Disclaimer : Masashi Kishimoto, I don't take any profit from this fanfiction
Tittle : Between Hate and Love
Genre : Drama, Romance
Rate : T.
Warn(!) : OOC, typo(s), ide pasaran, Gaje, Gender-bender, Fem!Naru.
Don't like, don't reading!
Selamat membaca~
.
.
.
.
.
.
"Halo," sapa Naru atau lebih tepatnya Naruto kepada seseorang yang berada di seberang telfon. Suara riangnya sukses membuat seulas senyuman muncul di bibir seorang pria yang baru kemarin ia ketahui bahwa pria tersebut adalah saudara kandungnya.
"Kau sudah bangun?" tanya pria tersebut. Naruto bergumam semangat sebagai balasan 'iya'. Percapakan itu pun berlangsung dengan sang kakak alias Namikaze Kyuubi yang tanpa jeda mengingatkan ini itu kepada sang adik. Naruto hanya sesekali tertawa geli sambil bergumam sebagai balasan karena kakaknya sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk berbicara.
"Um, Naru-chan?"
"Ada apa, Kyuu-nii?"
"Kau yakin akan menetap di konoha dan tidak ingin tinggal di sini?"
Pertanyaan itu sejenak membuat Naruto terdiam. Kedua bola mata safirnya melirik kearah sebuah foto yang bertengger di atas nakas, foto yang menampilkan ayah, ibu dan Kyuubi serta dirinya yang masih bayi. Sebuah senyum getir muncul di bibirnya.
"Kyuu-nii, aku akan tetap berada di konoha sampai aku lulus." jawabnya dengan nada getir. Ia bisa mendengar desahan kecewa dari seberang sana. Ia tahu, kakaknya pasti sangat menginginkannya untuk segera kembali, dan ia sendiri pun sudah sangat ingin melihat jejak-jejak kedua orang tuanya, namun sesuatu menahannya untuk tetap tinggal, sesuatu yang dirinya sendiri bahkan tidak tahu apa itu. "Kyuu-nii, aku tau kau sangat kecewa. Tapi tidak lama lagi aku akan lulus. Aku juga sangat ingin kembali ke rumah di mana Tou-san dan Kaa-san pernah berada," sambungnya lagi. Gadis itu menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya. Kerinduannya terhadap sosok orang tua benar-benar membuat dadanya sesak.
"Ssst, jangan menangis Naru-chan. Tou-san dan Kaa-san pasti tidak ingin melihatmu menangis. Baiklah, kau boleh tinggal di konoha. Tapi kau harus janji kepadaku, kau akan segera ke Kiri setelah kau lulus nanti. Oke?"
"Um, aku berjanji, Kyuu-nii!" Naruto tersenyum sambil mengusap pipinya. "Baiklah, aku ingin bersiap-siap ke sekolah. Jaga kesehatanmu, Kyuu-nii."
"Kau juga, Naru-chan! Berikan kabar jika sesuatu terjadi padamu, apapun itu."
"Iya, iya. Jaa nii-san!"
Naruto mengakhiri telfon tersebut dan segera bersiap untuk berangkat sekolah.
Sementara di kediamam Namikaze, sang Namikaze muda menatap layar ponselnya. Pria itu mendesah pelan seraya meletakkan ponselnya di meja lalu menyeruput kopi yang baru saja di tuang oleh pelayan.
"Jadi?"
Suara tersebut membuat kepala Kyuubi menoleh. "Sampai dia lulus," Kyuubi membalas ambigu, seolah sudah yakin bahwa orang tersebut akan selalu paham apapun yang ia katakan.
"Begitu." Utakata membalas singkat sebelum mendaratkan pantatnya di kursi berhadapan dengan Kyuubi. Kedua tangannya mulai sibuk memotong roti dan memasukkan potongan roti tersebut dengan begitu santai ke mulutnya.
"Seharusnya kau membalas lebih antusias, Utakata. Apa kau tidak senang jika aku berharap Naru-chan kembali ke Kiri secepatnya?" Kyuubi menyinyir dengat wajah sarkastis. Uatakata hanya terdiam. Sibuk menikmati roti yang sudah menjadi sarapan rutin baginya.
