Future Saphire
.
Chapter 10 : Spesial Chapter for Naruto and NarufemSasu Part 1
.
Dislaimer :Masashi Kishimoto.
Rate : T
Pair :NarufemSasu.
Warning :Typo(s),Flash Back: mode on, Gender bender,OOC,gaje dan lain-lainnya.
Dont Like Dont Read!
.
.
.
.
Original Story by Akasaka Kirachiha
.
.
.
.
Happy Reading
.
.
Gadis berambut hitam sebahu itu tengah melangkahkan kakinya dengan tenang dengan jaket tebal yang melapisi tubuhnya, wajahnya yang datar itu tengah memandang bosan sekeliling rumahnya yang tumben-tumbenan sepi dari para pekerja.
"Hanya gara-gara gerimis saja mereka tidak mau bekerja? Ck, bodoh.." rutuknya kesal. Memang, pagi yang biasa sudah mendung ini tambah gelap karena hujan akan segera mengguyur desa yang terkenal dengan kebun teh nya.
"Hanya orang bodoh yang mau membuang waktunya untuk pergi keluar saat udara mencapai 3 derajat selsius, tentu para pekerja tidak ingin mati beku karena memaksakan bekerja bukan?"
Wanita itu menghentikan langkahnya, ia alihkan pandangannya pada tanah basah di sampingnya, sungguh ia malas sekali bertemu dengan seseorang yang selalu membuat dirinya... bingung.
Tangan besar itu menggenggam tangan kanannya lembut lalu menuntunnya kesuatu tempat.
Lagi-lagi ia mengikuti lelaki tersebut dengan suka rela, tanpa paksaan seperti biasanya. Lagi pula tangan yang menggenggam tangan kanannya itu sangatlah hangat dan entah kenapa ia merasa sedikit kecewa saat kehangatan itu menghilang seiring dengan langkah mereka berdua yang terhenti.
"Aku tahu kau pasti menolak saat aku membawamu ke rumah utama, jadi aku mengajakmu kemari untuk merengungkan diri ditengah hawa dingin, unik kan?"
Yeah... ide unik yang bodoh.
"Dulu saat aku masih sekolah, aku memang selalu melarikan diri kemari saat setress atau ingin menghindari Sakura yang selalu mengekoriku. Aku akan bersembunyi di balik semak-semak saat Sakura mendatangi danau ini untuk mencariku."ujar Naruto, mengindahkan tatapan Sasuke yang seakan-akan berkata memangnya-aku-peduli.
"Aku adalah seorang pemuda yang bodoh, nilaiku selalu terendah di kelas dan membuat Kizashi Ji-san selaku waliku semenjak kedua orang tua ku meninggal kecewa, di tambah lagi nilai Sakura yang bahkan hampir sama dengan diriku. Aku yang merasa bersalah mulai mengejar ketinggalanku dan berhasil menjadi siswa yang yah... tidak bodoh-bodoh amat dan Kizashi Ji-san sangat bangga kepadaku dan kau tahu..." Naruto memandang mata hitam itu lekat-lekat. "Ia tidak kuasa menahan tangis harunya saat melihatmu menjadi mahasiswa terpandai di Universitas itu dan berhasil mendapat gelar sekelas dokter, ia meneleponku dengan perasaan bahagia sekali. Walaupun ia menyesal dan kecewa dengan prestasi yang Sakura berika-"
"Apa tujuanmu mengatakan hal itu kepadaku?"
Naruto menghembuskan nafasnya lalu memegang pelan kedua bahu yang lebih pendek darinya itu. "Kau masih belum bersikap sopan kepada orang yang membuatmu bisa sesukses ini, kau bahkan tidak mau memanggilnya 'Otousan', aku tahu kau sangat pintar, tetapi soal akhlak kau masih sama bodohnya saat pertama kali kita bertemu."
Sasuke menyentak kedua tangan yang memegang kedua bahunya lalu melayangkan tatapan sinis. "Jangan berkata seakan-akan kau tahu segalanya tentangku! Kau tidak tahu apa-apa, kau tidak akan pernah mengerti tentangku! Dan apapun yang aku lakukan, itu semua bukan urusanmu baka!" teriaknya.
Naruto memutuskan untuk diam. Dia memang tidak tahu apapun tentang perempuan dihadapannya ini, tetapi ia ingin Sasuke lebih terbuka kepada semua orang, sampai saat ini ia masih menyimpan sesuatu yang rapat-rapat ia rahasiakan dan ia tidak suka. Apalagi sifatnya itu membuat lelaki yang sudah ia anggap ayahnya sendiri itu merasa tak dihargai oleh anaknya sendiri.
Ia juga tidak suka jika wanita du hadapannya ini masih memendam sesuatu dari dirinya. Ia ingin sekali membuka jati diri Sasuke yang sebenarnya.
Nafas perempuan itu terengah-engah, seakan semua tenaganya ia habiskan untuk membentak Naruto. Ia memutuskan untuk beranjak dari tempat itu sebelum sebuah tarikan membuat badannya berbalik dan jatuh kedalam pelukan pria berambut pirang itu.
"Aku akan membongkar semuanya Sasuke..." desis Naruto sembari mengelus perlahan surai hitam nan tebal itu. "Aku yang akan memaksamu untuk membukanya walaupun kau bersih keras menutupnya, aku akan melakukannya..." dan pelukannya semakin mengerat saat merasakan Sasuke dalam pelukannya mulai menggeliat dan memberontak.
