.

.

.

A Dream About You

Disclaimer: Amano Akira

Genre: Romance, Friendship

Pairing: masih belum di perkirakan tpi yg jls 1827

Rated: T

Warning: YAOI, OOC, Typo(s), AU, Dll...

.

.

.


Pip. Pip. Pip. Pip.

Suara alarm berbunyi di meja belajar yang berada tepat di samping kasur. Ruangan kamar yang tidak bisa di bilang rapi itu secara berlahan terlihat terang karena cahaya yang berada di balik horden di dekat kasur. Namun meskipun matahari terlihat mulai menunjukan wujudnya dan alarm telah berbunyi merdu memecahkan kedamaian pagi, sosok yang terbaring di atas singel bed itu masih belum menunjukan tanda-tanda untuk terbangun.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan pintu mulai terdengar. Mencoba mengusik waktu tidur sosok berambut coklat berantakan yang masih terlelap.

"Tsu-kun, ayo bangun, kau bisa terambat," ucap suara wanita yang mengetuk pintu dengan lembut. Swada Tsunayosi menggerang saat mendengar suara Kaasannya. Matanya masih terlalu berat untuk terbuka.

"5 menit lagi Kaasan," gumam Tsuna sambil merapatkan selimutnya. Nana langsung membuka pintu kamar Tsuna yang tidak terkunci dan melangkah masuk ke dalam kamar yang berantakan itu. Dapat ia lihat puteranya masih terlelap di atas kasurnya.

"Ara… kamarmu berantakan sekali Tsu-kun, sesekali bersihkanlah kamarmu," ucap Nana seraya melangkah menuju jendela Tsuna. Tsuna hanya bergumam mendengar nasihat Kaasannya. Masih mencoba untuk mempertahankan tidurnya. Nana menghela nafas lalu membuka horden kamar Tsuna. Membuat cahaya pagi langsung memenuhi kamar itu.

"Tsu-kun, ini sudah hampir jam 7, kau bisa terlambat ke sekolah," ucap Nana lagi. Mencoba untuk membangunkan putranya yang masih berusia 13 tahun. Alis Tsuna terpaut mendengarnya. Sekolah? Ah… benar, dia bersekolah di Namimori, SMP Namimori yang terkenal dengan prefectnya yang menakutkan. Hmn… siapa namanya? Hmn… kalau tidak salah Hibari Kyoya, ah ya, Hibari—

"Terlambat ke sekolah, kamikorosu."

"HIIIEEE!"

Dalam sekejap Tsuna langsung membuka kedua matanya. Ia langsung bangun dari kasurnya dan bergegas ke kamar mandi saat bayangan berambut hitam dengan tonfa di tangannya itu muncul di dalam kepalanya. Sungguh, Tsuna tidak mau pagi-pagi harus berurusan dengan sang prefect yang kesadisannya menyerupai iblis itu.

"Tumben sekali Tsu-kun langsung bangun," gumam Nana bingung dengan tigkah laku putranya yang aneh. Namun senyuman Nana langsung merekah seraya menggelengkan kepalanya.

.

.

.

"Kaasan, Ittekimasu!" teriak Tsuna seraya berlari meninggalkan rumahnya. Nana hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya melihat Tsuna yang terburu-buru melangkah menuju sekolahnya. Sepasang mata coklat besar itu menatap punggung puteranya dengan lembut. Senyumannya tetap merekah hingga akhirnya Tsuna sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Nana menghela nafas lalu mendongak menatap langit di pagi hari.

"Ara… hari ini cerah sekali," gumam Nana. Tidak ada awan putih yang biasa menggantung lembut di atas sana. Hanya ada langit biru yang membentang luas tanpa adanya sang awan. "Hari yang bagus untuk menjemur pakain."

.

.

.

Tap.

Dengan nafas yang terengah dan peluh yang membasahi tubuhnya, akhirnya Tsuna berhasil menginjakkan kaki tepat di pintu gerbang SMP Namimori. Sungguh sebuah perjuangan yang keras bila melihat seragam putihnya yang mulai kotor karena ia sempat terjatuh beberapa kali saat berlari menuju sekolahnya ini.

