Ini Fic pertamaku... gomen jika ada kesamaan tema dan kesalahan ya ^^a
.
.
Coppia
Disclamer : Naruto © Masashi Kishimoto
Pairing : NaruSasu
Genre : Romance & Drama
BL, Shounen ai, Supernatural, OOC, Gaje, dll
.
.
Don't Like don't read
Happy Reading!
.
.
'mind'
"talk"
.
.
.
.
Dewi malam menampakan diri. Menerangi suasana malam bersama bintang-bintang dan awan gelap. Angin dingin berhembus menusuk kulit hingga mampu membuat orang-orang kedinginan. Mengharuskan mereka memakai pakaian tebal agar tetap hangat. Itulah yang sekarang dirasakan penduduk yang mendiami kota bergaya semi modern ini. Kota Konoha. Kota terpencil yang jarang tersinar oleh matahari, karena selalu tertutup awan tebal. Kota hijau yang tidak terlalu padat penduduknya. Membuat suasana malam di kota itu agak sepi pejalan kaki.
Di salah satu atap gedung pencakar langit kota itu, berdiri seorang pemuda yang memandang keseluruhan kota berhias lampu warna-warni. Mantel panjang berwarna crimson yang dipakainya berkibar. Rambut pirang panjangnya bergerak mengikuti hembusan angin. Mata Shappire indahnya menatap lurus ke depan lalu mengalihkannya ke bawah. Dia mendengus saat melihat lautan manusia dari tepi atap gedung berlantai 40 yang dipijaknya. Tidak merasa takut sedikitpun.
"Kukira kau masih berburu," kata suara baritone yang berasal dari belakangnya.
Pemuda pirang itu menoleh sedikit. Dari sudut matanya, tampak pemuda jangkung berambut hitam yang berjalan ke arahnya sambil menggaruk tengkuk leher. "Aku sudah kenyang, makanya aku datang kemari," jawabnya.
Pemuda itu berhenti tepat disebelahnya. Melongok ke bawah gedung. "Memperhatikan 'Humaine'?" dengusnya malas. "Atau mencari 'Coppia'?" iris kuacinya melirik pemuda di sampingnya.
Pemuda pirang terkekeh kecil, "Memperhatikan para 'Humaine' di bawah sana lebih menarik,"
Pemuda yang mengenakan mantel kulit hitam itu mendengus lagi, "Sampai kapan kau mau terus melajang? Carilah 'Coppia' untuk menemani hidupmu,"
Pemuda itu menghentikan kekehannya, "Entahlah. Bagiku tidak ada yang menarik di mata dan hatiku," kemudian menatap pemuda di sebelahnya, "Lagipula tanpa 'Coppia' aku baik-baik saja,"
Pemuda yang dipandangnya menyerngit, "Jangan bercanda, 'Coppia' adalah ikatan hidupmu. Tanpa 'Coppia' kau bisa meng-'hilang'," kilahnya.
"Hilang kendali maksudmu?" tanya pemuda itu tersenyum dingin, mata Shappirenya menatap datar.
Pemuda di sebelahnya menghela nafas berat, "Setidaknya kau tidak akan kesepian dengan adanya 'Coppia' di sisimu," jawabnya mengalihkan pandangan lagi ke lautan manusia di bawahnya.
"Aku hargai kepedulianmu, tapi aku belum ingin terikat," ucapnya tersenyum, menoleh ke depan menerawang jauh, "Aku akan berhenti bila aku menemukannya,"
Pemuda berambut hitam yang mendengarnya mendengus. Dia menempatkan sebelah kakinya yang terbalut sepatu kulit ke pagar pembatas atap gedung setinggi betis. Hendak melompat.
"Ayo pulang," ajaknya santai sebelum melompat terjun menuju dasar gedung.
Pemuda pirang itu menyematkan anak rambut panjangnya yang menutupi pandangannya ke belakang daun telinga. Menaiki pembatas atap gedung dan terjun bebas mengikuti kawannya.
.
.
.
Coppia
Story by Ivy Bluebell
.
.
.
"Semalam telah ditemukan korban tewas tanpa identitas dalam gang deretan rumah, yang terletak di pinggir Kota Konoha. Korban tersebut adalah pria berumur sekitar 30 tahunan. Dari hasil otopsi, pria itu mabuk berat dan dibunuh oleh hewan buas. Ini terbukti dari terkoyaknya tubuh korban serta cipratan darah yang berhamburan di dinding dan tanah gang. Ditambah dengan adanya bekas cakar dan gigitan...,"
"Lagi-lagi hewan buas, ya?"
Pemuda berambut raven mencuat ke belakang yang sedang asyik menonton siaran itu menoleh, ketika suara bariton terdengar dari balik sofa yang di dudukinya berbicara. Di sana —melihat dari sepasang iris Onyxnya— seorang pemuda berambut hitam panjang yang berwajah mirip dengannya tersenyum tipis. Pemuda tampan itu berjalan ke arahnya sambil membawa nampan berisi dua piring makanan, dua gelas jus tomat dan segelas air putih.
"Ohayou, Sasuke. Saatnya sarapan," sapanya mendudukan diri di sebelah pemuda yang bernama Sasuke.
"Hn, ohayou Itachi nii-san," balas Sasuke, menyapa pemuda yang lebih tua 7 tahun darinya. Dia membenarkan posisi duduknya yang semula bersila di atas sofa.
Itachi tersenyum menanggapi. Dia memberikan sepiring omelet pada adiknya.
Sasuke menerimanya, "Ittadakimasu," ucapnya mulai menyantap masakan Itachi berlahan.
Itachi melakukan hal sama, "Akhir-akhir ini kasus itu gempar ya," katanya menonton siaran berita dari channel televisi di depan mereka.
Sasuke menatap layar datar itu sambil menguyah makanan, "Hn,"
Kota Konoha saat ini digemparkan oleh kasus pembunuhan ganjil. Diperkirakan pelakunya adalah hewan buas, yang tinggal di pedalaman hutan berbukit pinggir kota. Korbannya selalu pejalan kaki yang menapaki gang atau tempat terpencil di sudut-sudut kota. Tidak peduli pria atau wanita. Tubuhnya selalu ditemukan mengenaskan, terkoyak hingga darahnya berhamburan memenuhi tempat perkara. Kejadian itu berlangsung malam hari dalam kurun waktu tak tentu. Ketika hutan lebat pinggir kota itu ditelusuri oleh pihak berwenang, mereka tidak menemukan apapun. Termasuk bekas jejak kaki binatang buas atau sarangnya. Aneh tapi nyata.
