Judul : Nyanyian Rumah Sunyi bag. II
Chapter : 1
Author : KyuuGa C'Orangan sawah
Pairing : Naruhina, Narusaku.
Semua chara dalam Naruto adalah milik om Masashi ^_^, aku hanya pinjem!
ooOoo
Hinata mengangkat wajahnya dan kembali menatap iris biru sair naruto, "Naruto-kun, bisa bantu aku berdiri?" tanya hinata seraya memberikan tangannya pada naruto. Tepat saat itu musik dansa terdengar.
Naruto menatap bingung tangan hinata, "Tidakkah kau ingin mengajak ku berdansa?" naruto mengerutkan keningnya menatap hinata, kemudia dia tertawa lucu dan meraih tangan hinata yang dingin dan berkeringat, rupanya dia sedang grogi.
Mereka pun mulai berdansa mengikuti alunan musik, membawa mereka ke dimensi lain. Dimensi yang ada hanya mereka berdua, menikati kedekatan ini, mencoba mencari dalam keheningan kenangan yang terlupakan.
Hinata merebahkan kepalanya ke dada bidang naruto, meresapi perasaannya yang selama ini dia simpan, mencoba menyampaikannya dengan sentuhan ini, berharap naruto kembali mengingat apa yang dia lupakana.
"Ne, naruto-kun. Antar aku ke dalam rumah, aku ingin istirahat," bisik hinata pelan tanpa mengangkat kepalanya dari dada bidang naruto.
"Eh, kau merasa tak enak badan hinata?" tanya naruto mengangkat wajah hinata, hinata hanya tersenyum melihat kecemasan naruto.
Tanpa menunggu jawaban dari hinata, naruto segera membawanya ke dalam rumah, setiba di dalam rumah seorang maid memberikan selimut pada hinata, dan membimbing mereka ke sebuah ruang.
"Jadi, kaulah pemilik rumah ini? Dan yang membuat pesta sebesar ini?" tanya naruto tak percaya.
"Neji nii-san yang membuat pesta ini," jawab hinata dan membuka pintu itu. seketika ruangan putih bersih dengan pernak pernik anak gadis berusia 5 tahun terlihat menghiasi ruangan itu.
"Ini kamar kecilmu?" tanya naruto menyimpulkan.
Hinata mengangguk pelan, dia meminta naruto mendudukannya di ranjang kecilnya dulu.
"Kau ingat boneka itu, naruto-kun?" tanya hinata pada naruto seraya menunjukan sebuah boneka rubah kusut dipenuhi becek diatas sebuah meja tak jauh dari mereka.
Naruto mengerutkan wajah tanda tak mengerti, hinata hanya tersenyum melihatnya. Dia tahu naruto pasti sudah melupakanya.
"Aku yakin kau sudah melupakannya," ucap hinata terdengar sedih.
"Boneka?" batin naruto merasa kenal dengan boneka itu, namun sejauh mana dia merusaha untuk mengingatnya dia tak bisa mengingatnya.
Melihat reaski hinata yang sedih malah membuat naruto makin merasa bersalah, "Gomen, hinata. memang sebelum ini kita pernah bertemu?" tanya naruto merasa tak enak.
Hinata kembali tersenyum, dia mengambil boneka itu danmmengelusnya dengan lembut sambil mengingat kembali bagaimana dia mendapatkan boneka ini dari orang yang saat ini telah melupakan kejadian itu.
Naruto terlihat semakin sedih melihat hinata, dia merasa bersalah karena tak bisa mengingat apapun tentang boneka itu dan hinata, bahkan dalam memorinya pun dia tak bisa menemukan kenangan itu.
Apa yang terjadi padanya sampai dia bisa melupakan semua itu, melupakan kenangan yang begitu berarti untuk hinata.
Hinata menatap iris shapire naruto, dengan seulas senyum yang mengukirkan kesedihannya hinata mulai bercerita.
Flash back on:
Konoha 11 tahun yang lalu.