"Yokatta… aku tidak terlambat," gumam Tsuna lega. Ia melangkah menginjak kawasan Namimori dengan jantung yang berpacu cepat—efek dari hasil berlarinya tadi. Sungguh, mungkin ini adalah pagi terbaik Tsuna karena tanpa di jemput Yamamoto dan Gokudera, ia berhasil datang ke sekolah tanpa terlambat.

"Berhenti sampai situ Herbivore Sawada Tsunayoshi."

Deg!

Jantung Tsuna sontak hampir keluar dari rongganya berkat suara barritone yang sangat ia hindari itu. Dengan gerakan kaku dan keringat dingin, Tsuna membalik tubuhnya. Menatap sosok yang berdiri tepat di dekat pintu gerbang.

Sosok Senpai yang hanya menggantungkan gakura di bahunya itu menatap Tsuna dengan sepasang manik abu-abunya. Rambut hitamnya sedikit bergoyang karena terpaan angin pagi yang menggodanya. Mengesampingkan wajah sang prefect yang tampan, tetap saja sang Hibari Kyoya adalah sosok yang paling ditakuti di seluruh Namimori. Dan Tsuna termasuk dari salah satu orang-orang yang takut akan keberadaan sang prefect yang selalu memanggil banyak orang dengan Herbivore itu.

"O—ohayou Hibari-san," sapa Tsuna takut-takut. Ia menelan liurnya saat sepasang mata kelabu itu menatapnya tajam. Sungguh, ia harus menelan teriakan 'hie'nya saat mendapati tatapan yang mampu membuat siapapun bergidik ketakutan itu. "A—apa salahku Hibari-san?" tanya Tsuna.

"Bersihkan pakaianmu itu dan gunakan dasimu dengan benar Herbivore," ucap Hibari dingin. Tsuna tergelak mendengarnya. Refleks ia langsung membungkukan tubuhnya ke arah Hibari.

"Go—gomenasai Hibari-san! Ha—hai'! Aku akan segera membersihkannya!" ucap Tsuna ngeri.

"Hn."

"A—apakah ada lagi kesalahanku Hiba—"

"Cepat bereskan pakaianmu itu atau kamikorosu," sela Hibari sambil menunjukan tonfanya.

"Hie! Ha—hai'!"

Dan dengan terburu-buru, Tsuna langsung memperbaki pakaiannya. Menepuk-nepuk seragam putihnya demi menghilangkan debu dan memperbaiki dasinya yang tidak rapi dengan terburu-buru. Well, sepertinya pagi ini tetap saja sama seperti pagi-pagi yang biasa. Namun bedanya, kali ini ia tidak terkena tonfa sang prefect. Bisa dibilang ini sebuah peningkatan bukan?

.

.

.

"Juudaime, bagaimana bila kita pergi bareng sepulang sekolah?" tawar Gokudera Hayato—teman sekelas Tsuna yang entah bagaimana memanggilnya dengan sebutan 'juudaime'. Tsuna memandang temannya itu dengan bingung.

"Pergi ke mana?" tanyanya tertarik.

"Aku dengar ada mall baru yang di buka, yah, siapa tahu Juudaime mau melihat—"

"Ah! Aku tahu mall itu, kemarin pelanggan di toko kami juga membicarakannya," sela Yamamoto Takeshi. Ia teringat dengan salah saorang pelanggannya yang bercerita tentang mall baru di kota mereka saat membantu Otousannya di toko susi. Gokudera menggeram jengkel sambil menatap Yamamoto dengan kesal.

"Teme! Jangan menyela ucapanku!"

"Ahahaha…. Gomen, tetapi tadi aku tertarik mendengar ucapanmu," aku Yamamoto.

"Aku tidak perduli apa alasanmu—"

"Su—sudahlah Gokudera-kun, bagaimana bila kita pergi ke mall itu saja bersama-sama? Aku penasaran dengan mall itu," lerai Tsuna. Senyuman Gokudera merekah mendengarnya. Ia hendak membuka mulut untuk mengutarakan kebahagiaannya, namun terlanjur di sela Yamamoto.

"Ide yang bagus Tsuna! Kebetulan aku juga ingin pergi ke sana, hari ini juga tidak ada jadwal latihan baseball."

