A Cold Man in Love
This story belongs to Fujimoto Yumi, 2013
Kim Myungsoo, Lee Sungyeol, Infinite's member
And others
Are belong to God and themselves
Genre :
Romance, Fluffy, Friendship, School Life
Rating : Teen+
Length : Twoshoot – Part A
Summary :
Jika dua kutub magnet yang sama didekatkan, maka mereka akan saling menolak.
Namun apa yang akan terjadi jika dua orang yang berperingai dingin dipertemukan dan mereka saling jatuh cinta, apa yang akan terjadi?
Akankah mereka dapat mengungkapkannya?
Warning :
Yaoi, BL, BoyXBoy, Shonen-ai, OOC! AU!
A/N :
My second MyungYeol fic. Be easy on me^^
If you don't like, please don't read.
No bashing chara! Do that to this story.
Give the feedback after reading, ne?
Thank you and enjoy :D
.
.
.
.
.
.
A MyungYeol Fanfiction
A Cold Man in Love
Part A
By Fujimoto Yumi
.
.
.
Dia seperi besi panas yang dijauhi dan tak ada yang berani menyentuhnya. Namun siapa sangka jika seandainya besi itu tak terbakar bara, sifat kerasnya besi begitu diinginkan mereka yang membutuhkannya.
Namja itu masih terfokus membaca buku di tangannya, tidak berniat menanggapi ocehan satu sahabat karibnya yang tengah bercerita panjang lebar di depannya dengan di sampingnya terdapat temannya yang satu lagi, yang hanya mengangguk-angguk tidak jelas.
Namja bernama Sungyeol hanya mendengus mendengar Sunggyu –sahabatnya yang sedang bercerita- berdongeng dengan begitu cerewetnya membuat Sungyeol ingin sekali menyumpal mulut itu atau setidaknya menyumpal telinganya agar terbebas dari suara memekikkan yang Sunggyu keluarkan.
Merasa tidak dapat respon dari namja bertubuh tinggi itu, segera saja Sunggyu mengambil buku tulis yang menganggur dan memukulkanya ke kepala Sungyeol membuat namja tinggi itu memelotot kesal.
"Apa? Kau mau marah padaku?" tantang Sunggyu menjawab tatapan mata Sungyeol. Lagi-lagi Sungyeol hanya mendengus dan bangkit dari mejanya.
"Yak! Lee Sungyeol kau mau ke mana?" teriak Sunggyu kesal.
"Perpus. Kau berisik," balas namja itu lalu meninggalkan Sunggyu yang hampir meledak. Hoya –sahabatnya Sungyeol yang satu lagi- yang sedari tadi terdiam pun bangkit menenangkan Sunggyu, menahannya.
"Tahan hyung, kau tahu Sungyeol bagaimana, kan?" ucap Hoya menahan tangan Sunggyu yang hampir mengejar Sungyeol. Sunggyu pun menarik napasnya berusaha tenang.
"Huuuh~ kau benar. Dia memang makhluk paling menyebalkan," balas Sunggyu kemudian kembali duduk di tempatnya, mengutuk dalam hati kalau sampai dia bertemu Sungyeol lagi, maka ia akan kembali memukul muka menyebalkan itu.
.
.
.
Setelah meninggalkan Sunggyu yang sepertinya akan marah, Sungyeol pun berjalan menuju perpustakaan dengan tampang datar. Tangannya yang bebas ia masukkan ke kantong dan satunya lagi memegang buku yang sedari tadi menarik minatnya sampai-sampai ia mengabaikan Sunggyu yang tengah bercerita.
Beginilah sikapnya. Dingin, tidak peka, sering membuat orang kesal dan menyebalkan. Setidaknya itulah yang Sunggyu katakan padanya. Namun mau bagaimana lagi, ia hanya bisa mengiyakan sikapnya itu.
Sepanjang perjalanan, banyak orang yang menyapanya, namun ia hanya mengindahkan dan berjalan lurus tanpa berniat membalas. Walau Sungyeol terkenal dengan sikap dinginnya, tapi tetap saja banyak yang mengidolakan bahkan menyukainya sampai tergila-gila padanya.
Sekalipun tak jarang ada yang membenci Sungyeol karena peringainya itu, toh, dia nyaman menjadi dirinya sendiri dan tidak berniat berubah untuk siapa saja kalaupun ada yang memintanya begitu. Setidaknya itu yang Sungyeol pikirkan hingga kini.
'Cklek'
Sungyeol membuka pintu perpus itu kemudian masuk ke dalamnya. Ketika melewati meja penjaga perpus, seorang yeoja setengah baya itu tersenyum dan menyapa Sungyeol, seolah sudah biasa kalaupun ia akan diabaikan oleh namja bersurai kecoklatan itu.
"Oh, Sungyeol-ah, kau datang lagi? Belum ada guru di kelasmu?" ucap yeoja itu.
"Hn," balas Sungyeol kemudian berjalan menyusuri deretan buku-buku lama atau ensiklopedia. Yah, walau bagaimana pun, yeoja setengah baya itu selalu menolongnya mencari buku yang ia perlukan. Jadi tidak ada salahnya ia membalas meski hanya kata 'Hn'-nya yang bisa ia keluarkan.
Yeoja itu tersenyum mendapat jawaban andalan Sungyeol. Kemudian ia teringat bahwa ada buku novel yang baru saja datang dan genre novel itu merupakan genre kesukaan Sungyeol (walau menyukai buku lama dan ensiklopedia, Sungyeol juga menyukai novel bertemakan misteri.) Segera saja ia berteriak pada namja itu. "Yeol-ah! Ada novel yang baru saja datang. Tema kesukaanmu. Letaknya di tempat biasa," kata yeoja itu pada Sungyeol.
