Sex Dreams

Chapter 15

Final Chapter

Author : Lady Ze

Tittle : Sex Dreams

Main Cast :

Jung Yunho

Kim Jaejoong

Warning : Genderswitch for Uke, NC – 18

Summary :

Kim Jaejoong berharap Jung Yunho menjadi miliknya seorang setelah dia berhasil bercinta dengan Jung Yunho


"Dan kau gila, Jung Yunho."

Aku benar-benar berusaha untuk menahan emosiku. Mengatakan Yunho gila adalah hal baru bagiku. Tapi setidaknya aku tidak mengumpat untuknya.

"Boo, aku hanya bercanda. Aku tidak dengan orangtuaku. Aku sendirian." kata Yunho dengan suaranya yang terdengar panik.

"Aku. Tidak. Peduli."

Aku tidak mendengarkan suara Yunho, tapi aku mendengarkan langkah kakinya, bergerak. Apa ia akan pergi sekarang?

"A—apa yang kamu lakukan!" Tebakanku salah. Yunho ikut berbaring di belakangku dan memelukku dari belakang.

"Maafkan aku, boo. Maafkan aku."

"Aku tidak terbiasa memaafkan semudah itu, Tuan Jung."

"Hei, ada apa dengan nama itu? Aku tidak ingin kamu memanggilku seperti itu. Aku bukan orang lain, aku kekasihmu, Boo."

"Ya, kekasih yang pernah membentakku karena aku mendatangi appanya berusaha untuk menyelamatkan hubungan kita agar baik-baik saja." Sedikit nada geram terselip diucapanku.

Tangan Yunho berusaha mencari tanganku yang terbungkus selimut, ketika menemukannya, ia langsung menggenggam tanganku. Kepala Yunho telah bersandar di punggungku.

"Aku hanya tidak ingin appaku menyakitimu." Yunho mencium punggungku yang tertutupi kaus. Dan sentuhan Yunho selalu saja berhasil membuat tubuhku bereaksi dengan cepat.

"Hentikan."

"Mwo? Apa yang harus kuhentikan, Boo?"

"Ciuman bodohmu itu!"

"Ciuman bodoh?" Yunho kembali mencium punggunggku beberapa kali. Dan sesuatu diantara kedua kakiku bereaksi. "Apa ciuman bodoh ini membuatmu bergairah, eoh?" Hembusan hangat menyapa leherku. Sialan! Dia sengaja menggodaku!

Aku memilih diam. Bila aku membalas ucapannya, ia pasti akan tahu kalau aku sedang bergairah saat ini.

Aku hampir mendesah ketika tangan Yunho dengan tiba-tiba meremas payudaraku.

"Oh Sial! Aku selalu suka kau tidak memakai apapun di balik kausmu ini. Itu akan memudahkanku."

"Berhenti." Aku berhasil mengeluarkan suara yang tenang. Dengan secepat kilat aku melepas tangannya yang meremas payudaraku dan bangun dari tempat tidurku.

Yunho dengan senyuman anehnya masih berbaring terlentang di atas tempat tidurku menatapku dengan mata musangnya.

"Akhirnya kau bangun juga." katanya sedikit menyeringai.

Aku mendengus keras. "Jangan ganggu aku, Tuan Jung! Biarkan aku sendiri!"

"Ya, kita akan ke rumah orangtuaku. Cepatlah mandi dan bersiap-siap." katanya dengan nada memerintah.

Aku kembali mendengus keras tapi aku tidak menolak yang ia suruh. Aku berjalan menuju kamar mandi dan segera mandi. Aku sama sekali tidak menanyakan kepadanya untuk apa aku harus ke rumah orangtuanya. Sial! Menyebalkan!


Dalam perjalanan menuju rumah orangtuanya, aku memilih untuk diam di sebelah Yunho yang sedang menyetir. Aku tahu ia sesekali melirik ke arahku. Namun aku memilih mengalihkan pandanganku ke jendela.

Mobil Yunho berhenti di lampu merah. Ia menyempatkan untuk menggenggam tangan kiriku. Aku ingin menarik tanganku, tapi aku tidak ingin membiarkan rasa hangat dari tangannya pergi.

"Aku mencintaimu." gumam Yunho setelah melepaskan genggaman tangannya dan menjalankan kembali mobilnya. Di belokan terakhir, kami sudah sampai di gerbang rumah orangtua Yunho.


"Ayo, Boo."