"A—apa!? Jadi kau ingin ikut—"

"Kalau begitu kita pergi bertiga ke mall itu sepulang sekolah," sela Tsuna senang. Lalu Tsuna menatap Gokudera. "Semakin ramai akan semakin menyenangkan bukan, Gokudera-kun?" ucapnya ramah. Sungguh, melihat senyuman senang Juudaimenya benar-benar meluluhkan hati Gokudera.

"Hai' Juudaime!"

.

.

.

Tsuna menatap sekelilingnya dengan senang. Suasana mall yang baru saja berdri di Namimori ternyata sangatlah ramai. Sepertinya para warga Namimori sama seperti mereka bertiga. Penasaran dengan mall baru yang berdiri di tengah kota Namimori ini.

"Wah… sepertinya sudah banyak toko-toko yang buka," gumam Yamamoto. Matanya menatap beberapa toko yang sudah buka dan menawarkan barang-barang yang mereka jual.

"Iya, tetapi semoga saja harga barang-barangnya tidak terlalu mahal," ucap Tsuna sambil memandang sekelilingnya. Yamomoto mengangguk setuju. Bagaimana pun uang saku seorang pelajar mana mungkin cukup untuk membeli barang-barang mahal bukan?

"Ah! Juudaime! Lihat itu!" seru Gokudera. Baik Tsuna ataupun Yamamoto sama-sama menoleh ke arah tunjukan Gokudera. Sebuah toko yang menjual beberapa aksesoris yang berkesan gotic. "Aku mau ke sana, aku boleh ke sana kan Juudaime?" tanya Gokudera dengan mata blink-blink. Tsuna bahkan bisa membayangkan bahwa ada ekor yang bergerak-gerak di belakang Gokudera melihat betapa temannya ini sangat ingin pergi ke sana. Sungguh sangat menggemaskan.

"Silahkan, kau boleh ke sana Gokudera-kun," ucap Tsuna kemudian. Walaupun ia tidak mengerti kenapa Gokudera malah meminta izin kepadanya. Wajah Gokudera semakin berseri-seri mendengar ucapan Tsuna. Ia berterimakasih lalu melimpahkan Tsuna dengan berbagai macam do'a dan mantra agar tidak ada kesialan yang menimpa Juudaimenya, lalu sedikit mengancam Yamamoto untuk menjaga Tsuna dan pergi menuju toko yang sangat ingin ia kunjungi.

"Ahahaha… Gokudera memang sangat lucu," ucap Yamamoto geli. Tsuna tidak tahu harus ikut tertawa atau berekasi seperti apa mendengar ucapan Yamamoto. Sebaliknya, ia justru merasa apa yang dilakukan Gokudera sangatlah berlebihan.

"Ah, ada toko yang menjual peralatan baseball," ucap Tsuna kemudian. Matanya menangkap sebuah toko yang menjual peralatan olahraga itu. Dalam hitungan detik seringai muncul di bibir Yamomoto begitu mendengar ucapan Tsuna. Ia mengikut arah pandang Tsuna—menatap toko yang menjual alat-alat baseball.

"Aku mau ke sana," gumam Yamamoto. Ia menatap Tsuna yang lebih pendek darinya. "Kau tidak apa-apa aku tinggal sendiri Tsuna?" tanya Yamamoto. Tentu saja ia sadar. Dirinya yang kelewat fanatic dengan baseball hanya akan membuat Tsuna kewalahan nantinya di dalam toko itu. Tsuna tersenyum dan mengangguk.

"Tidak apa-apa," jawab Tsuna. Yamamoto tersenyum mendengarnya lalu melangkah meninggalkan Tsuna menuju toko yang ia incar.

Tsuna menghela nafas berat. Sekarang ia berjalan-jalan sendirian di mall ini. Yah… mau siapakan lagi? Kedua temannya itu sangat fanatic dengan gotic dan baseball bukan? Sementara Tsuna tidak mengerti tentang kedua hal itu. Dan ia juga tidak mau membuat kedua temannya merasa kurang nyaman karena ketidakmengertiannya. Namun Tsuna tidak mau terlalu memikirkan hal itu. Ia lebih memilih untuk melanjutkan jalannya dan menatap sekelilingnya dengan penuh minat.