Sungyeol hanya menggumam tertahan kemudian kembali berjalan menyusuri perpustakaan favoritnya itu.
.
.
.
Sunggyu dan Hoya sudah siap menyendokkan makanan yang tadi mereka pesan, namun terhenti ketika mendapati Sungyeol duduk di depan mereka dengan memegang sepiring somay dan segelas es Americano(?).
"Eoh? Kau sudah selesai dari perpus?" tanya Hoya pada Sungyeol. Sungyeol hanya mengangguk kemudian menyendokkan sesendok somay ke mulutnya. Sunggyu di samping Hoya mendengus.
"Huh? Bahkan kau sampai sebetah itu di perpus. Apa kau tidak tahu kalau ada anak baru di kelas kita?" ucap Sunggyu membuat Sungyeol menatapnya sekilas, lalu kembali menyantap makanannya.
Melihat itu, Sunggyu hampir saja mengetukkan sendok yang ia pegang ke kepala Sungyeol, namun segera ditahan oleh Hoya. "Calm down, hyung. Calm down, okay?"
Sunggyu menghentikan tangannya yang sudah terangkat, kemudian menarik napas lalu membuangnya. "Ya Tuhan~ untung aku tidak darah tinggi. Huh~ sabar~ sabar~" ucap Sunggyu sambil mengusap-usap dadanya.
Seolah tak peduli, Sungyeol tetap menghabiskan makanannya, sesekali ia melirik ke sekitar, sampai, pandangannya terhenti pada kekasih dua sahabatnya yang sedang berjalan ke arah meja mereka bersama seseorang. Alis Sungyeol mengernyit, siapa orang itu, batinnya bertanya.
"Gyuie? Kenapa kau keringetan begitu?" tanya Woohyun –namjachingu Sunggyu ketika sampai di meja kantin yang ketiganya tempati. Sunggyu hanya memandang tajam Sungyeol yang bersikap acuh. Seolah mengerti, namja bernama Woohyun itu pun duduk di sebelah kekasihnya, diikuti Dongwoo yang duduk di sebelah Hoya dan namja baru yang Sungyeol pertanyakan di samping dirinya.
"Ohya, kau pasti belum mengenal Myungsoo, kan, Yeol? Perkenalkan, yang di sampingmu itu Kim Myungsoo, murid baru di kelas kita, dan dia sahabatku juga Woohyun," ujar Dongwoo pada Sungyeol.
Sungyeol hanya melirik melalui ekor matanya. Dan ber-hn-ria membuat Sunggyu berteriak.
"Yak! Setidaknya ucapkan, 'Hai, aku Sungyeol. Salam kenal' begitu! Ini hanya ber-hn-ria! Lama-lama ku bunuh kau! Entah kenapa aku bisa tahan denganmu, Yeol!" seru Sunggyu membuat Sungyeol mendengus –lagi.
"Ck! Dan asal kau tahu, dia itu teman sebangku-mu. Se-bang-ku-mu!" lanjut Sunggyu dan menekankan kata 'sebangkumu' membuat Sungyeol memutar bola mata.
Dan menjawab, "Oh." Lalu setelah itu bangkit dari duduknya. Membuat Sunggyu melotot ditambah Hoya yang meringis memastikan sebentar lagi Sunggyu akan berteri—
"Yak! Lee Sungyeol kau sangat menyebalkaaaaaaaan!"—ak.
"Gyuie, tenang chagi. Sudah, abaikan saja si Yeolli, okay?" ucap Woohyun berusaha menenangkan kekasihnya. Sunggyu mendengus dan kembali duduk dengan kasar.
"Dasar mayat hidup menyebalkan!" cerocos Sunggyu lagi dengan Woohyun, Dongwoo dan Hoya yang berusaha menenangkannya.
Lain dengan Myungsoo yang terus saja memperhatikan ke mana namja tinggi itu akan pergi. Memandang punggungnya yang perlahan menghilang di tikungan kantin sekolah barunya itu.
.
.
.
Myungsoo mendengus mendengarkan penjelasan Jung sonsaeng di depan kelas. Bola matanya memutar bosan dan kemudian memasangkan earphone di kedua telinganya. Sekilas, ia melirik teman sebangkunya yang kini justru tertunduk malas sambil menopang dagunya dengan telapak tangan namja tinggi –yang bagi Myungsoo- lumayan manis itu.
Sejujurnya, garis wajah namja di sampingnya ini lumayan. Okay, lumayan manis, cantik, dan sempurna. Itulah pemikiran Myungsoo. Dan sikap namja bernama Sungyeol itu tidak jauh beda dengan dirinya. Seharusnya, mereka bisa berteman baik, kan? Tapi kenapa rasanya Sungyeol begitu menutup diri dan enggan mengenal orang-orang di sekitarnya?
Myungsoo hanya berdecak kemudian kembali fokus ke arah papan tulis. Dan decakannya itu berhasil membuat Sungyeol menoleh ke arahnya. Kemudian kembali mendengus sambil mencoret tidak jelas pada buku sejarahnya itu.
.
.
.
Dia hanyalah tetesan salju yang begitu dingin, dan mudah mencair. Namun jangan samakan perasaannya yang akan mudah berubah hanya karena jatuh di tangan hangat yang mengidolakannya.