Itachi dan Sasuke menghabiskan sarapannya dan meminum jus tomat sambil mendengarkan kejelasan berita yang disampaikan seorang reporter pria dalam televisi. Dari gambar-gambar yang diperlihatkan, jelas pembunuhan itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia.
Itachi membereskan peralatan makan mereka dan menaruhnya di nampan. Sebelah tangannya merogoh saku celana yang dipakainya, mengeluarkan botol kecil bening berisi butiran tablet berwarna hijau. Sasuke menyerngit melihatnya.
"Kau sering lupa meminum obat saat selesai sarapan. Jadi aku membawanya untukmu," terang Itachi tersenyum menyodorkan botol itu pada Sasuke.
Sasuke terdiam mengambilnya. Dia mengeluarkan sebutir tablet hijau di tangannya dari botol itu. Menelannya dengan bantuan segelas air putih yang diberikan Itachi. Itachi menatap lekat adik tersayangnya yang baru saja selesai menegak obat itu. Mengusap rambut raven Sasuke lembut.
"Bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah," ujarnya tersenyum lembut.
Sasuke mengangguk, beranjak dari tempatnya menuju kamar untuk bersiap. Itachi menatap sendu punggung Sasuke hingga adiknya menghilang ke balik dinding pemisah ruangan. Menghela nafas pelan, Itachi mengalihkan mata Onyxnya kembali ke depan. Tepatnya ke beberapa pigura duduk di atas meja kecil tak jauh dari meja televisi. Diantara pigura-pigura itu, ada sebuah pigura besar berisi foto keluarganya. Keluarga Uchiha. Ayah, ibu, dirinya dan Sasuke.
Dulu mereka adalah keluarga sederhana yang bahagia. Ayahnya Fugaku, bekerja sebagai manager di perusahaan ternama Konoha, sedang ibunya Mikoto, seorang guru salah satu SD di kotanya. Kedua orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan beruntun 7 tahun lalu. Kecelakaan besar yang tidak diketahui penyebabnya. Itachi terpaksa harus menyelesaikan kuliahnya lebih awal demi bekerja menggantikan ayahnya di perusahaan itu. Untunglah dia diterima karena kedisiplinan dan kejeniusannya dalam bekerja. Hingga hasil jernih payahnya mampu menutupi kebutuhannya dan Sasuke yang masih berumur 10 tahun. Tapi, tidak berlangsung lama. 2 tahun setelah kecelakaan itu, Sasuke, adiknya diketahui menderita kanker otak. Itachi terpaksa menjual rumah orang tua mereka untuk biaya pengobatan Sasuke. Namun, tetap belum menutupinya. Sekarang mereka tinggal di rumah mungil yang nyaman untuk mereka berdua di kawasan perumahan hijau. Itachi terus bekerja hingga diangkat menjadi asisten sekretaris direktur. Berjuang untuk bertahan hidup dengan Sasuke.
Sasuke menikmati guyuran air hangat dari shower yang membasahi tubuhnya. Memejamkan matanya berpikir. Merasa tidak berguna karena penyakitnya yang sudah stadium 3. Selalu membuat Itachi cemas dan khawatir padanya tiap kali penyakitnya kambuh. Ingin sekali dia meringankan beban kakaknya, tapi apa daya. Dengan tersenyum, Itachi selalu berkata, 'Asal kau bersamaku, aku bahagia,'.
Selesai berganti pakaian seragam gakuran dan menyiapkan peralatan sekolah, Sasuke segera keluar menuju pintu masuk rumahnya. Dimana Itachi menunggu dirinya lengkap dengan pakaian dan tas kerja. Mereka berjalan dan memasuki mobil sport hitam milik Itachi lalu meluncur ke jalan besar Konoha. Itachi memberhentikan mobilnya di depan halaman sekolah Sasuke. Konoha High School. Sekolah internasional yang berlokasi di daerah pinggiran kota dengan bukit hutan di belakangnya. Luas dan asri. Itachi bangga Sasuke bisa masuk sekolah elit ini dengan beasiswa penuh.
"Aku akan menjemputmu setelah kegiatanmu selesai. Jika aku terlambat, tunggulah. Jangan pulang sendirian." kata Itachi dari balik kemudi pada Sasuke yang berdiri di samping luar mobil.
"Tidak perlu, hari ini aku akan pulang sendiri. Sekalian mampir ke minimarket belanja untuk makan malam," jawab Sasuke.
Itachi tersenyum, "Bekal dan obatmu sudah kau bawa 'kan?"
Sasuke mengangguk, "Hn,"
"Baiklah, aku pergi. Jangan pulang terlalu malam. Semoga harimu menyenangkan," tambah Itachi, menepuk lengan kiri Sasuke melalui jendela mobil. Kemudian, menyalakan mobilnya melesat menuju tempat kerja.
Sasuke memperhatikan mobil Itachi yang menghilang di balik tikungan dari gerbang masuk sekolah. Menghela nafas, dia mulai berjalan memasuki halaman luas sekolah yang cukup lenggang, hanya ada beberapa murid di sana. Sesampainya di depan kelasnya di lantai 2, Sasuke menggeser pintu masuk.
"Ohayou Sasuke-kun," sapa gadis berambut merah muda sebahu ceria, melambaikan tangannya pada Sasuke. Gadis bernama Sakura itu duduk berhadapan dengan dua temannya di bangku belakang, Sai dan Ino.
"Ohayou," balas Sasuke singkat mendudukan diri di bangku paling belakang dekat jendela, di sebelah ketiga temannya.
Sasuke memandang sekeliling kelasnya. Kelas 2-A, kelas spesial yang hanya dihuni oleh mereka yang berprestasi dalam berbagai bidang. Kelas yang hanya berisi 30 orang sejak tahun ajaran baru dimulai sebulan lalu. Lebih sedikit dibandingkan kelas umum angkatan sama lainnya. Kelas ini masih sepi karena hanya beberapa murid yang datang pagi. Seperti dirinya dan ketiga temannya.
"Kau sudah mengerjakan PR Fisika semalam, Sasuke?" tanya Sai, pemuda yang fisiknya agak mirip dengannya. Hanya dibedakan rambutnya yang hitam klimis. Sai mendudukkan diri di bangku depan Sasuke.
