Naruto milik Masashi Kishimoto

Story © Original by Nue Uzumaki

.

Title :

The Only One Regret

.

Warning : OOC, Typo(s)?, Death Chara, DLDR!

Rated : T

Genre : Romance, Hurt/Comfort, Lit. bit Action, +Adventure

.

-Reviewmu berarti dukungan untuk Author-

.

T.O.O.R

.


Prolog

Perang Dunia Shinobi ke- 4 memang sudah berakhir dengan terbunuhnya sang pencetus perang tersebut, Obito. Sayang, tak ada informasi apapun yang bisa di dapat dari penjahat no. 1 dunia shinobi itu. Apa Naruto yang membunuhnya?

Dia memang ambil bagian dalam penyebab kematian Obito, tapi Obito mati karena ulahnya sendiri. Pohon raksasa yang dia bangkitkan lepas kendali dan membunuh sekitar setengah dari aliansi shinobi yang tersisa serta melenyapkan tubuh Obito sendiri. Hinata merupakan salah satu korban amukkan pohon dari proyek Tsuki no Me itu.

Madara yang sudah melawan Hokage pertama dan ribuan aliansi shinobi pun dengan sukarela membiarkan tubuh edo tensei-nya di segel. Keinginan Madara hanyalah untuk mengalahkan Hashirama, tapi sang Hokage pertama itu masih saja tetap unggul di pertarungan besar ke-dua antara dua mantan petinggi Konoha itu. Madara sudah mengeti perbedaan kekuatannya dengan milik Hashirama, tak ada kesempatannya untuk menang, dia memutuskan untuk menyerah. Toh, rencana utamanya untuk mengaktifkan Genjutsu tak terbatas itu pun sudah hancur total.

.

Naruto masih menahan tubuh Hinata yang terbaring lemah di tanah. Tubuh mereka berdua sudah kotor karena tanah dan keringat. Tatapan prihatin di tunjukkan teman-teman dan para shinobi aliansi yang mengelilingi mereka berdua. Sakura dan Tsunade masih tetap berusaha sekuat tenaga mengeluarkan seluruh kemampuan jutsu medis milik mereka untuk setidaknya membuat Hinata bertahan lebih lama.

"Hinata-chan, bertahanlah, jangan tinggalkan aku, ku mohon!", ucap Naruto. Muka yang di hiasi enam garis tanda lahir mirip rubah itu tak hanya basah karena keringat tapi juga air mata yang menetes dari mata saphyre biru langitnya. Hinata tidak mampu menjawab, tubuhnya benar-benar kehabisan chakra. Resiko seorang shinobi yang kehabisan total seluruh chakra nya adalah kematian. Tapi Hinata tidak menyerah begitu saja, meskipun ia tidak mampu menggerakkan tubuh bahkan satu jari pun, tapi setidaknya dia masih ingin membuka matanya untuk menatap mata Naruto, orang yang tak pernah hilang dari ingatan Hinata, seakan sudah menjadi kewajiban bagi nya untuk memperhatikan tingkah bocah laki-laki itu.

"M-m-ma...", Hinata masih berusaha mengucapkan kata-kata yang mungkin menjadi kata terakhirnya untuk orang yang dia cintai. Air mata Naruto semakin deras melihat perempuan yang selalu berjuang selama hidupnya, mirip dengan Naruto, sedang menanti detik-detik perpisahan dalam pelukkannya. Sakura mulai menangis, ia tahu betul tak ada lagi yang dapat ia lakukan untuk menyelamatkan Hinata, bahkan Tsunade yang merupakan ninja medis terkuat pun tak dapat berbuat banyak.

"M-ma-af, N-na-n-naru-to-k-kun", ucap Hinata yang terdengar sangat kesulitan walau hanya untuk mengucapakan kalimat sederhana itu. Tubuh Hinata yang sudah tak kuat lagi menahan keinginan si empunya tubuh untuk bertahan sedikit lebih lama itu pun mulai menunjukkan reaksi. "Uhuk uhuk", darah segar mengalir di sisi kanan bibir Hinata. Tak hanya kehabisan chakra, sepertinya amukkan si pohon juga menyebabkan Hinata terluka dalam.

