Gokudera, Yamamoto, dan Dino sudah sangat menyiapkan tenaganya untuk melawan Hibari. Namun belum sempat terjadi keributan, Reborn datang dan melerai mereka. Tsuna sangat lega karna Reborn datang dan mereka seakan memendamkan niat untuk berkelahi.
"Apa kalian sudah hilang akal? Berkelahi satu lawan tiga di tempat yang luasnya hanya lebih luas dari kamar mandi ini.", ucap Reborn.
"Tapi, Reborn-san ini kesempatan kami untuk menangkap si Brengsek ini!", ucap Gokudera penuh emosi sambil menunjuk ke arah Hibari.
"Kalau ingin berkelahi, carilah tempat yang lazim. Apa kalian tidak memikirkan perasaan bos kalian?", Reborn mulai serius.
"Sudahlah Reborn… Sudahlah kalian… Sebaiknya kalian kembali ke rumah masing-masing dan beristirahatlah…", ucap Tsuna dengan nada pasrah.
"Kalian dengar? Sebaiknya kalian pulang. Turuti perkataan bos kalian."
Akhirnya mereka tak punya pilihan lain selain meninggalkan kediaman Sawada. Berangsur-angsur di antara mereka meninggalkan tempat. Termasuk Hibari. Dan tak lupa ia memberi pesan bahwa urusannya belum selesai dengan Tsuna, dan dia akan kembali lain waktu.
Setelah kejadian yang hampir saja membuat Tsuna terkena serangan jantung, ia bisa beristirahat dengan tenang di kamarnya yang masih seperti sediakala. Ia tidak bisa membayangkan jika perkelahian tadi benar-benar terjadi, apakah kamarnya masih utuh atau sudah menghilang akibat ledakan dynamitenya Gokudera. Yah, karena perkelahian itu tak jadi, Tsuna melupakannya dan pergi ke alam mimpi.
.
.
.
Esok pagi, Tsuna bangun seperti biasa. Untungnya hari ini adalah hari libur, ia jadi sedikit lebih santai. Setelah mandi dan menyantap sarapan, ia mengganti perban yang masih melilit di kepalanya. Ia berpikir kapan perban ini akan tanggal dari kepalanya. Saat Tsuna hendak mengganti perbannya Reborn menghampirinya,
"Kau harus mengecek lukamu lagi ke rumah sakit.", ucap Reborn.
"Eh? Tapi ini sudah tidak apa-apa kok. Sudah dijahit ulang oleh Dino-san."
"Kau tau sendiri kan, Dino seperti apa? Lebih baik kau memeriksanya kembali sembelum kau mengalami amputasi kepala."
"Hal semacam itu tidak akan terjadi…", ucap Tsuna sambil bersweatdrop.
Tsuna menuruti perkataan Reborn dan pergi ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, Tsuna ditangani oleh dokter yang sama. Dokter yang menangani retak rahangnya dan luka di kepalanya. Dan kalian tau siapakah dokter itu? Dia adalah… dr. Shamal. Yah kalian bisa membayangkan sendiri bagaimana wajah terkejut Tsuna saat bertemu dengan dokter mesum ini dan mengakui hanya bisa menangani pasien wanita. Dari sini Tsuna berpikir apakah Shamal mengklaim bahwa dirinya adalah wanita.
"Yo, Tsunayoshi apa kabarmu?", sapa Shamal dengan santainya.
Tsuna masih mempertahankan wajah terkejutnya dengan mulut yang menganga.
"Jangan berdiri saja di situ, mari duduk.", ucap Shamal sambil mempersilahkan Tsuna menduduki kursi yang ada di depannya.
"Sedang apa kau di sini…?", tanya Tsuna sambil berjalan menuju kursi dan mendudukinya.
"Tentu saja untuk mengobatimu.", jawabnya dengan santai.
"Eh? Mengobatiku? Memangnya kau mau mengobati laki-laki?"
"Aku hanya mengobati pasien wanita. Tapi Reborn yang memintaku untuk merawat lukamu."
Reborn… "Sepertinya Reborn sangat mempercayaimu dalam hal ini."
"Ya, begitulah. Semenjak rahangmu retak kenapa kau tidak pernah check up?"
"Ah, soal itu… Kau tau sendiri kan aku selalu pulang sekolah sore hari dan banyak tugas menumpuk.", ucap Tsuna sambil menggaruk pipinya yang sama sekali tak ada kutu lewat.
"Check up saat bagian tulangmu retak itu sangat penting. Biar aku cek lukamu yang kemarin dan tulang rahangmu."
