"Kau ini kenapa selalu nyuekin aku sih?"

Hanji itu selalu mengekori Levi di setiap waktu luangnya. Hei, Levi sendiri tidak mengerti juga kenapa. Bukankah sebagai ilmuwan ia harusnya sangat sibuk? Atau setidaknya jika dia punya waktu luang bukannya harus dia menghabiskan waktunya dengan Erwin? Tapi anehnya, Hanji selalu mempunyai cara dan waktu untuk mengganggu waktu tenangnya.

"Oh ayolah, Levi. Jangan kaku seperti itu. Kita ini teman 'kan?"

"Menikah dengan Erwin tidak membuatmu menjadi temanku, Hanji."

"Kalau begitu apa dong? Anak?" Hanji langsung terkena bogem semangka dari Levi, "Hahahahaduuh! Sakit tahu! Ya habis apa lagi dong? Kau dan Erwin seperti ayah dan anak sih, lalu aku ibunya! Cocok 'kan?"

"Aku tidak sudi punya ibu seperti kamu."

"Ouch! Hati ini sakit!" seru Hanji sambil memegangi dadanya yang pura-puranya kesakitan, "Kamu ngomong begitu padahal aku tahu waktu aku dinas dua minggu dulu kamu nyariin aku 'kan!"

"Si-siapa bilang?"

"Erwinlah~"

"Nggak! Aku cuma heran kenapa rumah begitu sepi, bukan nyariin kamu!"

"Aih kamu gak usah malu-malu gitu dong~" Hanji terkekeh dan menoel-noel pundak Levi.

"Aku tidak malu. Frameless tidak merasa malu."

"Aku yakin kalau aku tidak ada nanti pasti kamu akan kangeeeenn banget sama aku!"

"Tidak."

"Oh iya! Aku yakin itu! Mau taruhan?" ajak Hanji jahil.

Setelah itu semua berjalan dengan normal. Baik Hanji maupun Levi sama-sama sudah lupa mengenai percakapan tersebut. Namun Hanji tetap senang mengganggu Levi, dan Levi tetap merasa risih dengannya, sementara Erwin hanya akan tertawa melihat tingkah dua orang kesayangannya.

Levi selalu berpikir kalau saat-saat ini akan berlangsung selamanya.

"Han ...ji?"

Ia lupa kalau Hanji adalah manusia mortal yang akan terbunuh jika terbunuh.

"Inilah pembalasan bagi mereka yang menentang kodrat ..."

"HANJI!"

"... Tidak sepantasnya kami bergaul dengan makhluk seperti kalian."

"Sial! Hanji! Buka matamu! Erwin sebentar lagi akan kesini! Hanji!"

Waktu itu, pertama kalinya Levi bisa mengeluarkan emosinya secara blak-blakan. Perasaan amarah, sedih, kecewa, rindu, kehilangan, dendam—semua mendominasi menjadi satu.

Setelah itu, Levi menjadi gelap mata. Hatinya begitu penuh dengan perasaan dendam—perasaan negatif yang seharusnya tidak dirasakan semua.

"Kita berdua tahu siapa yang melakukan ini, Erwin! Para anti-frameless sialan itu! Sudah cukup mereka memburu kaum kita! Ayo kita balas! Itu satu-satunya hal logis yang harus kita lakukan!"

"Tidak, Levi," tolak Erwin, "Yang kau bicarakan bukan berdasarkan pemikiran matang. Itu hanyalah kehendak emosi butamu saja."

"Lantas kau hanya akan diam saja?! Mereka membunuh Hanji!"

"Bukan begitu, Levi. Hanya saja coba pikir—"

"Kau selalu menyarankan hal yang bertolak belakang!" semprot Levi. "Dulu kau bilang kita harus mengedepankan logika! Lalu perasaan! Sekarang logika! Jadi aku harus bagaimana?"

"Levi!"

"Kalau kau tidak mau membalas kematian Hanji," aliran mana di sekitar Levi semakin menguar-nguar, "Biar aku yang membalas."