"Hn," gumamnya mengangguk.
"Sulit banget, kalo nggak ada Sai, aku pasti nggak bisa ngerjain." keluh Ino, berjalan mendekati mereka bersama Sakura.
"Kau masih tetap bodoh untuk urusan Fisika ya. Padahal kalo soal fasion atau gosip, kau jagonya," seringai ejek tampak di wajah Sakura, mengolok Ino.
"Jidat lebar, aku masih mending daripada kau yang nggak bisa kimia tahu," balas Ino berkacak pinggang.
"Apaa?!"
"Hei sudahlah, akur sedikit kenapa?" desah Sai lelah.
"Pacarmu yang berisik, Sai." kilah Sakura.
"Apa?! Kau yang mulai Jidat lebar!" bela Ino, wajahnya muncul semburat merah.
Sai mendesah berat, wajahnya agak merona karena ucapan Sakura barusan. Benar, Sai pacaran dengan Ino sejak setahun lalu.
"Dasar, ini masih pagi. Jangan ribut!" perintah Sasuke menatap dua gadis itu tajam.
Sakura dan Ino mendegus kesal, memalingkan wajah satu sama lain. Sasuke mendesah, sungguh punya teman wanita berisik seperti mereka sangat merepotkan. Dia tidak habis pikir, bagaimana Sai bisa tahan pacaran dengan gadis berambut pirang yang dikuncir kuda itu.
"KYYAAAAAA!"
Perhatian mereka berempat teralihkan dengan teriakan keras dari luar gedung. Tepatnya para murid cewek yang berteriak histeris melihat kedatangan ketiga mobil mewah memasuki lingkungan sekolah. Sasuke mendesah kembali ketika melihat teman-teman sekelasnya—terutama cewek—teriak sambil berlari menuju jendela kelas untuk menengok keluar. Melihat idola sekolah mereka yang baru saja datang dengan tiga mobil itu.
"Yaah, ini dia. Para Prince yang sangat dipuja para cewek sekolah kita 'dah datang," Sai menghela nafas, melihat kelakuan Ino pacarnya yang ikut-ikutan teriak bersama Sakura di dekat jendela.
Mata Onyx Sasuke menangkap dua orang pemuda yang baru saja turun dari mobil Lexus putih di balik jendela kelas. Seorang dari mereka berambut coklat gelap panjang terikat rapi dengan iris mata Lavender keperakan. Dia turun dari sisi mobil bagian kemudi sambil menyelempangkan ransel di pundak. Sedang seorang lagi yang turun dari sisi penumpang, pemuda berambut merah bata beriris Jade, berjalan menuju pemuda itu membawa ransel di tangan. Mereka Hyuuga Neji dan Sabaku Gaara.
Dari mobil Ferrari merah, turun dua pemuda yang beda tinggi bersamaan. Pemuda berambut hitam dikuncir tinggi itu menguap, mengucek mata kuacinya malas. Mengantuk mungkin. Dia membenarkan gakurannya asal. Membuat sebel pemuda berambut coklat jabrik di sebelahnya. Pemuda jabrik itu melempar ransel ke arah wajah si pemuda jangkung yang ditangkap dengan sukses. Duo Nara Shikamaru dan Inuzuka Kiba.
Lalu dari mobil terakhir, mobil Lamborghini Reventon hitam dengan corak orange, muncul seorang pemuda berambut pirang jabrik. Dia turun dari kursi kemudi membawa ransel di pundak kanannya. Saat mata Shappirenya melihat para cewek yang mengelilingi mereka berlima, dia tersenyum. Membuat wajah tan bertanda lahir kumis kucing itu semakin tampan. Terkesan gentle dan maskulin. Uzumaki Naruto.
Para gadis yang merupakan fansgirl mereka berteriak histeris meneriakan nama mereka. Menatap kagum dan memuja pada para Prince di sekolah mereka ini. Sasuke mendengus kesal melihat kelima pemuda itu berjalan memasuki gedung. Pemandangan ini memang sudah biasa setiap para Prince itu datang ke sekolah. Sungguh hampir membuat telinganya sakit mendengar mereka berteriak sekeras itu. Apalagi ditambah para Prince yang sekelas dengannya. Menyebalkan harus tergabung dengan murid-murid cewek yang berisik karena berbisik ria.
"Aah, mereka tampan sekali!" ujar Sakura merona.
"Iya, beruntung sekali kita bisa sekelas dengan para Prince yang tampan itu." dukung Ino.
"Ooh, jadi pacarmu ini tidak tampan ya," kata Sai tersinggung.
"Aduh Sai, kau ini. Aku cuma kagum saja, tidak perlu cemburu begitu kenapa?" jawab Ino kesal. Sakura terkikik geli.
"kalian tahu? Mereka itu misterius. Tidak ada yang tahu siapa mereka dan dimana tempat tinggalnya. Apalagi fakta mereka selain murid teladan kaya yang masuk dalam 10 besar. Mereka benar-benar Prince sejati," tambah Ino panjang lebar. Menangkupkan telapak tangan di pipi kirinya.
"Hmm, aku juga sampai heran kamu tidak tahu apapun tentang mereka selain itu, Ino," Sakura berkata.
"Yaah, wajar saja. Misterius tetap misterius. Lebih baik kita tidak berurusan dengan mereka," saran Sai.
Sasuke duduk terdiam. Walau dia tidak suka dengan pembicaraan itu, mau tak mau dia harus mendengarkan mereka karena duduk dekat bangkunya. Sasuke tahu jika kelima murid itu misterius. Ramah, pintar, dan gampang berbaur dengan siapapun, terutama fansgirl mereka. Meski begitu, mereka seakan memberi ruang pembatas antara pribadi mereka dan lingkungan luar.
Lamunan Sasuke buyar ketika kelima pemuda berjulukan Prince itu memasuki ruang kelasnya. Seketika para murid yang berada di dalam kelas menjadi hening menyambut mereka, menatap kagum, memuja, dan berbisik ria. Baik itu lelaki dan perempuan. Sasuke mendesah untuk kesekian kalinya.
"Mereka datang," bisik Sakura.
"Iya, iya," jawab Ino.
Kedua gadis itu segera duduk ke bangku mereka masing-masing, meninggalkan Sasuke dan Sai.
