Tittle : Because of Wrong Number

.

Author : FleursLove

.

Main Cast : Wu Yi Fan as Kris

Huang Zi Tao as Tao

.

Support Cast : Xi Luhan, Oh Sehun, Byun Baekhyun, Park Chanyeol

.

Pairings : KrisTao slight HunHan for this chapter

.

Length : Chapter 1

.

Genre : Molla~ Tentukan sendiiri..

.

Rating : T menuju M (untuk jaga-jaga) *plak*

.

Disclaimer : Cast diatas ada milik Tuhan, orangtua mereka, SMEnt, kecuali TaoRis milik saya..#dibakartaorisshipper. Cerita ini MURNI pemikiran saya, so DON'T PLAGIAT! DON'T COPAS!

.

Warning: OOC (Out Of Character), Miss Typo(s), Yaoi, Alur cerita yang makin gaje.. Dan masih banyak kekurangan lainnya.. DON'T LIKE! DON'T READ! NO BASHING!

.

.

.

.

.

.

.

And the story begin~

.

.

Happy Reading~

.

.

.

.

.

.

.

Kisah ini berawal di sebuah kamar yang penuh dengan berbagai macam pernak-pernik yang berhubungan dengan panda—mulai dari boneka, pajangan, dan lain sebagainya. Jika kalian mengira jika kamar ini adalah milik seorang anak perempuan, kalian salah besar. Ku ulangi SALAH BESAR. Karena pemilik kamar ini sesungguhnya adalah seorang pemuda manis yang sangat tergila-gila dengan sesuatu yang berhubungan panda dan juga Gucci—Hell kalian tidak salah lihat dan juga dengar. Jadi jangan heran bila saat ini kamarnya dipenuhi dengan berbagai hal tentang panda. Dan mari kita kembali ke tokoh utama cerita ini. Rupanya pemuda manis itu masih terlelap di ranjang king sizenya yang berwarna biru, dengan boneka panda yang sangat besar berada di samping tempat tidurnya. Sepertinya sinar matahari pun tidak mampu membangunkan sang pemuda manis itu dari mimpi indahnya. Tsk...

.

Kring…~ kringg..~~

.

Jam weker yang berada di meja nakas di samping tempat tidurnya berdering dengan kerasnya. Dan tampaknya sukses untuk membangunkan pemuda manis itu. Tangan sang pemuda manis itu mulai bergerak—meraba setiap jengkal meja nakasnya tersebut— untuk menggapai jam weker itu dengan mata yang masih terpejam—sepertinya ia masih tidak rela untuk membuka kedua matanya.—

"Arghh! Berisik sekali. Mana jam weker itu?" Gerutu pemuda manis itu sambil mengacak rambutnya dengan tangannya yang bebas.

.

Gotcha!

.

.

Pemuda manis itu mendapatkan benda yang sudah mengganggu tidurnya yang indah."Dapat juga kau." Tangannya terangkat bersiap untuk—

.

.

BRAK!

.

.

—melempar jam weker malang tersebut. Dengan satu gerakan tersebut, jam weker itu dengan sukses hancur menabrak dinding. Sang pemuda manis itu tersenyum puas dan mulai menarik selimutnya untuk melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Namun belum sempat ia terlelap, suara lain mulai mengganggunya.

Tok.. Tokk.. Tok..

"Tao.. Bangun. Ini sudah hampir jam ½ 7. Kau ingin terlambat masuk sekolah hari ini,uh?" Ucap seorang pemuda dari balik pintu kamarnya. Tao—pemuda manis itu— tidak menghiraukan panggilan itu. Ia hanya menggumamkan sesuatu lalu mengambil bantal lain untuk menutupi wajahnya—atau lebih tepatnya untuk menutup kedua telinganya.

.

Merasa diabaikan pemuda lain di luar kamar Tao semakin gencar mengetuk pintu kamar pemuda manis bermata panda tersebut. "Tao! Ya! Bangun kau! Atau jangan harap aku akan membelikanmu Gucci atau benda yang berhubungan dengan panda lagi! Aku hitung sampai tiga. Kalau kau tidak bangun dan membuka pintunya. Aku pastikan semua koleksimu akan berakhir di tempat pembuangan sampah." Ancam pemuda itu dari balik pintu.