Kemudian sulur-sulur hijau menyelimuti tubuh Levi dengan cepat dan melakukan sihir teleportasi dengan kecepatan tinggi. Levi tidak peduli lagi meski Erwin berteriak-teriak melarangnya. Ia tidak peduli lagi dengan keputusan Erwin. Jika ia menolak, maka Levi sendiri yang akan balas dendam.

Pada kelompok anti-frameless—yang dipimpin oleh nyonya besar keluarga Jaeger.


[Interferensi]

Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime

Vandaria Saga © Ami Raditya

Judul chapter © William Shakespeare

Warning: BL. AU & AT. OOC. Frameless!Levi, jadi jangan kaget kalau Levi rambutnya putih kayak ubanan hahaha #dor. Typo. Levi/Eren. Setting diambil pada masa manusia berkuasa.

Dibuat untuk celeng #SacchiMainYuk

Tidak ada keuntungan apapun yang diambil selain kepuasan pribadi.


[iii. What is past is prologue]

Nyonya Carla Jaeger adalah orang yang baik sekali.

Sifatnya amat keibuan dan penuh kasih sayang. Carla juga adalah orang yang disiplin, tapi masih punya rasa toleransi. Selain itu, ia juga suka membantu sesama dan masakannya juga enak, sehingga ia amat disegani oleh orang-orang—terutama yang bekerja di rumahnya.

Hari itu hari Sabtu yang cerah. Seperti biasa, Carla bisa ditemukan sedang menjahit di rumahnya. Waktu itu mendekati musim dingin—jadi Carla berpikir untuk membuatkan suami dan anaknya masing-masing satu syal rajutan hasil karya tangannya.

"Permisi, Nyonya!" pintu geser kamar Carla dibuka tiba-tiba oleh seorang pria berotot dengan rambut pirang yang memakai kaus dalam dan celana training dan ikat kepala bertuliskan 'Colossal Titan FTW! *tanda hati*', "Maafkan penampilan saya, tetapi apakah anda melihat Tuan Muda Eren dan yang lainnya?"

"Ah, Reiner-kun," Carla memanggil nama wakilnya dengan suara lembut, "Hari ini jadwal latihan ya? Aku benar-benar lupa."

"Ah, tidak apa-apa, Nyonya Besar! Anda sedang sakit! Kami bisa memaklumi!" Reiner jadi tidak enak sendiri. Carla Jaeger mungkin memang ketua kelompok anti frameless mereka, tapi karena kondisi badannya yang tidak sehat sejak beberapa waktu lalu komando terpaksa diambil oleh Reiner, wakilnya yang meski masih muda namun berbakat. Meski begitu, terkadang Carla juga masih memberikan instruksi-instruksi di belakang layar.

"Ufufu, maafkan aku dan badan penyakitan ini, Reiner-kun. Oh, dan mereka tidak ke sini sama sekali."

"Begitukah? Hmm, mungkin Ymir sudah menemukan mereka. Berani-beraninya mereka semua bolos latihan! Kalau begitu, saya permisi dulu." Reiner pun membungkuk, lalu mempersilakan dirinya dan menutup pintu geser ruangan Carla.

Tak lama setelah kepergian Reiner, terdengar grasak-grusuk dari arah lemari Carla. Namun Carla tidak kaget sama sekali, apalagi setelah melihat tiga bocah keluar dari sana dengan mulut yang nyengir lebar seperti kuda.

"Terima kasih, Bu!" seru yang berambut cokelat—buah hatinya tercinta, Eren Jaeger.

"Terima kasih karena telah menyembunyikan kami, Nyonya Carla!" dua lainnya membungkukkan badan. Yang satu berambut plontos seperti lampu, yang satu berambut agak cepak berwarna cokelat pasir. Merekalah Connie Springer dan Jean Kirschtein.

"Sama-sama," Carla mengusap kepala ketiganya, "Tapi ini terakhir kalinya aku mentolerir kalian, oke?"

"Yah, Ibu! Jangan gitu dong!" mulut Eren mengerucut, "Latihan sama Kak Reiner itu gak enak banget! Apalagi sama Kak Ymir! Sadisnya tidak bisa dideskripsikan!" seru Eren lebay.

