpura – pura mati saat aku sedang kacau, Park Chanyeol?"

Pemuda yang bernama Chanyeol itu kembali tertawa. Tawanya begitu menggelegar hingga seluruh pengunjung café menatap mereka heran.

"Maafkan aku, Baekhyun…. Tapi aku berani bersumpah! Seminggu sebelum aku berangkat ke Paris untuk mengerjaimu, aku benar – benar baru bisa mengingat siapa diriku sebenarnya, dan siapa dirimu sebenarnya…"

Baekhyun mendengarkannya dengan wajah cemberut.

"Hey, lihat! Betapa menggemaskannya dirimu saat cemberut, Baby Baekkie? Hahaha"

"Park Chanyeol menyebalkan! Aku membencimu!"

"Dan aku mencintai Byun Baekhyun. Bagaimana ini?"

Pipi Baekhyun merona.

Hingga tak lama kemudian, pesanan Baekhyun datang.

Baekhyun melahap tiramisunya dengan sangat lahap. Entah ia kelaparan atau doyan, seorang Park Chanyeol tidak tahu alasan yang tepat saat itu.

"Hati – hati kalau makan, Baekkie… Nanti bisa tersedak—"

UHUUKK! UHUUKK!

Dokter itu benar – benar tersedak. Bukan, bukan karena pembicaraan Chanyeol. Melainkan, sebuah benda keras nan asing nyaris masuk kerongkongannya. Beruntung, benda itu tidak sampai benar – benar masuk.

Aku bisa mati mendadak. Pikir Baekhyun dalam hati.

"Sudah aku bilang kan, Baek. Kalau makan itu pelan – pelan…" ucap Chanyeol dengan tersenyum. Ia tahu apa yang hampir membuat Baekhyun hampir mati mendadak. Karena ia sendiri yang meletakkan benda itu di dalam tiramisu.

Baekhyun membersihkan benda asing itu. Dapat terlihat sebuah lingkaran perak dengan motif 'kobaran api dan cahaya' di tengahnya.

"Eoh? Cincin?"

Chanyeol tiba – tiba mengangkat jari manisnya. Menunjukkan pada Baekhyun bahwa ada cincin yang bermotif sama pada jari Chanyeol.

"Kau tahu maksudnya ini?"

"Tidak.."

"Aku sebagai api, dan kau cahaya. Di sini ada sebuah keterkaitan. Bilamana api, tidak akan bisa bersinar apabila tidak ada cahaya. Begitupun sebaliknya.."

Baekhyun mengernyitkan dahi mendengar penjelasan Chanyeol.

"Sama halnya dengan diriku. Aku tidak bisa bersinar tanpa Baekhyun. Aku akan redup. Hidupku akan sama seperti berjalan di ruangan gelap tanpa lampu."

Rona merah berhasil menghiasi pipi Baekhyun kembali. Perlahan, tangan Chanyeol meraih tangan Baekhyun dan memasangkan cincin tersebut pada jari lentiknya.

"Eomma mengangkatku sebagai Presiden Eksekutif di perusaan eomma, Park Group. Aku merasa mentap untuk melakukan hal ini padamu, Baek. Ehm!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"So, will you marry me, Baek? Be my wife, and mom for our son, hm?"

Baekhyun terdiam sejenak. Mencoba mencerna apa yang dikatakan Chanyeol barusan.

Wife? Mom?

Hey! Baekhyun laki – laki!

Tapi, masa bodoh dengan hal itu. Sepertinya inilah jalan yang siberikan oleh Tuhan dan Baekhyun harus senang hati menjalaninya. Ia berhambur ke pelukan Chanyeol. Kepalanya ia anggukkan beberapa kali sembari bergumam—

"Yes. I do, Chanyeol!"

.

.

.

=END=


Auwooo! xD
Aduh epep ini udah banyak sarang laba - labanya masa u.u

Akhirnya ini selesai juga /usap kringet

Sebelumnya author yang agak - agak ini mau ngucapin banyak terima kasih buat kalian semua.

Semuanya. Tanpa kecuali.

Mulai dari yang bela - belain ngetik review, mencet paporit/?, sampe yang udah jadi siders sejati/?

AUTHOR BERTERIMAKASIH! *bow bareng Chanyeol*

Mungkin banyak kesalahan yang udah author lakuin di sini u.u /banget!

Tapi author lagi - lagi mengucapkan banyak sekali terima kasih buat semua^^

Maaf kalau endingnya kayak gini. Kurang sreg di hati mungkin? '-'

Blak - blakan aja ne kalau mau protes atau mau apa gitu gak papa'-'

Itulah gunanya kolom ripiu/? '-'

Yaudahdeh author gak mau banyak omong lagi.

Author pamit! BYEEE!

TERIMAKASIIHHH SEMUAA~ '-')/