Kalimat terakhir yang diucapkan oleh pemuda tersebut, sukses membuat Tao terlonjak dari tempat tidurnya. Dengan terburu-buru Tao beranjak menuju pintu kamarnya. Tidak perduli betapa berantakan dirinya saat ini.

"Satu.." Pemuda itu mulai menghitung. Sepertinya pemuda itu benar-benar tidak main-main dengan ancamannya.

Ceklek..

Tao berhasil membuka pintu kamarnya sebelum hitungan kedua—dan itu benar-benar rekor baru. Mengingat seminggu yang lalu ia harus merelakan salah satu tas Gucci limited edition miliknya berakhir di tempat pembuangan sampah. Namun tentu saja ia tidak jera sedikit pun. Well, ia tidak sepenuhnya pemalas kok—ada saat-saat tertentu di rajin—kelewat rajin malahan.s Seperti mengecek kapan Gucci-Gucci baru akan rilis, boneka-boneka panda yang tersedia dalam edisi terbatas, ke—. Dan sepertinya mari kembali ke cerita awal. Terlihat seorang pemuda manis—bahkan bisa di katakan cantik— lainnya tengah berdiri dengan senyuman cerah terpancar di wajah manisnya—atau mungkin lebih tepat bila disebut seringai.

.

.

"Kau—"Tao menunjuk pemuda manis yang sekarang tengah sibuk meniupi kuku tangannya. Benar-benar deh. "Jangan pernah menyentuh koleksi panda dan Gucci ku lagi! Kau itu selalu saja mengancamku dengan ancaman seperti itu. Kau kira itu semua tidak menggunakan uang heh?" Tao mengerucutkan bibirnya kesal, namun pemuda manis yang berada di hadapannya hanya tertawa mendengar protes dari Tao yang dianggapnya sangat lucu.

"Kalau kau tidak aku ancam dengan benda-benda itu, mana mungkin aku bisa membangunkanmu dengan sukses." Pemuda manis itu tergelak melihat ekspresi wajah Tao yang semakin kesal karena semua yang diucapkan olehnya tepat mengenai sasaran. Well, dia selalu menang satu langkah di bandingkan dengan Tao.

"Aku kan hanya ingin tidur lebih lama lagi. Apa gege tidak merasa kasihan padaku? Semalaman aku mengerjakan PR Fisika yang menyusahkan dan mengesalkan itu." Kini Tao mulai merajuk membuat pemuda manis itu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Sudah biasa. Dan tidak akan berpengaruh apapun padanya. Tidak akan—atau ya.. mungkin nanti akan berpengaruh.

"Itu kan memang kewajibanmu sebagai seorang siswa, Tao. Memang kau ingin mendapatkan hukuman karena tidak mengerjakan tugasmu,uh?" ujarnya sambil berkacak pinggang. Membuat Tao semakin mengerucutkan bibirnya—sebal mungkin.

Pemuda manis itu tertawa kecil melihat sifat Tao yang benar-benar seperti anak kecil. Walau pun ia tidak keberatan sedikit pun dengan sifat manja dan kekanakkan Tao. Padahal jika dilihat dari usia, saat ini Tao telah menginjak usia 18 tahun dan itu berarti ia sudah kelas 3 SMA. Dan itu juga berarti sebentar lagi ia akan mulai menghadapi ujian kelulusan. Dan itu juga berarti pemuda manis ini harus memperketat pengawasannya kepada Tao.

"Tapi setidaknya kau memberikan ku waktu lima menit lagi ge. Kau tahu? Aku benar-benar lelah semalam karena tugas brengsek itu." Gerutu Tao dan membuat pemuda manis itu memutar bola matanya malas.