Sasuke yang akan melayangkan ucapan menusuk, seketika menghentikan niatannya. Matanya membelalak mendengar pernyataan itu.
"Aku akan selalu ada untukmu Sasuke. Ingat itu baik-baik ."
Kalimat itu... Kenapa lelaki itu mengatakan hal itu?
Apa yang membuatnya mengatakan hal itu?
Apa karena kasihan? Aku tidak butuh!
Tetapi...
Kenapa terasa nyaman sekali.
Pelukannya, elusannya dan perkataannya, kenapa aku sangat menikmatinya?
Kenapa?
**#Flash Back 10 years ago#**
Naruto POV
Aku menyeka keringat yang membasahi keningku lalu mengibas-ibaskan rambut pirangku, menanam tanaman selama setengaj jam di tengah hawa dingin pun ternyata dapat membuatku berkeringat. Aku menepuk kedua tanganku, membuat tanah-tanah yang menempel sedikit menghilang lalu beranjak dari kebun milik pamanku yang sangat kaya ini.
Namaku Uzumaki Naruto, beberapa bulan lagi (Tapi bulan ini aku libur! Yes!) aku akan lulus dari Universitas ternama di Konoha, entah bagaimana otakku yang bodoh ini bisa memasuki universitas itu. Eitss...! Nggak pake uang kok! Murni pikiranku sendiri. Kemarin aku baru saja mengikuti test beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika, bidang apa saja bakal aku ambil, keren kan aku! Tapi aku lebih memilih bergelut dengan perkantoran karena alasan yang nanti aku beritahu, lagi pula masih ada hubungannya sama pertanian kok, semoga aku berhasil dan hidup mandiri! Yosh!
Ibuku bernama Uzumaki Kushina, ia meninggal saat aku masih berusia 10 tahun karena melahirkan adikku yang juga menyusul ibunya beberapa hari kemudian. Walaupun ia ibu yang super galak dan ditakuti oleh ayah, namun tetap saja ia sosok yang kami sayangi, duka yang ayah rasakan lebih parah dariku namun beliau berusaha untuk tegar dan merawatku seorang diri.
Ayahku, Namikaze Minato. Mulai membuka usaha kecil-kecilan sebagai petani sayuran dan menjualnya di pasar. Karena kepintarannya, banyak orang yang membeli sayuran-sayurannya karena pintarnya ia berpromosi dan juga kualitas sayurannya yang setara dengan sayuran berpupuk kimia – Ia menggunakan pupuk sederhana untuk sayurnya! – Dengan itu usaha ayah mulai sukses dan meninggalkan pekerjaannya sebagai guru di SMP untuk lebih berfokus dengan perkebunannya.
Makin lama, kesuksesan ayah semakin menjadi-menjadi. Ia membeli tanah 50 hektar untuk pabrik kecilnya, ia berinovasi untuk membuat sayuran-sayuran itu menjadi makanan sehat yang dapat dikonsumsi semua kalangan dan diusiaku yang ke lima belas tahun, produk makanannya itu telah terkenal seantero Konoha dan mungkin seluruh Jepang.
Sayangnya, pabrik kecil dengan 10 karyawan itu ditutup karena ayahku meninggal, di bunuh oleh orang yang iri dengan kesuksesannya. Walaupun sekarang pembunuh itu masih mendekam di dalam penjara, rasa benci dan kesal tidak pernah hilang dari perasaanku.
Beberapa hari setelah kematian ayahku, ada seorang lelaki tua yang berbaik hati untuk merawatku, ia mengaku sebagai kolega sekaligus sahabat ayah, Haruno Kizashi namanya. Ia mempunyai seorang anak perempuan berumur 11 tahun bernama Haruno Sakura, gadis berambut merah muda yang manjanya minta ampun, tetapi entah kenapa aku betah bermain dengannya.
Ok! Cukup Flash Back tentang kehidupanku. Setelah aku mencuci kedua tanganku., aku melangkah pergi entah kemana, tidak ada kerjaan lagi sih.
Getaran rendah di saku celanaku membuatku lekas mengambil benda kecil itu lalu membaca pesan dari pamanku. Ia menyuruhku untuk mengantarkan barang ke kota. Yosh! Akan kulakukan mumpung aku masih semangat-semangatnya! Sekalian menjemput Sakura juga.
#.#.#.#.#.#.#.#.#.#
Aku memakirkan mobil di depan rumahku lalu berjalan cepat menuju ke rumah utama, uhm maksudku rumah Kizashi Ji-san untuk memastikan jika Sakura telah pulang kerumah dengan selamat. Tadi aku telah menjemput dirinya di sekolah dan temannya bilang ia telah pulang duluan, aku khawatir jika ia tersesat (Nggak mungkin juga sih) atau malah mampir kesuatu tempat yang berbahaya. Jangan deh!
Betapa leganya aku saat melihatnya telah berdiri di depan gerbang yang menjulang tinggi, gerbang rumahnya. Aku berlari kecil menghampirinya.
"Sakura?" panggilku.
"Naruto-Nii kenapa tidak menjemputku tadi?" tanyanya dengan nada merajuk, kesal rupanya.
"Maaf-maaf...tadi ayahmu menyuruhku untuk mengantarkan barang ke kota,aku juga sudah kesekolahmu tadi tetapi kata gurumu kau sudah pulang,aku kira kamu menghilang" ujarku mencoba menjelaskan alasan keterlambatanku.