"Armin sih enak selalu latihan menggunakan rune sama Kak Christa." Celetuk Connie, "Ah, aku juga mau dilatih sama Kak Christa ..."

"Lagipula kenapa kita mesti latihan?" tanya Jean, "Frameless memangnya masih ada ya?" Di antara semua anggota grup anti-frameless yang dipimpin Carla, mungkin hanya Jean satu-satunya yang tidak percaya dengan keberadaan frameless. Aneh memang, tapi satu-satunya motivasi Jean ikut kelompok ini hanyalah untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal gratis—tambahan mengekarkan diri supaya terlihat kece di mata para wanita.

"Masih ada ataupun tidak, kalian tetap harus latihan untuk jaga-jaga." Nasihat Carla. Namun tampaknya ketiganya tidak setuju sama sekali dengan pernyataan Carla.

"Nah, sekarang kita 'kan nganggur. Enaknya ngapain ya?" kata Eren.

"Hmmm..." semuanya memasang pose (sok) berpikir. Setelah sekian lama, akhirnya Jean mendapatkan sebuah ide cemerlang! "Kita kerjain Kak Reiner yuk?"

"Hah?"

"Iya! Kita balas dendam pada Kak Reiner yang membuat kita babak belur di latihan sebelumnya!" Seru Jean menggebu-gebu, "Kudengar, Kak Reiner selalu memakai celana dalam bermotif wajah Kak Bertholdt."

"DEMI APAAA?"

"IYA! Makanya, untuk mengecek hal itu, kita harus bekerja sama! Pertama-tama, kita mengendap-ngendap di belakang Kak Reiner. Lalu seseorang harus menjadi pengalih. Ketika Kak Reiner lengah, kita pelorotin deh celananya! Cerdas 'kan!"

"Wahahahaha! Rencana jenius! Kau hebat, Jean!"

Carla hanya bisa tersenyum melihat mereka. Dasar malaikat-malaikat berhati iblis.

"Kalau begitu, ayo kita—"

"KALIAN PIKIR AKU TIDAK TAHU!" pintu kamar Carla didobrak, menampilkan muka Reiner yang sudah merah padam entah karena malu atau marah. Jean, Connie, dan Eren bergidik ngeri, sementara Carla tetap memasang senyum menawannya. Hasil didikan siapa dulu.

"Kak Reiner tidak sopan mendobrak kamar Nyonya Carla seperti itu!" semprot Connie.

"Kamu lebih tidak sopan bersembunyi di sini!" balas Reiner tak mau kalah. "Ayo kembali latihan! Terutama kamu, Eren! Ymir dari tadi sudah marah-marah nyariin kamu!"

"Tidaaaakkk! Aku tidak mau latihan privat sama Kak Ymir!" Eren berteriak sejadi-jadinya.

"Siapa peduli! Ayo latihan! Kami permisi dulu, ketua!" seru Reiner sambil menggotong ketiga anak itu sekaligus. Dasar pria perkasa yang sayangnya jomblo ...

"Mereka kenapa?" tanya Annie, wanita berambut pirang yang merupakan salah satu anggotanya yang paling hebat yang baru datang sambil membawa sejumlah laporan.

"Hmm? Biasa Eren dan yang lain ingin bolos latihan." Seru Carla sambil kembali melanjutkan acara menjahitnya, "Itu laporan mengenai target yang kemarin, Annie-kun?"

"Ya. Semua data mengenai kode"HZ" ada di sini semua." Seru Annie sambil meletakkan laporannya, "Tidak usah khawatir, Nyonya Besar. Aku sudah membereskan semuanya."

"Aku percaya dengan kemampuanmu, Annie-kun." Ucap Carla, "Lagipula aku yang melatihmu, Reiner-kun, Bertholdt-kun, dan Ymir-chan langsung. Gagal bukanlah opsi yang ada dalam daftar pilihan kalian."

"Ya." Annie hanya menjawab ala kadarnya.