"Aku rasa jam itu sudah aku atur lebih cepat dari waktu yang seharusnya, Tao. Lagipula seharusnya kau itu sudah bangun dari setengah jam yang lalu, tapi malah aku membiarkannya agar berbunyi setengah jam kemudian. Apa aku masih kurang baik padamu, Tao? Dan jangan bilang kau menghancurkan jam weker itu lagi?" Ia sedikit mengintip ke dalam kamar Tao dan menggelengkan kepala ketika melihat bagaimana nasib jam weker pemberiannya yang—"Astaga. Tao. Ini sudah ke—sekian kalinya kau menghancurkan jam weker pemberianku. Tidak bisa kah kau tidak melemparkannya begitu saja? " Pemuda manis itu berbicara panjang lebar membuat Tao hanya mampu membuka dan menutup kembali mulutnya rapat-rapat. Memang semua yang diucapkan oleh sepupunya itu benar. Jadi ia tidak bisa mengelak sedikit pun. Kasihan sekali nasibmu, nak.

"Baiklah. Baiklah. Kau menang dan aku kalah. Jadi, tolong jangan ceramahi aku lagi. Bisa-bisa aku semakin telat karena mendengar ocehan mu yang sepertinya akan berlangsung lama." Gerutu Toa sambil mengacak rambutnya, kepalanya sudah berdenyut sakit ketika mendengar semua ucapan sepupunya itu. Tao—memilih—menyerah. Mungkin lebih baik jika ia tidak memperpanjang urusan ayo-bangun-paginya itu.

Pemuda manis itu tersenyum puas dengan jawaban Tao—mengabaikan lebih tepatnya. Lalu tanpa aba-aba, ia mulai mendorong tubuh Tao menuju kamar mandinya. "Kalau begitu, cepat mandi dan bersiap-siap. Setelah sarapan gege akan mengantarkanmu ke sekolah. Kau tidak ingin terlambat. bukan?"

Tao hanya menganggukan kepalanya pasrah. Lalu mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Melihat kelakuan Tao seperti itu. Sang pemuda manis itu pun tersenyum simpul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar anak itu. Tidak berubah sedikitpun." Menghela nafas sejenak, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kamar Tao—dan matanya tertuju pada tempat tidur milik pemuda bermata panda tersebut. Kembali ia menggelengkan kepalanya melihat keadaan tempat tidur Tao yang—sangat berantakan. "Well, seperti biasa~ hahh~" Lalu ia segera melangkahkan kakinya menuju tempat tidur Tao lalu membereskan nya agar rapi.

"Bagaimana bisa—selalu seperti ini. Posisi dia tidur itu—" Kedua alisnya bertautan, tampak tengah memikirkan sesuatu. "Dasar—bocah."

.

.

.

.

15 Menit Kemudian

Tao segera melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa, menuju ke ruang makan, dimana pemuda cantik alias sepupunya tersebut tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Menyadari kedatangan Tao, pemuda cantik itu memberikan isyarat agar Tao segera duduk. "Ayo, kita sarapan." Ujar pemuda cantik itu sambil mengoleskan selai strawberry pada roti yang tengah di pegangnya.

Mungkin kalian merasa aneh dengan keadaan rumah yang terlihat—sangat—sepi itu. Orang tua keduanya sangat sibuk dengan urusan perusahaan mereka masing-masing. Lagi pula kedua orang tua Tao mempercayakan Tao pada sepupunya tersebut. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal bersama di rumah milik keluarga bermarga Huang tersebut. Hitung-hitung mengurangi rasa sepi—karena kedua nya sama-sama anak tunggal di keluarga mereka.

"Gege.. Ayo cepat. Aku hampir telat." Ujar Tao sambil mengambil sepotong roti lalu dengan cepat memakannya.

Pemuda cantik itu hanya mampu mengeleng-gelengkan kepalanya melihat Tao yang sedang kalang-kabut entah mencari apa."Aih~Astaga, Tao. Kau baru sadar jika kau hampir telat masuk sekolah? Kau ini—benar-benar, deh."

"Ge.. Kau lihat sepatuku tidak?" tanya Tao sambil sibuk mencari sepatunya yang biasa di taruh di rak sepatu di dekat pintu dengan wajah kebingungan.

Pemuda cantik itu mengerutkan keningnya, tampak tengah mengingat sesuatu. "Eum, bukannya kemarin kau habis mencuci sepatumu, ya? Mungkin saja masih tertinggal di kamar mandi."