"Utakataa,"
"Mendengar Naruto masih hidup sudah cukup membuatku lega, Kyuu." Utakata memotong perkataan sang Namikaze muda. Kedua matanya menatap Kyuubi datar.
"Tapi reaksimu terlalu biasa, kau tahu!" cibir Kyuubi, namun detik berikutnya ia tersenyum simpul. Memaklumi sifat sahabatnya yang terlalu kaku itu.
Selanjutnya sarapan di kediaman Namikaze di hiasi dengan Kyuubi yang terus bercerita tentang pengalamannya di Konoha dan seperti biasa Utakata akan membiarkan dirinya menjadi pendengar yang baik.
...
Baru selangkah Naruto menapakkan kakinya masuk ke dalam kelas, seseorang sudah menghadangnya di dekat pintu. Gadis pirang itu sedikit terkejut dan hampir saja menjerit jika saja ia tidak punya kemampuan pengendalian diri yang bagus, setidaknya untuk saat ini.
"Naru!"
Suara tersebut sukses membuatnya tidak mampu bersuara. Pasalnya, suara yang biasanya lembut itu tiba-tiba terdengar seperti suara paling mengerikan di dunia.
"Hi-hinata, ada apa?" tanya si pirang dengan menggaruk pipinya yang tidak gatal. Bulir keringat yang sebesar biji jagung melintas turun melalui pipinya melihat ekspresi sang sahabat yang makin cemberut.
"Kau dari mana saja? Kemarin kau tidak masuk, ponselmu mati, aku bahkan mampir ke rumahmu kemarin sore, tapi kau tidak ada. Sebaiknya kau berikan alasan yang masuk akal, Naru!" sembur Hinata dalam satu tarikan napas. Gadis yang biasanya terlihat kalem dan kadang malu-malu itu kini terlihat seperti emak-emak yang sedang menginterogasi anak gadisnya.
"Aaa.. Itu.." Naruto bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan Hinata. Ia tidak mungkin langsung mengatakan jika ia bertemu dengan kakak laki-lakinya, bukan? Hinata sendiri tahu bahwa Naruto itu hidup sebatang kara, jadi akan terdengar aneh jika ia mengatakan tiba-tiba ia bertemu dengan seorang pria dan pria itu ternyata adalah kakak kandungnya. Itu keajaiban yang mungkin hanya terjadi di film atau di novel, pikirnya.
"Na-ru!" Sekali lagi Hinata menuntut jawaban menyadari Naruto yang tidak kunjung memberikan penjelasan. Ia kini mencurigai gelagat sahabatnya itu yang seperti menyembunyikan sesuatu. Sejak kapan Naruto yang terkenal sebagai siswi teladan di KHS itu menjadi siswi pembolos, pikir Hinata gemas.
"Kemarin aku ke panti asuhan tempatku di rawat dulu, Hinata. Ponsel ku mati, dan aku tidak sempat memberitahumu karena itu benar-benar mendadak, dan err.. Mugi-chan sedang sakit."
Naru terpaksa menjadikan Mugi, seorang gadis cilik yang tinggal di panti asuhan, sebagai alasan. Setelah ini ia berjanji dalam hati untuk meminta maaf ke Mugi dan Shizune. Hinata yang marah benar-benar menyeramkan.
Kini wajah Hinata melembut. Ia mulai berjalan menuju bangkunya di susul oleh Naruto yang diam-diam menghela napas lega.
"Akhir-akhir ini kau jarang masuk Naru. Sebentar lagi musim panas, aku tidak ingin kau sampai diberi pelajaran tambahan musim panas hanya karena dianggap banyak ketinggalan materi. Kau tahu kan? Rencana kita.. Itu.. Kita akan ke Hateruma liburan musim panas ini?" tukas Hinata. Naruto sampai berusaha menahan senyumannya karena Hinata kembali ke mode malu-malunya. Lagipula, ia tidak menyangka Hinata akan mengkhawatirkan tentang liburan mereka, ia kira Hinata akan mengkhawatirkan tentang beasiswanya di KHS jika terlalu sering tidak masuk, huh dasar Hinata.
"Tenang saja, semuanya akan berjalan lancar." Naruto membalas dengan begitu percaya diri.
BRUGH!