"Baiklah…"
Shamal lebih memilih memeriksa tulang rahang Tsuna terlebih dahulu. Bagusnya tulang rahangnya sudah pulih kembali. Setelah itu, ia memeriksa luka di kepalanya. Shamal sempat terdiam sebentar dan berkata,
"Kenapa hasil jahitanku jadi berubah struktur begini? Dan ini sangat berantakan.", ucap Shamal.
"Se-sebenarnya jahitannya sempat lepas, lalu Dino-san menjahitnya kembali…"
"Si Haneuma itu? Bilang padanya bahwa dia tidak punya bakat dalam bidang ini."
"Y-ya… aku pikir memang dia tidak bekerja pada bidang ini..", ucap Tsuna sambil bersweatdrop.
"Tapi ini sudah agak mendingan. Kau tetap harus memakai perban karna jahitannya masih baru. Rajin-rajinlah mengganti perban dan aku akan memberikanmu obat luar."
"Um.. Aku mengerti.", ucap Tsuna sambil menganggukkan kepalanya.
Lalu Shamal memberinya obat luar yang cara pakainya diolesi ke bekas jahitan. Agar bekas jahitannya bisa cepat hilang. Merasa check up nya sudah selesai Shamal mempersilahkan Tsuna pulang. Tidak, bukan mempersilahkan lebih tepatnya mengusir dengan alasan ia ingin buru-buru mengencani seorang wanita. Dan Tsuna bersweatdrop untuk yang kesekian kalinya.
Di perjalanan pulang, tak sengaja ia berpapasan dengan Gokudera yang langsung menyapanya dan mengikutinya. Sepanjang perjalanan mereka berbincang. Di menit berikutnya, Gokudera mendapati feeling yang tidak enak dan menghentikan langkahnya.
"Ada apa, Gokudera-kun?", jelas Tsuna bertanya.
"Sepertinya anda akan kaget dengan pemandangan di depan anda.", ucap Gokudera sambil menunjuk ke depan.
Tsuna langsung mengalihkan pandangannya ke depan. Benarnya saja Tsuna terkejut karna yang ada di hadapannya sekarang ini adalah… Hibari.
"Sedang apa kau di sini..?", tanya Gokuderan yang sepertinya sedang menahan emosi.
"Urusanku bukan denganmu, tapi dengan dia.", jawab Hibari sambil melirik Tsuna.
Tsuna langsung bergidik takut, "Apa lagi… urusanmu..?", tanya Tsuna dengan nada takut.
"Sudahlah, Jyuudaime tak ingin melihat mukamu lagi.", ucap Gokudera yang hebatnya masih bisa menahan emosi yang sudah protes ingin keluar.
"Oya? Tapi Tsunayoshi tak berkata demikian.", Hibari juga masih bisa menahan serangannya yang sangat ingin ia lancarkan kepada hama pengganggu ini.
"Tidak. Gokudera-kun benar. Aku tidak ingin melihat mukamu lagi.", ucap Tsuna tanpa nada ragu.
Hibari terdiam di tempat. Ia sempat memperlihatkan raut wajah yang kecewa. Namun ia segera merubah raut wajahnya yang menyedihkan itu. "Oh begitu. Kalau begitu jangan pernah muncul di hadapanku lagi."
"Kalau begitu kau mati saja sekarang!", ucap Gokudera yang emosinya sudah di ujung tanduk.
"Sudahlah, Gokudera-kun. Biarkan saja dia.", ucap Tsuna dengan nada yang sangat tidak peduli.
Tsuna langsung menarik tangan Gokudera dan berbalik arah, berjalan menjauhi Hibari. Hibari hanya menatap dua punggung herbivore itu yang semakin lama semakin menjauh. Entah kenapa Hibari merasa sangat kecewa. Apa aku kecewa dengan perkataan Tsunayoshi tadi? gumamnya dalam hati. Ia mempererat kepalan tangannya dan beranjak pergi dari posisinya semula.
Dalam perjalanan pulang, Hibari terus berpikir apakah dia benar-benar kecewa hanya dengan perkataan seorang herbivore tadi. Sepertinya ia jadi sakit kepala kalau memikirkan itu. Hibari kembali ke rumah kesayangannya dan disambut hangat oleh Kusakabe. Ia langsung menuju kamarnya dan melempar gakuran kesayangannya ke sembarang arah. Ia kesal. Ia akui bahwa ia kesal Tsuna mengatakan sesuatu yang membuat ia merasa diabaikan. Memang ia sering mengabaikan orang lain, dan ternyata beginilah rasanya diabaikan. Rasanya sangat menyebalkan. "Aku kesal…", ucapnya kepada dirinya sendiri.