Tao menepuk pelan keningnya ketika ia mendengar jawaban dari sepupunya tersebut. "Ah.. Kau benar,ge.. Haishh.. Bagaimana aku bisa jadi pelupa seperti ini." Tao segera melesat menuju ke kamar mandi dan menemukan sepasang sepatu berwarna hitamnya tergeletak dengan manis di sudut dekat pintu. Ia lalu segera memasang kaus kaki serta sepatunya dengan tergesa-gesa. Dan setelah terpasang, Tao segera berdiri dan melangkah kan kaki jenjangnya ke ruang tengah. Namun, langkahnya terhenti sesaat, ketika ia—tanpa sengaja— melihat bayangan dirinya di sebuah cermin besar yang terpasang di dekat kamar mandinya.

"Sempurna~!. Aku sudah tampan hari ini." Gumam Tao sambil memandangi bayangan dirinya di cermin. Mengaggumi betapa tampan—manisnya—dia. Ia mengeluarkan ponselnya lalu sedikit berpose dan mengambil gambar dirinya sendiri. Selain penggila Gucci serta panda, dia juga salah satu yang sangat—bahkan sering—mengumpulkan selca dirinya. Benar-benar—

"TAO! CEPAT! KAU HAMPIR TERLAMBAT!"

—seperti wanita saja.

Dan tanpa perlu menjawab teriakan itu, Tao langsung memasukan ponselnya ke dalam saku bajunya dan segera berlari keluar rumah.

.

.

Dan sesampainya Tao di halaman rumah nya, ia segera berlari kecil menuju sebuah mobil dimana sang sepupu tercintanya tengah menunggu dirinya—dan bila di lihat dengan jelas, sepertinya sang sepupu tercintanya itu tengah menggumamkan entah kata-kata apa. Yang pasti sepertinya ia tengah kesal pada—

"Tsk,, Kau lama sekali, Tao." Gerutu pemuda manis itu sambil mengerucutkan bibirnya kesal sesaat setelah Tao masuk ke dalam mobil.

—Tao. Benar 'kan?

"Maaf kan aku, Luhan gege. Tadi aku hanya—sedikit dan tidak sengaja— memperhatikan dan mengecek kembali penampilanku hari ini." Ujar Tao sambil memasang wajah imutnya.

Membuat pemuda cantik di hadapan nya hanya mampu memutar bola mata nya, malas dan menghela nafas. Sudah biasa. "Hah~ ya sudahlah. Kau sudah siap kan? Tidak ada yang tertinggal lagi kan?" Tanya Luhan—sang pemuda cantik itu—memastikan.

Tao menautkan kedua alisnya, tampak sedang berusaha untuk mengingat sesuatu. Namun dengan cepat ia menggelengkan kepala nya. "Sepertinya tidak ada."

"Baiklah kalau begitu. Cepat pasang sabuk nya kita akan 'sedikit' mengebut hari ini." Ujar Luhan sambil menyalakan mesin mobilnya lalu bersiap untuk menjalankan mobilnya.

Dan tanpa di perintah dua kali, Tao pun segera memasang sabuk pengamannya, karena ia sudah tahu bagaimana akibatnya bila Luhan sudah mengatakan 'kita akan sedikit mengebut'. Tao pun tak lupa untuk segera memejamkan kedua matanya dan berpegangan erat pada sabuk pengamannya—seakan bersiap untuk menunggu sesuatu yang sangat mengerikan dan menakutkan. Dan benar saja, tanpa aba-aba Luhan segera menginjak pedal gas dan mobil yang di kendarai Luhan melesat dengan kecepatan penuh. Dan samar-samar terdengar teriakan histeris dari pemuda manis bermata panda tersebut. Kasihan sekali dirimu, Tao.

.

.

.

.

10 Menit Kemudian

.

.

Mobil Luhan berhenti dengan manis di depan sekolah Tao, SM Senior High School. Tempat dimana orang-orang dari kalangan atas dan juga murid-murid yang berprestasi berkumpul. Tao pun segera turun dari mobil Luhan dengan wajah pucat pasi, dan sedetik kemudian, Tao pun mengeluarkan seluruh isi perutnya, yang sudah ditahannya selama perjalanan tadi.