Kakiku terasa berat untuk masuk ke dalam rumah ini. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisku. Aku tidak bisa. Aku tidak ingin dipermalukan lagi oleh Tuan Jung.

Aku tersenyum tipis ketika pandanganku memudar, Yunho menjadi dua dan begitu juga di sekelilingku.

BRUK

"Boojae!"

Semua menjadi gelap.


Elusan lembut di kepala membuatku penasaran. Membuatku ingin membuka mataku. Perlahan aku mencoba membuka mata, namun kepalaku langsung terasa sakit lagi.

"Tidak usah dipaksakan, Boo. Beristirahatlah." Aku tersenyum sembari memejamkan mataku. Aku kembali menikmati tangan Yunho yang mengelus kepalaku.

"Ada apa denganku?" tanyaku kepada Yunho.

"Kau pingsan tepat di depan pintu rumah orangtuaku dan sekarang kita sedang berada di kamar tamu di rumah orangtuaku, Boo."

"Hmm." Aku hanya bergumam. Jadi, intinya sekarang ini aku sudah di dalam rumah orangtua Yunho.

"Apa dia sudah sadar, Yunho?" Aku mendengar suara Nyonya Jung bertanya kepada Yunho. Suaranya berbeda. Tidak angkuh dan terdengar khawatir.

"Dia belum pulih sepenuhnya, Umma."

"Apa perlu kita memanggil dokter?" tanya Nyonya Jung lagi.

"Tidak usah. Aku baik-baik saja." jawabku sebelum Yunho menjawab pertanyaan ummanya. Aku berusaha bangkit dan duduk di tepi tempat tidur di sebelah Yunho. "Sungguh aku sudah merasa lebih baik."

"Oh, baiklah. Karena hari sudah siang, sebaiknya kita makan siang bersama dulu. Ayo!" ajak Nyonya Jung. Benar-benar nada suaranya sangat berbeda. Nyonya Jung berubah menjadi orang yang baik terhadapku.

"Aku ingin pulang saja, Yunnie." kataku kepada Yunho ketika Nyonya Jung telah meninggalkan kami.

"Kenapa? Seharusnya kau harus diperiksa oleh dokter dulu, Boo."

"Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin istirahat di rumah. Aku tidak ingin appamu menemukanku di kamar tamu ini. Dia pasti tidak akan menyukainya." ujarku dengan jujur.

"Aniya, jangan berpikiran buruk kepada appaku, Boojae." Yunho mendesah berat. "Sebaiknya kita makan siang bersama. Umma sudah mengajak kita."


Ketika makan siang bersama orangtua Jung, aku memilih untuk diam dan fokus kepada makananku. Aku hanya ingin cepat selesai dan pergi dari tempat ini. Aku tahu Tuan Jung pasti marah karena kehadiranku disini saat ini.

"Sepertinya kamu sangat menyukai makan siangmu, ya."

Aku berhenti berfokus ke makan siangku dan menoleh ke arah suara itu. "Iya, aku menyukainya, Tuan Jung." jawabku seadanya. Aneh sekali dia berkata seperti itu kepadaku.

"Ini adalah makanan kesukaan Yunho. Kau harus tahu itu bila ingin menjadi istrinya."

"Eh?" Aku tidak tahu bila saat ini aku salah mendengar atau apa. Tapi aku mendengar Tuan Jung menyebut-nyebut "istri."

"Wajahmu sangat lucu bila seperti itu, Boo." Yunho menertawakan wajahku yang mungkin terlihat aneh karena aku terlalu terkejut dengan ucapan Tuan Jung tadi.

"Oh, suamiku membuatmu bingung, Jaejoong? Dia memang namja bodoh yang suka seenaknya saja. Aku sama sekali tidak mengetahui perbuatannya kepadamu saat itu sampai Yunho datang ke rumah ini dan marah-marah kepada kami." Nyonya Jung meminum air putihnya masih dengan gaya elegan. Dan aku masih menjadi pendengar setianya. "Ketika Yunho menjelaskan masalah cek agar kau meninggalkannya, aku baru mengetahui kalau suami bodohku telah melakukan hal buruk kepadamu. Karena itu, aku menyuruh Yunho untuk membawamu secepatnya ke rumah ini. Aku ingin minta maaf atas perbuatan suamiku, Jaejoong."

"Apa?" Tunggu, biarkan otakku mencerna penjelasan Nyonya Jung.