.
.
.
Di depan kediaman Sawada,
"Terima kasih sudah mengantarku, Gokuder-kun.", ucap Tsuna.
"Sama-sama, Jyuudaime. Anda tidak apa-apa, kan?", tanya Gokudera.
"Um..", Tsuna mengangguk pelan.
"Jaga diri anda baik-baik. Saya permisi dulu.", Gokudera pergi menuju rumahnya sendiri.
"Tadaima…", ucap Tsuna saat memasuki rumahnya dan disambut oleh ibu tercinta. Untungnya Tsuna masih bisa menyembunyikan wajah sedihnya. Ia langsung menuju kamarnya. Merasa lelah, ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang ia anggap nyaman. Tsuna tidak merasakan keberadaan Reborn. Setidaknya Tsuna bisa istirahat dengan tenang untuk sementara waktu.
Entah mengapa, padahal Tsuna sendiri yang bilang bahwa ia tidak ingin melihat wajah Hibari lagi tapi ia menyesal telah mengatakan hal yang seharusnya tidak ia katakan. Ia berharap ia masih bisa bertemu dengan Hibari dan menjelaskan bahwa bukan itu maksudnya. Tsuna masih ingin melihat wajah Hibari. Ia sempat berpikir bahwa Hibari akan melemparkan Cloud Ringnya saat Tsuna bilang ia tidak ingin melihat wajahnya lagi, namun Hibari masih memakai cincin itu. Tanpa ia sadarai, air mata jatuh membasahi pipinya.
"Untuk apa kau menangis?", suara seseorang mengejutkan Tsuna sampai ia merubah posisinya menjadi duduk.
"Reborn…", ia hanya melihati Reborn yang sudah duduk manis di atas meja belajarnya.
"Kau menyesal?", tanyanya lagi.
"Entah mengapa… aku telah mengatakan hal yang menyakitkan kepada Hibari-san.."
"Apa iya makhluk seperti Hibari merasa tersinggung dengan perkataanmu?"
"Tentu saja. Hibari-san juga manusia.", jawab Tsuna dengan nada membela.
"Kalau kau menyesal, seharusnya kau menemuinya dan menjelaskannya, kan?"
"Sebenarnya… aku ingin menemuinya, tapi… aku takut apalagi yang akan terjadi padaku nanti…"
"Kau itu bosnya, kan? Kenapa harus takut? Sana pergi temui dia jika kau merasa menyesal!", suruh Reborn sambil menendang pantat Tsuna hingga ia keluar dari kamarnya.
Tsuna hanya meringis kesakitan. Mau tak mau ia harus menemui Hibari, karna jika ia kembali lagi ke dalam kamar mungkin wajahnya akan babak belur dihajar Reborn. Ia berdiri dan mulai berjalan menuju tempat Hibari berada.
.
.
.
Di bandara, tampak Dino sedang duduk termenung sambil menunggu pesawat pribadinya mendarat. Inilah yang ia tidak suka jika menggunakan pesawat pribadinya, terlalu lama sampai. Ia tampak sedang melamun memikirkan sesuatu sampai Romario memecahkan lamunannya.
"Bos apa anda tidak enak badan?", tanyanya.
"Tidak kok. Aku tidak apa-apa.", jawabnya.
Sebenarnya ia sedang kenapa-kenapa. Semenjak ia meninggalkan Hibari karna pekerjaan di Italia, ia jarang menghubungi Hibari. Bukan jarang, tapi setiap ia menelpon Hibari tak pernah dijawab. Setelah ia menerobos masuk ke rumah Hibari untuk menyelamatkan Tsuna, ia merasa hubungannya sudah kandas. Ditambah lagi saat itu, Hibari menatapnya sama persis seperti waktu pertama kali mereka bertemu. Aku ingin tau Kyoya sedang apa…? Gumamnya. Demi memuaskan rasa penasarannya, ia mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya dan menelpon Hibari. Tak terduga Hibari menjawab teleponnya.
"Ada apa menelponku?", tanya Hibari diseberang sana.
"Kyoya… aku hanya ingin tau.. kau sedang apa sekarang?"
"Aku sedang bad mood."
"Bad mood? Apa kau ingin sesuatu…?"
"Aku tidak ingin apa-apa."