"Huh ya sudah kalau begitu,aku masuk duluan ya Niisan!" dan ia berbalik untuk memasuki rumahnya sebelum aku bertanya dengan cepat.
"Tadi kau pulang bersama siapa?"
"Sama gadis yang entah siapa namanya,ia adalah anak dari Ba-san yang sudah menolongku saat aku terjatuh tadi"
"Kau terjatuh?!,sudah diobati kan?!"
"Sudah, Mikoto Ba-san yang sudah mengobatiku,tenang saja Nii..."
"Bagaimana aku bisa tenang,aku-"
"Ssstt sudahlah aku tidak apa-apa,terima kasih sudah mengkhawatirkanku,kalau begitu aku masuk dulu ya Niisan..."dan Sakura pun berlari memasuki rumahnya dengan wajah cerahnya.
Aku memandangnya sembari terkikik kecil lalu memutuskan untuk berjalan-jalan, hanya beberapa langkah saja, hamparan kebun teh terbentang luas di sekelilingku. Aku tersenyum melihat keindahan yang alam suguhkan kepadaku, tidak salah jika ayah memutuskan pengunungan sebagai tempat tinggal yang nyaman.
Tak sengaja aku melihat seorang perempuan tengah duduk sembari memandang sepedanya yang tergeletak di depannya. Aku segera menghampirinya, takut-takut kalau gadis itu baru saja terjatuh dari sepedanya.
"Ada yang bisa saya bantu?"tanyaku karena sepertinya tidak ada lebam pada kakinya, bajunya pun tidak kotor. Tidak terlihat seperti habis terjatuh.
Entah kenapa aku menahan nafasku saat mata hitam tajamnya itu memandangku dengan datar lalu ganti memadang rantai sepedanya yang terputus. Ohh... rantainya ya.
"Rantai sepeda ya...ayo aku perbaiki di rumahku saja"ujarku cepat lalu menuntun sepeda berwarna biru itu diikuti gadis pemilik sepeda.
Suasana hening menghingapi kami berdua, aku yang tidak betah dengan keheningan ini pun mulai angkat bicara "Namaku Uzumaki Naruto, siapa namamu?"
"..." dan viola! Gadis itu tidak menjawab pertanyaanku!
"Oi aku menanyaimu nona...!" desakku sedikit memakasa.
"Dobe..."ujar gadis itu pelan namun masih bisa ditangkap oleh telingaku yang tajam ini, perempatan kecil mulai muncul di jidatku.
"Aku ini pintar tahu! Aku bahkan sebentar lagi akan menyabet gelar sarjana pertanian Teme..."balasku sedikit menyembongkan diri, biar malu dia!
"Berapa umurmu? Kau sepertinya jauh lebih muda dariku" tanyaku penasaran, bagaimana mungkin gadis ini bisa bertindak. Sangat. Tidak. Sopan. Kepadaku. Orang yang membantunya?
Gadis itu masih tetap diam dan membuatku serasa ingin menjedukkan kepala ketembok sekarang juga.
"Sekalinya bicara kau malah mengejekku,apa sih mau mu teme!?"tanyaku geram lalu memandang sang gadis yang masih setia dengan wajah datarnya.
"Kau ingin menolong sepedaku atau mau mewawancaraiku?"tanya gadis itu datar, mata hitamnya balas menatap diriku dengan sengit. Aku menggertakkan gigiku, tahu begini aku biarkan saja ia di jalan tadi, biar tahu rasa! Sudah ditolong masih saja begitu, mana rasa hormatmu Teme?!
"K-Kau... Aish sudahlah, percuma berdebat denganmu!" aku memalingkan wajahku lalu kembali melanjutkan perjalan dalam diam. Aku membawa sepeda biru ini ke rumahku untuk kuperbaiki dengan cepat dan membiarkan gadis brengsek itu pergi.
"Nah ini sudah aku perbaiki, aku juga sudah mengganti rantai rapuh milikmu" aku memandang puas sepeda yang baru saja aku perbaiki itu, aku memang tidak begitu ahli masalah beginian, tetapi kalau memperbaiki rantai sepeda saja aku pasti bisa dong.
Gadis itu mengambil sepedanya lalu menuntunnya keluar rumah tanpa mengatakan apapun. Astaga! Apakah berbicara itu sesuatu yang mahal?
"Apa tidak ada kata terima kasih yang kau ucapkan padaku hah?"
"Aku tidak memintamu untuk memperbaiki sepedaku, itu semua keinginanmu sendiri kan? Aku tidak perlu berterima kasih"balas gadis itu lalu kembali melanjutkan langkahnya. Benarkan? Sekalinya berbicara aja dia menyebalkan sekali. Bagaimana ya caranya agar menuruti keinginanku saat ini saja...
Aku tahu! Aku tahu! Memang sedikit kejam sih, tapi akan kulakukan agar wajah songongnya itu hilang. hahahahaha
"Pokoknya kau harus mengucapkan terima kasih lalu beri tahu namamu sekarang juga atau semua yang aku lakukan itu ada imbalannya,aku tahu kau tidak membawa uang sama sekali."
Yes! Gadis itu berhenti lalu memandangku jengkel.
"Terima kasih"ujarnya lalu dengan cepat ia mengayuhkan sepedanya. Aku mengejar dirinya, ia masih belum memberi tahu namanya, siapa tahu aku bertemu dengan gadis dingin itu lagi.