"Sebenarnya aku hanya ingin mengujimu saja, Jaejoong. Aku takut kalau suatu hari kau meninggalkan Yunho dan membawa kabur uangnya. Tapi, ternyata aku salah. Kau berani memarahiku karena cek yang kuberikan."

Jadi, cek itu hanya sebuah ujian? Sialan!

"Aku ingin minta maaf kepadamu, Jaejoong. Aku tahu aku terlalu bodoh dan tidak melihat betapa tulusnya kamu mencintai Yunho."

"Aku memaafkan kalian, tentu saja." jawabku sambil tersenyum. Tidak mungkin bila aku tidak memaafkan kalian, kan?

"Kau mau tahu berita baiknya, Boo? Kita akan segera menikah!"

Masih dengan senyuman yang lebar, aku menatap Yunho dengan mata berkaca-kaca. "Ya, Yunnie." Dan aku tidak bisa mencegah air mata yang jatuh begitu saja. Aku tidak masalah bila Tuan Jung mengujiku atau apa. Yang penting, tidak ada yang menghalangiku untuk bersama Yunho lagi.

Apakah akhir yang bahagia akan segera tiba?


"Oh Tuhan! Sialan! Kim Jaejoong! Kau merahasiakan dariku dan tiba-tiba memberikan undangan ini! Dasar jalang!"

Aku hanya tertawa sambil menikmati kopi Minggu pagiku ketika mulut Junsu penuh dengan umpatan-umpatan.

"Aku benar-benar ingin membunuhmu, Kim Jaejoong!"

"Ya, aku sudah memesan gaun yang cantik untukmu." Aku mengedipkan sebelah mata kepada Junsu.

Aku benar-benar merasa senang. Sebulan yang lalu, ketika Tuan Jung mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepadaku, Nyonya Jung mendesakku untuk menentukan tanggal pernikahan. Dia ingin aku dan Yunho segera menikah. Aku memilih awal musim semi untuk menikah. Dua minggu lagi.

"Benarkah? Apa banyak kristal yang menempel di gaun untukku?"

"Kita akan mencobanya bersama-sama hari ini. Nyonya Jung meneleponku, katanya gaun milikku dan milikmu sudah ada."

"Serius? Aku akan mandi sekarang kalau begitu! Kau tahu, Kim Jaejoong, aku sangat mencintaimu!"


Jam sebelas siang aku telah sampai di butik langganan Nyonya Jung bersama Junsu. Seorang pelayan yeoja membuka pintu untuk kami.

"Ada yang bisa saya bantu, nona?"

"Saya telah memiliki janji untuk mencoba gaun pengantin. Atas nama Kim Jaejoong."

"Oh, Nona Kim. Silahkan ikut dengan saya. Nyonya Jung memberitahu anda tentang gaun pengantinya?"

"Ne, Nyonya Jung menelepon saya."

"Oh, Silahkan."

Pelayan yeoja tadi menyuruhku dan Junsu untuk naik ke lantai dua. Sebuah studio dimana banyak sekali gaun pengantin dipajang. Dan aku melihat sebuah gaun pengantin yang sangat indah, saat itu juga aku mengetahui kalau itu adalah gaun pengantinku.

Tanpa sadar aku berjalan menuju gaun pengantin itu dan membelai dengan lembut. Kainnya sangat halus.

"Sepertinya anda sudah menemukan sendiri gaun pengantin anda, Nona Kim. Mari saya bantu untuk mencobanya."

"Ya dan tolong bantu teman saya untuk mencoba gaunnya. Namanya Kim Junsu. Dia adalah sahabat baikku."

"Iya, Nona Kim. Saya akan memanggil seorang pelayan lagi." kata pelayan yeoja itu dengan ramah.


"Oh! Demi Tuhan! Gaun itu benar-benar sangat indah! Astaga! Aku hampir tidak bisa bernafas ketika melihatnya! Aku mencintaimu, Jaejoongie."

Setelah omongan panjangnya, Junsu memelukku di pinggir trotoar secara tiba-tiba.

"Ya. Sekarang lepaskan aku. Orang-orang mengira kita adalah pasangan lesbian."

"Mianhe. Aku hanya terlalu senang. Aku sangat senang akhirnya kamu akan menikah dengan Yunho. Orangtuanya yang menjadi baik kepadamu. Aku sangat senang untukmu, Joongie!"

Ya, aku juga sangat senang untuk diriku sendiri. Aku sangat senang ketika melihat wajah ceria orangtuaku saat aku memberitahu mereka kalau aku akan menikah dengan Yunho. Dan aku sangat senang saat itu Yunho bersama orangtuanya mendatangi orangtuaku untuk melamarku.