Memang banyak toko yang menjual berbagai macam hal di mall ini. Namun satupun toko belum ada yang menarik hatinya untuk masuk ke dalamnya. Entah bagaimana ia hanya tertarik memandang dari luar—tidak tertarik untuk masuk dan lebih mengetahui isi dari toko-toko itu.

"Namimori Pet?" gumam Tsuna sambil membaca sebuah papan yang bertuliskan 'Namimori Pet'. Senyuman Tsuna merekah melihat banyak hewan di tempat itu. Tanpa ragu Tsuna melangkah mendekati toko itu dan berjalan masuk ke dalam pet shop yang baru kali ini ia masuki itu.

Pemandangan yang pertama kali Tsuna lihat adalah hewan-hewan menggemaskan berbulu yang tengah di kurung di dalam kandang. Alis Tsuna terpaut. Ia suka dengan kelinci, burung, anjing dan kucing yang ada di dalam pet shop ini, namun ia merasa kasihan dengan hewan-hewan yang harus di kurung di dalam kandang ini.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Tsuna mengerjab kaget lalu menatap seseorang yang tengah balas menatapnya. Seorang pemilik pet shop menatap Tsuna dengan seyuman yang mengembang di bibirnya. Menyambut sang pelanggan dengan seramah mungkin.

"U—umn… aku belum pernah memelihara hewan," aku Tsuna. "Jadi ingin melihat-lihat dahulu," tambahnya. Sang pemilih pet shop mengangguk mengerti mendengarnya. Ia langsung mempersilahkan Tsuna untuk melihat-lihat hewan yang berada di tokonya ini dan meminta Tsuna memanggilnya apabila ada yang Tsuna ingin tanyakan kepadanya.

Tsuna tersenyum menatap hewan-hewan menggemaskan yang berada di dalam kandang itu. Beberapa ekor kelinci dan juga ada hamster-hamster yang berlari di dalam roda berputar mereka. Melihat seekor kucing yang terlelap dengan malas di dalam kandangnya dan memandang seekor anjing yang menggonggongi Tsuna dengan galak—hingga mau tidak mau membuat Tsuna harus mengindari sang anjing karena takut walaupun ia tahu anjing itu berada di dalam kandang.

"Midori tanabiku namimori mo~"

Sebelah alis Tsuna terangkat. Suara menggemaskan yang menyanyikan lagu sekolahnya itu sukses menarik perhatian Tsuna. Sepasang mata coklat itu menatap seekor burung kecil berbulu blonde yang tengah asik menyanyikan lagu Namimori Anthem.

"Kawaii," gumam Tsuna saat melihat sang burung yang kini terdiam. Burung itu menatap Tsuna dengan intens. Kepalanya bergerak-gerak. "Dame~ Dame~"

Krek!

Dalam sekejap Tsuna langsung membatu begitu seekor burung mengejeknya 'dame'. Oh sungguh, apakai ia benar-benar terlihat dame sehingga seekor burung kecilpun meledeknya? Tsuna menghela nafas berat. Ia menggelengkan kepalanya dan menatap burung kecil yang entah bagaimana terasa familier dipengelihatannya itu kembali.

"Rasanya aku pernah melihatmu," gumam Tsuna. Lebih kepada dirinya sendiri. "Dimana ya?" gumamnya. Alis Tsuna terpaut dan ia menggigit ujung jempolnya. Berfikir keras untuk mengingat dimana ia pernah melihat burung kecil ini sebelumnya. Sementara Tsuna tengah berfikir, sang burung kecil kembali bernyanyi. Kali ini bernyanyi Nami-chu kembali.

"Kau membuatku terigat dengan Hibari-san," gumam Tsuna. Bagaimana ia tidak teringat dengan prefect sekolahnya? Hibari Kyoya mungkin adalah satu-satuya orang yang sangat mencintai Namimori dan sudah dipastikan, burung ini sangat cocok dengan Hibari bila mereka bersama. Well, bukankah burung ini bisa bernyanyi Nami-chu dengan bagus? Jadi ia pantas untuk mendapat kehormatan bersanding dengan sang pemegang tonfa menyeramkan itu.