Sungyeol berjalan lurus ke arah taman, lalu menghempaskan bokongnya di bawah pohon maple di belakang sekolahnya. Di telinganya, sudah terdapat earphone yang sedari tadi mendendangkan lagu-lagu favoritnya. Matanya menerawang ke langit, namja di sampingnya itu…entah mengapa begitu menarik.
Garis wajah yang sempurna, bahkan dilihat dari samping pun namja yang merupakan teman sebangkunya itu sangat tampan. Apa mungkin dia yang disebut titisan dewa? Ah. Mana ada yang seperti itu.
Sungyeol berusaha tidak peduli. Matanya terpejam menikmati semilir angin di tempat kedua favoritnya, taman belakang sekolah yang asri dan sejuk yang membuat panas mentari terhalau dengan kenyamanan ketika berada di bawah pohon maple yang besar.
Oh yeah. Seharusnya ia masih bisa memejamkan mata beberapa saat lagi, namun tidak ketika ia merasa ada yang melangkah ke arahnya. Manik hitam legamnya terlihat ketika ia membuka kelopak matanya yang tadi terpejam. Lalu menyipit barang sebentar untuk melihat siapa yang datang.
Myungsoo. Anak baru yang merupakan teman sebangkunya itu kini berjalan dengan –yang menurut Sungyeol- sangat cool ke arahnya duduk.
Ia bisa melihat alis Myungsoo bertaut, namun kemudian duduk di satu sisi pohon maple yang kosong. Tanpa bilang permisi atau berucap apapun. Sungyeol berpikir apakah namja itu tidak merasa terganggu dengan adanya seseorang di tempat yang sama dengannya? Sehingga ia tidak peduli pada keadaan sekitar?
"Ck," alis Sungyeol bertaut, ia barusan mendengar namja itu berdecak, bukan? Sungyeol melirik menggunakan ekor matanya, dan kemudian hanya kembali larut mendengarkan lagu melalui earphonenya.
"Kau terganggu?"
"Hn?" Sungyeol agak tersentak mendengar Myungsoo mengajaknya bicara. Namun kemudian ia hanya menggeleng dan menjawab sekenanya. "Biasa saja."
Dan mereka kembali terdiam.
Lalu ketika angin pembawa kesejukan berhembus menerbangkan apa saja benda ringan di sekitarnya, bahkan bisa menggerakkan surai coklat dan hitam milik mereka, mata keduanya terpejam. Walau mereka seolah tidak mempedulikan satu sama lain, tapi apakah ada yang bisa menjamin jika di dalam pikiran mereka terdapat banyak pertanyaan yang mereka berdua tidak bisa ungkapkan?
Dan jika memang mereka mau, setidaknya satu dari keduanya bisa memulai. Namun apakah ada yang bisa melawan ego seseorang dengan peringai dingin yang menyebalkan jika memang bukan kita sendiri yang mencobanya, kan?
.
.
.
Sunggyu mendengus, menatap sebal Sungyeol yang dengan seenak jidat bersikap sok tidak peduli padahal namja bertubuh tinggi itu tahu di mana letak kesalahan yang dia lakukan.
Hei? Siapa yang tidak marah ketika kita menanyakan pendapat atau solusi pada sahabatmu tapi sahabatmu itu hanya diam? Tidak merespon?
Namja bermata segaris itu masih berusaha sabar, Hoya di sampingnya mengusap lengan Sunggyu menenangkan. Sebenarnya Sunggyu juga tidak tahu mengapa ia ingin bertanya pada Sungyeol yang walaupun dia tahu pasti namja dingin itu tidak akan menggubrisnya.
"Aku tidak tahu apa yang bisa membuatmu tertarik pada sesuatu selain buku lama, ensiklopedia dan buku misteri. Aku jadi takut kau tidak punya pacar kelak kalau kau seperti ini terus," ujar Sunggyu membuat Sungyeol menghentikan sekilas membacanya.
Sungyeol hanya menghela napas lalu duduk menyandar pada kursi kelas yang ia duduki. Kemudian matanya teralih melihat jam yang sebenarnya akan memasuki jam pelajaran terakhir, namun belum dimulai karena sekarang masih jam istirahat.
Sungyeol menghela napas, kemudian kembali duduk seperti sebelumnya dan mengeluarkan suara membuat Sunggyu maupun Hoya tak berkedip.
"Kalau kau terus mengeluh seperti ini, kau sama saja seperti ibu-ibu cerewet. Terima saja si pohon apa adanya."
"…"
"Ck. Bodoh. Kalian itu pasangan paling kekanakkan, tahu," lanjut Sungyeol membuat keduanya tersadar. Lalu Sunggyu menarik kerah baju Sungyeol membuat namja itu agak tertarik.
"Kau bicara begitu karena tidak pernah merasakan bagaimana cemburu. Ish! Kau menyebalkan," balas Sunggyu lalu melepaskan cengkeramannya.
Sungyeol menggeleng dan menghela napas. "Terserah saja. Lagipula pohon pendek itu tidak tahu diri juga, sih. Kalian sama-sama bodoh."
"Grrr…kau tidak membantu," ucap Sunggyu. Sungyeol menggumam kemudian kembali fokus ke bukunya ketika teman sebangkunya sudah duduk lagi di sampingnya. Disusul kekasih dari dua sahabatnya yang kemudian Woohyun langsung berusaha bicara pada namjachingunya itu.