"Kita jadi makan disana?"

"Yeah, tentu saja, Suie."

Lalu aku dan Junsu menuju sebuah rumah makan biasa di pinggir jalan. Satu jalur dengan butik tadi. Kami berdua duduk di ujung, kebiasanku yang suka duduk di dekat jendela. Memesan makanan yang sangat banyak untuk kami berdua.

"Oh ya, apa kamu sudah membagi undangan untuk karyawan hotel?"

"Mungkin Yunho sudah menyuruh seseorang untuk membagikannya."

"Aku tidak bisa membayangkan ekspresi mereka. Pasti mereka sama terkejutnya denganku. Haha…"

"Mungkin saja! Aku tidak mengetahui keadaan hotel. Aku sudah satu bulan lebih tidak masuk kerja. Aku merasa tidak enak dengan manajerku, Suie."

"Kau adalah calon istri Direktur Hotel, untuk apa kau merasa seperti itu, huh?"

"Ya, aku tidak bisa memanfaatkan hal itu."

"Permisi, saya membawakan pesanan anda." Seorang pelayan dengan kereta makanan memutus obrolanku dengan Junsu. Satu per satu makanan ditaruh di atas meja kami."

"Selamat menikmati." ujar pelayan itu ketika telah selesai.

"Terima kasih." kataku kepadanya.

"Aku tidak tahu kalau kau ingin menggemukkan badanmu di saat-saat seperti ini, Joongie." gumam Junsu. Ia hampir tidak bisa menaruh piring kosong di atas meja karena meja kami hampir penuh.

"Hahaha…sudahlah!"


"Kita akan menikah dua hari lagi, Boo."

Ya, waktu semakin tidak terasa. Dua hari lagi aku dan Yunho akan menikah. Kami akan terikat untuk selalu setia sehidup semati. Aku mencium dada telanjang Yunho dan menyandarkan kepalaku disana.

"Dua hari lagi dan aku milikmu." gumamku.

"Apa kau merasa senang?"

"Setelah yang kita lalui bersama? Tentu saja aku merasa senang. Setidaknya aku tidak memilih cek itu dan meninggalkanmu."

Yunho mencium kepalaku. Menempelkan bibirnya dengan dalam. "Kau masih saja mengingatnya."

"Aku tidak bisa melupakan kejadian itu dan kejadian kamu membentakku di telepon, Yunnie."

"Mianhe, sayang! Hal itu tidak akan terjadi lagi! Kita akan menikah dan memiliki keluarga sendiri."

"Iya, Yunnie. Aku berniat untuk berhenti bekerja dan menjadi istri yang baik. Menyiapkan sarapan pagi, membuat makan siang dan makan malam untukmu." Aku mendongakkan kepalaku dan menatap Yunho.

"Itu ide yang sangat bagus!"

Yunho mencium bibirku sangat lembut. Terasa hangat dan sangat nyaman.


Awal musim semi dan hari pernikahanku telah tiba. Saat ini aku duduk sendiri di kamar pengantin di gereja tua ini. Aku memandang diriku sendiri yang terpantul cermin rias. Gaun yang indah melekat sempurna di tubuhku.

Sebentar lagi aku akan menjadi istri seorang Jung Yunho. Mengingat pertemuan awal kami, mengingat kekonyolanku yang selalu memimpikan dia bercinta denganku, selalu membuatku ingin tertawa sendiri.

Suara ketukan pintu menyadarkanku. "Masuk saja."

Pintu kayu berwarna coklat muda itu terbuka dan sosok itu bukan seperti yang kubayangkan. Aku kira yang akan datang adalah appaku, menjemputku untuk berjalan menuju altar dimana Yunho dengan cincin pernikahan kami menunggu.

"Changmin." kataku sedikit terkejut ketika bayangan Changmin terpantul dari cermin rias di depanku

"Ya, ini aku." Changmin terkekeh. "Kenapa terkejut, noona?"

"Ada apa?" tanyaku. Aku hendak berdiri tapi Changmin menahan pundakku. Menyuruhku agar tetap duduk.

"Aku ingin mengucapkan selamat atas pernikahan noona."

"Benarkah? Tapi kau bisa mengucapkannya nanti, setelah upacara pernikahan selesai. Ada apa, Changmin?" tanyaku dengan raut wajah bingung.