"Haah, dasar." Sai kembali ke bangkunya dekat Ino, membenarkan posisi duduknya menghadap ke depan.
Kelima Prince itu berjalan ke bangku deretan belakang. Neji dan Gaara duduk sebangku di deretan tengah, sedang Shikamaru dan Kiba duduk di belakang mereka.
Sasuke melihat Naruto yang masuk paling akhir berjalan ke arahnya. Membuat mata mereka bertemu tak sengaja saat Naruto mendekat. Onyx Sasuke sedikit melebar bertemu pandang dengan Shappire sewarna biru langit cerah milik Naruto. Kontras dengan matanya yang sewarna langit malam. Mata yang indah namun menyiratkan kilat dingin. Naruto mengambil bangku di depannya sebagai tempat duduknya.
"Ohayou, Uchiha," sapa Naruto sambil mendudukkan diri. Menatap Sasuke tersenyum ramah.
"...Hn," balas Sasuke mengangguk singkat.
Sasuke memang tidak begitu kenal Naruto selain fakta yang barusan diceritakan ino juga jika idola itu duduk di depannya. Mereka berbicara bila ada perlu, atau sekedar ingin. Lagipula Sasuke termasuk orang yang pendiam. Jarang bergaul.
Naruto terkekeh kecil, "Tidak adakah balasan selamat pagi untukku?"
Sasuke memandang tajam "Ohayou, Uzumaki,"
"Kau selalu saja begitu, Uchiha. Apa aku ada salah, sampai membuatmu selalu menatapku tajam begitu?" tanya Naruto.
Sasuke bukannya benci pada idola di depannya. Hanya tidak suka saja, duduk di belakang pemuda yang selalu membuat para cewek histeris.
"Tidak ada..." jawabnya menunduk meraih buku pelajaran dalam tasnya.
Terdiam sejenak, Naruto melakukan hal yang sama. Sasuke terkejut kecil waktu Naruto meletakkan buku paket Fisika dan buku tulis miliknya di hadapannya. Pemuda pirang itu nyengir kekanakan waktu ditatap balik Sasuke tidak mengerti.
"Bisa bantu aku ngerjain PR Fisika?" tanya Naruto.
Sasuke mengerutkan alis.
"Ada bagian yang nggak kumengerti, jadi aku bertanya padamu," jelas Naruto memangku dagu di tangannya.
"Biasanya kau pandai soal berhitung, Uzumaki?"
"Oh, ayolah. Nggak ada salahnya minta tolong murid teladan peringkat 1, 'kan?" Naruto mendegus kecil, dia memang satu tingkat di bawah Sasuke. "Aku hanya minta diajari." rengeknya.
Sasuke mendesah kembali. Bukannya tadi Naruto terkesan gentle dan maskulin? Tapi kok bisa dia berubah kekanakan begini? Sasuke agak bingung menanggapi sikap Naruto yang tidak gampang ditebak.
"Aku akan mentraktirmu makan siang nanti," Naruto tersenyum membujuk Sasuke.
"...Tidak usah, kemarikan bukumu," tolak Sasuke.
Naruto nyengir senang. Segera dia memberikan bukunya pada Sasuke dan memperhatikan soal yang jawabannya dijelaskan Sasuke. Sesekali mata Naruto melirik ekspresi Sasuke yang menunduk rendah menerangkan. Wajah pucat tanpa cela, datar tapi peduli. Tampan dan cantik. Begitulah kesan yang didapatnya. Naruto menyinggungkan senyum. Walau mereka tidak dekat, tapi bila sudah bicara, Naruto merasa nyaman dengan keberadaan Sasuke. Seolah sudah lama terjadi.
'Bolehkah aku mengenalmu, Sasuke...?' batin Naruto bertanya.
Tak jauh dari tempat duduk Naruto dan Sasuke, diam-diam keempat Prince —Neji, Gaara, Shikamaru, dan Kiba— memperhatikan interaksi mereka. Memandang heran dan aneh pada Naruto tepatnya. Sebab, pemuda berkulit tan itu tidak pernah bertingkah begitu selama ini.
"Haah, dasar..." desah Neji.
"Kenapa, Neji?" tanya Gaara di sebelahnya.
"Apa-apaan sih,Naruto itu?" dengus Kiba.
"Mendokusai..."
Mendengar trade-mark Shikamaru di sampingnya, membuat Kiba menaikkan sebelah alis.
"Apa kalian pernah melihat Naruto bertingkah begitu?" ujar Shikamaru menjawab gestur Kiba.
Gaara yang juga heran menggeleng dengan Kiba.
"Naruto biasanya menyelesaikan soal pelajaran apapun dengan mudah dan sempurna. Mengingat dia pintar. Apalagi terus mengulangi pelajaran sama sejak bertahun-tahun lalu," jelas Neji. "Kalian sudah tahu berapa kali kami lulus SMA, 'kan?" tambahnya memandang Gaara dan Kiba bergantian.
Gaara mengangguk, "Maksudmu, Naruto sengaja melakukannya?"
"Hmm, aku tidak tahu. Dulu dia selalu menjadi yang terbaik, tapi sekarang, setelah bertemu Uchiha..."
"Dia sengaja menurunkan peringkat dan berpura-pura bodoh," ucap Shikamaru memotong Neji.
"Kenapa?" Kiba bertanya.
"Mungkin Naruto tertarik padanya..." duga Shikamaru.
Kiba terkejut, "Pada Uchiha Sasuke? anak pendiam irit kata itu?"
"Tapi Naruto bilang, dia tidak ingin terikat dulu." Gaara menimpali.
"Tidak ingin terikat bukan berarti tidak akan tertarik 'kan?" kata Shikamaru balik. Menyandarkan punggungnya pada kursi yang didudukinya.
"Bisa jadi. Lagipula tidak mungkin dia terus sendiri tanpa 'Coppia'. Bisa gawat nanti..." Neji membenarkan.
"Yaah, kita lihat saja nanti..."
Perkataan Shikamaru mengakhiri pembicaraan mereka. Terdiam, seraya memperhatikan Naruto dan Sasuke yang berbincang santai dari tempat mereka.
.
.
.
.
.