Naruto terkejut ketika tumpukan buku kini menjulang di hadapannya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah si pelaku dengan tatapan tidak percaya.
"Sebelum itu, kau harus menyelesaikan soal di buku-buku ini, Uzumaki Naru!" celetuk Sai, si pelaku, dengan senyuman yang teramat kalem. Naruto menganga sebelum teriakan di kelas 3B terdengar begitu nyaring di pagi hari mengundang rasa penasaran dari beberapa siswa.
...
Naruto melirik jam tangannya setelah beberapa detik yang lalu ia berpisah dengan teman-temannya di gerbang sekolah. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, dan sore itu juga ia berniat untuk langsung ke cafe milik Sasori tempat ia bekerja.
Karena ia sedikit terlambat untuk keluar akibat mendengar ceramah Hinata dan Sai sambil mengerjakan tumpukan soal, ia harus kehilangan bus terakhir yang mengarah ke cafe Sasori, dan alhasil ia harus berjalan kaki. Namun sepertinya tidak masalah, nampaknya si pirang begitu menikmati suasana sore yang begitu memanjakan matanya.
Terlalu asyik menenggelamkan diri dalam keindahan cahaya jingga yang membasuh bumi konoha, ia tidak menyadari sebuah mobil sedan menghampirinya.
PIP!
Naruto terlonjak akibat bunyi klakson yang hampir saja membuat jantungnya melompat keluar. Sambil terengah-terengah dengan tangan yang menekan dadanya sekuat mungkin, ia melotot ke arah pintu kemudi yang di buka oleh seseorang yang sudah ia kutuk sedemikian rupa dalam hati.
"Darimana saja kau?" tanya orang tersebut tanpa basa-basi. Bukannya menjawab, si pirang semakin melotot seolah kedua bola matanya kini menatap sosok mahluk paling menyebalkan di dunia.
"Kau! Apa kau benar-benar berniat membuatku mati karena serangan jantung? HAH?" sembur Naruto gemas. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Tidak merasa bersalah, si pelaku malah membalas semburan Naruto dengan ekspresi sarkastik yang membuat si pirang di hadapannya makin gemas. Ini bukan pertama kalinya orang ini ingin membuat jantungnya berhenti seketika.
"Kau bahkan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, dobe. Kenapa reaksimu berlebihan sekali? Dan lagi, kau belum jawab pertanyaanku sebelumnya, dari mana saja kau sejak kemarin?" balas Sasuke, si pelaku. Si uchiha bungsu itu dalam hati tidak menyangka akan mengeluarkan begitu banyak kata dari mulutnya dalan satu tarikan napas, suatu keajaiban menurutnya.
"Astaga, demi Tuhan, Uchiha. Itu sama sekali bukan urusanmu. Dan lagi, berhenti mengataiku dobe!" Naruto meraung frustasi. Ia benar-benar lelah berurusan dengan pemuda arogan yang satu ini. Ia berusaha menormalkan napasnya yang semakin tidak beraturan akibat emosi.
"Sebagai orang yang peduli padamu, itu adalah urusanku."
HAH?
Lidah Naruto tiba-tiba terasa kelu. Ia bahkan tidak mampu menggerakkan bibirnya. Perkataan Sasuke barusan sukses membekukannya di tempat. Lagi-lagi Sasuke mengatakan hal ya aneh seperti saat pemuda itu merawat dirinya ketika sakit. Apa-apan itu astaga. Kepala Sasuke yang rusak, atau kepalanyalah yang rusak karena tiba-tiba baper mendengar ucapan Sasuke yang terdengar begitu menggelikan?
"Dasar tsundere tengik!" Cibiran Sasuke itu lagi-lagi sukses membuat si pirang mati kutu.
Tanpa meminta persetuan dari Naruto, Sasuke kemudian menarik tangan gadis itu dan menuntunnya untuk masuk ke dalam mobil. Naruto hanya terdiam, tidak tahu harus bersikap bagaimana. Pikiran dan tubuhnya kini benar-benar tidak bekerja seperti biasanya, bahkan otak jenius yang di puja-puja di KHS miliknya, sama sekali tidak bisa ia fungsikan karena terlalu malu.
Saat Sasuke sudah berada di kursi kemudi, Naruto bercicit pelan.
"Aku harus bekerja."