Dongwoo hanya melirik sekilas sahabat-sahabatnya lalu menyeletuk. "Ku hitung-hitung, sudah satu minggu kau dan Myungsoo duduk sebangku, tapi kenapa tidak pernah ada percakapan di antara kalian, sih?"
'Tek'
Semua aktifitas terhenti. Bahkan teman-teman sekelas mereka pun melakukan hal yang sama, lalu menggumam, mengangguk mengiyakan.
Sungyeol hanya melirik sekilas Dongwoo kemudian mendengus, dan tak bedanya dengan Myungsoo yang kembali menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangannya di atas meja.
"Bukan urusanmu," ujar Myungsoo membuat siapapun di kelas itu seolah berhenti bernapas. Dan diam-diam, Sungyeol mengiyakan perkataan Myungsoo dalam hati.
"Urus saja Ho-aegi-mu," lanjut Sungyeol membuat ke empat sahabatnya saling memandang satu sama lain. Walau Sungyeol tidak mengalihkan pandangannya, namun mereka merasa namja itu setuju dan berpihak pada teman sebangku barunya itu.
Dan Dongwoo, mendapat jawaban yang 'agak' tidak enak dari sahabatnya pun hanya mengangguk kemudian duduk di samping kekasihnya yang kini duduk di tempat Sunggyu, dengan si pemilik sedang berdiri sambil tetap berusaha mengabaikan Woohyun yang tengah membujuknya. (untuk informasi, mereka berenam duduk di barisan 1, 2, 3 kolom pojok dekat pintu. DongYa paling depan, WooGyu kedua, dan MyungYeol ketiga.)
Detik setelahnya bel masuk pelajaran terakhir pun berbunyi, dengan keadaan tukar posisi tempat duduk antara Dongwoo dengan Sunggyu yang membuat Woohyun hanya menghela napas pasrah dengan keinginan namjachingunya.
"Satu kelompok terdiri dari enam orang. Dan bukan hal yang sulit untuk kalian membuat penelitian dengan tema yang sudah saya berikan. Laporannya dikumpul minggu depan, lalu mengenai pembagian kelompok akan saya bacakan setelah ini."
Sungyeol berjalan dengan santai ke gerbang sekolah. Di telinganya, earphone itu masih terpasang. Ia berjalan dengan kedua tangan berada di saku celana sekolahnya. Sungyeol berjalan seolah tidak ada orang yang di sekitarnya, matanya lurus ke depan, memperhatikan jalan. Tidak berniat menoleh atau menyapa sapaan yang menyapa indera pendengarannya.
Sampai suara seseorang membuat Sungyeol berhenti, menunggu orang itu menghanpirinya.
"Yeol…haish! Jinjjayo jalanmu cepat sekali," ujar orang itu membuat Sungyeol melirik sekilas.
"Hn?"
"Aish! Dasar manusia Hn. Ne! besok kita mengerjakan tugas Kang sonsaeng di rumahmu, okay? Ah, tidak ada penolakan. Oke, bye. Lee Sungyeol, sampai jumpa besok," dan ucapan Sunggyu membuat alis Sungyeol bertaut, ia mendengus lalu kembali berjalan meninggalkan bangunan bertingkat empat tempatnya menimba ilmu itu.
.
.
.
Hoya dan Sunggyu berjalan ke arah samping rumah Hoya yang merupakan rumah Sungyeol. Seperti perjanjian mereka, hari ini mereka akan mengerjakan tugas Kang sonsaengnim di rumah Sungyeol yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah keduanya.
Sungyeol, Hoya dan Sunggyu adalah sahabat karib yang sudah berteman sejak lama. Memang, Sunggyu baru mengenal Sungyeol ketika ia pindah ke Seoul saat memasuki tahun ke limanya di sekolah dasar. Sedangnya Hoya dan Sungyeol sudah berteman sejak kecil karena mereka merupakan childhood neighbor. Jadi, Hoya sangat mengerti bagaimana sifat sobatnya itu.
Walau Sungyeol hanya akan membalas cerita atau pertanyaan mereka dengan kata Hn, Huh atau satu-dua kalimat, keduanya bisa mengerti dan paham kalau Sungyeol memang bukan orang yang mau berbicara panjang lebar. Karena mereka tahu, sifat Sungyeol ini menurun dari ayahnya, yang mempunyai sifat tak jauh beda dengan Sungyeol.
'Ting Tong~'
Sunggyu memencet bel rumah Sungyeol, kemudian terbukalah pintu itu dan tampaklah yeoja berusia empatpuluh tahunan yang langsung menyambut mereka dengan senyuman.
"Hobaby~ Gyuieby, kalian datang? Ayo masuk. Kebetulan ahjuma sedang membuat pudding," ujar yeoja setengah baya itu menyambut dua sahabat putra sulungnya. Yah, beginilah ketika Hoya dan Sunggyu datang dan jangan lupakan panggilan kesayangan Nyonya Lee untuk mereka.
"Ne, ahjuma. Gomawo," balas Sunggyu dan Hoya mengikuti seseorang yang sudah mereka anggap seperti umma mereka.
"Ne, Yeolli tidak bilang kalian akan datang. Aish, anak itu kebiasaan sekali," celetuk Nyonya Lee membuat Hoya terkekeh dengan Sunggyu yang mendengus.
"Tidak apa-apa ahjuma, ada baiknya juga kan jadi kami tidak merepotkan ahjuma," balas Hoya pada yeoja itu.
"Aish, Hobaby selalu saja begitu. Yasudah, ahjuma langsung ke dapur, ne? Yeolli ada di ruang tengah, langsung ke sana saja, hm?"