"Kau baik-baik saja, kan, Tao?" Tanya Luhan dengan wajah tanpa dosanya sambil menepuk punggung Tao pelan. Sebenarnya ia ingin sekali tertawa terbahak-bahak, karena setiap kali ia mengebut pasti berujung pada Tao yang muntah-muntah—ya, seperti sekarang ini. Namun ia tidak tega menertawakan adik sepupunya itu. Toh, ini juga karena dirinya yang mengendarai mobil secara—errr, begitulah.

"Gege! Kau benar-benar ingin membuatku cepat mati muda, ya?" seru Tao setelah ia selesai mengeluarkan seluruh sarapannya tadi pagi. Ia pun segera mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan mengelap bibirnya lalu menatap tajam sang pemuda cantik di hadapannya yang hanya tersenyum seolah-olah tidak terjadi hal apa pun.

"Bukan kah kau bilang kalau kau tidak ingin terlambat? Aku kan hanya membantu mu. jadi bukan salah ku juga, kan?"ujar Luhan sambil mengeluarkan cengiran tanpa dosanya.

"Gege kau.—"

—TAO!

Ucapan Tao terputus ketika mendengar seseorang meneriakkan namanya. Dan dengan segera ia mengalihkan pandangannya ke arah sesosok pemuda tampan yang tengah berjalan kearahnya. Senyuman manis pun terukir dengan jelas di wajah manis Tao.

"SEHUN! CEPAT KE SINI!" teriak Tao sambil membalas lambaian tangan pemuda tampan yang ternyata bernama Sehun tersebut. Luhan yang berada di samping Tao—dengan sangat—terpaksa menutup telinganya karena teriakan Tao yang cukup keras itu. Bibir mungilnya pun menggumamkan kata-kata sadis untuk, Tao—walaupun bisa di pastikan jika Tao tidak mendengar omelan serta gerutuan nya itu, mengingat minimnya suara yang ia keluarkan—bisa di katakan hampir mirip bisikan mungkin. Namun, sesaat kemudian, wajah manis Luhan merona merah ketika melihat sosok Sehun semakin mendekat ke arah mereka berdua. Dengan segera ia pun mengalihkan pandangannya ke arah lain—merasa malu mungkin.

"Jangan berteriak-teriak seperti itu, hyung. Apa kau tidak lihat, jika semua orang tengah memperhatikan kita?" ujar Sehun begitu sampai di hadapan Tao dan Luhan.

"Maaf kan aku, Sehunie. Aku—hanya sedikit bersemangat." jawab Tao sambil mengusap tengkuknya dan tersenyum kikuk.

"Dasar kau ini. Tidak apa. Tidak perlu meminta maaf. Aku hanya bercanda, kok." Sehun menepuk pelan pundak Tao lalu tersenyum dan mau tidak mau Tao pun tersenyum karenanya. "Terima kasih, Sehunie." Ujar Tao sambil memeluk tubuh pemuda tampan di hadapannya lalu segera melepaskan pelukannya tersebut dan tersenyum manis.

Sehun pun mengalihkan pandangannya ke orang yang sejak tadi berdiri di samping Tao, lalu tersenyum dengan manis. "Halo, Luhan-hyung." Sehun membungkukkan badannya begitu melihat Luhan yang masih setia mengalihkan pandangannya kearah lain.

Mendengar namanya disebut, Luhan pun segera mengalihkan pandangannya kearah Sehun yang saat ini tengah tersenyum kepadanya—ah, tidak, mungkin terlihat sedikit menyeringai tepatnya. Kontan wajah Luhan kembali merona merah melihat wajah tampan Sehun.

"H—halo juga, Sehunie." jawab Luhan yang tampak begitu—sangat— gugup. Tao yang mulai merasakan—dan merasakan— aura-aura lovey dovey dari Sehun serta Luhan pun segera berpamitan—mengundurkan diri lebih tepat nya.

"Luhan gege. Aku ke kelas dulu, ya." Ujar Tao dan di tanggapi dengan anggukan kepala dari Luhan. "Dan, untuk mu,Sehunie." Tao mengalihkan pandangannya ke Sehun yang di sambut dengan ekspresi bingung dari Sehun. "Jangan membuat wajah Luhan gege semakin memerah, ia sudah seperti kepiting rebus, kau tahu?" Lanjut Tao dengan polosnya dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Luhan. Namun sepertinya tidak berhasil untuk membuat Tao takut, karena bukannya menyeramkan malah terlihat semakin manis. Sehun yang mendengarnya, hanya tertawa geli karenanya.