"Pikiranku mulai melantur," gumam Tsuna. Tidak habis pikir kepalanya malah membayangkan bahwa sang burung menggemaskan cocok berada didekat sosok Hibari Kyoya yang notebane sangat menakutkan.

"Jadi bagaimana? Kau tertarik dengan salah satu pet kami?" tanya pemilik pet shop yang sedari tadi dudk di kasir sambil memandangi Tsuna. Tsuna mengangguk mendengarnya. Ia menunjuk sang burung yang terus menyanyikan Nami-chu dengan pasrah.

"Aku mau membelinya," ucap Tsuna akhirnya. Semoga saja keputusannya membeli seekor burung kecil bukanlah keputusan yang salah. Yah, semoga saja.

.

.

.

"Wah… jadi kau membeli burung ini Tsuna?" ucap Yamamoto sambil menatap burung kecil yang berada di dalang sangkar yang Tsuna jinjing. Tsuna menggeleng mendengarnya.

"Tidak, pemilik pet shop itu yang memberikannya kepadaku," sangkal Tsuna.

Sebelah alis Gokudera terangkat mendengarnya. "Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Katanya dia menemukan burung ini, jadi burung ini tidak dijual, itu sebabnya pemilik pet shopnya memberikannya kepadaku," aku Tsuna. Ia teringat dengan ucapan sang pemilik toko yang dengan ramah menolak uang yang hendak Tsuna keluarkan.

"Wah… kau beruntung Tsuna!" ucap Yamamoto kagum. Tsuna hanya tertawa mendengarnya.

"Tetapi aku ingin membebaskan burung ini," ucap Tsuna. Baik Yamamoto dan Gokudera langsung menatap Tsuna begitu mendengarnya.

"Kau tidak berniat memeliharanya?" tanya Yamamoto bingung. Tsuna menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal begitu mendengar pertanyaan temannya.

"Sebenarnya ingin," aku Tsuna. "Tetapi burung ini akan lebih senang bila bebas dari sangkar ketimbang terkurung seperti ini," lanjutnya. Yamamoto tersenyum mendengar alasan Tsuna. Ia langsung mengacak rambut Tsuna.

"Ahahaha… kalau begitu kita pergi ke pinggir sungai saja dan melepaskannya di sana," usul Yamamoto.

"Singkirkan tanganmu dari Juudaime!" geram Gokudera. Yamamoto tertawa mendnegarnya dan langsung merangkul Tsuna—sukses membuat Gokudera semakin menggeram jengkel. Tidak suka melihat Juudaimenya disentuh oleh sang penggila baseball itu.

"Ne, bagaimana dengan kalian? Aksesoris dan baseballnya bagus?" tanya Tsuna—mencoba mengalihkan sedikit pembicaran yang sudah mulai memanas berkat Gokudera yang memang selalu naik pitam dengan mudah.

"Tidak memuaskan sama sekali," jawab Gokudera jengkel. "Aksesoris disana memang murah, tetapi tidak ada yang bagus," jelasnya. Yamamoto menggaruk belakang kepalanya mendengar komentar Gokudera.

"Yah… sama denganku kalau begitu," akunya. Tsuna mengangguk mendengarnya. Yah… murah bukan berarti berkualitas bagus bukan? Lalu sepasang mata coklat itu kembali menatap kandang burung yang ia bawa sedari tadi. Senyuman Tsuna merekah. Membayangkan sebentar lagi sang burung kecil akan menikmati kebebasannya terbang di langit biru.

.

.

.

Flap!

Kepakan sayap dari burung kecil itu membuat Tsuna, Yamamoto dan Gokudera tersenyum. Mereka sama-sama mendongak menatap sang burung kecil yang secara terbang menjauh dari mereka.

"Semoga saja nanti dia bisa bertahan hidup lebih lama," gumam Gokudera kemudian. Tsuna langsung menatap Gokudera dengan bingung.

"Maksudnya?"

"Katanya kan hidup dialam liar jauh lebih sulit ketimbang di dalam rumah, ia mungkin saja belum pernah merasakan kerasnya hidup dan bagaimana caranya menghindar dari serangan para predator yang mengincarnya," jelas Gokudera santai. Sepasang mata coklat itu terbelalak mendengarnya. Oh tidak… apakah ia melakukan sebuah kesalahan!?