"Ne, ahjuma."
Dan keduanya pun langsung berjalan ke ruang tengah, di sana sudah ada Sungyeol yang tengah berbaring di sofa sambil berkutat dengan buku tebal ensiklopedia di tangannya.
"Yeol-ah!" seru Sunggyu dan Hoya bersamaan membuat Sungyeol melirik sekilas dua sahabatnya.
"Hn," balas Sungyeol kemudian kembali larut pada buku di tangannya. Keduanya menghela napas dan duduk di karpet di dekat sofa yang Sungyeol tiduri.
Tak lama, Daeyeol, adik Sungyeol memasuki ruang tengah seraya membawa beberapa buku di tangannya. Namja itu agak terkejut melihat dua sahabat hyungnya ada di rumah mereka.
"Eoh? Ada Hoya hyung dan Sunggyu hyung? Hehehe kebetulan hyung, aku mau nanya peerku dong!" ujar Daeyeol sambil mendekati Hoya. Hoya hanya tersenyum kemudian menepuk-tepuk tepat di sampingnya.
"Tanya saja, Dael," ujar Hoya pada adik Sungyeol. Sungyeol di atas sofa mendengus melihat adiknya. Lalu menggumam membuat Daeyeol hampir melempar majalah yang ada di bawah meja.
"Bodoh."
"Grrr…aku tidak bodoh. Hanya belum mengerti saja, hyung!" balas Daeyeol pada kakaknya.
"Sama saja. Idiot."
"Yak!"
'Ting Tong~'
Sontak, ke empatnya menatap ke arah pintu. Sungyeol berdecak dan menyuruh adiknya membukakan pintu. "Buka pintunya sana."
"Tidak mau."
"Ck. Idiot."
"Hyung, kau…"
"Cepat buka pintu, bodoh."
"Tidak mau!"
"Idi—"
"Dael ayo buka pintunya," dan teriakan sang umma membuat Daeyeol bangun dari duduknya kemudian berjalan ke arah pintu, juga disertai suara Sungyeol yang terus membuat telinga Daeyeol serasa panas.
"Dasar idiot."
"Grrrr…"
.
.
.
Sungyeol menutup buku ensiklopedia yang tadi ia baca kemudian duduk di bawah di samping Hoya yang sebelumnya ia mengusir Daeyeol untuk naik ke lantai atas ketika melihat teman kelompoknya sudah datang.
Daeyeol yang ingin bertanya perihal pekerjaan rumahnya itu tentu saja protes pada sang hyung yang menyuruhnya naik ke atas.
"Aku mau nanya sama Hoya hyung, mayat menyebalkan," ujar Daeyeol membuat Sungyeol menatapnya.
"Idiot. Cepat naik atau bantu umma."
"Grrr…bagaimana bisa aku punya kakak yang sangat menyebalkan sepertimu! Kalau aku ini idiot juga semua karenamu, mayat hidup!" seru Daeyeol membuat Sungyeol melotot dan cukup membuat yang menonton mereka meringis melihat betapa menyeramkannya Sungyeol saat membelalakkan matanya.
"Dasar idiot. Matematika dasar saja tidak bisa. Makanya jangan pacaran terus! Idiot!" lagi. Sungyeol memanggil sang adik dengan panggilan idiot. Daeyeol pun kesal dibuatnya dan hampir benar-benar melemparkan majalah.
"Grrr! Kau saja tidak pernah mengajariku. Jadi wajar jika aku tidak pintar sepertimu. Dasar mayat hidup menyebalkan yang sok dingin. Argh! Ku siram juga kau pakai air panas!" Daeyeol kembali berteriak membuat Sungyeol siap melempar bantal namun tidak jadi karena sang umma datang dan memukul kepala adiknya itu.
"Ish! Jaga bicaramu, Lee Daeyeol. Walau bagaimanapun dia kakakmu. Sudah sana naik dulu ke atas, mereka mau mengerjakan tugas. Bertanya ketika mereka selesai. Arrachi?" ujar sang umma membuat anak bungsu keluarga Lee itu menghela napas.
"Aish, arraseo. Arraseo," Daeyeol kemudian mengambil semua bukunya dan bersiap ke lantai atas dengan sebelumnya Hoya memanggilnya.
"Dael-ah, line mu ada kan? Chat hyung saja jika ada yang tidak kau mengerti," ucap Hoya membuat wajah Daeyeol berbinar.
"Hehehe~ Hoya hyung memang penyelamatku, deh~" ucap Daeyeol lebay membuat Sungyeol kembali memanggilnya dengan sebutan—
—"Idiot."
"Arrghhh! Terserahmu hyung!" Daeyeol langsung berlari ke kamarnya dan membuat Sungyeol menghela napas. Diikuti helaan napas empat sahabatnya ditambah teman sebangkunya itu.
'Jadi ini Sungyeol yang sebenarnya atau…' batin Woohyun, Dongwoo dan Myungsoo ketika melihat Sungyeol dan sang adik berdalih.
.
.
.
Sudah sejam mereka berkutik dengan tugas yang diberikan Kang sonsaeng. Sunggyu menguap seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Keenamnya begitu fokus dengan pekerjaan masing-masing.
Sampai sebuah suara memecahkan fokus mereka.
"Yuhu strawberry cake~" teriak suara itu. Mereka yakin itu suara Daeyeol. Kemudian tampaklah Daeyeol dengan sebuah piring kecil berisi cake di tangannya. Namun mereka kembali dikejutkan dengan teriakan setelahnya.