Taman konoha terlihat begitu ramai dengan anak-anak yang bermain dengan riangnya mengisi udara sore hari yang tenang itu, dari tampang mereka yang kelalahn sepertinya tak menyulutkan keinginan mereka untuk berhenti bermain.
Tapi tidak dengan gadis kecil bersurai indigo pendek, dia hanya duduk sendirian di ayunan menonton teman-temannya bermain di tengah lapangan, dipangkuannya boneka rubah yang terkena becek, sesekali tangan mungilnya membersihkan bonekanya dari becek yang menempel.
Bhuk!
Sebuah bola melayang kearahnya dan jatuh tepat di depan gadis kecil itu, dari jauh seorang anak kecil berlari ke arahnya.
"Cepat ambil bola itu, naruto!" teriak anak berperawakan agak gendut dengan tanda spiral di kedua pipinya.
Anak kecil yang bernama naruto itu berhenti sejenak melihat gadis kecil di ayunan, iris mereka bertemu sejenak, dan sebelum akhirnya bocah pirang itu kembali berlari membawa bonekanya.
"Hinata-sama, ayo kita pulang," ajak anak lain yang sedikit lebih besar darinya.
"I, iya. Nii-san," hinata, gadis kecil itu pun pergi meninggalkan taman bermain bersama nii-sannya. Sesekali dia meoreh ke arah belakangnya, melihat anak-anak yang masih bermain bola.
Ke esokannya, taman bermain terlihat ramai seperti biasanya. Hinata, gadis kecil itu duduk di salah satu ayunan, boneka rubahnya kembali terlihat kotor terkena becek.
Bhuuk!
Sebuah bola melayang kearahnya dan jatuh tepat di depan gadis kecil itu, dari jauh seorang anak kecil berlari ke arahnya.
"Cepat ambil bola itu, naruto!" teriak anak dengan traning hijau membungkus tubuh kurusnya.
Anak kecil yang bernama naruto itu berhenti sejenak melihat gadis kecil di ayunan, iris mereka bertemu kembali untuk kedua kalinya, dan sebelum akhirnya bocah pirang itu kembali berlari membawa bonekanya.
"Hinata-sama, ayo kita pulang," ajak anak lain yang sedikit lebih besar darinya.
"I, iya. Nii-san," hinata, gadis kecil itu pun pergi meninggalkan taman bermain bersama nii-sannya. Sesekali dia meoreh ke arah belakangnya seperti yang dia lakukan kemarin, melihat anak-anak yang masih bermain bola.
Hal itu terus terjadi hingga seminggu kemudian, gadis kecil itu terus saja duduk di salah satu ayunan dengan boneka rubahnya yang kotor, dan bocah kecil itu selalu saja berlari mengambil bolanya.
Mereka terus seperti itu, saling diam, dan hanya membalas pandangan tanpa memberikan sepatah kata pun.
Ke esokannya.
Bhuuk!
Bocah pirang itu berlari mengambil bola yang sengaja dia lempar agar terjatuh dekat ayunan, namun bocah pirang itu sedikit tertahan. Ada yang berbeda dengan ayunan itu, gadis kecil itu tidak berada di ayunan.
Langit sore mulai menggelap, masing-masing dari mereka mulai bergegas pulang. Begitu pun dengan si bocah pirang, dengan bola ditangannya dia berhenti sejenak melihat ayunan yang biasa diduduki gadis kecil itu.
Bocah pirang itu kembali melangkah meninggalkan taman bermain, iris shapirenya menatap langit sore yang mulai menggelap melihat matahari yang perlahan tenggelam.
Hiks, hiks, hiks!
Langkah bocah itu tertahan saat dia mendengar suara isakan disekitar taman, karena penasaran dia pun mencari asal suara itu. dan betapa terkejutnya dia saat dia menemukan gadis kecil itu terisak dengan pakaian terkoyak, dan kotor.
"Hei, kau kenapa?!" tanya bocah itu panik.
"Hiks, hiks. Boneka ku, boneka ku diambil," tangis gadis kecil itu.
Bocah berusia 5 tahun itu terdiam sejenak, otaknya yang belum terasah baik dan tak begitu hebat dalam berpikir mencoba mencari solusi.