Naruto membelalakkan kedua matanya, dia masih tak percaya, tak ingin percaya jika ini saat-saat terakhir orang yang pernah menyatakan cinta padanya itu. "Sudahlah Hinata, jangan bicara lagi, kau harus istirahat", Naruto memohon. Hinata menatap lirih Naruto, dia tidak ingin meninggalkan Naruto, dia selalu ingin bersamanya, impiannya untuk berjalan berdampingan dengan Uzumaki itu pun belum tercapai.

"A-a-aku s-sla-lu m-men-ci-cintai-mu", ucap Hinata sambil berusaha memberikan senyum meskipun keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Meskipun kematian sudah begitu dekat, tak ada hal lain yang lebih penting bagi Hinata selain menyampaikan perasaan yang telah lama ia rasakan itu kepada Naruto, walau ini bukan hal yang pertama kali Hinata lakukan.

"Aku juga mencintaimu, Hinata-chan, kaulah satu-satunya yang selalu memperhatikan aku, kaulah yang selalu ada di dekatku, kaulah yang selalu bersamaku. Jadi tetaplah seperti itu, jangan tinggalkan aku, Hinata-chan", Naruto mengakui perasaannya. Hinata yang mendengar pernyataan Naruto merasa benar-benar lega, terasa tak ada lagi beban, kini ia siap untuk pergi tanpa penyesalan.

Secara perlahan mata Hinata mulai tertutup, suara-suara yang memanggil namanya mulai hampir tak terdengar. Suara Naruto pun sudah tak terdengar lagi dan kini Hinata sudah menutup usia.

"Hinata-Hinata", panggil Naruto sambil berusaha mengguncang-guncangkan tubuh Hinata. Tak ada jawaban. Beberapa tangisan cukup keras terdengar di sekeliling. Naruto tau apa yang terjadi tapi ia masih tak mau menerimanya. Tatapan mata biru saphyre itu mulai kehilangan cahaya, tatapan kosong karena kehilangan. Air mata mengalir begitu saja tanpa di iringi isakkan sama sekali, menandakan betapa hancurnya perasaan Naruto. "Hinata", lirihnya seraya memeluk erat tubuh dingin Hinata.

.

.


~The Only One Regret~

.

.

"HINATAAAAA!", teriak Naruto tiba-tiba terbangun dari dunia mimpi buruknya.

Belakangan ini dia tak bisa tidur pulas, sudah seperti ini sejak insiden menyedihkan yang terjadi di akhir Perang Dunia Shinobi ke-4 itu. Kondisi fisik Naruto terlihat sangat kacau. Mata biru langit yang selalu memancarkan cahaya semangat itu kini tak ada lagi pancaran cahaya, hanya ada tatapan sedih dan penyesalan.

Begitu besar penderitaan yang dia alami setelah sepeninggalnya Hinata. Sebenarnya dia sudah terbiasa mengalami penderitaan dalam hidupnya, bagai penderitaan adalah kehidupan sehari-hari baginya. Namun kegagalan dia melindungi Hinata merupakan penyesalan terbesar dalam hidupnya, meninggalkan beban yang begitu berat bahkan untuk seorang Uzumaki Naruto.

Ia pun bangkit dari tempat tubuhnya terbaring. Tubuh muda yang tadinya terlihat kekar dan sehat itu kini terlihat begitu lemah. Naruto berjalan perlahan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia menatap cermin, meratapi satu-satunya kegagalan terbesar yang membuatnya kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidup, orang yang selalu berada di sisinya.

Tetesan air mata mulai mengalir perlahan di wajah tampan si Uzumaki muda itu. Dadanya mulai terasa sakit lagi, bukan karena luka fisik tapi luka hati karena kehilangan sesuatu yang berharga. Dia pun membuka perlahan baju hitam oranye favoritnya itu tanpa membuka celana hitam miliknya. Memperlihatkan dada bidang dan perut sixpack pertanda dia memang sangat suka melatih tubuhnya itu. Dia tak berniat mandi, hanya ingin membasuh tubuhnya karena dia harus menghadiri sebuah acara yang sangat penting hari ini, upacara pemakaman keluarga Hyuuga.