"Berhenti atau aku akan melaporkanmu pada polisi karena kau tidak membayar nona!" ancamku dan lagi-lagi ia menghentikan kayuhannya.
"Namaku Sasuke,puas kau?!"dan gadis bernama Sasuke itu kembali mengayuh sepedanya bahkan lebih cepat.
"Hati-hati di jalan Sasuke!"seruku lalu melemparkan senyum bahagia kepada gadis dingin dan misterius itu, entah kenapa hatiku berdesir saat melihat wajah dingin gadis itu dan merasa tak rela jika gadis itu pergi. Ada apa denganku?
Aku berharap bisa bertemu dan berteman dengan gadis bernama Sasuke tadi.
.
.
Tok tok tok.
Aku menguap lalu berjalan malas ke arah pintu, ketukan itu semakin lama semakin keras diikuti suara cempreng memangilku 'Naruto Niisan...! Nii-san-' sudah bisa kutebak siapa orang yang mengganggu tidur suciku ini.
Cklek..!
"Sakura...ada apa malam-malam kesini?"tanyaku cepat, tumben-tumbenan Sakura mau datang kerumahku di malam yang cukup dingin ini.
"Besok sebelum jam makan malam, Nii-san dan juga Ji-san disuruh Tou-san menjemput seseorang..."jawab Sakura to the point. Tumben amat!
"Kita bicarakan didalam saja, diluar dingin..."ujarku lalu menuntun Sakura memasuki rumah, nggak tega melihat wajah putihnya itu semakin memucat karena udara dingin, "Aku disuruh untuk menjemput seseorang? Siapa?"
"Tou-san mengundang orang yang sudah menolongku untuk makan bersama-sama di rumah besok, kata Tou-san sebagai ucapan terima kasih... Aku akan memberi tahu alamatnya, kau bisa menjemputnya kan? Sama Tazaku Ji-san kok...pliss..."Sakura mengatupkan kedua tangannya didepan dada,memohon dengan mengembungkan pipinya. Aku tak kuasa untuk mencubit pipi gembulnya, lucu sekali sahabatku ini.
"Bisa..bisa...aku mungkin juga pulang jam tigaan..aku bisa kok..."balasku lalu mencubit pelan pipi Sakura, "Alamat rumahnya dimana?"
"Di gang kedua setelah pasar, kau akan menjumpai ladang bunga yang cukup luas lalu kau jalan terus saja, rumahnya nomer tujuh dan berwarna putih"Jelas Sakura lalu ia bangkit dari duduknya,"Arigatou Niisan...kalau begitu aku pulang dulu ya...!"
"Tidak aku antar saja?"
"Tidak usah...Jaa Naa..."dan Sakura sedikit berlari kecil menuju rumahnya yang hanya berjarak 400 meter dari rumahku. Aku masih melihatnya lalu memasuki rumah saat melihat tak ada lagi bayangan Sakura yang tengah berlari.
"Sepertinya akan ada hal yang menarik esok hari...aku sudah tidak sabar..."gumamku.
Aku membanting diriku di atas kasur empuk berwarna oranye favoritku ,pikiranku tidak pernah lepas dari bayagan gadis dingin yang aku temui tadi. Sebenarnya ada apa dengan diriku?
'Kami bahkan bertemu tidak lebih dari setengah jam,mungkin aku hanya tertarik dengan sifat dingin miliknya. Dizaman sekarang jarang banget aku nemuin gadis seperti itu...'
Aku memutuskan untuk tidur dari pada berpikiran yang aneh-aneh,menjumpai dunia mimpi yang akan aku datangi nanti dan tanpa kusangka pikiranku tentang gadis berambut hitam itu telah terbawa hingga ke mimpi.
(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)
"Walaupun mereka akan malam bersama, kita yang disuruh menjemput tamu dari Kizashi tidak ikut makan malam bersama mereka, kenapa juga harus aku yang ia suruh?"
Aku memutar bola mataku malas. Gini nih kalau orang seneng banget ngedumel tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ngoceh mulu dari tadi, apa nggak capek? Aku yang mendengarkannya saja capek sendiri.
"Kenapa Ji-san mau saja disuruh? Ji-san kan bisa menolaknya?"
"Dia mengancam akan memecatku jika aku tidak melakukan keinginannya. Astaga, kakak macam apa dia?! Menyebalkan!" Tazaku Ji-san, orang emosian itu memukul stir mobil tak berdosa itu sebagai pelampiasan rasa marahnya. Hah... Aku tahu ucapannya itu hanya hiperbola, mana mungkin Kizashi Ji-san tega memecat adiknya sendiri gara-gara hal sepele begini.
Aku memutuskan untuk diam dan membiarkan paman berambut coklat itu ber monolog ria dengan stir mobil.
"Ji-san belok lagi lalu cari rumah bernomer tujuh." Ujarku mengingatkan, ia hanya bergumam seadanya dan beberapa saat kemudian, mobil miliknya ini telah sampai di tujuan. Di depanku kini terpampang rumah sederhana yang sungguh sangat berbeda dengan rumah milik Ji-san.
"Rumah orang miskin ya...jelek banget.."komentar Tazaku pedas, aku meliriknya tajam. "Jaga ucapanmu Ji-san!"