"Apa tak ada yang datang menjemputmu?" tanyanya lagi, gadis kecil itu masih larut dalam isakannya.
Bocah kecil itu dibuat bingung, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hari semakin gelap, dan dia pun harus pulang.
"Dimana rumahmu? Aku akan mengantar mu?" kata bocah itu berharap si gadis kecil mau mendengarkannya.
"Rumah ku di sana," jawab gadis itu dalam isakannya menunjuk ke arah matahari terbenam. Si bocah kembali dibuat bingung, otaknya yang pas-pasan tak tahu dimana tempatnya, apalagi dia masih kecil, dan belum begitu menguasi arah.
Pergi meninggalkan gadis kecil ini sendiri? Ah, itu tidak bisa. Meski otaknya tak begitu pintar, dan hanya bertaraf rendah tapi dia masih punya nurani. Dia tak mungkin menginggalkan gadis kecil ini sendirian di taman.
"Baiklah, ayo kita pergi. Aku akan mengantarmu pulang," ucapnya ragu-ragu jika dia akan berhasil membawa gadis kecil ini pulang, dia berikan tangannya pada gadis kecil untuk meraihnya.
Iris amethyst terlihat begitu gadis kecil itu berhenti menangis, dia menata ragu pada bocah itu. melihat keraguan dimata gadis itu membuat si bocah makin yakin untuk membawa kembali.
Seulas senyum yang riang dan ringan memperlihatkan deretan gigi yang putih dan rapi dilatar belakangi oleh sinar matahari tenggelam membuat bocah itu begitu berbeda. Si gadis yang melihat keindahan itu ikut tersenyum, melupakan kesedihannya barusan. Dia pun menyambut tangan si bocah dan berdiri, bersama si bocah mereka menatap matahari terbenam.
"Ayo kita pergi menuju matahari terbenam!" teriak si bocah kegirangan.
Sementara itu dari arah matahari terbit, seorang anak berusia 6 tahun berjalan mengintari taman bermain mencari adik perempuannya.
ooOoo
Angin sore beritup menerpa tubuh mungil mereka, memberikan sensasi dingin. Mereka terus berjalan menuju matahari terbenam tanpa mereka sadari kalau merek telah cukup jauh dari perumahan.
Gadis kecil itu sesekali tersenyum lucu melihat bocah pirang itu, melihat ekspresinya yang begitu serius. Tapi sebenarnya gadis kecil itu tidak tahu, kalau si bosah pirang ini sedang kebingunga mencari jalan pulang, selain dia tidak tahu dimana rumah gadis kecil ini, dia juga kebingungan mencari jalan menuju rumahnya.
Dalam hati dia hanya bisa meruntuki tindakan bodohnya ini, meski begitu si bocah pirang malah tetap bersikap seolah every thing is gonna be okey.
"Hei, apa kau takut?" tanya bocah itu pada gadis kecil, gadis kecil menggeleng cepat, sambil mengeratkan genggaman tangannya pada si bocah pirang, dia tersenyum dan berkata.
"Aku tidak takut, kan ada kamu bersama aku."
Degh, dalam hati si bocah pirang terharu sekaligus terbebani. Dia terharus karena dia begitu dipercaya sejauh ini, dan terbebani karena mereka kini tersesat!
"Kau benar, ada aku," dengan senyum yang dibuat seolah semua aman-aman saja, dia mencoba menipu gadis itu.
Tap, tap, tap. Suara derap langkah terdengar di lorong yang sepi dan temaram, langkah mereka berdua tertahan saat di depan mereka beberapa anak sedang bermain dengan sebuah boneka yang dipenuhi lumpur.
"I, itu boneka ku yang mereka ambil," kata gadis itu terbata seraya menunjuk beberapa anak yang bermain lempar-lemparan dengan boneka sebagai ganti bolanya.
"Mereka?" tanya si bocah pirang melihat si gadis kecil ketakutan dan bersembunyi di belakangnya. Si gadis kecil mengangguk cepat mengiyakan pertanyaan si bocah pirang.