Dino terdiam sejenak dan berkata, "Kyoya… apakah… hubungan kita masih seperti dulu?"
Hibari juga sempat terdiam. "Tidak. Aku tidak membutuhkanmu lagi."
Detik berikutnya telepon diputus oleh Hibari. Dino hanya memajang wajah pasrah. Ia anggap bahwa tadi adalah pernyataan 'putus' dari Hibari.
"Baiklah… terserah padamu… Kyoya..", ucap Dino kepada dirinya sendiri.
.
.
.
Setelah memutus teleponnya, Hibari langsung melempar ponselnya penuh emosi. Di sisi lain Hibari menyesal telah memutuskan hubungannya dengan Dino tapi di sisi lain rasa cintanya yang baru terhadap Tsuna juga tidak mau mengalah. Dua masalah seakan sedang berperang sengit di kepalanya membuat ia merasa sakit kepala sampai-sampai ia membenturkan kepalanya sendiri ke lantai.
Sampai suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya dan ia mendapati seseorang yang sangat ia kenal sedang berdiri di ambang pintu.
"Hi-Hibari-san! Apa yang sedang kau lakukan?", Tsuna bertanya dengan nada penuh khawatir.
"Tsunayoshi…", Hibari hanya melihati Tsuna dengan tatapan bingung.
Seketika Hibari langsung merasakan sakit yang ia buat akibat membenturkan kepalanya. Ia meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya. Tsuna langsung menghampiri Hibari dan melihat ada sedikit cairan merah yang mengalir dari kepalanya. Tsuna langsung berlari keluar dari kamar Hibari untuk mengambil kotak obat dan kembali lagi ke kamar Hibari.
Tsuna meletakkan kepala Hibari di pangkuannya. Dan mulai mengobati luka yang ada di kepala Hibari. Untungnya hanya luka goresan saja. Tsuna cukup mengolesi luka itu dengan obat merah dan terdengar sedikit erangan sakit dari Hibari. Setelah mengolesi lukanya, Tsuna sempat kaget lukanya cepat sekali kering bagaimana Hibari tidak kesakitan obat merahnya terlalu mujur. Lalu lukanya ditutupi plester dan pengobatan ala Tsuna selesai. Anehnya Hibari sama sekali tidak merubah posisinya. Ia masih berbaring dipangkuan Tsuna sambil menutup matanya dengan sebelah punggung tangannya.
"Lukanya… sudah selesai aku obati, Hibari-san…", ucap Tsuna dengan nada ragu.
"Sebentar saja seperti ini.", ucap Hibari.
Mereka sempat terdiam sejenak akhirnya Hibari memulai pembicaraan lagi.
"Jadi, ada apa kau kemari? Kau belum puas memakiku?", tanya Hibari tanpa mengubah posisinya yang semula.
"Bukan begitu… soal tadi… aku minta maaf…"
Hibari menajamkan telinganya karna ia tau herbivore ini belum menyelesaikan kalimatnya.
"Aku tidak bermaksud memakimu, aku hanya sebal saat itu karna memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu."
Hibari masih terdiam.
"Sejujurnya aku kesal padamu karna kau sudah mencelakakanku. Tapi sepertinya aku tidak bisa marah semudah itu padamu. Aku terlalu menyukaimu… Hibari-san…"
Hibari merasakan air menetes ke telapak tangannya, ia mengangkat tangannya yang sedari tadi menutup matanya dan ia mendapati Tsuna menangis. Ayolah Tsunayoshi jangan cengeng deh.
"Sudah berapa kali kau menangis di hadapanku?"
"E-eh..?", Tsuna menghentikan tangisannya.
"Sudah berapa kali kau menangis karna kau tidak bisa marah padaku?"
"Semenjak aku masuk ke SMP Namimori, saat aku pertama kali masuk ke sekolah dan melihatmu di depan pintu gerbang. Aku merasa kau orang yang sangat berbeda. Memang kau galak tapi itu semua demi kedisiplinan para murid. Kau kuat. Aku sudah mengagumi sejak saat itu. Sampai akhirnya aku bertemu Reborn dan dia mengangkatmu menjadi guardian dari cloud ring aku menjadi dekat dengamu, aku sangat senang. Tapi kesenanganku hanya sampai situ, saat kau dipertemukan oleh Dino-san dan aku melihat kedekatan yang khusus di antara kalian… aku… benci…", jelas Tsuna yang diakhiri oleh tangisan.
"Lalu apa yang kau lakukan setelah itu?"