Aku berjalan mendahuluinya lalu menghampiri seorang wanita berambut hitam panjang yang sedang menyapu halaman rumah.
"Benarkan anda yang bernama Uchiha Mikoto?"
"Ada apa mencari saya?"
"Sebelumnya perkenalkan nama saya Uzumaki Naruto dan pria disamping saya Haruno Tazaku, kami kesini mau-"
"Anda di undang makan malam oleh Kizashi-sama dirumahnya, Kami harap anda dan juga anak anda bersiap-siap dan berdandan serapi mungkin untuk memasuki rumah indah milik Kizashi-sama. Kami kesini untuk menjemput anda." Dan dengan cepat aku menginjak kaki kirinya. Sudah tua masih aja cari dosa!
Aku melemparkan pandangan tak enak dan wanita itu membalasnya dengan wajah terkejut. Ia terkejut jika Kizashi Ji-san mengundangnya makan malam bersama di rumah. Aku mengutarakan alasannya dengan se sopan mungkin dengan mengungkit nama 'Sakura' dan wanita itu langsung mengerti.
"Astaga aku benar-benar tidak sadar jika Sakura anak dari Kizashi-sama, tetapi aku ikhlas kok menolongnya, aku pikir tidak perlu..." tolak wanita itu halis
"Tetapi ini perintah dari Kizashi-sama. Sakura juga sangat menantikan kehadiran anda" ujarku sedikit memohon
Wanita bernama Mikoto itu berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya, "Baiklah kalau itu semua tidak merepotkan kalian, sebentar aku akan berganti baju dulu sekalian memberi tahu anakku, kalian berdua boleh masuk kok..jangan diluar saja" ujarnya lalu menyuruh kami berdua untuk memasuki rumahnya.
"Kami hanya hidup bercukupan, maaf jika anda tidak nyaman..."
"Tidak apa-apa,Mikoto-san..." balasku sembari tersenyum.
"Sasuke! Cepat siapkan dirimu! Kita akan pergi!" seru wanita paruh baya – Tetapi tetap cantik – itu. Mungkin ia memanggil anaknya yang bernama Sasuke- Eh... Sasuke?
NANIIIII?! Sasuke yang itu kah?!
Jantungku langsung berdegup kencang.
Pintu kamar di dekat ruang tamu itu terbuka dan munculah sesosok gadis berambut hitam yang sangat berantakan, "Pergi kemana?"tanyanya datar.
"Kita diundang makan malam di rumah Kizashi-sama pemilik kebun teh itu, ternyata Sakura adala anaknya." Ujar wanita itu lalu melangkahkan kakinya entah kemana, mungkin ke kamarnya
Gadis itu hanya diam lalu mengangguk. Ia akan memasuki kamarnya kembali sebelum matanya bertemu pandang dengan mata biruku yang memang sedari tadi memandangnya. Memang tidak salah lagi...
"Hei, kita bertemu kembali...Sasuke..."sapaku lalu tersenyum lebar.
Gadis bernama Sasuke itu masih betah memandangku dengan manik hitamnya dan aku membalas tatapannya. Entah kenapa aku merasa jika ia sangat berfokus dengan mata biruku ini, wajah datarnya pun sedikit demi sedikit mulai menghilang. Kami masih bertatap-tatapan sebelum suara Tazaku Ji-san menginterupsi kami berdua.
Aku – dan juga dia – mendadak salting, ia dengan cepat memasuki kamarnya dan aku dengan cepat memandang lukisan yang di maksud Tazaku Ji-san.
Jantungku masih berdegup dengan cepatnya, entah berapa lama lagi kita bertatapan jika Tazaku Ji-san tidak mengucapkan sebuah kata.
Sesampainya di kediaman Ji-san, aku langsung mempersilahkan ibu dan anak itu untuk memasuki rumah Ji-san. Di depan, Sakura telah menyambut Mikoto-san dengan riang dan menyeretnya masuk, meninggalkan Sasuke yang memutuskan untuk diam di tempat.
Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran gadis dingin ini. Bukannya masuk untuk menikmati hidangan makan malam super duper lezat itu, ia malah lebih memilih untuk membalikkan badan dan berjalan entah kemana meninggalkan pintu rumah Kizashi Ji-san.
"Hey kau mau kemana? Cepetan masuk?!"
Sasuke hanya diam lalu mempercepat langkahnya.
"Oi!" Aku terpaksa memegang tangannya, menghalangi gadis itu untuk pergi. Dia memandangku tajam.
"Aku tidak mau kenak marah Ji-san karena kau tidak datang,cepat masuk!"perintahku mutlak lalumencengkram tangan putih itu dan menariknya memasuki rumah Ji-san.
"Lepas!"ujar Sasuke pelan lalu menyentak tangannya yang aku cengkram, "Aku tidak mau memasuki rumah ini,lebih baik a-"sebelum ia menyelesaikan ucapannya, datanglah Sakura yang menghampiri kita berdua
"Ayo Nee-san masuk ke dalam, sudah ditunggu loh. Eh Nii-san juga boleh ikut makan malam kok!"ujar Sakura lalu menggenggam tangan Sasuke yang langsung ditepis oleh sang empunya.
"Tidak-tidak, aku masih ada perlu. Kalau begitu aku pergi dulu ya Sasuke Sakura." Aku membalikkan badanku lalu keluar dari rumah besar itu.