"Jangan dimakan!"
"Eh?"
Daeyeol langsung berhenti di tempatnya setelah keluar dapur dan siap menyendokkan cake ke mulutnya dengan mengernyit heran mendengar teriakkan yang masih samar untuknya. Antara teriakan sang umma atau sang…hyung. Tak beda dengan orang-orang yang ada di ruang tengah itu.
Sungyeol yang melihat kembali berujar. "Ku bilang jangan dimakan, idiot."
Dan terjawablah kebingungan Daeyeol. Ia langsung melirik sinis kakaknya dan meletakkan cake itu di atas buffet kecil di dekatnya.
"Iya iya. Pelit sekali sih. Lagipula paling umma yang buat, huh."
"Sudah idiot, soktau pula," balas Sungyeol yang kembali terfokus pada pekerjaannya. Daeyeol sudah hampir melempar remote AC kalau saja sang umma tidak langsung menahan tangannya itu.
"Dael, tahan. Itu kakakmu sendiri yang buat. Nanti umma buatkan untuk Dael. Sana kembali ke kamar," ujar sang umma seraya mengambil cake milik Sungyeol dan memasukkannya kembali ke lemari pendingin.
"Ne, ne. Arraseo, umma."
Daeyeol kembali berjalan ke arah tangga. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar sang hyung kembali berceloteh.
"Sudah idiot, soktau, manja pula. Ck, miris."
"YAK!" Daeyeol berseru dan benar-benar melemparkan kemoceng yang ada di dekat tangga ke arah hyungnya. Sungyeol menghindari dan mendecih.
"Bodoh."
"Aku tidak bodoh dan aku bisa lebih pintar darimu, hyung!"
"Ck."
"Yak! Aku serius! Dasar makhluk menyebal—"
"Tenang Dael. Jangan dianggap seri—"
"Apa jaminannya kau bisa lebih pintar dariku?"
"Ck! Pokoknya aku akan lebih pintar darimu, hyung. Bahkan lebih jenius. Puas?"
"Tidak."
"Mwo? Haish! Menyebalkan sekali."
"Aku akan mengakui bahwa kau pintar jika kau bisa mendapatkan satu beasiswa ke luar negeri. Ke Harvard, Oxford atau Sorbonne, mungkin?"
"M-mwo? O-okay aku bi—"
"Ragu?"
"Anniyo! Aku bisa membuktikan pada hyung!"
"Good. Dan satu lagi, jangan memilih universitas yang sama denganku."
"Ck. Kenapa? Kau takut aku menyusahkan—"
"Aku bosan melihat wajahmu."
"Grrrr! Terserah! Lihat saja. Aku pasti bisa!" seru Daeyeol kemudian meninggalkan hyungnya dan teman-temannya tanpa menyadari seringaian yang terkesan lembut di bibir hyungnya.
'Berjuanglah, Dael.'
.
.
.
Sungyeol memasuki kelasnya yang sudah agak ramai. Ia langsung berjalan ke bangkunya dan melirik sekilas ke arah chairmatenya. Sungyeol mendudukkan diri di tempatnya dan langsung menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangannya.
Myungsoo ikut melirik sekilas teman sebangkunya itu. Kemudian meletakkan laporan yang kemarin ia, dua sahabatnya, kekasih sahabatnya dan Sungyeol kerjakan.
"Hn, itu laporannya," ujar Myungsoo kemudian memainkan mp3nya lagi. Sungyeol melirik kertas yang Myungsoo berikan. Kemudian kembali pada pekerjaannya.
"Hn, terima kasih," balas Sungyeol membuat Myungsoo menatapnya heran, namun kemudian tersenyum sedikit dan membalas. "Urwel."
.
.
.
Sudah hampir dua bulan Myungsoo menjadi murid di Woolim high school yang di mana kedua sahabatnya menimba ilmu. Ia murid pindahan dari Amerika yang kemudian kembali ke tanah kelahirannya karena kedua orangtuanya harus mengurus perusahaan mereka yang ada di sini.
Walaupun Myungsoo juga berperingai dingin dan tidak begitu menanggapi kedua sahabatnya yang kadang bercerita, tapi setidaknya, bagi Sunggyu dia tidak semenyebalkan Sungyeol dan itu membuat Myungsoo mengernyit heran kemudian hanya mengiyakan pernyataan kekasih sahabatnya.
Selama dua bulan, entah apa, Myungsoo semakin akrab dengan Sunggyu, Hoya dan Sungyeol. Walau terkadang namja dingin di samping bangkunya itu hanya bersikap biasa, Myungsoo dapat mengerti lewat tatapannya. Mungkin karena mereka punya peringai yang sama.
Sejak awal. Myungsoo mereka sudah tertarik dengan sifat khas teman sebangkunya itu. Wajar bukan? Kesan pertama saja Sungyeol memberikan tampang malasnya membuat Myungsoo berdecak dalam hati akan tingkah namja tinggi itu.
Tapi bagaimanapun, rasa penasaran di hati Myungsoo tidak bisa ia kesampingkan. Setiap kali ada kesempatan melirik ke arah Sungyeol, maka ia akan melakukannya. Tak jarang, itu juga Sungyeol lakukan sehingga keduanya malah saling melempar pandangan bingung yang membuat keduanya kembali ke kegiatan masing-masing.
.
.
.
