AuthorNotes: Naruto dan seluruh karakternya adalah milik Masashi Kishimoto. Saya tidak mengambil keuntungan materil apa pun dari fanfiksi ini. Fanfiksi abal tanpa inti, enjoy.
.
.
.
Mereka bilang cinta itu tidak mengenal kata henti. Katanya, manusia harusnya belajar menyabari hati. Tapi, yang kutahu rasa sakit ini memaksaku tahu diri.
.
Musim Terakhir Untukmu
oleh LuthCi
.
Pernah ada waktu kala dulu kau tertawa, Sasuke-kun. Tawamu yang jarang itu pernah kau suguhkan di depanku, senyummu yang mahal itu pernah berada segaris lurus tatapanku. Jantung berdetak, cepat, kencang, mengingat tarikan di kedua sudut matamu. Katakan itu detik terindah hidupku. Mungkin juga dunia naifku mengiyakan lengkungan kecil bibirmu tiap kau mengangkat dirimu terlalu tinggi.
Kau segalanya, kau rajanya, kau pemilik dunia.
Kala itu—atau sampai sekarang? Mulutku tercengang mengiyakan, mengangguk menyetujui keangkuhan.
Sampai akhirnya, di malam kala hatiku gelisah tak tenang, kau pergi. Ucapan "kau menyebalkan" serta "terima kasih"-mu menjebakku dalam kebimbangan. Mungkin itu titik tertepat untukku berhenti, mungkin pula itu pegas untukku agar tetap berlari. Yang jelas mulai malam itu aku berdoa setiap hari, berdoa untuk kesempatan melihat senyummu segaris lurus tatapanku lagi.
Waktu bergulir. Kau bilang, dendam meninggalkan bekas terdalam. Namun perasaanku yang terdalam ini bukan dendam—jenis yang sedang kau perjuangkan, atau tidak?
Hokage, katamu. Kata yang tidak pernah menjadi mimpimu kini kau sebutkan dengan lantang, dengan belasan tatapan mata memandang.
Apa kau pulang?
Apa kau benar-benar pulang?
Apa perbuatanmu ini berarti pulang, Sasuke-kun?
Mungkin ada yang menaruh harapan besar bahwa detik ini adalah detik saat dunia kita kembali bertemu. Saat langkahmu dan langkahku hanya satu meter jaraknya, berhadapan, hanya perlu sedikit lagi melaju. Tapi otakku menolak untuk diam, otakku berputar kencang untuk mengenang. Tentang harapan—kekecewaan; tentang senyuman—kata menyebalkan; tentang tawa— kunai tajam.
Otak ini berputar, mengenang, menyuruh tahu diri bahwa tak selamanya suguhan menyenangkanmu di hadapan akan berakhir sama dengan harapan hati. Genggaman tanganku terkepal bersama rerumputan gersang yang tertiup angin perlahan. Hati ini menyejuk dan mengering untukmu. Kuputuskan memberimu satu musim terakhir yang mana jika kau temui lagi dengan salju, tak ada lagi semi yang sama untukmu.
Maka aku tersenyum getir saat Sai bertanya. Karena musim itu hanya tinggal satu, dan hanya akan kulepaskan untukmu nanti saat langkah kita benar-benar bertemu, saat visimu sama denganku, saat senyummu tak lagi semahal itu.
Dan kali ini, kuputuskan sejenak tahu diri, membuat harapanku tak melambung setinggi itu lagi (setidaknya, untuk kini, yang mana mau hati—
.
—karena kau harusnya tahu, logika, otak, hati, apalagi hanya perasaan "tahu diri" tidak akan mempan untukmu sang juru kunci)
.
.
Selesai.
Fanfic gak penting dibuat di kereta CL jurusan depok-jatinegara yang lagi mampet sebelum stasiun tanah abang. Dibuat di balik kertas tugas dan disalin di word, pastinya. Saran, masukan, komentar? Nggak jelas ya? Maap :p