Tak butuh waktu lama untuk Naruto menyelesaikan aktifitas paginya. Kini dia sudah keluar dari apartemen kecil itu. Menyusuri jalanan desa Konoha yang tentu saja sudah sangat hafal dan tercetak dalam pikirannya. Menuju lokasi pemakaman keluarga Hyuuga yang terpisah dari para korban perang lainnya.

.

.

Terlihat beberapa sahabat Naruto, anggota Konoha no jūichinin (Konoha 11) yang tersisa,sudah datang karena upacara pemakaman sudah mau di mulai. Berjejer dua buah peti dengan dua buah nama di masing-masing peti tersebut. Disana tertulis 'Hyuuga Neji' dan tentu saja 'Hyuuga Hinata'.

Beberapa pelayat terlihat sangat sedih, termasuk sahabat-sahabat terdekat Hinata, tak terkecuali Naruto yang kini sudah hadir di sana. Tatapan beberapa orang tertuju pada Naruto, mereka tau siapa yang paling merasa kehilangan atas kematian seorang Hyuuga Hinata dan tak hanya itu, dia juga kehilangan salah satu sahabat dekatnya, Neji. Entah bagaimana nasib keterusan dari keturunan Hyuuga yang telah kehilangan sang Heiress Hyuuga itu.

.

Tak berapa lama, kedua peti itu mulai diturunkan ke dalam liang kubur yang hanya memiliki satu lubang lebar. Isakkan mulai terdengar dari para kerabat yang menghadiri upacara pemakaman itu. Namun tak terdengar isakkan maupun kata-kata yang keluar dari mulut sang Uzumaki muda itu, yang ada hanya tatapan kesedihan. Tapi mulutnya tak terlihat diam, dia seperti menggumamkan sesuatu yang terlalu sulit didengar karena ia hampir tak bersuara.

'Gomen Hinata-chan, Gomen Hinata-chan, aku tak bisa melindungimu', seperti itulah penyesalan yang ia gumamkan berulang-ulang.

Lubang yang tadinya terbuka, kini secara perlahan ditutupi butiran-butiran tanah, mengubur dua peti bersaudara itu. Sakura yang juga terlihat ada disana sudah menangis sedari tadi, tapi Naruto-lah yang benar-benar ia khawatirkan sekarang.

Jelas sekali Naruto benar-benar terpukul karena meninggalnya Hinata, sebab Naruto selalu menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa melindungi Hinata. Pernyataan cinta yang kedua kali itu pasti memiliki beban berat tersendiri di pundak Naruto. Bagaimana mungkin ada yang tak sedih melihat kematian orang yang tulus mencintaimu mati di depan matamu sendiri setelah mengungkapkan perasaan suci untuk kesekian kalinya?

Tiba-tiba Naruto beranjak pergi dari tempatnya berdiri, meskipun upacara pemakaman belum sepenuhnya selesai. Teman-teman-nya hanya bisa melihat punggung Naruto yang terlihat semakin menjauh. Tak ada yang mau mengejarnya, mereka berpikir untuk membiarkan Naruto sendiri untuk saat ini, memberikan dia kesempatan untuk berpikir. Berbeda pemikiran dengan yang lain, dua sahabat terdekat Naruto ini terlihat sangat ingin mengejar si Uzumaki yang tengah menjauh itu. "Ayo Sasuke-kun", ajak Sakura yang di balas anggukkan tanda setuju dari Sasuke.

.

.

Merasa perutnya kosong belum terisi sejak pagi, Naruto mampir ke kedai ramen favoritnya. Ichiraku Ramen, itu yang tertulis di papan depan kedai yang terlihat mungil itu. "Ohayou jii-san, tolong 1 mangkuk ramen-nya", sapa Naruto tanpa semangat seraya memesan makanan kesukaannya itu. "Baiklah. Tapi kau kenapa lesu sekali, tak biasanya?", tanya si pemilik kedai bernama Teuchi itu. Setiap orang yang mengenal baik sifat Naruto pasti merasa heran karena dia seperti kehilangan sifat alaminya, selalu riang dan bersemangat. "Tak apa, cepatlah jii-san", pinta Naruto. Tak lama kemudian sebuah mangkuk cukup besar sudah terisi ramen pesanan Naruto. "Ini pesananmu", ujar Teuchi sambil memberikan mangkuk itu.