Cinta itu seperti baru karang yang takkan mudah terkikis jika statusnya adalah cinta yang tulus. Namun apakah bisa kau mengetahui pada tangan siapa sebutir salju kan terjatuh dan akhirnya mencair hangat menjadi setetes air yang menjadikannya kehidupan yang utuh?
Hari ini adalah pertengahan musim panas. Festival sekolah juga sudah dekat. Walau mereka sudah akan kelas tiga, wali kelas mereka masih menginginkan mereka melakukan sebuah drama. Dan tentu saja itu membuat Sungyeol dan Myungsoo menghela napas, bosan juga tidak tertarik pada keinginan guru fisika mereka itu.
"Yap! Ayo kita voting siapa yang jadi Pangeran, Putri Salju dan blablabla." Teriak Jaejoong, ketua kelas XI A itu. Kemudian teman-temannya langsung mengambil suara setelah melakukan perundingan siapa yang cocok menjadi Pangeran dan Putri Salju.
"Yap. Sudah diputuskan. Yang menjadi Pangeran itu Myungsoo, dan Putri Salju itu Sungyeol. Ibu tiri diperankan oleh Sunggyu. Dan—"
"Kenapa aku?"
"Itu hasil votingan, Yeol. Jadi kau tidak bisa menolak."
"Ck." Sungyeol kembali berdecak, kemudian ia bangkit dari bangkunya keluar kelas.
"Yayaya! Kau mau ke mana? Setelah ini kita persiapan," ujar Jaejoong namun hanya diabaikan oleh Sungyeol. Namja tinggi itu tetap berjalan meninggalkan kelas.
Dan Myungsoo hanya mengangkat bahu sambil kembali terlena mendengar nyanyian di kedua telinganya.
.
.
.
"Ayo Yeolli waktunya berlatih!~" ajak Hoya sambil menarik tangannya. Sungyeol beranjak malas dari tempatnya duduk di bawah pohon maple.
Namja itu melenggang enggan mengikuti langkah kaki sahabatnya.
Dan ketika mereka memasuki kelas, semuanya berdecak kagum melihat Hoya berhasil membawa Sungyeol, segera saja Jaejoong sebagai ketua kelas berseru.
"Yap! Ayo kita mulai latihannya. Nah, Yeol, ini teksnya. Silahkan kau pelajari, okay?" Ujar Jaejoong pada Sungyeol.
Sungyeol menatap sangsi pada halaman terakhir teks drama itu. Pangeran mencium sang putri agar terbangun dari tidur panjangnya? Yang artinya, Myungsoo akan menciumnya? Hah?
Sungyeol merinding membayangkan itu. Walau bagaimanapun, ia merasa ada hal aneh yang menggelitik perutnya. Segera saja ia membuang naskah itu dan bersiap pergi namun tidak jadi ketika melihat Jaejoong yang melotot sambil berkacak pinggang ke arahnya.
"10 menit kau pelajari scene terakhir. Setelah itu kau lakoni! Now!" Seru Jaejoong memerintah Sungyeol yang membuat namja itu semakin berjengit.
'Ya Tuhan kenapa harus scene itu, huh?'
.
.
.
Sang pangeran pun mendekati sang putri yang tengah tertidur lelap. Lelaki bak dewa itu berlutut di samping tempat tidur gadis cantik yang sudah menawan hatinya. Setelah lama ia mencari keberadaan sang putri, akhirnya pangeran dapat menemukan tambatan hatinya itu.
Pangeran Myungsoo mengelus pipi putri Sungyeol yang masih tertidur. Lelaki tampan itu berucap lirih pada gadis yang tampak tenang memejamkan matanya. "Putri, mengapa ini bisa terjadi? Jikalau aku bisa menyembuhkanmu. Maka izinkanlah aku melakukannya, wahai putri penawan hatiku."
(Myungsoo berucap dengan begitu serius, walau ia sempat memutar bola mata akibat dialognya yang agak lebay itu hasil remake teman-temannya. Sungyeol yang tengah memejamkan mata hampir mau muntah mendapati Myungsoo yang dingin itu bisa mengucapkan kalimat seaneh tadi.)
Pangeran Myungsoo mendekatkan wajahnya pada muka sang putri. Siap melayangkan kecupan di bibir gadis yang dicintainya itu jikalau memang benar apa yang dikatakan para kurcaci bahwa hanya ciuman dari dialah yang dapat membangunkan putri Sungyeol.
(Sungyeol berdoa dalam hati semoga Myungsoo melakukan sedikit kesalahan agar adegan ciuman di antara mereka tidak terjadi. Namun ia mengutuk ketika ia merasa ada benda basah yang menyentuh permukaan bibirnya.)
Dan ciuman penuh kelembutan sang pangeran pun terjadi. Pangeran Myungsoo menyalurkan semua perasaannya ke dalam ciuman itu berharap putri Sungyeol dapat membuka matanya.
Benar saja, tak lama mata sang putri mengerjap dan begitu terkejut mendapati pangeran pencuri hatinya kini tengah menciumnya.
Melihat hal itu, pangeran Myungsoo menjauhkan tubuhnya dan tersenyum pada sang putri.
"Putri, kau sadar?"
"P-pangeran..." Lirih putri Sungyeol sambil menatap mata sang pangeran.
(Myungsoo agak terkejut mendapati tatapan yang begitu menyejukkan dari Sungyeol. Dan ketika Sungyeol menyadari bahwa satu kelas menangkap perubahannya, entah mengapa fokusnya pun pecah. Kembali ia menampilkan ekspresi sehari-harinya yang mau tak mau membuat semuanya kecewa.)