Sasuke dengan lihai menyalakan mesin mobil melirik sekilas si pirang yang ada di sampingnya.
"Aku sudah menelfon Sasori bahwa kau tidak akan masuk bekerja hari ini."
Naruto mendongak dan menatap Sasuke geram. Sasuke acuh dan mulai mengendarai mobilnya, membelah jalanan yang makin gelap.
...
Kedua bola mata Itachi kini ia pusatkan ke arah pangggung di mana seseorang sedang melantunkan sebuah lagu. Namun, bukan suara atau penampilan orang tersebut yang membuat perhatiannya tersita, melainkan penyanyi itu bukanlah orang yang biasanya mengisi malam-malam di kafe itu dengan suara emasnya, bukan seorang gadis yang ia kenal. Pria berkarisma itu kemudian menghentikan salah satu pelayan yang kebetulan lewat setelah mengantar pesanan pelanggan.
"Permisi," sapa Itachi kalem. Pelayan itu berbalik dan tersenyum ramah.
"Ada apa, tuan? Apa anda memerlukan sesuatu?"
Itachi berdehem, "Apa Naru hari ini tidak datang?" tanyanya.
Lalu pelayan tersebut menggeleng. "Sepertinya tuan Sasori memang tidak memaksa Naru untuk bekerja keras tuan, karena ia tahu bahwa Naru punya kesibukan lain di sekolahnya. Dan aku dengar, beberapa waktu lalu ia sempat mengalami kecelakaan kecil di sekolahnya." terang sang pelayan.
Itachi sedikit terkejut mengetahui bahwa gadis pirang itu mengalami kecelakaan. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, makanya ia tidak sempat menemui gadis itu lagi.
"Kalau tidak salah, beberapa waktu yang lalu, seorang pria juga mencari Naru, tuan." celetuk pelayan tersebut seraya memegang dagunya berusaha mengingat.
"Seorang pria? Siapa?" tanya Itachi penasaran. Ia tidak menyangka Naru memiliki banyak penggemar.
"Pria tampan dengan rambut merah," balas si pelayan. "Aa.. Permisi, tuan. Chief memanggilku." Pelayan tersebut meninggalkan Itachi.
Itachi mengernyitkan dahi, ia seperti sangat familiar dengan ciri-ciri yang disebutkan oleh pelayan tadi.
"Jangan-jangan, Kyuubi-san?" Ia bergumam dengan kepala yang di penuhi dengan rasa penasaran. Ia juga ingat, saat itu kolega bisnisnya tersebut begitu terkejut saat melihat Naru.
Namun pikiran Itachi dibuyarkan oleh ponselnya yang bergetar di atas meja.
"Halo?"
"..."
"Malam ini?"
"..."
"Baiklah, aku akan segera menyusul,"
Itachi memutus panggilan tersebut lalu meninggalkan cafe setelah membayar pesanannya.
...
Naruto saling menggesekkan kedua tangan sebagai bentuk upayanya untuk menghangatkan tubuh. Sudah sekitar dua puluh menit berlalu sejak Sasuke membawanya ke sebuah bukit di mana bukit itu mengarah tepat ke pusat kota Konoha. Gadis pirang itu menyandar ke badan mobil dengan wajah yang sudah kusut akibat kedinginan dan kesal. Matanya sesekali melirik geram ke arah Sasuke yang berada beberapa meter di hadapannya, diam seribu kata membiarkan rambutnya bergoyang-goyang tertiup angin.
"Sebernanya apa maumu membawa ku tempat ini, Uchiha? Ingin membuatku mati kedinginan?" cibir Naruto sarkastik.
Namun Sasuke tidak memberi tanggapan. Ia masih tetap tidak mengeluarkan satu katapun sejak keluar dari mobil.
"Uchi-"
"Diamlah, dobe. Kenapa kau berisik sekali?" Sasuke memotong tanpa menoleh. Setelah itu, kepalanya menoleh, menampilkan wajah putih yang di bingkai rambut berwarna hitam, membuat kulitnya semakin bersinar di bawah sinar bulan.
Deg!
Naruto merasa ada yang berbeda dengan Sasuke saat ini. Tidak! Naruto menjerit dalam hati. Apa-apaan pikirannya barusan? Baru saja ia mengatakan dalam hatinya bahwa Sasuke terlihat sangat tampan. Ya ampun, sepertinya kiamat benar-benar sudah dekat.