Sasuke berdiri di belakang pagar pembatas atap gedung sekolah yang setinggi dada. Menikmati pemandangan bukit hutan hijau yang terletak di belakang sekolahnya. Hutan lebat itu tampak berkabut tipis. Hembusan angin sejuk ditambah suasana yang teduh tanpa sinar matahari, membuat Sasuke betah lama-lama di tempat ini saat jam istirahat.
Sasuke duduk bersila sambil bersandar di pagar pembatas. Mengeluarkan bekal makan siang dari tas kecil yang dibawanya. Senyum lembut terbentuk di bibirnya ketika melihat bento yang dibuat Itachi. Memang Itachi selalu menyempatkan diri membuat bekal untuknya. Kakaknya itu tidak mau bila Sasuke makan di luar yang belum tentu menyehatkan. Dasar Brother complex.
Baru saja Sasuke menyupit bentonya, dia mendengar deritan pintu atap yang terbuka. 'Siapa?' tanyanya mengingat tempat ini jarang didatangi orang selain dirinya. Mendongak, Onyxnya menjumpai pemuda pirang yang berdiri menutup pintu menatapnya.
"Kau disini rupanya," ujar Naruto berjalan kearahnya.
"Apa?" tanya Sasuke saat Naruto sampai di hadapannya.
"Aku mencarimu. Aku sudah bilang akan mentraktirmu makan, 'kan? Jadi aku belikan makanan," jawab Naruto menunjukkan kantong plastik berisi makanan di tangan kanannya. "Tapi kelihatannya kau sudah bawa bekal," tambahnya agak kecewa.
"Aku sudah bilang tidak usah, 'kan? Uzuma—"
"Naruto.."
Sasuke menatap bingung dengan jawaban tidak nyambung dari Naruto.
"Panggil aku Naruto, Sasuke.." pinta Naruto tersenyum.
"...Hn," gumam Sasuke.
"Hmm, terlanjur, deh," kata Naruto mengambil duduk di sebelah Sasuke, "Baiklah aku makan saja,"
Hening menyelimuti mereka yang mulai menikmati makanan. Yang terdengar hanya hembusan angin sepoi yang mengiringi kegiatan mereka saat ini.
"Kulihat kau sering datang kemari. Apa kau selalu makan siang di sini, Sasuke?" Naruto memecah keheningan.
"...Hn," jawab Sasuke masih menyantap bentonya.
"Sendiri?"
"Hn,"
"Kenapa kau tidak mengajak temanmu?"
"...Aku tidak suka keramaian,"
Memang benar Sasuke pendiam, tapi Naruto tidak menyangka jika Sasuke penyendiri. 'Tidak kesepiankah?' batinnya heran.
Terdiam sejenak, Naruto menatap pemuda raven itu lekat. "Hey, Sasuke."
Sasuke menoleh pada Naruto seraya mengunyah bentonya.
"Bolehkah aku menemanimu makan siang mulai besok?" tanya Naruto tersenyum.
Sasuke menyerngit, "Kenapa harus bertanya padaku?"
Naruto menggaruk belakang kepalanya grogi. "Yah, kau bilang tidak suka keramaian. Jadi mungkin kau akan terganggu bila aku datang ke sini,"
Sasuke mendengus, "Tidak suka keramaian bukan berarti menolak keberadaan orang, Dobe,"
Ucapan Sasuke barusan sukses memunculkan urat kesal di pelipis Naruto.
"Ooi, siapa yang kau panggil Dobe, Teme?" kata Naruto tidak terima.
"Kau," kata Sasuke santai.
"Asal kau tahu. Mana mungkin Dobe bisa jadi peringkat 2, Teme!" kilah Naruto jengkel.
"Keberuntungan mungkin?" Sasuke menyeringai remeh.
Naruto berdesis kesal. Dia menonjok bahu Sasuke pelan. "Sekali kau bilang begitu, aku akan mengelitikmu," ancamnya menyeringai.
"Coba saja, Dobe," balas Sasuke.
Melihat seringaian tantangan dari pemuda bermata Onyx itu, membuat Naruto sebal. Dengan gemas, dia beranjak mendekati Sasuke lalu mengelitik pinggangnya. Sasuke tertawa merasa kegelian.
"Aha-ha-ha-hentikan—Dobe!" pinta Sasuke menahan gerakan tangan pemuda pirang.
"Tidak. Rasakan ini." tolak Naruto makin gencar menyerangnya.
"Ja—ngan! Geli—" Sasuke tertawa meronta kegelian, berusaha lepas dari gelitikan Naruto. Tapi tenaganya tidak cukup kuat hingga dia terdorong ke belakang jatuh terlentang dengan Naruto di atasnya.
Naruto membisu, memindahkan kedua tangannya yang semula berada di pinggang Sasuke menjadi bertumpu menahan tubuhnya. Memerangkap tubuh Sasuke di bawah yang lebih kecil darinya. Mata Shappire Naruto menatap iris Onyx Sasuke dalam. Terpesona pada warna malam yang menjeratnya seolah menyedotnya dalam kegelapan tanpa dasar. Berlahan, sebelah tangan Naruto bergerak menyingkirkan anak rambut raven Sasuke yang menutupi dahi. Sasuke terdiam membiarkannya. Merasakan perubahan atmosfer di sekitarnya jadi nyaman.
"Ne —Sasuke..."
"...Hn?"
Naruto merendahkan kepalanya, berbisik di telinga Sasuke. "Biarkan aku berada di sisimu,"
Mata Sasuke melebar. Tercengang mendengar ungkapannya. Saat Naruto mengembalikan posisinya, nampak kilat kesungguhan dari mata Shappirenya. Ditambah gurat ketegasan di wajah berkulit tan si pemuda pirang.
"...Mengapa?" tanya Sasuke ragu.
"...Entah," jawab Naruto ambigu.
Sasuke memandang ganjil, tidak mengerti. Naruto tersenyum tipis meresponnya. Diusapnya pipi kiri Sasuke, halus.
"...Aku merasa ingin bersamamu, di sisimu,"
Sasuke tidak bereaksi saat Naruto merendahkan wajahnya, mengecup keningnya lembut. Merasakan sentuhan hangat itu, membuat Sasuke memejamkan mata. Menyembunyikan Onyxnya membisu. Naruto mengakhiri kecupan lamanya. Kembali dia memandang wajah Sasuke, membelai rambutnya. Mengingat setiap inci wajah itu dalam benaknya.