Melihat sikap Naruto yang agak berbeda membuat Teuchi tak ingin banyak bertanya tapi keadaan ini membuatnya merasa canggung terhadap pelanggan setia no. 1 –nya itu. Tak suka dengan suasana itu membuat Teuchi berpikir untuk mencari topik pembicaraan agar suasana menjadi agak cair. Meskipun dia tak tau apa penyebab Naruto seperti itu, dengan tidak sengaja dia mengajukan pertanyaan bodoh yang membuat Naruto makin tak suka berlama-lama disana.

"Kenapa kau sendirian? Sekali-kali ajaklah pacarmu kesini! Hahaha...", ucap Teuchi di iringi tawa. Naruto yang mendengar pertanyaan tersebut –yang entah kenapa membuat dadanya terasa sesak –menghentikan aktifitas makannya. Dia berdiri karna tak berniat menghabiskan makanan itu, mengucapkan terima kasih, menaruh uang secukupnya, dan meninggalkan Ichiraku begitu saja.

"Eh, apa aku salah bicara?", tanya Teuchi pada dirinya sendiri. Tiba-tiba seorang perempuan cantik muncul dari belakang –sepertinya dapur, dan mengatakan sesuatu. "Tou-san apa aku harus membunuhmu agar kau menyesali pertanyaan bodohmu tadi", ucap si perempuan itu sadis. Teuchi yang mendengarnya hanya bisa berkeringat dingin, melihat anak perempuan kesayangannya sedang mengacungkan pisau kearah wajah innocent ayahnya sendiri.

.

.

"Selamat ya Naruto", kata-kata itu terus terdengar dari sepanjang jalan desa Konoha. "Selamat ya Rokudaime-sama", ucap beberapa di antaranya. Yap, atas jasa besar Naruto yang berhasil memenangkan pihak Aliansi Shinobi dalam Perang Dunia Shinobi ke-4 melawan Obito dan sekutunya Madara, telah di putuskan jika Naruto akan di angkat menjadi Hokage ke-6, Rokudaime Hokage. Meskipun upacara pengangkatan Hokage baru akan berlangsung sekitar seminggu lagi, para penduduk sudah memanggil Naruto dengan sebutan Hokage itu.

Tanpa sadar Naruto sudah sampai di gerbang besar Konoha yang di atasnya kini terpampang besar tulisan 'Terima Kasih Aliansi Shinobi'. Naruto hanya bisa tersenyum pahit. Orang-orang merasa senang atas kemenangan besar ini, tapi tidak dengan dirinya yang malah terlihat begitu terpuruk. Ia pun memutuskan untuk duduk dan istirahat di sekitar gerbang besar itu setelah lelah berkeliling.

.

.

"Naruto!", panggil Sakura yang sepertinya sedikit terengah-engah. Naruto pun hanya mengalihkan pandangan kepada sahabat dekatnya itu tanpa menjawab. "Aku dan Sasuke-kun sudah mencarimu kemana-mana, ternyata kau disini. Kenapa tadi kau pergi?", Sakura menahan kalimatnya untuk mengambil nafas. "Upacara pemakamannya saja belum selesai. Setidaknya tetaplah disana untuk menghormati kematian Hinata dan Neji", ujar Sakura.

"Dasar kau ini", ucap Sasuke yang kini sudah berdiri tepat di samping Sakura.

"Maaf Sakura-chan, Sasuke, aku tak tahan berlama-lama disana", ucap Naruto seraya menunduk.

"Aku tau kau sangat merasa kehilangan Hinata, tapi jangan terus salahkan dirimu, Naruto". Sakura mencoba menasihati Naruto, sayang yang dinasihati terlihat tak peduli dengan ucapan Sakura tadi. Sebesar itukah rasa bersalah Naruto sehingga dia tak mau berhenti menyalahkan diri sendiri?