"Kemarilah.."
Saat sedang sibuk mengutuk dirinya sendiri, ia mendongak saat Sasuke menyuruhnya untuk mendekat. Butuh waktu sekitar satu menit untuk gadis pirang itu melangkahkan kakinya.
Kemudian kedua bola matanya membulat dengan binar takjub mendapati pemandangan kota yang begitu gemerlap di malam hari. Lampu neon yang beraneka warna terhampar di kota, benar-benar memanjakan matanya.
"Indah sekali.." Naruto bergumam takjub.
Tanpa gadis itu sadari, seulas senyuman muncul di bibir seorang pemuda yang berdiri tepat di sisinya.
"Kau juga indah, dobe," gumam Sasuke sambil terus menatap Naruto.
Naruto yang mendengar samar gumaman Sasuke lalu menoleh. Keduanya kini saling bertatapan satu sama lain, hingga Sasuke mendekat ke arah si pirang.
Kedua kaki Naruto terasa berat seperti batu. Ia menbeku, hanya terdiam melihat Sasuke yang semakin mendekat ke arahnya. Pemuda itu lalu menyampirkan jaketnya ke bahu Naruto. Dalam jarak sedekat ini, Naruto benar-benar bisa mencium aroma mint yang menguar dari tubuh Sasuke.
Naruto mendongak, membalas tatapan Sasuke yang terkunci pada wajahnya. Pipi gadis itu sukses bersemu samar ketika jemari pucat pemuda di hadapannya itu bergerak untuk menyelipkan rambut pirangnya ke telinga. Tangan itu kemudian beralih ke belakang kepala Naruto, kemudian dengan tatapan yang sangat lembut, Sasuke mendekatkan wajahnya. Entah karena terbawa suasana, kedua kelopak mata gadis itu terpejam. Sebuah kecupan lembut mendarat di dahinya. Kemudian Sasuke berbisik,
"Aku mungkin akan merindukanmu.."
...
Naruto's POV
Aku pulang dengan keadaan yang aku sendiri tidak begitu paham. Sejak turun dari mobil Sasuke, aku sama sekali tidak bisa menenangkan perasaanku. Jantungku berdebar sangat kencang, membuatku mual di waktu yang bersamaan. Apa yang telah terjadi? Aku benar-benar tidak mengerti.
Untuk menenangkan hati yang sedang kacau, aku memilih untuk mandi. Setelah seluruh seragamku ku tanggalkan, aku langsung masuk ke kamar mandi untuk sekedar mendapat kenyamanan dari air hangat.
Tidak sampai tiga puluh menit, kini aku berbaring di atas tempat tidur. Langit-langit kamarku yang sederhana ini entah sejak kapan terlihat indah dan membuatku betah memandanginya. Kini jantungku tidak berdebar sekencang tadi. Namun tetap saja, aku masih merasakan sesuatu yang aneh.
Perlahan jemariku ku arahkan ke dahi. Masih terasa. Kecupan itu masih terasa, walau sudah ku basuh berulang kali dengan air.
Sial! Apa yang pemuda sombong itu lakukan? Apa dia sedang berusaha mempermainkanku? Ya, Tuhan.. Aku ini sebenarnya kenapa?
Aku sangat membencinya, tapi.. Tidak, tidak. Apa yang baru saja ku pikirkan? Manis? Tidaaak! Dia sama sekali tidak manis. Aku meracau tidak jelas sambil membekap wajahku yang sudah terasa panas dengan bantal. Demi apapun, kepala Sasuke terbentur apa hingga ia melakukan hal gila tadi? Astaga.
Aku kemudian berusaha membunuh waktu malam ini dengan cara memikirkan betapa aku membenci pemuda manja itu. Kemudian aku merogoh tas untuk mengambil ponselku. Dahiku mengernyit saat ku lihat ada sebuah email yang di terima beberapa menit yang lalu. Dengan malas, aku membuka email tersebut dan isinya sukses membuatku membatu untuk yang kesekian kalinya dalam seharian ini.
Can't wait to see you again. I already miss your smile. Sleep tight, princess dobe~
Us.