Si bocah pirang itu melangkan maju meninggalkan si gadis kecil di belakangnya dengan gagahnya seolah dia adalah pria dewasa dengan kekuatan super, dengan lantangnya dia berteriak pada anak-anak yang rata-rata lebih tua darinya.
"Hei, kalian!" teriak si bocah menunjuk anak-anak itu. "Kembalikan boneka itu!" lanjutnya dengan nada menantang.
Gadis itu bergerak mundur, dia tak menyangka jika bocah pirang itu begitu nekat menantang anak-anak yang lebih besar darinya. Salah seorang bersurai pirang panjang mendelik kaget mendengar tantangan si bocah pirang, dia yang tadinya sedang asyik bermain bersama dua rekannya tiba-tiba berhenti bermain dan mendekati si bocah pirang.
Dengan pongahnya si anak bersurai pirang panjang menatap sinis pada si bocah pirang di depannya. "Kau, ingin menantang kami!" kata si anak bersurai pirang dengan aura membunuh.
Bukannya takut, si bocah pirang malah balas menantang anak yang jelas lebih kuat darinya. "Jika aku bisa mengalahkan kamu, kalian harus mengembalikan boneka itu!"
"Ahahahaha, kau sangat menarik adik kecil!" ejek anak itu mempersiapkan tinjunya.
"Aku bukan adik kecilmu!" teriak bocah pirang itu melakukan penyerangan pertamanya.
Bhuak!
Satu pukulan telak mengenai si bocah pirang, dia terhempas terkena serangan itu. tapi si bocah itu masih punya nyali juga, dia kembali beridiri memperbaiki kuda-kudanya dan kembali melakukan penyerangan.
Bhuaak!
Masih sama, pukulan sibocah sepertinya meleset karena pada akhirnya dia kembali terhempas kena tinju si anak pirang. Sepertinya pukulan tadi belum juga membuatnya jera, si bocah pirang kembali berdiri dan menyerang.
"Aaaaakkkhhhh!" teriaknya diantara laju larinya.
"Dasar keras kepala!" teriak si anak pirang makin kesal dan menyiapkan tinjunya dan ikut berlari ke arah si bocah pirang bersiap memberikannya pukulan terakhir.
Bhuuaakk!
Si gadis kecil yang sedari tadi hanya menonton tersentak kaget, dia makin melangkah mundur menjauh dari area pertempuran melihat pertempuran duo pirang di depannya, pertempuran yang bukan main-main.
Sementara dua teman si anak pirang sebenarnya sudah tidak tahan melihat teman mereka kena pukulan dari si bocah pirang itu.
Si bocah tertawa pelan melihat si anak pirang jatuh terkena pukulannya, dia semakin bangga dengan kekuatannya yang bisa mengalahkan anak yang lebih tua darinya.
"Bagaimana, apa kau masih meremehkan aku?" dengan pongahnya si bocah pirang mengejek si anak pirang. Melihat kesombongan si bocah pirang membuat si anak pirang makin murka, dia mulai memberi kode pada kedua temannya untuk mendekat.
Kesombongan si bocah pirang seketika memudar melihat dua anak lainnya datang dan mencekatnya, mereka memegang kedua tangan si bocah pirang memberikan kesempatan pada teman mereka untuk memukul si bocah pirang.
"Ayo senpai, kalah dia!" anak dengan topeng pahlawannya melompat kegirangan memegang tangan si bocah pirang.
"Jangan berlebihan, Dei. Dia masih terlalu kecil," sia anak bersurai merah memegang tangan si bocah pirang, sementara tangannya lain memegang boneka rubah.
"Hei, bocah! Siapa namamu?!" tanya si anak pirang yang ternyata bernama Dei.
Meski keadaannya sudah terkepung, si boch pirang masih saja menatap jahat pada anak di depannya.
"Namaku, UZUMAKI NARUTO! Aku tidak akan kalah dari kalian!" teriaknya membahana. Si gadis yang tadi hanya menonton terbelak kaget mendengar nama si bocah pirang.