Entah apa yang membuat Sasuke membiarkan Naruto menyentuhnya. Seolah dia tidak mampu menolak kehangatan yang mengalir dari tangan Naruto padanya. Kehangatan yang nyaman. Seakan menawarkan perlindungan untuk dirinya yang rapuh.
"Sasuke..."
Suara baritone yang memanggil namanya, mengalun di telinga Sasuke. Membuka matanya berlahan, hingga bertemu dengan warna langit Naruto yang menghipnotisnya.
"...Biarkan aku di sisimu," kembali Naruto berkata. Menatap Sasuke lekat.
Sasuke terdiam sejenak, dia ragu. Apa yang dipikirkan Naruto hingga tiba-tiba berkata begini. Mereka tidak dekat, baru saja saling mengenal saat menjadi teman sekelas di angkatan ini. Namun, entah kenapa ada sepercik gejolak asing yang muncul tiap Sasuke berdekatan dengan Naruto.
Ingin membuktikan rasa itu, Sasuke mengangguk. Menerima permintaan Naruto. Naruto tersenyum melihatnya. Gurat bahagia nampak di wajah bertanda lahir kumis kucing miliknya. Segera Naruto merengkuh Sasuke di bawahnya. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leher, menghirup bau mint yang menguar dari tubuh Sasuke. Wangi mint yang selalu tercium oleh hidungnya tiap kali berdekatan dengan pemuda raven.
Sasuke membalas pelukannya. Merasakan kehangatan yang berlahan memenuhi tubuhnya. Kehangatan yang melindungi.
"...Naruto,"
"Ya, Sasuke?"
Menutup mata, Sasuke berkata, "...tetaplah di sisiku,"
Tangan Sasuke mencengkram gakuran Naruto di punggungnya. Erat. Seakan tidak ingin melepaskan kehangatan dari pemuda yang memeluknya ini. Tubuhnya gemetar, takut. Naruto yang menyadarinya, merengkuhnya lebih erat. Dalam hati bertanya, 'Ada apa, Sasuke?'
"...aku akan selalu di sisimu,"
.
.
.
.
.
Sai, Ino, dan Sakura mendelik aneh pada pemandangan yang tersaji di hadapan mereka sekarang ini. Bagaimana mereka tidak heran? Melihat Naruto, sang Prince yang dipuja oleh para cewek sekolahnya, duduk sebangku bersama Sasuke yang tidak dekat dengannya selama ini. Mereka berdua hanya bicara bila perlu, atau ingin. Tapi jarang sekali. Namun, kenapa sekarang tiba-tiba hal ini bisa terjadi? Ditambah melihat ekspresi mereka berdua yang berbeda dari biasanya. Naruto yang nyengir sambil mengobrol dengan Sasuke yang membalas tersenyum. Heeh, sejak kapan Sasuke jadi sering senyum begini?
"Sai, kenapa Sasuke bisa duduk sebangku sama Naruto? Padahal mereka pisah tempat duduk 'kan?" bisik Ino pada Sai yang duduk di depannya.
Sai mengedikkan bahu, "Entah, tahu-tahu Naruto pindah duduk dengan Sasuke setelah masuk kelas, tuh."
"Hu'um, aneh.." dukung Sakura.
Ketika Ino akan membuka mulutnya bertanya lagi, terhenti saat matanya melihat keempat Prince lainnya berjalan mendekat ke bangku Naruto dan Sasuke. Sai dan Sakura pun memandang mereka tanya.
Naruto dan Sasuke menghentikan obrolannya–walau Naruto yang banyak omong dan Sasuke yang balas 'Hn'— saat Neji, Gaara, Shikamaru, dan Kiba berdiri di hadapan mereka.
"Hey, boleh bergabung?" tanya Neji mewakili mereka.
"He? Kenapa harus bertanya?" tanya Naruto balik.
"Yah, itu karena..." Neji melirik Sasuke salah tingkah.
Sasuke yang dilirik menaikkan sebelah alisnya bingung. Lalu menoleh pada Naruto yang dibalas tersenyum.
"...Boleh, lain kali jangan bertanya lagi." kata Sasuke pada Neji.
"Hahaha...benar juga kenapa kau harus bertanya tadi, Neji? kayak kita ini orang lain aja. Kita 'kan teman sekelas. Iya, kan?" tawa Kiba mengolok memandang Sasuke.
Neji mendengus. Sasuke mengangguk singkat.
"Ah, tapi kita belum kenalan secara pribadi. Meski sudah jadi teman sekelas sejak sebulan lalu," ujar Gaara. "Kenalkan, aku Sabaku Gaara." lanjutnya menyodorkan tangan kanannya.
"Uchiha Sasuke," balas Sasuke menjabat tangan Gaara.
"Padahal tanpa kenalan, dia udah tahu nama kita. Uugh.." ucap Shikamaru yang langsung disikut perutnya oleh Kiba.
"Kau menyebalkan," mengkal Kiba, "Aku Inuzuka Kiba, lalu nanas ini Nara Shikamaru," lanjutnya mengenalkan diri seraya menunjuk Shikamaru di belakangnya dengan jempol.
"Aku Hyuuga Neji," Neji tersenyum ramah.
"Jangan kaget, Teme. Mereka semua pacaran," bisik Naruto ditelinga Sasuke yang membelalak seketika.
Neji, Gaara, Shikamaru, dan Kiba merona salah tingkah mendengar bisikan Naruto tadi.
"Kau mulut ember, Naruto," ejek Neji. Naruto nyengir tak bersalah.
"Maaf Sasuke. mungkin kau agak..."
"Tidak apa," ucap Sasuke memotong Gaara.
Sasuke memandang Naruto yang tersenyum padanya. "Aku juga sama, mungkin..." wajah Sasuke memerah tipis mengakuinya.
Mata keempat Prince membulat mendengar pengakuan barusan. Langsung saja mereka menatap Naruto tajam. Membuat si empunya kaget, salah tingkah.
"Sejak kapan Naruto?" tuntut Kiba.
"Ehehe...tadi," Naruto menggaruk kepala grogi.
"Kau tahu, kau sudah meracuni Sasuke...," ucap Gaara bersidekap.
"Haah?"
"Dengar Sasuke. Kau harus hati-hati pada Naruto," bisik Shikamaru berpindah di depan Sasuke. "Dia itu mesum,"
"O-oi, Shika!" Naruto panik.