"Kemana dirimu yang biasanya bersemangat, kembalilah seperti biasa, Naruto!", teriak Sakura seraya mencengkram kuat kedua bahu Naruto. Sasuke terlihat tak suka dengan sikap Sakura yang memaksakan kehendaknya pada Naruto. Bagaimanapun juga Sasuke sangat mengerti perasaan Naruto yang sangat menderita karena kehilangan seseorang yang di sayangi, sama seperti dirinya yang merasakan kehilangan atas kematian seorang kakak tercinta, Uciha Itachi.

"Andai kita berhasil mendapatkan mata Rinnegan dari si brengsek Obito itu, menghidupkan Hinata kembali itu perkara mudah", ujar Sasuke tiba-tiba. Naruto yang mendengar pernyataan Sasuke terlihat kaget, begitu pula dengan Sakura. Mereka pun menatap Uciha itu dengan tatapan heran namun tertarik. "Bukankah kita juga bisa menggunakan kekuatan mata itu untuk membangkitkan beberapa orang penting yang menjadi korban perang", tambah Sasuke.

"Gēdo : Rinne Tensei no Jutsu, kah?", ucap Naruto. "Hn", jawab Sasuke singkat.

"Tapi Rinnegan ikut lenyap bersama dengan tubuh Obito, jadi itu sesuatu yang tidak mungkin bukan?", bantah Sakura.

Naruto yang merasa perkataan Sakura memang benar tak bisa lagi berkata-kata dan kembali menundukkan kepalanya, frustrasi. "Adakah cara lain?", tanyanya pelan.

"Banyak orang yang membantu dan menjadi musuh kita dalam peperangan, Dobe.", jawab Sasuke yang mengarah pada jawaban. "Sebagian adalah orang yang sudah pernah mati, bukan?", ujar Sasuke masih berteka-teki. Naruto masih bingung dengan apa yang coba Sasuke katakan.

"Bukankah mereka bangkit dari kematian?", tanya Sasuke lagi.

"Sasuke-kun, jangan-jangan kau berpikir untuk-". Ucapan Sakura terpotong karena ia merasa Naruto telah bangkit dari duduknya. "Naruto, jangan lakukan itu, itu jutsu terlarang!", pinta Sakura

"Maaf, Sakura-chan, Sasuke, aku ingin kembali ke apartemen", ujar Naruto yang kini sudah mulai melompati beberapa bangunan dengan terburu-buru.

"Naruto!", teriak Sakura mencoba menghentikan Naruto. "Sasuke-kun Baka, yang bisa melakukan jutsu itu saat ini hanya Orochimaru, bagaimana kalau Naruto dalam bahaya?!", Sakura berteriak pelan seraya memaki si Uciha.

"Tenang saja", jawab Sasuke singkat sambil tersenyum lembut. Sakura yang melihatnya hanya bisa ber-blushing ria.

"Kalau gitu, aku percayakan masalah ini padamu, Sasuke-kun", ujar Sakura dan di balas dengan anggukkan Sasuke.

.

.

'Menggunakan Edo Tensei untuk menghidupkan Hinata-chan?', pikir Naruto yang kini telah berada di dalam apartemennya. Meskipun besar keinginan Naruto untuk menghidupkan Hinata kembali tapi ia harus berpikir berulang kali akan resiko dari perbuatannya, bagaimana pun itu adalah jutsu terlarang yang di turunkan Nidaime Hokage. Bukannya ia takut ketahuan dan gagal menjadi Hokage, tapi ia lebih takut jika nantinya Hinata tak dapat menerima keputusan sepihak dari Naruto ini.

"Apapun yang terjadi nanti, yang terpenting sekarang adalah aku bisa bertemu lagi dengan Hinata-chan", ucapnya penuh tekad. "Sekarang aku harus bersiap, malam ini juga aku akan pergi ke persembunyian Orochimaru, hanya dia yang bisa membantuku".

.

Skip Time

.

Kini Naruto sedang berdiri, bersembunyi di balik pohon dekat pintu gerbang Konoha. Tak ada cara lain selain menyelinap keluar tanpa ketahuan para penjaga karena tentu saja ia tak bisa meminta izin keluar untuk bertemu Orochimaru, sudah pasti.

*SPLASH*

Tak sulit bagi seorang Uzumaki Naruto untuk menyelinap keluar mengingat kini ia memiliki kecepatan gerak tubuh di luar cakupan logika. Dengan Sannin mode ataupun Kyuubi mode, pun keduanya sama-sama memiliki kecepatan pergerakkan yang luar biasa.