"U, Uzumaki Naruto?"
Dan, selanjutnya yang terdengar hanya suara—.
Bhuak, bhuak, bhuak!
Si gadis kecil terbelak kaget, dia histeris ketakutan melihat mereka memukul si bocah pirang.
"Hentikan! Jangan dipukul!" teriak si gadis pirang seraya berlari ke arah anak-anak yang memukul si bocah pirang.
"Lepaskan! Jangan dipukul!" teriaknya disela tangisnya memukul anak-anak yang tak juga berhenti memukul naruto.
"Cih, anak ini!" kata anak bernama Dei seraya mendorong gadis kecil hingga terjatuh dan menyiapkan tinjunya yang diarahkan pada gadis kecil itu.
"Ittai!" rintihnya kesakitan saat dia terjatuh.
"Tahan, Dei!" anak bersurai merah menahan tangan anak yang bernama Dei. "Jangan kau pukul dia, kita biarkan saja mereka," lanjutnya seraya memberikan boneka rubah pada gadis kecil itu. "Maafkan kami, adik kecil," tambanya seraya menarik anak bernama Dei untuk ikut bersamanya, meninggalkan si gadis kecil yang menatap tak percaya pada mereka.
Sementara si bocah pirang meringis kesakitan memegang pipinya yang bengkak, darah mengalir deras dari kepalanya. Dengan kaki yang diseret, bocah pirang itu mendekati si gadis kecil, dia mendudukan dirinya di depan si gadis kecil dan membelai boneka rubah ditangannya.
"Kau sudah menemukannya?" tanyanya tak jelas. "Lihatlah dirimu, wajah mu juga lebam. Apa kau terkena pukulan mereka juga?" lanjutnya meski wajahnya babak belur dan di penuhi darah, dia masih sempat tersenyum lebar, memperlihatkan ciri khasnya.
Si gadis kecil menatap si bocah pirang dengan linangan air mata, dia mendekat dan memeluk si bocah pirang. Dia takut melihat kondis si bocah pirang yang babak belur.
"Aku tidak apa-apa," kata si bocah menepuk punggung si gadis kecil mencoba menenangkannya. "Ayo kita pu—," kata-kata si bocah pirang tiba-tiba terhenti diikuti tubuhnya merosot jatuh dari pelukan si gadis pirang.
"Na-naruto-kun!" histeris si gadis kecil ketakutan.
ooOoo
Tak terasa sudah seminggu dia berada di rumah, setelah sehari di rawat di rumah sakit. Tak ada luka parah, hanya saja dia masih terlihat sedih dan murung. Kedua orang tuanya pun ikut sedih melihat anaknya yang tiba-tiba jadi pemurung sejak pulang dari rumah sakit, sejak saat itu dia selalu bertanya dimana gadis itu?
Gadis yang dia antar pulang malam itu, sejak hari itu mereka tak pernah bertemu lagi. Sejak hari itu, bocah pirang itu selalu bertanya dimana gadis kecil itu, selalu bertanya apa dia sampai di rumahnya dengan selamat? Dan dia selalu meminta untuk diantarkan ke rumah sigadis kecil.
Tapi, tak ada yang tahu siapa gadis itu. dimana dia tinggal, dan bagaimana rupanya. Yang orang tuanya tahu hanyalah ada seorang anak laki-laki bersurai coklat panjang, lebih tua dari satu tahun dari si bocah pirang yang membawanya ke rumah sakit dalam keadaan pingsan.
Hingga sekarang, si bocah pirang itu tak pernah bertemu dengan si gadis kecil, ataupun tahu siapa namanya, dia tinggal dimana, bersekolah dimana. Dia sama sekali tidak tahu tentang gadis kecil itu.
Karena merasa sedih dengan perubahan anaknya yang jadi pemurung, kedua orang tuanya berusaha membuatnya ceria kembali, membawanya jalan-jalan, mencoba mengalihkan ingatannya dari si gadis kecil yang selalu dia tanyakan.