"Benar. Harusnya aku beritahu kau dulu sebelum jadi begini, telat deh," desah Neji.
"Hey, bukan Sasu—"
"Iya sih, tadi setelah 'nembak' aku, dia mencium keningku bahkan memelukku," aku Sasuke, wajah merona tipis.
"APAA?!" teriak Gaara dan Kiba kaget.
"Apa yang kau lakukan padanya, Naruto?!" tuntut Kiba.
"Sasuke itu berbeda, tahu!" desak Gaara ikut-ikutan. "Kau pikir dia sama dengan kita?"
'Sama? Jangan-jangan..' Sasuke tercengang.
"Eeh, tapi dia menerimanya kok," elak Naruto panik.
"Tapi bukan langsung menyerangnya juga," kata Neji mendukung Gaara.
'Menyerang?' wajah Sasuke makin memerah malu.
"Menerima bukan berarti bisa langsung kau serang Naruto," Shikamaru menimpali.
"Kok kalian malah mendesakku, sih?! Aku melakukannya Sasuke terima saja," Naruto membela diri.
'Terima?' wajah Sasuke merah padam.
"Ooh, berarti kau berniat melakukan lebih dari itu, ya?" tebak Shikamaru menyeringai tipis. Membuat wajah Naruto memerah panik.
"Apa maksud—HAAH?!" Kiba menoleh pada Naruto nyalang. "Naruto,kau..."
"Kau harus jelaskan ini!"Gaara mendesis marah.
"HIIEEE! TOLONG AKU, SASUKEE!" teriak Naruto beranjak lari dari kejaran Gaara dan Kiba.
Para murid dalam kelas yang sama, memandang aneh sekaligus takjub dengan kelakuan Naruto, Gaara, dan Kiba yang saling kejar-kejaran mengelilingi ruangan kelas. Biasanya para Prince tidak pernah berlaku kekanakan begini, tapi kenapa sekarang bisa terjadi? Memang ada hubungannya dengan Sasuke yang bergabung dengan mereka? Mereka bahkan melihat Shikamaru dan Neji menghela nafas berat, dan Sasuke yang menunduk sambil merona tipis. Heeh, Sasuke merona?
Bel jam istirahat berakhir berbunyi, membuat Naruto terselamatkan dari kejaran maut Gaara dan Kiba. Para murid kembali ke bangku mereka masing-masing termasuk para Prince untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
"Haah, mati aku..." keluh Naruto membungkuk meletakkan dahinya di meja. Walau dia terbebas dari kejaran Gaara dan Kiba tadi, tapi tetap saja kedua kawannya itu akan menuntut kejelasannya saat pulang.
Sasuke tersenyum geli. Melihat tingkah Naruto yang tidak diketahuinya selama ini, membuatnya merasa ingin tambah dekat dengan si pemuda pirang.
"Kenapa kau tidak membantuku, Teme?" tanya Naruto menoleh tanpa mengubah posisinya
"Biar, agar kau tidak macam-macam padaku nanti, Dobe,"
Jawaban Sasuke membuat Naruto sebel. Ingin sekali dia membalasnya, tapi urung karena melihat Sasuke yang tersenyum geli. Shappire-nya menatap teduh pemuda raven di hadapannya seraya meraih tangan kanan Sasuke. Mengecup punggung tangan pucat itu lembut. Onyx Sasuke membola, tidak sanggup bereaksi.
"Nanti kuantar pulang, ok?" kata Naruto tersenyum mengakhiri kecupan tanpa memindahkan posisinya.
Sasuke terpana menatap Naruto sekarang. Dia merasa hangat dengan perlakuan Naruto barusan. Terdiam sebentar sebelum mengangguk menerima ajakan Naruto yang mampu memunculkan cengiran senang di wajah berkulit tan itu.
.
.
.
.
.
"Ada yang masih kurang?"
"Tidak, sudah semua,"
Sore setelah jam pulang sekolah, Naruto dan Sasuke berada di minimarket, berbelanja untuk bahan makan malam Sasuke. Setelah selesai, Naruto membantu Sasuke membawa kantong berisi bahan makanan yang lumayan banyak itu lalu memasukkannya di kursi penumpang bagian belakang mobilnya. Kalau saja dia tak mengajaknya pulang bersama, Sasuke pasti akan membawa barang sebanyak itu pulang berjalan kaki sendirian. Pasti berat, 'kan? Lagipula dia bisa sekalian kabur dari tuntutan Gaara dan Kiba.
"Kau selalu pulang sendiri begini?" tanya Naruto saat mereka sudah berada di dalam mobil.
Sasuke menggeleng, "Terkadang saja, aku selalu dijemput nii-san jika dia tidak sibuk,"
Naruto mengangguk, dia memang sering melihat Sasuke diantar jemput oleh pria muda dengan mobil hitam. Ternyata kakaknya, toh. Menyalakan mobil, Naruto melajukan mobil mewah berkecepatan sedang di jalan besar kota semi modern itu. Mengantar Sasuke pulang ke rumahnya.
"Kalau kau, kau sering pulang dengan mereka berempat?" tanya Sasuke pada Naruto di sampingnya.
"Hmm, karena kami tinggal serumah," jawab Naruto masih terfokus pada jalanan di depannya.
Sasuke terkejut kecil, "Serumah?"
"Kami berlima bersaudara, jadi kami tinggal serumah. Lain kali akan kuajak kau berkunjung ke rumah kami," jelas Naruto menoleh pada Sasuke.
"Kalian tidak mirip,"
"Tentu saja karena kami tidak punya hubungan darah. Kelima orang tua kami saling dekat dulu. Jadi, sudah seperti saudara,"
"Lalu, keluarga?"
"Hmm, keluarga kami sudah lama meninggal, kecuali kakakku, Kyuubi."
Sasuke paham, jadi itu sebabnya mereka tinggal serumah.
"Kalau kau Sasuke, bagaimana keluargamu?"
"...Orang tuaku sudah meninggal, jadi aku tinggal dengan nii-san sekarang."
Naruto mengangguk.
"Aah, dari sini belok ke kanan gang itu." kata Sasuke menunjuk jalan rumahnya.
Naruto mengikuti instruksi Sasuke. Dia menghentikan mobilnya ketika sampai di rumah mungil dengan mobil hitam yang terparkir di depannya. Naruto turun membawa sebagian belanjaan Sasuke bersama Sasuke di sampingnya.