Sebenarnya aku tidak ada keperluan apapun sih, walaupun sebenarnya aku menginginkan makanan enak yang dihidangkan di rumah Ji-san tetapi aku harus menghormati beliau dan tamunya kan?
Lebih baik aku lekas mengerjakan skripsi untuk kelulusanku beberapa bulan lagi.
# #
"Nii-san! Aku masuk ya!" disaat aku sedang serius-seriusnya mengerjakan tugasku, muncul Sakura yang seenaknya sendiri memasuki rumahku – yang memang lupa aku kunci, sialan! – dan langsung nyelonong ke dapur.
"Kau punya tehtidak?!" tanyanya saat aku menghampirinya ke dapur.
"Ada, di dalam laci atas. Memangnya kau tidak punya?" tanyaku ganti.
"Aku punya sih, lebih baik kau temani Nee-san di depan. Ia sendirian diluar, sama kelinci-kelincimu tentunya." Ujarnya. Aku mengertukan dahiku.
"Nee-san? Siapa?" tanyaku tak mengerti.
"Nii-san ini... tentu saja Sasuke Nee-san lah, memang siapa lagi?"
Aku hanya ber 'Ohh' dan- Ohhh tunggu?!
"Sasuke? Dia ada diluar?" tanyaku lagi memastikan.
"Iya, lagi pula udara tidak terlalu dingin kok. Sana, temani dia! Aku akan membuatkan coklat untuk kalian!"
"Memangnya kau bisa?" tanyaku tak yakin. Terakhir aku melihatnya berada di dapur saja, dalam sekejap suara teriakan di sana sini terdengar karena Sakura berbuat ceroboh yang membuat dirinya dan juga dapur menjadi bak kapal pecah. Terima kasih Sakura. Jangan lakukan di dapurku juga ya?
"Jangan meremehkanku! Kalau buat coklat hangat saja, aku sudah biasa kok!" wajahnya merengut. Aku hanya tertawa kecil.
"Gomen... gomen..." dan aku pergi memutuskan untuk segera keluar. Pemandangan pertama yang aku lihat pada tempat dudukan di halaman rumahku adalah sosok dirinya yang tetap cuek walaupun banyak kelinci peliharaanku – yang kabur dari kandang – disekelilingnya. Ia memeluk dirinya sendiri, walaupun udara memang tidak terlalu dingin, tetapi tetap saja akan terasa dingin jika kau menggunakan baju berlenggan pendek kan?
"Hey" ujarku lalu mendudukan diriku di sampingnya."Sakura berbaik hati membuatkan teh hangat untuk kita, ia menyuruhku untuk menemanimu" ujarku lagi. Sudah kuduga, hanya ada keheningan yang melingkupi kami berdua.
"Jadi namamu Uchiha Sasuke ya, tidak kusangka kita akan bertemu lagi."
"..."
"Aku berbicara padamu, tanggapilah walau sedikit!"
"Hn."
Teme! Gadis ini benar-benar teme!
"Sedikit sih sedikit, tapi nggak dua huruf juga Teme!" teriakku sedikit kesal. Aku memalingkan wajahku darinya dan ia masih tetap terdiam.
Fyuhhh ~ ~
Aku benar-benar tidak betah untuk berdiam diri. Aku meliriknya sejenak dan melihat kulit pucat itu semakin pucat saja karena dinginnya malam. Tangan mungilnya saling bergesekan untuk menimbulkan sensasi hangat dari dalam tubuh.
"Kau kedinginan? Lebih baik kita masuk saja." Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Jangan keras kepala! Wajahmu sudah memu-"
"Coklat panasnya sudah sampai,Nii-san bantu aku meletakkan cangkir ini dong!" suara ceria Sakura menginterupsiku. Aku hanya tersenyum lalu membantunya meletakkan ketiga cangkir coklat hangat yang ia buatkan tadi.
"Oh ya,Nii-san camilanmu aku bawa kesini ya!?" aku hanya mengangguk seadanya dan membiarkan gadis merah muda itu kembali memasuki rumahku.
Aku memandang Sasuke kembali dan melihat gadis itu tengah meminum coklat hangatnya dengan sedikit terburu-buru. Sudah jelas sekali ia kedinginan, kenapa keras kepala sekali sih?
Lekas aku membuka jaket yang sedari tadi melindungi tubuhku dari dingin dan menyampirkan jaket oranye itu kepundaknya.
"Aku tidak tahan melihatmu tengah kedinginan sedangkan aku merasa hangat. Kulitmu yang putih menjadi pucat, aku berasa duduk dengan hantu." Ujarku. Aku tetap memaksakan jaketku untuk tersampir dibahunya saat melihat gelagatnya yang ingin menyingkirkan jaketku itu.
Kau kedinginan teme! Singkirkan saja sifat kekeras kepalaanmu itu!
"Ini camilannya,enaknya kita bicarain apa ya?" suara Sakura membuatku segera memalingkan wajahku darinya dan ganti memandang Sakura.
"Bagaimana kalau cerita hantu!" usulku semangat. Aku melihat gadis pink itu merengut.
"Nanti aku nggak bisa tidur Nii-san..." rengeknya. Aku menganggukakn kepalaku menyetujui pendapatnya lalu ganti memandang Sasuke yang masih mau menggunakan jaketku. Sudah kubilang kalau wanita itu kedinginan kan?
"Kalau begitu enaknya apa? Sasuke kau punya ide?"tanyaku meminta usulannya.