Hingga waktu terus berlalu, dan akhirnya si bocah pirang pun terlena dan melupakan si gadis kecil itu. gadis kecil yang dia tidak tahu siapa namanya, dimana dia tinggal, dimana dia bersekolah. Dia melupakan kejadian malam itu, melupakan bagaimana dia berjuang untuk mendapatkan kembali boneka rubah itu.
Tak terasa dia telah bertambah besar dan tumbuh layaknya anak-anak seusianya, saat dia berusia 13 tahun keluarganya mengalami krisis, dan dia di kirim ke kakeknya yang berada di suna. Bersama kakeknya disana, dia bersekolah di KJS, sekolah khusus anak-anak Konoha yang berada di Suna, dan dia tinggal di kompleks Konoha, kompleks khusus orang-orang Konoha yang bekerja di Suna.
Dan saat ini, dia telah duduk di kelas 2 KHS, sekolah khusus anak-anak Suna. Dan hampir semua teman-temannya berasal dari Suna, mereka berteman begitu akrab dan mereka sangat menyayangi si bocah pirang itu seperti saudara sendiri.
Begitu pun saat dia pertama kali melihat pesona gadis bersurai merah jambu, gadis yang membuat hatinya tak berhenti berdebar-debar. Gadis yang dia puja dari siang hingga malam, apa pun akan dia lakukan agar dia bisa mendapatkan perhatian gadis itu.
Satu hal yang membuat dia begitu tertarik dari gadis bersurai merah jambu sebahu itu adalah, dia mengingatkan si bocah pirang pada sesuatu yang hilang dulu. Entah apa itu, dia sendiri pun tak ingat, yang pastinya dia tak ingin merasa kehilangan lagi.
Flashback end.
Hinata menatap lembut naruto, dia memeluk erat boneka rubah dalam pangkuannya. Setetes air bening jatuh dari sudut matanya, dia begitu sedih mengingat kejadian malam itu, masih terngiang jelas dalam benaknya kondisi naruto malam itu, bagaimana rasa takutnya melihat naruto yang babak belur.
Dan sejak hari itu pun dia tak pernah melihat naruto lagi, saat dia ke rumah sakit untuk menjenguk naruto, naruto sudah kembali ke rumah. Sementara dia pun tidak tahu dimana rumah keluarga naruto, sejak hari itu nama itu selalu tersemat dalam hatinya, wajah polosnya terus terngiang dalam ingatannya.
Dia tidak akan melupakan nama, dan wajah itu. dia akan terus mempertahankan nama dan wajah itu sampai mereka bertemu suatu saat nanti.
TBC.
Yosh! Kini aku hadir kembali dengan squel NRS!
Balas aja yuk!
: iya, udah end. Nikah? Jangan dulu, mereka kan masih SMA masa udah nikah, ntar jadi pernikahan dini lagi...
iya, nanti di squel ini aku jelaskan semuanya, tapi ceritanya terbagi atas beberapa chap.
Aizen L sousuke: sangkyuu...
Gak tega aku, aku udah terlalu lama mepermainkan perasaan naruto ga tega mengabaikannya begitu aja, jadi ku buat aja happyending. :D
retsuya02: i, iya. Aku, aku ingat #ngelap keringat takut liat aura iblisnya retsuya-san#
ja, jangan jadikan aku jelly yah... (^_^)v
bala-san dewa hikikomori: oh, yah. Ak kira yang menggantung itu Cuma pakaian, #plak! Lupakan!
Dichap ini udah dijelaskan kenapa naruto bisa lupa sama hinata,..
Uzumaki LOVE Hyuga: oke, sangkyuu ne...
june25: oke!
kamikazeAgust: gomen ne, ceritanya ngegantung. Semoga dengan adanya chap ini bisa lebih jelas...
sasuke? Hm,... etooo... #lagi mikir.
Kobaysen: ga nyangka yah? Aku juga ga nyangka kenapa jemari ku malah ngetik enam huruf itu...-_-'
Udah, tau kok. #fufufu
Kayanya sih gitu kebalik,... -_-7
blackschool: sangkyuu...