Aku membaca isi pesan itu berulang kali, hanya untuk memastikan bahwa aku sedang tidak salah baca. Benar, ini pesan dari Sasuke. Tanpa menuliskan inisial namanya pun aku sudah bisa menebak bahwa si kurang ajar yang memanggilku dobe hanyalah Sasuke. Sial! Apa yang sedang ia rencanakan? Kenapa perasaanku jadi aneh begini? Damn!
Pikiranku terus berputar hingga akhirnya kedua kelopak mataku terasa berat dan akhirnya aku tertidur dan bangun esok harinya di mana sang fajar telah kembali melaksanakan kewajibannya untuk menyinari sebagian dari bumi.
Aku berusaha beranjak dari tempat tidur. Ah, kepala terasa sedikit berat. Apa memikirkan Uchiha Sasuke semalaman adalah kegiatan yang melelahkan? Jawabannya iya.
Aku bahkan tidak yakin bisa menatap wajahnya di sekolah nanti jika aku bertemu dengannya.
Eh? Tidak bukannya aku ingin bertemu dengannya! Uhh..
End of Naruto's POV
Pagi hari yang riuh di KHS adalah hal biasa yang terjadi dan hampir di temui tiap hari. Itu disebabkan karena jumlah murid di sekolah terbaik se konoha itu memang terbilang lumayan banyak. Namun berbeda untuk pagi ini, keriuhan yang terjadi disebabkan oleh sekelompok fangirl yang asyik bergosip di sepanjang koridor. Naruto yang baru masuk ke halaman sekolah melirik sekilas ke arah parkiran utama sekolah. Desahan lega meluncur dari mulutnya ketika salah satu kendaraan yang ia kenali pemiliknya, belum terparkir, itu artinya, usahanya pagi ini untuk berangkat lebih awal berhasil, dan setelah itu ia akan berusaha menjadi tak terlihat. Tentu saja karena gadis itu sedang ingin menghindari seseorang.
Saat akan melewati koridor kelas satu, ia tidak sengaja mendengar percakapan sekelompok siswi yang meraung histeris.
"Hiks.. Sasuke-senpai, kenapa dia harus pergi?"
Naruto sengaja memperlambat langkahnya mendengar nama Sasuke disebutkan. Ia kemudian bersembunyi di balik dinding tikungan, sekedar untuk mendengarkan apa yang sedang fangirl maniak Sasuke itu bicarakan. Apa maksudnya Sasuke pergi? Sasuke tidak meninggal 'kan? Pikirnya, serampangan.
"Aku juga tidak menyangka, dia akan pergi menyusul kakeknya secepat itu, hiksss Sasuke-samaaa.." Salah satu siswi kembali meraung sedih.
Naruto yang berada di balik tembok semakin tidak mengerti. Sasuke menyusul kakeknya? Pergi secepat itu? Pembicaraan mereka benar-benar mengarah ke kematian Sasuke.
"Sasuke-senpaaaii.. Jangan tinggalkan kami, hueee!"
Naruto kemudian mengingat kembali saat ia terakhir kali bersama Sasuke. Pemuda itu bersikap begitu baik dan manis, mencium dahinya, dan mengirimnya sebuah pesan singkat. Dan itu memang terlihat seperti pesan-pesan terakhir kematian, bukan?
Tanpa sadar gadis pirang itu berlari menuju gedung kelas tiga. Ia sama sekali tidak mempedulikan beberapa orang yang ia tabrak.
Dari jauh Sakura mendapati sahabatnya itu berlari dengan wajah menahan tangis.
"Naru, kau kenapa?" tanya Sakura prihatin, namun Naruto melewatinya begitu saja, mengabaikan eksistensi sang sahabat. "Naruuu?" Sakura berteriak sekali lagi melihat punggung Naruto semakin menjauh.
Dengan napas yang hampir habis, Naruto memasuki kelas Sasuke dan langsung mengundang perhatian seluruh murid yang ada dalam kelas tersebut. Gadis itu langsung menghampiri tiga orang siswa yang sedang mengobrol dengan wajah serius.
"Neji-san, di mana Uchiha?" tanya Naruto sambil terus berusaha menormalkan napasnya.