Aku melihatnya memejamkan mata lalu memandangku dengan wajah datarnya.
"Kau seorang mahasiswa pertanian kan?"tanyanya.
"Benar,memangnya ada apa?"
"Beri tahu aku bagaimana cara memberantas hama tanaman tomat,wortel dan kentang tanpa menggunakan bahan kimia. Bagaimana cara membudi dayakan buah semangka dan hal apa yang harus diperhatikan dalam menanam pohon coklat. Aku ingin tahu caranya." Ujarnya datar namun penuh tanda tanya.
"Ah itu ya.." aku menganggukkan kepala, kalau itu mah memang aku ahlinya hehehe. "Bagaimana Sakura? Kau juga mau mendengarkan?"
"Itu membosankan! Bagaimana kalau kita cerita tentang cinta saja? gadis seperti kita memang harus banyak-banyak mengenal tentang cinta dari pada pelajaran membosankan itu." Celotehnya. Tapi tunggu dulu, aku bukan wanita Sakura!
"Aku tidak tertarik mendengar ocehan mu,"Sasuke memutar bola matanya bosan lalu bangkit dari duduknya. "Kalau kau tidak mau mengatakannya padaku,lebih baik aku pulang." Ia berkata seperti itu sembari berjalan meninggalkan kami berdua.
"Tenang saja aku akan mengajarimu bagaimana cara memberantas hama tanaman tomat,wortel dan kentang dengan alat tradisional. Bagaimana cara membudi dayakan buah semangka dan hal apa yang harus diperhatikan dalam menanam pohon kita bisa langsung mempraktekannya,kebetulan satu bulan kedepan aku libur,bagaimana?"tawarku panjang kali lebar, jarang sekali kan gadis berwajah datar ini meminta bantuan kepada orang lain. Kenapa aku tahu? Cuma nebak doang.
Sasuke menghentikan langkahnya. "Jam tujuh pagi kau sudah harus berada disawah dekat pasar,aku menunggumu disana" dan ia melanjutkan langkahnya kembali.
"Loh kau benar-benar mau pulang?" tanyaku sedikit berseru. Tetapi gadis itu tetap tidak mau menjawabku.
Sakura menepuk pundakku. "Nee-san itu memang dingin sekali,aku jamin tidak ada lelaki yang betah kalau berada didekatnya"ujarnya yakin.
Benarkah tidak ada yang mau mendekatinya?
Tetapi entah mengapa aku merasa nyaman sekali berbincang dengannya?
Yah walaupun ia hanya menjawab seadanya atau tidak mengacuhkan keberadaanku. Tetapi aku merasa senang berada di dekatnya.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku lalu tersenyum. "Sebaiknya kau mengikutinya pulang."
"Kau mengusirku?"tanya Sakura pura-pura tersinggung.
"Tentu saja tidak, ayo aku antar"balasku lalu menggenggam tangan mungil Sakura dan kami berjalan beriringan ke rumah Kizashi Ji-san.
Aku tersentak kaget akan ucapan Ji-san yang baru saja ia utarakan tadi kepadaku dan kedua wanita disampingku.
"Aku akan menikahimu ibumu" ujarnya tegas kepada Sasuke yang juga terkejut.
"Tousan mau menikahi Ba-san?"
"Iya. Kau suka kan?"
Sakura menganggukkan kepalanya lalu memeluk Mikoto-san erat, "Ba-san akan menjad ibuku...Ba-san akan menjadi ibuku...!"
Safirku ganti memandang Sasuke yang masih terdiam, mata hitamnya menyalang tajam, kedua tangannya terkepal erat dan tanpa banyak bicara ia segera pergi meninggalkan kami.
"Sasuke!" teriak Mikoto-san yang sia-sia karena sang anak tidak mendengarkannya. Aku memutuskan untuk bertindak dan berlari mengejarnya.
"Tunggu Sasuke!" teriakku saat melihatnya memasuki hutan yang cukup berbahaya jika dilewati malam hari.
"Jangan masuk kesana! Bahaya Sasuke!" sial! Larinya kencang sekali. Aku mempercepat lariku dan lekas menarik lengannya menjauhi jurang yang tepat dihadapan kami.
"Kau orang terbodoh yang pernah aku temui!" teriakku kesal. Ia mengalihkan pandangannya dariku.
"Biarkan aku pulang kerumahku dan bilang kepada ibu kalau aku baik-baik saja,lepaskan tanganku!"
"Tidak,kau harus mau menginap dirumah Sakura,sebentar lagi Kizashi Ji-san dan juga Sakura akan menjadi keluargamu..."
"Aku menikmati kehidupanku saat ini, aku tidak perlu mempunyai ayah kaya yang bisa menjamin kehidupanku dan saudara bodoh yang menganggu hidupku,aku bahagia menjadi orang biasa dan kau tahu...ini terlalu tiba-tiba!" teriaknya marah. Aku tertegun melihatnya, baru kali ini aku melihatnya berekpresi seperti ini.
"Kau tidak kasihan dengan ibumu? Dia juga ingin mempunyai seseorang yang membantunya merawatmu dan menemaninya sampai akhir hayatnya. Ibumu berhak bahagia juga Sasuke!" balasku. Aku tahu ini terlalu tiba-tiba untuk Sasuke, aku pun pasti akan melakukan hal yang sama sepertinya jika mengalami hal ini, tetapi aku ingin ia juga memikirkan perasaan ibunya. Aku melihat Mikoto-san sangat senang sekali saat Ji-san mengumumkan pernikahan mereka. Apa Sasuke tidak bisa melihatnya?