Kini ia sudah dalam perjalanan untuk menemui seseorang yang begitu berarti bagi hidupnya. Mungkin akan banyak rintangan tapi tak akan terlalu sulit bagi seseorang yang pernah menyelamatkan dunia dengan kekuatan yang mungkin sudah tak lagi tertandingi.

"Tunggu Naruto", panggil seseorang tiba-tiba. Naruto yang merasa namanya di panggil menengok kearah suara.

"Sasuke?", Naruto memandang Sasuke dengan sinis. "Bakayaro, apa yang kau lakukan disini? Posisimu saat ini masih dalam pengawasan Anbu. Bagaimana kalau mereka curiga?".

Ya, aneh memang jika Sasuke kembali ke Konoha mengingat statusnya yang pernah menjadi ninja pelarian bahkan pernah membunuh calon Hokage, Danzou. Atas permintaan Naruto dan mengingat jasanya yang ikut ambil bagian dalam peperangan membuat Godaime Hokage memberikan beberapa persyaratan agar Sasuke dapat tinggal kembali di Konoha, salah satunya adalah di awasi penuh oleh Anbu elit Konoha dan juga si calon Rokudaime.

"Bukankah lebih aneh jika seorang calon Hokage mengendap-endap pergi keluar desa sebelum peresmian statusnya?", tanya Sasuke. "Ciiiih", balas Naruto seraya memalingkan wajahnya.

"Aku tak bisa mengijinkanmu pergi Naruto", kata Sasuke seraya menatap mata biru saphyre Naruto.

"Jangan asal bicara kau Teme. Ini juga merupakan ide-mu ingat?", ujar Naruto dengan nada suara tinggi. "Lagipula kau tak akan bisa menghentikan aku, Sasuke!", tambahnya.

"Kau ini meremehkan aku ya", balas Sasuke seraya menggelengkan wajahnya. "Tapi bukan itu maksudku", Sasuke menyanggah.

Naruto meninggikan setengah alisnya pertanda tak mengerti.

"Setidaknya aku akan menemanimu, Dobe"

.

.

To be continued

.


Bagaimana fict-ku? Semoga menarik ya? Maaf jika saya ada salah dlm menggunakan istilah" dalam dunia Naruto, klo ada yg salah kasih tau yah.. ^^

Juga, klo cerita akhir perangnya terasa agak maksa, gomen ya. Cuma itu ide yang ada di pikiran saya.

Beberapa arti kata (buat yg ga paham):

Konoha no jūichinin (Konoha 11) : terdiri dari anggota Rokkie Nine (9), seangkatan Naruto ditambah 1 team Rock Lee sehingga berjumlah 12 orang, tapi minus Sasuke yg meninggalkan Konoha waktu itu. (Naru,Saku,Ino,Shika,Cho,Kiba,Hinata,Shino,RockLee ,Tenten dan Neji).

Tsuki no Me (Rencana Mata Bulan) : rencana Madara untuk mengendalikan seluruh kehidupan di muka bumi menggunakan gentujsu tak terbatas dengan bantuan Obito yang menjadi Jinchuuriki Juubi.

Gēdo : Rinne Tensei no Jutsu : Jutsu untuk mengendalikan antara hidup dan kematian seorang individu. Pernah di gunakan Nagato saat invasi Pain.

Kuchiyose Edo Tensei : Jutsu terlarang warisan Hokage kedua yang memungkinkan untuk membangkitkan seseorang yang telah mati dengan keistimewaan tubuh abadi dan chakra tanpa batas, tapi jutsu ini membutuhkan DNA orang yg ingin dibangkitkan dan juga seorang tumbal.

Itu aja, ga ada yg ketinggalan kan?

Oh iya, utk fict saya yg berjudul -Life, Just for Love- akan sedikit tertunda, tapi akan saya usahakan update secepatnya.

So, akhir kata, Arigatou para readers dan silahkan Review –karna review anda adalah semangat saya utk melanjutkan fict ini. Jaa ne~~

.

Nue Uzumaki *pofft*