"Kalau kau luang, kau mungkin bisa membantu Bertholdt-kun. Aku memberinya tugas untuk diselesaikan dalam dua hari, tapi ini sudah genap seminggu dan ia belum kembali."

"Aku lebih memilih untuk tidak mengganggunya, Nyonya. Bertholdt tidak suka jika pekerjaannya diganggu."

"Benar juga ya," Carla diam sebentar, "Kalau begitu kau kembali menjadi sekretaris suamiku saja. Dia rewel sekali jika tidak ada yang membantunya. Tadinya aku ingin mengirim Christa, tapi kupikir kau lebih bisa diandalkan untuk menjaga suamiku. Tolong awasi dia baik-baik."

"Baik." Kemudian Annie mempersilakan dirinya dan pergi, dan Carla kembali melanjutkan kegiatan merajutnya dalam diam.

.

Selesai merajut syal buah hatinya, Carla memutuskan untuk berhenti sejenak. Diraihnya laporan-laporan pemberian Annie yang sudah terbengkalai selama tiga jam. Dibaliknya halaman demi halaman. Carla tersenyum puas. Laporan Annie lengkap dari pendahuluan hingga kesimpulan. Annie memang bisa diandalkan.

"Sampai kapan kau akan diam seperti itu?"

Meski lama cuti, bukan berarti insting Carla menumpul. Ia sudah menyadari jika ada pihak ketiga yang menginvasi ruang pribadinya dan mengawasinya saat sedang berbicara dengan Eren dan yang lainnya. Namun ia diam saja, bisa runyam jika sampai ketahuan salah satu anak buahnya.

"Kau cukup peka untuk ukuran manusia," ujar sang orang asing. Dinilai dari suaranya, dia pastilah laki-laki. Dinilai dari auranya? Carla bahkan tidak yakin jika dia manusia ... atau memang bukan?

"Ada urusan apa anda kemari?" Carla menoleh ke belakang dan menyambut tamunya, "Tuan Frameless?"

"Aku ingin meminta pertanggung jawabanmu, manusia." Seketika suasana ruangan itu menjadi dingin. Sulur-sulur tanaman mulai merambah dari sudut ruangan, menari-nari seakan ingin melahapnya hingga habis. Carla merasa was-was, firasatnya tidak enak.

Dengan cekatan, ia langsung mengambil dua gunting yang tersembunyi di kotak alat menjahitnya. Sang pria asing lalu menjulurkan tangannya—mengkomando sulur-sulur tanamannya untuk menyerang Carla. Dengan sigap Carla berguling ke kanan, dan memotong sulur yang dekat dengannya. Carla lalu berlari ke pintu kamarnya dan menggesernya—namun sial, sang frameless hanya tertawa melihat usahanya.

"Sungguh tidak bertanggung jawab, manusia," sang frameless memicingkan matanya yang beriris hitam-putih, "Lari dari tanggung jawab adalah perbuatan hina."

"Heh, alat macam apa yang bisa mengunci pintu geser?" Carla mendecak. Situasinya benar-benar mendesak. Dalam keadaan seperti ini, jangankan memanggil bantuan para wakilnya—suaranya kedengaran sampai luar saja ia tidak yakin. Secara ia berhadapan dengan makhluk bisa sihir!

"Ada masalah apa kau denganku?" Carla mencoba mengobrol dengan lawan bicaranya, "Apa ini tentang pembunuhan frameless? Sekadar informasi, grup kami yang sekarang tidaklah membunuhi frameless seperti dulu, tapi kami menjadi penjaga agar tidak terjadi keselewengan di antara kedua pihak!"

"Itu dia masalahnya!" aliran mana di sekitar sang frameless semakin deras. Tiba-tiba, beberapa bunga raflesia raksasa muncul dan menampilkan gigi-gigi taringnya dan mengaum. Cih, musuh yang merepotkan. "Apa untuk 'menjaga agar tidak terjadi keselewengan' berarti kau bisa membunuh manusia yang bergaul dengan kami seenaknya?!"