"Temui ibumu. Jangan menjadi egois Sasuke.." itulah kalimat terakhirku sebelum melepaskan tangannya dan membiarkannya berjalan mendahuluiku.
Aku bersyukur ia mau menerimanya, walaupun ia mengatakannya dengan senyum tetapi aku tahu itu semua ia lakukan dengan terpaksa. Aku menundukan kepalaku, kenapa gadis itu bisa menyembunyikan semuanya dengan mudah? Atau karena ketiga orang itu terlalu bahagia sehingga tidak melihat keterpaksaannya.
"Kaasan boleh menginap disini tetapi aku harus pulang,masih ada satu hal yang harus aku lakukan, bolehkah?" Sasuke bertanya kepada Mikoto-san.
Ji-san yang mendengarnya ikut angkat bicara. "Apakah ada masalah?,kau bisa bilang padaku?"
Sasuke menggelengkan kepalanya. "Hanya urusan dengan teman." Jawabnya singkat.
"Oh...baiklah kalau begitu. Naruto kau bisa menemaninya pulang kan? Anak gadis sepertimu tidak baik pulang sendiri."
"Tidak perlu,a-"
"Baik Kizashi Jisan..." sahutku cepat lalu memandangnya.
"Tunggu aku didepan halaman ini,aku akan mengambil mobilku"ujarku lalu meninggalkan halaman rumah Ji-san
*.*
"Jalananya gelap,kita mengobrol tentang apa gitu untuk mengusir keheningan ini. Sumpah aku benar-benar merasa seperti duduk dengan hantu"ujarku memecah keheningan di dalam mobil, ia masih terdiam. Sumpah, aku benar-benar takut sekarang.
"Sudah kubilang kan kalau orang bicara itu harus ditang-" aku menghentikan ucapanku saat melihatnya tertidur pulas di jok mobil sebelahku. Pantas saja ia tidak menanggapiku.
Aku terus memandanginya, wajah tidurnya benar-benar polos, raut dinginnya benar-benar hilang.
"Cih,kenapa kau harus mempunyai wajah cantik sih"
Tangan kiriku aku gunakan untuk menyisipkan poni Sasuke di telinganya. Aku turunkan sedikit jok bangku agar membuatnya semakin nyaman. Setelah melakukan itu aku kembali berfokus ke jalanan.
"Mungkin setelah berhari-hari bertemu denganmu. Aku bisa menyimpulkan perasaan yang aku miliki padamu Sasuke..." gumamku.
**...**
Aku menggoyang-goyangkan bahu Sasuke, menyuruhnya untuk segera bangun.
"Maaf mengganggu acara tidurmu,kita sudah sampai"
Kelopak mata itu terbuka menapilkan sepasang onyx yang masih sayu,mata itu memandangku sejenak lalu melihat keluar jendela.
Ia akan membuka pintu mobil,aku segera membantunya membuka pintu dan gadis itu melenggang keluar tanpa mengucapkan. Apapun.
"Hey tidak adakah kata te-"
"Terima kasih sudah mengantarku" ujarnya tanpa memandangku. Aku tersenyum mendengarnya.
"Hati-hati dirumah sendiri ya!"seruku riang lalu memasuki akan menyalakan mobilku sebelum melihat seorang pemuda berambut merah berlari kecil menghampiri Sasuke.
Siapa dia?
"Kau dari mana saja, padahal aku sudah membawakan nasi bungkus untukmu."
Ia melihat Sasuke menutup matanya,"Maafkan aku,tadi ada sedikit masalah"
Mereka masih berbicara dengan tenang namun aku sama sekali tidak melihat wajah dingin Sasuke saat berbicara dengan pemuda itu.
Entah kenapa aku kesal melihat mereka, kenapa wajah dingin itu harus menghilang saat bersama pemuda merah itu?! Dengan kesal aku melajukan mobil dengan kencang.
"Kuso..! Kuso! Kuso! KUSOOO!"aku memukul stir mobilku untuk melampiaskan amarah yang aku sendiri tidak tahu kenapa harus aku rasakan.
"Kau aneh sekali Naruto, kami bahkan baru bertemu dua hari?! Mana mungkin aku menyukainya secepat itu, aku tahu kalau ia gadis cantik yang dingin tetapi..tetapi...arghhh!" Aku menepikan mobilku dari pada aku kecelakaan gara-gara kegalauan ini.
Aku menghela nafas lalu menyandarkan diriku. Apa benar aku menyukainya?
Aku masih belum mengerti…
Tetapi perasaan ini, aku yakin ini perasaan cinta.
"Jika kau jatuh cinta, kau juga harus siap menerima rasa sakit Nii-san!"
Yah…. Aku sadar. Aku memang mencintainya… Mencintai Uchiha Sasuke semenjak kami bertemu kemarin.
.
.
.
Bersambung ke Part 2
Sebenarnya aku buat special chapter ini karena nggak belum ada ide untuk menuju ke konfliknya. Yah dari pada nunggak lebih baik aku ceritakan Naruto yang sebenarnya saja di fic ini dan juga tentang hubungannya dengan Sasuke.
Untuk chapter depan mungkin agak lama karena mager. Hehehehe
Ok! Cukup review ya!
Akasaka Kirachiha