Ketiga siswa yang terkenal sebagai sahabat karib Sasuke itu saling berpandangan. Tidak biasanya, pikir mereka.
"Sasuke sudah pergi, Naru. Semalam-"
"Tidak, ini tidak mungkin kan? Semalam aku masih bersama si teme itu, tidak mungkin dia sudah pergi!" potong Naruto dengan mata yang berkaca-kaca.
"Naru, semalam Sasuke memang sudah pergi menyusul kakeknya ke-"
"Tidak! Kalian pasti bercanda," lagi-lagi gadis itu memotong, tidak memberikan kesempatan kepada Neji untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Naru! Naru apa yang terjadi? Kau kenapa?" Sakura dan Hinata masuk dan langsung menghampiri Naruto. Naruto tidak bisa lagi membendung air matanya, ia menatap Sakura dengan hidung yang berair dan wajah yang memerah.
"Naru? Ada apa? Kenapa kau menangis?" Sakura langsung merengkuh tubuh sahabatnya itu dan berusaha menenangkannya. Kelas menjadi hening seketika karena tidak mengerti apa yang membuat gadis pirang itu menangis.
"Nii-san, apa yang terjadi?" Hinata berbisik ke Neji, dan Neji mengangkat bahu tidak mengerti. Ia juga sama kebingungannya dengan yang lain. Ia tidak tahu apa yang sudah terjadi antara Sasuke dan Naru.
"Naru, jawablah! Apa yang terjadi?" Sakura kembali bertanya karena Naruto tak kunjung menjawab, malah semakin terisak.
"S-sakura.. Sasuke, S-sasuke.." balas Naruto terbata-bata. "Kenapa? Apa yang Sasuke lakukan padamu?" Kembali Sakura mendesak. Semuanya hening seolah jawaban Narutolah yang akan menyelamatkan dunia.
"S-sasuke.. Sasuke sudah.. Meninggal,"
Krik krik krik
HAH?!
Semua manusia yang ada dalam kelas tersebut berteriak secara bersamaan.
"Sasuke sudah pergi, Sakura. Dia sudah pergi menyusul kakeknya. Tadi malam aku masih bersamanya, namun aku tidak menyadari bahwa itu adalah yang terakhir kalinya aku melihat wajah si teme. Kenapa? Kenapa si brengsek itu pergi cepat setelah semua kata-kata manisnya semalam?" Naruto terus meracau sambil sesekali mengusap air matanya. Hidung kecilnya terlihat semakin merah.
"Pppfttt!" Neji berusaha menahan tawa, dan itu membuat Naruto kesal.
"Kenapa kau tertawa? Bukannya Sasuke adalah sahabatmu?"
"Naru, tenanglah. Uchiha-san belum meninggal." celetuk Sakura sambil menghela napas. Ia kemudian membantu Naruto membersihkan wajahnya.
"Tapi, semua orang membicarakan tentang-"
"Tentang kepergian Sasuke ke Inggris bersama keluarganya untuk menemani kakeknya berobat?" potong Gaara kalem.
Wajah Naruto semakin kebingungan, ia kemudian sadar bahwa dirinya sedang salah paham. Kemudian kedua mata safirnya mengedarkan pandangannya dan mendapati hampir semua siswa sedang berusaha menahan tawa.
Jepret!
Naruto terkejut saat Neji baru saja memotretnya.
"J-jadi.."
"Iya, Naru. Sasuke hanya pergi sebentar. Dan oh, mungkin ini akan menjadi hal menarik untuk aku ceritakan ke Sasuke," ejek Neji sambil memamerkan wajah Naruto si ponselnya dengan wajah sembab, foto yang baru saja ia ambil.
Dan seketika kelas menjadi riuh saat tawa siswa meledak. Naruto merasa sangat malu. Malu karena ia bahkan tidak ingat apa yang sudah ia racaukan dari tadi.
Naruto menggaruk pipinya yang tidak gatal lalu meninggalkan kelas 3A dengan rasa malu yang menyelimuti seluruh tubuhnya.
Astaga, bagaimana mungkin dia bisa sepanik itu.
"Astaga, Naru.." Hinata mendesah pelan. Ia lalu melirik sang kakak yang senyam-senyum tidak karuan sambil memandangi ponselnya. Lalu gadis itu ikut tersenyum, tidak menyangka sahabatnya itu akan seceroboh ini.