"Kau sudah sadar, putri? Apa yang membuatmu tertidur seperti ini?"
"Ada seorang nenek yang-"
.
.
.
"CUT! Yeolli! Mana ekspresi saat kau menatap Myungsoo dengan lembut tadi? Arrgghhhh! Serius dong!" Teriak Jaejoong. Sungyeol hanya memutar bola mata dengan Myungsoo yang memperhatikan wajahnya.
Dan dua sahabat Sungyeol masih tidak bisa berkedip melihat tatapan yang Sungyeol berikan untuk pertama kali. Mereka benar-benar tak menyangka Sungyeol akan menunjukkan hal itu.
"Kalau begitu kita ulang lagi. Yap-1, 2, 3, mulai!"
.
.
.
"CUT! CUT! CUT! Sungyeol-aaaaaah! Kenapa tidak ada ekspresi dan malah datar lagi sih? Huweeeee umma tolong Joongie~" seru Jaejoong menghentikan adegan yang sedari tadi Myungsoo dan Sungyeol lakoni.
Bagaimana tidak? Sungyeol tetap saja memasang wajah datar ketika ia harus menunjukkan wajah sedih saat bercerita pada sang pangeran? Tentu saja hal itu membuat Jaejoong memekik sebal.
"Kita ulang! Sampai kau menunjukkan ekspresimu!"
Dan selanjutnya, adegan itu terus terulang. Entah sudah berapa kali mereka harus melakukannya. Lalu siapa yang tau...sudah berapa kali mereka berciuman?
.
.
.
Sungyeol terus saja mendengus mengingat kejadian tadi. Betapa ia dan Myungsoo harus mengulangi adegan yang sama berpuluh-puluh kali. Memang, ini semua karenanya yang tidak mau menampilkan ekspresi serius selayaknya yang dia tunjukkan sebelumnya.
Seandainya saja tidak banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, Sungyeol mau saja berakting dengan maksimal. Namun mengingat hampir semua siswa kelasnya ada di sana, mau tak mau membuat Sungyeol kembali memasang wajah dingin andalannya.
Jarinya yang lentik mengusap agak kasar wajah cantiknya itu. Bagaimana bisa Sungyeol membiarkan orang yang baru dikenalnya selama dua bulan menciumnya yang walau untuk kepentingan drama kelas mereka?
Tapi bayangkan? Kenapa harus Sungyeol yang terpilih? Kenapa harus dia yang menjadi putri salju? Dan kenapa harus Myungsoo pangeran berkudanya? Haish! Memikirkannya saja membuat Sungyeol menggeram kesal.
Dan detik selanjutnya, suara deru mesin motor di depannya membuat Sungyeol berhenti melangkah. Ia melirik siapa pemilik motor sport yang seolah mencegahnya berjalan ke depan.
"Naiklah," ujar orang itu seraya memberikan pelindung kepala kepada Sungyeol. Dan ketika Sungyeol mendongak sedikit, ia bisa melihat wajah Myungsoo yang tak tertutupi helm sama sekali.
Alis Sungyeol bertaut. Ia menatap tidak mengerti teman sebangkunya itu. Namun ketika Myungsoo menaruh helm di tangannya, ia hanya bisa terdiam sampai tangan Myungsoo menariknya mendekat agar menaiki belakang motornya.
"Ku antar kau pulang," ucap Myungsoo kemudian mulai mengendarai motornya. Membuat Sungyeol mau tak mau memakai helm itu dan berpegangan pada kedua sisi jaket milik chairmatenya.
Yang tanpa mereka sadari, kini teman-teman mereka masih memandang tak percaya apa yang tersuguh di depan mereka. Sunggyu menyeringai kemudian menyikut Hoya, Hoya memandang Sunggyu tak mengerti. Dan kebingungannya pun terjawab ketika Sunggyu berucap entah pada siapa.
"Kita minta Myungsoo menjemput Sungyeol besok, gimana?"
Hoya, Dongwoo dan Woohyun mengerjap. Namun kemudian tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.
"Ide bagus," jawab ketiganya dan kembali berjalan meninggalkan sekolah tercinta mereka.
.
.
.
Namja tampan itu sudah rapi, dan kini ia tengah memakai jam tangannya yang kemudian ia kembali berkaca untuk memastikan bahwa penampilannya sudah baik.
Langkah selanjutnya ia mengambil ranselnya kemudian menyampilkannya di satu pundaknya, dan sesaat ia ingin keluar kamar, ponselnya berdering membuatnya menjawab panggilan itu terlebih dahulu.
"Hn?" ujarnya ambigu.
Orang di sebrang sana berdecak. 'Ya! Myungsoo-ya. Tolong jemput Sungyeol, ne? Terima ka—'
"Apa?"
'Aish! Kau tuli? Aku bilang tolong jemput Sungyeol.'
"Kenapa aku?"
'Tidak apa-apa. Kalau kau menolak aku akan bilang pada ummamu kalau kau tidak laku.'
"Mwo? "
'Okay, bye. Thank you, L.'
"T-tunggu hyung—"
'Tut…tut…tut…'
"Ck," dan Myungsoo hanya bisa berdecak mendengar Dongwoo, sahabatnya memintanya untuk menjemput Sungyeol.
'Ya Tuhan. Apalagi setelah ini?'
.
.
.
To be Continued
.
.
.
Note : My second fic of MyungYeol. Gimana?
Mau dilanjut atau engga?
Minta komennya, yah? :)
Makasih
With Love,
Fujimoto Yumi