"Hoo, kupikir frameless tidak menyukai manu—"

"Apa karena itu kau membunuh Hanji?!"

"Hanji?" alis Carla naik sebelah. Ho, sepertinya ia tahu kemana pembicaraan ini mengarah, "Hanji Zoe? Kalau begitu kau pasti teman Flavianusnya, Levi, mengingat kau bisa mengendalikan tanaman."

"Jawab pertanyaanku!" para singa-berkepala-raflesia itu berlari ke arah Carla. Seketika Carla langsung menghindar dan menusuk satu-persatu hewan-tanaman itu sebagai pembelaan diri. Hei, ia tidak ingin berakhir menjadi pupuk bunga yang terancam punah.

"Biar kuberitahu sesuatu, Levi-kun," seru Carla yang masih asyik melawan singa-raflesianya, "Hanji Zoe itu dulu mantan anggota kelompok anti-frameless."

A-Apa?

"Awalnya kusuruh dia untuk membunuh si Irvana—ah siapa namanya? Oh—Erwin. Sekedar untuk jaga-jaga karena kemampuan marga Irvana untuk telekinesis sangatlah menakutkan. Tapi di tengah misinya ia malah jatuh cinta pada Erwin, dan akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengannya dan keluar dari kelompok kami."

"Sebagai ketua tentu aku tidak bisa tinggal diam. Bagaimana pun juga sebagai mantan anggota Hanji tetap mengetahui seluk-beluk organisasi ini. Akan menjadi sangat berbahaya jika ia dibiarkan hidup. Maka dari itu—"

"—kau membunuhnya?" potong Levi.

"Ya," ujar Carla tegas. Tidak ada nada menyesal dalam jawabannya, sehingga membuat Levi semakin marah. "Sebagai seorang frameless, bukankah kau pikir itu tindakan yang masuk akal?"

"Jangan berani bicara soal logika!" Levi kembali menyerang dengan membabi buta. Awalnya Carla masih bisa mengimbangi kecepatan serangan Levi—berterima kasihlah pada pengalamannya menggeluti pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Sebuah singa-raflesia menyerangnya dari arah kiri—namun untung Carla masih bisa mengantisipasi. Levi menjadi geram. Ditingkatkannya lagi aliran mana miliknya sehingga tercipta lagi dua singa-raflesia. Dua makhluk itu mengaum dengan keras, kemudian baru menyerang Carla dari dua arah. Carla sempat kelabakan, namun ia tak kehilangan akal. Diraihnya syal untuk Eren dan suaminya dan ia ikat hingga keduanya membentuk simpul. Ketika dua singa-raflesia itu menyerang kembali, Carla langsung melompat ke belakang predator-predator itu dan melilit kaki mereka menggunakan syal itu. Dalam sekejap, dua singa-raflesia itu langsung tak berkutik sebelum akhirnya menguap karena kehabisan mana.

Serangan Carla tidak berhenti begitu saja. Ia tahu meski frameless bisa memakai mana sesuka hati, namun ada rentang waktu yang mereka butuhkan untuk mengeluarkan mana. Levi pun juga sama. Berdasarkan analisis Carla, Levi butuh sekitar lima detik untuk bisa menggunakan mana lagi.

"Lamban!"

Carla langsung bergegas ke arah Levi dan mengayunkan kedua guntingnya. Sialnya, karena tidak siap, Levi tidak bisa bertahan. Terpaksa ia mengandalkan instingnya—dan memilih untuk membiarkan pahanya tergores dalam dan terekspos.

"Hanya segitu kemampuanmu, Levi-kun? Kupikir mantan agen Majelis Tunggal harusnya lebih baik dari ini."

"Heh, tidak adakah yang mengajarimu untuk tidak lengah saat pertarungan?"

"Ti-" Carla lengah, ia tidak mengira serangan dari belakang—sehingga sulur-sulur tanaman Levi berhasil menjeratnya hingga ia kesulitan bergerak.