"Aku… tidak akan pernah bisa melebihi Dino-san yang tampan, kaya, dan sama kuatnya denganmu…"
"Aku juga bingung kenapa aku bisa tertarik dengannya. Dia memang kuat, dia bisa memberikan apa yang aku mau. Tapi ada kelebihan yang tidak ia miliki dan ini hanya dimiliki olehmu."
"A-apa…?"
"Hatinya tak setulus yang kau miliki."
Tsuna melebarkan matanya. Ia berpikir bukannya Dino sangat mencintai Hibari.
"Dia memang menyayangiku, memanjakanku, tapi entah mengapa ketulusannya sangat berbeda denganmu, Tsunayoshi."
Sekarang giliran Tsuna yang mendengarkan Hibari dan ia terdiam.
"Kau kalah cepat dengannya, Tsunayoshi. Seandainya aku mengetahui perasaanmu sama denganku sebelum si Haneuma itu menyatakan perasaannya, mungkin kita sudah bersama saat ini. Aku menerimanya karna di sisi lain aku juga menyukai si Haneuma itu. Tapi rasa sukaku padamu juga tak mau hilang. Setelah aku mengetahui perasaanmu yang sebenarnya, akhirnya semua ini terjadi.", Hibari langsung mengubah posisinya menjadi duduk menghadap Tsuna.
"Jadi… bagaimana dengan kalian berdua…?"
"Aku sudah memutuskan si Haneuma itu.", jawab Hibari dengan sesingkat-singkatnya.
Tsuna terdiam dan bingung mau bereaksi bagaimana.
"Ternyata rasa sukaku padamu lebih besar, Tsunayoshi."
Refleks Tsuna langsung memeluk Hibari, sekarang giliran Hibari yang terkejut. Perlahan Hibari membalas pelukan Tsuna dan memeluknya erat-erat.
"Aku juga sangat menyukaimu, Hibari-san."
"Jadi… sekarang kita resmi pacaran, kan?", jawab Hibari dengan nada yang berbeda dari sebelumnya.
Tsuna langsung menatap Hibari bingung, "Apa… tidak apa-apa…?"
"Tidak apa-apa, selama aku dank au tidak ada yang punya.", Hibari membelai rambut Tsuna.
Wajah Tsuna mulai memerah, "Um! Baiklah..", Tsuna tersenyum senang.
"Berarti… kita bisa melakukannya lagi, kan?", jawab Hibari penuh godaan.
"A-apa… maksudmu..?", Tsuna agak bingung.
"Maaf. Tidak usah itu. Aku belum minta maaf karna aku selalu memaksamu melakukan itu."
"Melakukan itu…?", Tsuna berpikir sejenak dan wajahnya jadi semakin merona.
"Aku tidak akan melakukan itu, jika kau tidak memintanya."
"Sebenarnya… tidak apa-apa, tapi… aku pikir untuk sekarang… sebaiknya tidak usah melakukan itu dulu…", Tsuna menundukkan wajahnya, menyembunyikan wajah meronanya.
"Baiklah, aku akan melakukannya jika kau meminta saja. Tapi…", Hibari menarik dagu Tsuna dan mendekatkan wajahnya, lalu mencium bibirnya singkat. "Begini saja, boleh dong?"
Oke wajah Tsuna sudah tak ada putih-putihnya. Tsuna gugup setengah mati karna Hibari menciumnya begitu lembut dan bisa merasakan bibirnya dengan murni. Tsuna jadi tak bisa berkata-kata.
"Kalau begini, kau jadi semakin manis.", goda Hibari lalu mencium pipi Tsuna.
"Hi-Hibari-san… berhenti… bilang aku manis…", wajah Tsuna benar-benar seperti kepiting rebus.
"Baiklah. Kalau begitu… kau cantik.", ucap Hibari dengan tawaan kecil di akhir kata.
"A-aku… bukan perempuan…"
Dan mereka terus berbincang selayaknya orang 'pacaran'. Tak jarang Hibari memperlihatkan senyum tulusnya kepada Tsuna. Bagi Tsuna, inilah pemandangan luar biasa, melihat Hibari bisa tersenyum. Kapan sih Hibari mau senyum seperti ini kepada para herbivore? Tsuna sangat bersyukur bisa mendapatkan kembali kebahagiannya. Bersama orang yang ia cintai tentunya.
.
.
.