"Nii-san, jangan sampai hal memalukan yang menimpa Naru hari ini tersebar luas. Ini akan semakin membuat Naru kerepotan. Aku mengandalkanmu."
"Aku mengerti,"
Hinata akhirnya keluar menyusul dua sahabatnya yang sudah lebih dulu keluar dari ruangan itu.
Beberapa hari kemudian...
Naruto menghela napas saat soal terakhir sudah berhasil ia kerjakan. Seminggu ini, ia harus menyelesaikan tugas agar ia bisa terbebas dari pelajaran tambahan musim panas. Minggu depan, liburan musim panas sudah dimulai.
Gadis itu asyik menatap langit biru. Memori-memorinya berputar sekenanya. Menampilkan kembali kenangan-kenangan bagaikan film rusak. Kejadian memalukan yang menimpanya beberapa waktu yang lalu, benar-benar membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Namun ia bersyukur, kejadian itu tidak sampai tersebar luas dan menjadi perbincangan hangat di sekolah. Ia tidak bisa membayangkan jika para fangirl Sasuke mengulitinya hidup-hidup. Ia sepertinya harus berterima kasih kepada semua siswa kelas 3A karena tetap merahasiakan kejadian itu.
Lagi-lagi ia menghela napas, sebelum akhirnya ia beranjak setelah merapikan buku-bukunya.
Bunyi deru mesin yang terdengar semakin mendekat membuat kepala Naruto terangkat. Akhirnya bus yang ia tunggu sejak lima belas menit yang lalu itu hadir di depan matanya. Setelah mengambil tempat duduk di pojok belakang bus, ia kemudian mengeluarkan earphone dan ponselnya lalu menyetel sebuah lagu. Ia mencoba memejamkan mata untuk menikmati bait nada dan melodi lagu tersebut. Sebuah email masuk, membuat ponselnya bergetar. Kelopak mata Naruto yang sempat terpejam, terbuka menampilkan sepasang bola mata seindah langit musim panas.
Jemarinya kemudian bermain-main di layar ponselnya untuk membuka email tersebut.
I won't die before I hold the sun in my hand. I won't die before I see you happy. Sorry for the past, I miss you so badly..
Astaga. Kenapa Sasuke bisa sealay ini? Naruto benar-benar tidak habis pikir, mengenai perubahan Sasuke baginya terlalu ekstrim. Namun, perubahan Sasuke itu entah kenapa membuatnya lebih nyaman. Tanpa sadar Naruto tersenyum. Jemari kurusnya menggenggam erat ponselnya. Kelopak matanya kemudian ia pejamkan lagi, berusaha kembali menikmati lantunan lagu yang membuatnya merasa lebih tenang.
"Aku juga.." Ia berbisik pelan sebelum akhirnya ia membiarkan ilusi lagu yang ia dengarkan membawanya ke tempat yang bahkan tidak ia kenali.
.
.
.
.
.
Bersambung..
.
.
.
Alooo minna.
Maapkeun daku yang ngaretnya pake banget /nangis/
Ga sengaja loh beneran.
Kuliah bikin diriku tydac produktif TuT
Tapi tetep harus semagat pan uhuhu.
Doain aja, judul proposal skripsiku cepet-cepet di acc yaks.. Wkwk
Oh iya, ada yang nanya. Ini ffnya mau di lanjut atau ngga sih?
Jawabannya;
Ya lord, mau lah kak. Aku pengen lanjut semua ff serampanganku ini sampai selese. Meskipun ga bagus sih ya, tapi tetep cinta karya sendiri hahiihi
Intinya gini, maapkeun kalo updatenya ngaret ya kaks soalnya beneran sibuk banget di kampus. Jangankan nulis, makan aja biasa ga punya waktu /kemudianditendang/
Then, thanks for all who reviewers, readers, followers and favorited my story. Maap kalo makin jelek dan alurnya makin kacau kayak rambutkuuu TuT
Skill nulis emang makin hari makin tumpul, jadi plis jangan sungkan kasi masukan yaa..
Well, segitu aja dulu.
Thanks ya sayangsku semuanya.
Muah:*
Salam..
Mika kim