"Seharusnya Erwin dan Hanji hidup bahagia," Levi mengepalkan tangannya, membuat jeratan sulur semakin kencang, "Seharusnya mereka hidup bahagia sebagai sebuah keluarga kecil, dengan seorang anak perempuan yang lucu, di tengah padang bunga matahari. Seharusnya mereka hidup bahagia, bercengkrama di depan tungku perapian dan meminum cokelat di malam hari bersalju sambil bernostalgia."

Lilitan sulur-sulur itu semakin kuat dan membuat Carla sesak napas. Ia berusaha keras untuk memberontak. Namun naas, kedua guntingnya jatuh karena ia tidak punya tenaga untuk menggenggam.

"Kau ingin balas dendam?" cemooh Carla yang lalu meludah. Ayo ... ia harus bertahan. "Kalau begitu, balaskanlah. Heh, aku bukanlah seorang pengecut yang tidak tahu konsekuensi pekerjaanku. Cepat atau lambat, akhirnya aku akan mati juga."

"Memang itu yang aku mau." Kata Levi. Levi kemudian berjalan dan meraih salah gunting Carla. Diperhatikannya gunting itu baik-baik. Gunting itu bagus, berwarna merah dan diberi ukiran bunga-bunga mawar yang cukup mendetail. Levi kemudian mencoba menggoreskan jarinya ke mata pisau gunting ... auch! Jari Levi mengeluarkan darah, namun segera menutup karena dialiri mana. Gunting ini tajam sekali, pasti kualitasnya bagus.

"Kalau kau membunuhku, kau tidak akan bisa masuk Eden," gertak Carla.

"Aku tidak peduli," Diangkatnya gunting itu tinggi-tinggi, "Asal kau mati ..."

"Heh,"

Kemudian gunting itu diayunkan dengan kencang, berulang-ulang.

.

"EREEEENNNNN!" Suara macho Ymir mengumandang di udara. Dari raut wajahnya yang merengut, sudah dipastikan kalau mood-nya sedang jelek, "EREEENNN! DIMANA KAU BERADA DASAR BOCAH!"

"Sudah dong, Ymir," suara lembut khas wanita berusaha menangkannya, "Kalau kau seperti itu tak heran 'kan kalau Eren takut padamu?"

"Diam, Christa!" sahut Ymir, "Kau tidak tahu rasanya punya murid merepotkan seperti Eren! Huh, kalau saja bukan perintah Nyonya Carla... mana sudi aku melatihnya!"

"Kau tidak boleh berbicara seperti itu, Ymir."

"Kau sih enak punya murid anak baik seperti Armin! Coba sekali-kali kau mengajari Eren!"

"Tapi aku 'kan tidak pandai bertarung ..." keluh Christa. Sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba ia merasa familiar dengan anak di depannya, "Eh, itu Eren 'kan? Di depan kamar Nyonya Carla?"

"Kau benar!" Ymir langsung menghampiri Eren dengan kecepatan cahaya, "Hoi bocah! Jangan bilang kau mau kabur—"

"Ibu ..." gumam Eren lirih. "I-Ibu ..."

"Eren? Kau kena—"

Ymir tak menyelesaikan pertanyaannya; lebih tepatnya tidak perlu. Ia begitu terkejut dengan pemandangan dihadapannya. Kamar Nyonya Besarnya hancur lebur seperti habis dipakai sebagai arena pertarungan. Darah terciprat dimana-mana. Di sudut ruangan, terlihat sebuah tubuh wanita dewasa tergeletak dengan banyak bekas luka tusukan di sana. Mata Ymir membulat. I-ini ... mustahil 'kan?

"Ya Tuhan!" Christa langsung berteriak dengan horor. Dipeluknya Eren agar si kecil tidak melihat pemandangan tidak mengenakkan mata ini. "A-apa ..."

"NYONYA CARLA!" Ymir langsung menghampiri mayat itu tanpa ragu-ragu, "NYONYA CARLA! KETUA! KETUA! BANGUN! GURU, BANGUN!" Diguncang-guncangkannya tubuh Carla berkali-kali, namun tidak ada reaksi.