(Seminggu kemudian)
Matahari mulai menampakkan wujudnya. Tsuna sangat terganggu dengan masuknya cahaya matahari yang tumben-tumbennya sangat terang memasuki kamarnya. Ia mengerang dan berniat tidur kembali sambil menarik selimutnya. Tapi selimutnya disibakkan oleh seseorang dan Tsuna sangat merasa terganggu.
"Sebentar… lagi…", ucapnya setengah sadar.
"Kau mau tidur berapa lama lagi, Tsunayoshi?"
"Ini.. terlalu pagi kan…"
Yah biasanya Tsuna bangun pukul tujuh, tapi orang ini membangunkan Tsuna pukul enam pagi. Lalu orang ini langsung duduk di samping Tsuna yang membelakanginya. Tsuna masih bisa tertidur tenang. Sepertinya Tsuna sudah terbiasa dengan orang yang suka mengganggu tidur nyenyaknya ini.
"Kalau kau tidak bangun, aku akan meng'hajar'mu lho.", bisik orang tersebut di telinga Tsuna.
Tsuna masih tetap pada pendiriannya. Ia masih tertidur dengan damainya. Dengan tidak sabaran orang itu langsung mencium lembut bibir Tsuna sampai Tsuna terbangun karna saluran pernafasannya tersumbat. Menyadari Tsuna sudah bangun, ia melepaskan ciumannya.
"Selamat pagi, Tsunayoshi.", ucapnya lalu mencium pipi Tsuna.
"Hibari-san, bisakah kau berhenti membangunkanku dengan menyumbat mulutku itu?", Tsuna ngomel sambil gugup.
"Tidak bisa. Habisnya kau manis sih saat tidur.", ucap Hibari sedatar-datarnya.
"Berhenti bilang aku manis..!"
Semenjak Tsuna pacaran dengan Hibari, setiap pagi Hibari selalu menyusup ke kamar Tsuna melalui jendelanya. Membangunkan Tsuna dengan mencium bibirnya sampai Tsuna tidak bisa nafas. Meskipun begitu tapi Tsuna senang karna setiap ia bangun tidur Hibari selalu mengucapkan selamat pagi langsung di depan wajah Tsuna.
Mereka juga selalu berangkat sekolah bersama, namun bedanya mereka berangkat seperti jadwal Hibari. Nana juga membuatkan sarapan untuk Tsuna dan untuk pacarnya itu karna Tsuna tidak sarapan di rumah lagi kali ini, tapi sarapan di atap sekolah bersama Hibari.
Di sisi lain,
"Ya? Ada apa?", jawab seseorang di seberang telepon.
"Kau sudah tau, Dino?"
"Tau apa? Apa ini Reborn?"
"Ya. Ini aku. Kau tau? Tsuna dan Hibari sudah menjadi pasangan."
Dino di seberang sana sempat tediam. "Oh begitukah? Apa mereka bahagia?"
"Ya. Mereka sangat bahagia. Aku rasa kau harus mengetahuinya. Apa kau merestui mereka?"
"Hm.. bagaimana ya… karna mereka orang yang sama-sama aku sayangi.. bagiku tidak masalah."
"Kau yakin tidak apa-apa?"
"Ya.. aku membiarkan Kyoya memilih pilihannya. Jika ia senang aku ikut senang."
"Hm.. begitu ya.. memang seharusnya kau seperti itu."
Tanpa diketahui Tsuna, Dino sudah merestui hubungan mereka berdua. Sepertinya tak ada lagi masalah dalam menjalankan hubungan mereka. Akhirnya Tsuna bisa mendapatkan hadiahnya dengan usahanya sendiri.
"Hibari-san.. akan ku buat, aku bisa melebihi Dino-san!"
.
.
.
Fin.
Oooh... Aku pikir ini menjadi chapter terakhir, karna masalah dalam cerita ini udah aku ceritain semua.
Aku ingin curhat sedikit tentang obat merah yang Tsuna pakein ke Hibari. Itu obat merah beneran ada di rumahku. Dan aku udah pernah ngerasainnya. Meskipun lukanya kecil tapi kalo pake itu beuuuhh... melek dah.
Arigatou gozaimasu yang udah ngikutin ceritanya.
Jika masih ada yang kurang jelas tinggalkan saja di review. Akan saya perbaiki, atau mungkin saya bikin chapter untuk memuaskan kalian.
Mau request untuk cerita berikutnya juga boleh. Bantu inspirasi laaah.
Arigatou Gozaimasu~
Maaf jika banyak terjadi salah penulisan. Ya maklum lah saya juga masih belajar.
Sampai bertemu di karya saya berikutnya
Jaa~
Salam Author *wink *kisu