Changmin terkekeh lagi. "Aku tidak bisa hadir karena sebentar lagi aku harus pergi."

"Pergi? Kemana?"

Kali ini Changmin tertawa. "Meninggalkan kota ini dan memulai hidup baru. Kedengarannya sudah biasa, ya?"

Aku terkejut, sedikit susah aku mendongak menatap Changmin yang berdiri di sebelahku. "Untuk apa? Dan kamu akan pergi kemana?"

"Noona tidak perlu khawatir. Aku akan ke Jepang, tinggal bersama orangtuaku. Aku mengurus Hotel Hilton yang berada di Tokyo. Alasannya, aku hanya ingin. Aku ingin memulai hidup baru."

"Apa kau menghindari Kyuhyun?" tanyaku langsung kepada Changmin. Aku bisa mendengar Changmin mendesah berat.

"Aku tidak menghindarinya. Aku dan Kyuhyun berteman."

"Kalian pernah menjadi sepasang kekasih. Dan kau tidak pernah mencoba untuk mengulang kisahmu dengannya lagi, Changmin. Padahal Kyuhyun masih sangat mencintaimu."

Changmin mendesah berat lagi. Ia sedikit berbungkuk dan wajah kami sejajar. "Tidak semua kisah cinta harus berakhir dengan indah, noona. Seperti kau dan Yunho hyung. Aku dan Kyuhyun tidak bisa bersama."

Changmin mengecup pipiku sekilas. Dia masih membuatku terkejut dengan ucapannya. Hingga aku berkata. "Apa alasan kalian tidak bisa bersama?"

"Pengkhianatan cinta, mungkin?" Changmin terkekeh. Kenapa dia begitu ceria?

"Maksudmu?"

"Aku tidak ingin memberitahu noona. Itu sama saja aku membuat Kyuhyun menjadi buruk di matamu, noona. Nah, sepertinya kita sudah selesai berbicara! Selamat menempuh hidup baru, noona! Dan selamat tinggal!" ujarnya dengan nada ceria.

Aku tidak kuat menahan air mataku. Mataku mulai berkaca-kaca saat ini.

"Jangan menangis, noona! Riasanmu akan luntur! Kalau noona merindukanku, noona bisa mengunjungiku. Dan aku ingin melihat keponakanku ketika noona mengunjungiku." goda Changmin kepadaku.

Susah payah aku berdiri, sedikit mengangkat gaunku agar tidak terinjak. "Changmin! Aku akan sangat merindukanmu!" Aku memeluk Changmin dengan erat. "Jangan katakan selamat tinggal! Katakan sampai jumpa, Changmin!"

"Hum! Sampai jumpa, Nyonya Jung Yunho!" kali ini giliran aku yang terkekeh mendengar panggilannya untukku.


"Ya, aku bersedia!" kataku dengan penuh semangat. Badanku seperti melayang karena Yunho menarik tubuhku dengan tiba-tiba dan menciumku dengan lembut.

Semua orang yang menghadiri upacara pernikahan kami bertepuk tangan dengan riuh.

"Kita menikah, sayang!" ujar Yunho.

"Ya, kita menikah!" balasku. Dan kau tahu, Yunnie. Kita akan segera memiliki seorang anak!"

Aku ingin sekali menertawakan wajah tertegun Yunho. Aku memang merahasiakan hal ini dari Yunho. Hanya orangtuanya dan Junsu yang mengetahuinya. Ternyata selama ini yang membuatku sering mual adalah aku sedang hamil. Hamil! Ya! Anak Yunho!

"Apa? Kamu bercanda?"

"Tidak! Aku tidak bercanda! Aku sedang hamil! Anakmu, Yunnie!"

"Oh Tuhan!"

Yunho memelukku dengan erat dan mengangkat tubuhku ke atas. "Aku akan menjadi seorang appa!" katanya dengan nyaring. Membuat orang yang menghadiri upacara pernikahan kami bertepuk tangan lagi dan memberi selamat.

Ini adalah akhir dari kisahku. Kisah cintaku dengan Jung Yunho. Kisah cinta yang berakhir bahagia. Tapi, aku teringat dengan perkataan Changmin

Tidak semua kisah cinta berakhir bahagia.

Dia benar. Changmin mengalaminya.

Aku akan mencintaimu sampai aku mati, Jung Yunho!


END

Terima kasih banyak untuk review yang telah diberikan! FF ini telah selesai. Sampai bertemu lagi di FF saya yang lain.

Lady Ze.

Psst...Need epilog?