"Christa, panggil Reiner dan Annie! Panggil Bertholdt juga agar segera pulang dan membatalkan misi."

"Ta-tapi—"

"Cepat! Dan bawa Tuan Muda Eren pergi dari sini!" perintah Ymir. Itu adalah pertama kalinya Ymir memanggil Eren dengan sebutan "Tuan Muda".

"Ketua," Ymir kembali mengguncangkan tubuh Carla, namun tubuh dingin itu tetap tidak bereaksi. Ymir kemudian terisak. Ditahannya mati-matian agar air matanya tidak terjatuh.

"SIALAN!" Ymir mengumpat. Tangannya menggenggam tangan Carla dengan keras, "BRENGSEK! AKU AKAN BALAS DENDAM PADA SIAPAPUN YANG MELAKUKAN INI! SIALAAANN!"

Ah, lingkaran setan telah berlanjut.

.

Levi melangkah tanpa arah.

Sudah lima hari sejak ia membalaskan dendamnya, namun hatinya tetap merasa kosong. Rasa sedih akibat perginya Hanji tidak serta-merta hilang, malah hatinya semakin pedih dan menjadi-jadi. Levi sadar, balas dendam tidak,akan membuat dirinya puas.

Siapa yang berpikir tanpa logika sekarang?

Ia telah menjadi pendosa sekarang. Ia adalah pembunuh, hina, dan tidak akan diterima lagi di Eden. Ia tidak punya tempat pulang lagi sekarang. Ia tidak ingin kembali pada Erwin dalam keadaan seperti ini—Erwin pasti kecewa dengannya.

Kaki Levi membawanya berputar-putar tanpa arah hingga ambruk. Levi tidak repot-repot untuk bangun, untuk sementara ia ingin seperti ini dulu. Berbaring sejenak dan merenungi dosa-dosanya.

"Kek? Eh, Paman?"

Levi mengacuhkan suara itu. Ia tidak peduli lagi. Ia ingin sendiri.

"Maaf jika aku salah—soalnya rambut Paman putih sih. Hei, apa Paman sakit? Kubantu berdiri ya."

"Pergi, manusia ..." sergah Levi. Namun anak yang tadi menyapanya sepertinya tidak mempedulikan perintah Levi.

"Sudah kubilang untuk pergi ..." kata Levi lagi. Namun anak itu tidak mengindahkan perkataannya. Anak itu malah membantunya berdiri—meski berkali-kali jatuh karena ukuran badannya yang kecil. Levi tidak habis pikir, kenapa anak ini ingin menolongnya?"

"Paman tidak punya rumah?" tanya anak itu gamblang, tapi Levi sama sekali tidak tersinggung—karena itu memang keadaannya yang sebenarnya.

"Aku juga tidak punya rumah."

"Kau tidak punya orang tua?" tanya Levi. Tapi si anak itu malah menggelengkan kepalanya.

"Aku punya orang tua—tapi ibuku baru meninggal lima hari yang lalu."

"Maaf,"

"Tidak apa-apa," Eren melukis abstrak di atas tanah, "Rasanya aneh. Padahal paginya aku baru bercanda dengan Ibu, lalu tiba-tiba ia sudah tidak ada. Kak Ymir bilang rumah kami sepertinya kemasukkan penyusup. Aku tidak begitu mengerti jadi aku tidak bisa bilang banyak."

"Oh begitu." Hanya itu yang Levi katakan. Ia tidak ada niat untuk mendengarkan—tapi rasanya tak sopan juga jika mendiamkan si kecil begitu saja.

"Suasana rumah jadi tidak enak. Kak Ymir menjadi lebih sadis dari biasanya. Kak Reiner juga jadi dingin. Kak Christa tetap lembut tapi matanya sering kali kosong. Ayah jadi semena-mena menggunakan kekuasaan Ibu karena Ibu sudah tiada. Aku takut untuk pulang ke rumah."

"Tapi kau harus pulang," kata Levi, "Setidaknya kau masih punya rumah."

"Kenapa Paman tidak ingin pulang?" sang anak kembali bertanya.