"Ahahaha… jangan berwajah sedih seperti itu Tsuna!" Tsuna langsung menatap Yamamoto. "Walaupun mungkin burung itu akan menghadapi kesusahan, namun tetap saja, bukankah itu memang sudah takdirnya? Ia memiliki sepasang sayap untuk terbang bebas, dan bebas bukan berarti selamanya tidak akan ada halangan, benar?"

Tsuna tersenyum mendengarnya. Ia langsung mengangguk setuju.

"Ya!"

Gakudera menggeram jengkel dan langsung meledek Yamamoto karena telah berani mencuri kata-kata kerennya. Padahal jelas ia sengaja mengatakan hal itu kepada Tsuna agar dapat mengatakn kata-kata keren yang Yamamoto ucapkan. Dan seperti biasa, Yamamoto hanya tertawa mendengarnya dan Tsuna harus melerai pertengkaran konyol kedua temannya itu.

Tap.

Sepasang mata kelabu menatap ke-3 pemuda yang ia kenal sebagai murid SMP Namimori itu. sosok yang menggantungkan gakura di bahunya itu mendongak menatap langit yang mulai berubah menjadi jingga, lalu kembali menatap 3 orang Herbivore yang masih asik bermain itu.

"Herbivores seperti kalian," suara barritone itu keluar dari sepasang bibir tipis sang prefect. Sukses membua Tsuna, Gokudera dan Yamamoto menghentikan kegiatan mereka dan menoleh ke sumber suara. "Hanya akan menjadi santapan bagi Karnivore yang sedang kelaparan."

"Hie!? Hi—Hibari-san!?" ucap Tsuna panik. Ia refleks langsung menatap sekelilingnya. Mencoba mencari kesalahan apa yang telah ia dan kedua temannya perbuat. Sungguh, bertemu dengan Hibari di sekolah merupakan siksaan mental—dan juga fisik—bagi Tsuna terlebih harus bertemu dengan sosok yang sangat ia takuti itu di luar sekolah seperti sekarang.

"Hn. Kalian cepat pulang ke ruamah kalian masing-masing Herbivores," ucap Hibari dingin lalu melangkah meninggalkan ke-3 murid Namimori itu. Tsuna langsung menatap Gokudera dan Yamamoto dengan bergantian begitu sang pemilik tonfa itu sudah melangkah cukup jauh dari mereka.

"Jadi kita harus pulang?" gumam Tsuna bingung. Yamamoto menghela nafas mendengarnya.

"Kurasa 'ya'. Ini sudah mulai malam," jawab Yamamoto. Tsuna mengangguk mendengarnya lalu menatap Gokudera.

"Aku akan mengantar Ju—"

"Tidak peru Gokudera-kun," sela Tsuna. "Aku bisa pulang sendiri, lagipula masih ada Bianci-nee yang menunggumu."

Gokudera menghela nafas mendengarnya, namun ia mengangguk. Akhirnya Yamamoto, Gokudera dan Tsuna melangkahkan kaki masing-masing menuju rumah mereka. Senyuman Tsuna mengembang saat ia berjalan menuju rumahnya. Melewati labirin perumahan yang sudah sangat ia hafal.

Ternyata Hibari Kyoya tidaklah sangat menakutkan. Ia hanya melakukan tugasnya melindungi Namimori. Dan dalam prakteknya, Hibari cenderung keras hingga membuat banyak orang takut akan keberadaannya. Tsuna terkikik geli saat ia teringat dengan khayalannya di dalam pet shop tadi. Ah, kenapa mendadak hari ini ia jadi lebih memikirkan Hibari Kyoya?

Tsuna mengangkat bahunya lalu menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak mau telalu memikirkannya dan tidak mau terlalu ambil pusing. Yang perlu ia pikirkan hanyalah… mungkin ia perlu sedikit merubah pandangannya dari takut menjadi menghormati sang senpai yang keberadaannya selalu tidak terduga itu.

.

.

.

TBC


ini adalah fic pertamaku di fundom ini '_'a

arigatou karena sudah membaca fic ini... m(_ _)m

well, ini masih awal, jadi konflik belum terlihat '_'a

umn... ano, RnR Please? :D