"Tadaima," ucap Sasuke seraya membuka pintu masuk dalam rumah.
"Okaeri," sambut suara berat nan lembut. Itachi berjalan menghampiri mereka berdua. "Ooh, kau bawa teman Sasuke?" tanyanya melihat Naruto.
"Kenalkan, aku Uzumaki Naruto. Teman sekelas Sasuke," Naruto mengulurkan tangannya mengenalkan diri.
"Aku Uchiha Itachi, kakak Sasuke," balas Itachi menjabat tangan Naruto. "Masuklah, anggaplah rumah sendiri,"
"Aa, aku langsung pulang saja," tolak Naruto halus.
"Jangan begitu, sekalian ikut makan malam dengan kami. Jarang Sasuke membawa temannya ke rumah," Itachi membujuk.
Naruto melirik Sasuke yang dibalas mengangguk, "Baiklah, maaf mengganggu,"
"Tidak apa. Tunggulah di kamar dengan Sasuke. jika makan malam sudah siap, aku akan memanggil kalian," ujar Itachi seraya membawa kantong belanjaan menuju dapur.
Naruto dan Sasuke mengangguk, lalu berjalan menuju kamar Sasuke yang tidak jauh dari sana. Sesampainya di kamar Sasuke, Naruto memandang sekeliling. Kamar bercat putih itu tidak luas dan tidak sempit. Tapi nyaman dengan tambahan perabotan dan tempat belajar di samping ranjang. Lemari di sisi kamar berisi buku yang tertata rapi berjajar dengan lemari pakaian. Di sisi lain ada pintu yang menghubungkan ke kamar mandi dalam kamar. Ketika berjalan mendekat ke jendela, tampak pemandangan tanah hijau lapang diselingi ilalang dan pepohonan.
"Rumahmu nyaman, Teme." puji Naruto.
"Hn," jawab Sasuke seraya melepas jas gakurannya hingga hanya memakai kemeja dalaman putih.
"Sepertinya menyenangkan jika aku dan kau bisa tinggal berdua begini," kata Naruto menyengir.
"Masih terlalu cepat, Dobe," Sasuke merona langsung menginjak sebelah kaki Naruto. Membuat empunya meringis.
"Ehehe, nggak ada salahnya 'kan?" Naruto menarik pergelangan tangan Sasuke, membawa tubuhnya menempel padanya. Dia melingkarkan tangan kanannya ke pinggang Sasuke sambil bersandar di bingkai jendela kamar. "Aku memang ingin." lanjutnya tersenyum menggoda.
"Kau pikir semudah itu apa?" Sasuke mengelak malu. "Kau bahkan belum tahu perasaanmu sendiri padaku,"
Naruto terdiam, sebelum mengeratkan pelukannya. Memandang dalam Onyx Sasuke yang mampu melelehkan hatinya. Onyx malam yang sangat disukainya. Naruto mengerti. Dia harus menjelaskan perasaannya agar diterima Sasuke seutuhnya. Jika tidak, Sasuke akan pergi tanpa melepas jeratan di hatinya.
Sasuke menatap Shappire pemuda yang menempel padanya, berusaha mengartikan tatapan mata itu. Dia bisa melihat kilat teduh dan lembut memetanya di sana. Membuat wajahnya tanpa sadar memerah tipis.
"Aku sangat menginginkan keberadaanmu di sisiku, Sasuke. Aku belum bisa mengatakan ini cinta, tapi aku tidak ingin jika kau pergi dariku." Naruto menatap lurus Sasuke. "Kau membuatku nyaman dan hangat. Kau membuatku membutuhkanmu," tambahnya menyentuhkan dahinya di dahi Sasuke.
Nafas hangat Naruto mengenai wajah Sasuke. Membuat wajahnya makin memerah. Mereka bisa merasakan debaran Jantung yang cepat masing-masing. Karena posisi tubuh mereka yang saling menempel.
"Aku menyukaimu..."
Sasuke memejamkan mata saat Naruto mulai menempelkan bibir mereka. Menciumnya lembut. Dia membuka mulutnya saat benda kenyal hangat yang merupakan lidah Naruto menyapu bibirnya. Meminta ijin masuk. Membiarkan Naruto menikmati bibirnya, menjelajah isi mulutnya. Sebelah tangan Naruto meraih tengkuk leher Sasuke dan menariknya. Memperdalam ciuman mereka. Membuat Sasuke mengerang membalasnya seraya melingkarkan kedua lengannya di leher Naruto. Mengeratkan pelukannya.
Setelah beberapa menit, Naruto melepas ciuman dalam itu. Membiarkan Sasuke bernafas sejenak sebelum menguncinya kembali dalam ciuman singkat. Hanya menempelkan belah bibirnya ke bibir Sasuke, menyalurkan perasaannnya. Naruto menyandarkan keningnya di dahi Sasuke yang masih sama-sama memejamkan mata terenggah.
"Apa jawabanmu...Sasuke?" tanya Naruto membuka mata, menatap Sasuke.
Sasuke membuka mata berlahan. Langsung beradu pandang dengan mata Naruto. Mata Onyxnya berkabut tipis akibat kegiatan mereka tadi. Sasuke membisu sejenak menormalkan nafasnya.
"...Hn, aku menyukaimu," jawab Sasuke mencium Naruto singkat.
Naruto tersenyum lebar. Dia memeluk Sasuke erat. Menenggelamkan wajahnya di leher Sasuke, menciumnya. Menyesap aroma mint dari tubuh Sasuke. Sasuke memejamkan mata kembali. Menikmati kehangatan dan aroma citrus dari tubuh Naruto yang mengalir padanya seraya membalas pelukannya.
'Naruto...maaf... tetaplah bersamaku hingga aku sanggup menceritakan kondisiku padamu.' pinta Sasuke dalam hati.
'Biarkan aku menjagamu Sasuke... sampai aku sanggup menceritakan semuanya padamu,' batin Naruto bersamaan.
.
.
.
.
.
++++++++++Tsuzuku++++++++++
.
.
.
.
Ehehehe ini fic terinspirasi dari twiligt, tap beda dikit...^^
Gomen jika fic ini ada salah n kekurangan, maklum fic pertama dariku =.=a
Yak, mohon kritik n reviewnya... biar aku tahu di mana letak kesalahanq...
Arigato mina o.^*
REVIEW!
.