"Aku tak bisa pulang," aku Levi. "Aku telah melakukan kesalahan."

"Kesalahan apa, Paman?" tanya si anak lagi. Namun Levi tak kuasa untuk menjawab. Ia hanya berkata, "Aku melakukan dosa berat yang tak termaafkan."

"Paman jangan sedih," hibur sang anak sambil melingkar kepada tangan Levi. Biasanya Levi menolak sentuhan langsung seperti ini—namun kali ini saja, biarkan ia menikmata sensasi menggelitik yang si anak berikan.

"Kau harus pulang," seru Levi.

"Tapi aku masih ingin menemani Paman. Memangnya Paman tidak kesepian? Aku sih kesepian."

"Pulang. Aku tidak apa-apa."

"Tapi," Levi memberikan tatapan 'sudah-sana-pulang' pada si anak. Akhirnya sang anak pun bangkit dengan raut kecewa. "Baiklah. Aku pulang ya, Paman."

"Ya."

Si anak pun melangkah dengan gontai. Berbagai cerocosan meluncur dari bibir mungilnya. Sesekali kakinya menendang kerikil yang terlihat di depan mata. Setelah agak jauh, sang anak pun berlari kembali kepadanya sambil berteriak-teriak, "Paman! Aku belum tahu nama Paman!"

Levi hanya mendengus, "Aku tak punya nama." Katanya bohong. Ia merasa malu dengan namanya—entah kenapa.

"Kalau begitu aku saja yang beritahu namaku!"

Sang anak pun berjinjit lalu melambaikan tangannya. Ia tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putih yang masih putih seperti mutiara. Angin semilir tiba-tiba berhembus, membuat rambut kecoklatannya berkibar-kibar. Mata Levi seketika membulat. Anak itu—warna rambut itu—wajah itu—warna mata kehijauan itu ...

"Aku Eren Jaeger, Paman! Ingat namaku ya!"

Demi Vanadis, Levi menyebut. Suaranya teriris pilu. Anak itu baru saja curhat dengan pembunuh ibunya!

Demi Vanadis, Levi menyebut. Suaranya teriris pilu. Ia tahu ini salah—tapi mengapa ada perasaan yang begitu menyesakkan di dada? Mengapa ada perasaan lega seakan-akan rindunya baru saja dilenyapkan?

"Aku tidak sebodoh itu untuk jatuh cinta."

"Kita lihat saja nanti."

Demi Vanadis, Levi menyebut. Suaranya teriris pilu. Ia tahu ia makhluk berdosa—tapi apakah salah, jika ia jatuh cinta, pada manusia, makhluk yang fana, tapi berparas seperti malaikat?

TBC

[Chapter 3: Turn back the pendulum, ends.]


Glosarium (ah gue selalu lupa mau nyantumin ini orz yasudlah):

Mana : Aliran sihir, tenaga sihir, energi sihir (ya sebutlah sinonim sinonim yang mengartikan sesuatu yang dibutuhkan penyihir untuk menyihir, tapi bukan alat.)

Eden: Surga.

Reigner: Neraka

Vanadis: Entitas yang mereka sembah. (Mungkin di kita lebih ke semacam malaikat ya...)

Deimos: Ya semacam "setan" di kita

Nb gak penting: 4 wakil Carla itu Titan-Shifter hohoho... kecuali Christa oke karena dia emang bukan wakil cuma em... mau nyempilin aja :p dan Eren karena Eren masih kecil ugugugu.


A/N: THE LONGEST CHAPTER EVEEERRR! Gempor setengah mati ngetiknya. Sampe 4k words ya ampyun hahaha. Dan apa itu modus abis Levi kegoresnya di paha? DAN BADASS!CARLA OHOHOHO AKHRINYA KESAMPEAAAn #ngik

Ah sudahlah. Segala komentar ditunggu! Kalo gak harkos nanti apdet 2 chapter... tapi liat sikon dulu. A bientot! Selamat malam! SELAMAT BAGI YANG UTS-NYA SUDAH BERAKHIR! /tebar matriks/