"Tenang saja, hyung. Aku akan menjaga Luhan gege-mu ini dengan baik." Sehun—yang entah sejak kapan berpindah di samping Luhan— merangkul pundak Luhan sambil tersenyum manis. Luhan yang sepertinya sedikit terkejut dengan perlakuan dari Sehun, kontan wajahnya semakin memerah karenanya. Tao yang melihat hal itu, semakin tertawa melihat wajah gege-nya yang semakin lama semakin memerah. Setelah puas menggoda sepupunya tersebut, ia pun memutuskan untuk segera beranjak dari sana dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung sekolah.

.

.

.

Tak lama setelah Tao menghilang dari pandangan Sehun—serta Luhan. Sehun pun segera mengalihkan pandangannya ke arah Luhan yang kali ini tampak seperti sedang menggumamkan sesuatu—menggerutu seperti biasanya. Sepertinya berbagai kalimat kutukan untuk, Tao. Ha ha ha..

"Hmm.. Sebaiknya kita pergi kemana, ya, hyung?" Tanya Sehun sambil tetap merangkul pundak Luhan. Membuat pemuda cantik di samping nya itu langsung mengalihkan pandangannya dan menatap bingung Sehun yang tampak tengah memikirkan sesuatu. "Eh? Kau tidak masuk ke kelas juga Sehunie?"

Mendengar pertanyaan yang di lontarkan Luhan, Sehun segera menatap Luhan dan tersenyum manis sambil merentangkan kedua tangan nya "Aku ingin bolos saja, hyung. Aku ingin menghabiskan waktu ku berdua saja dengan orang yang aku cintai hari ini." ujar Sehun sambil mengedipkan sebelah matanya lalu menggenggam erat tangan Luhan. Dan hal itu sukses membuat Luhan merona merah dan menundukkan wajahnya.

Tanpa menunggu persetujuan—atau jawaban dari Luhan, Sehun segera menarik tangan Luhan menuju ke arah mobil Luhan yang tengah terpakir dengan manis di depan gerbang—mengabaikan protes dari Luhan dan juga pertanyaan-pertanyaan dari pemuda cantik itu.. Sehun lalu membuka kan pintu mobil untuk Luhan, dan dengan ragu Luhan masuk ke dalam mobil. Setelah menutup pintu, Sehun segera mengitari mobil menuju pintu pengemudi untuk membawa mobil Luhan. Setelah itu, mobil Luhan pun berjalan dengan mulusnya meninggalkan gedung SM Senior High School

"Tujuan kita hari ini adalah—Lotte World."

.

.

.

Sepulang Sekolah, SM Senior High School

Tao tengah berdiri di dekat gerbang sekolah, terlihat seperti sedang menunggu sesuatu. Untuk kesekian kalinya Tao melirik jam tangan bergambar panda yang bertengger manis di pergelangan tangannya. Berkali-kali pula ia menggumamkan sesuatu, tampak dari ekspresinya yang terlihat sedikit kesal. Dan tak lama kemudian, ia merogoh tasnya lalu mengeluarkan ponselnya yang berwarna putih itu. Dengan cekatan ia menyentuh layar ponselnya dan tak lama kemudian mengempelkannya ke telinga.

Tuuutt... Tuuuttt..

"Halo." Terdengar suara pemuda dari seberang sana.

"Ya! Gege, apa kau lupa jika kau harus menjemputku?" seru Tao begitu mendengar suara dari seberang sana.

"M—maaf kan aku, Ta. Sepertinya hari ini kau harus pulang sendiriihhh.. ahhh— thehuniie berhentiii.."

Tao mengerutkan keningnya mendengar suara Luhan yang terdengar sangat aneh dan juga nama Sehun yang di sebut. "Ge? Apa Sehun sedang bersama mu?"

"I—iya. Ta—taoo.. Nan-tihh.. kita sam—bung lagi.. Sampai—ahh..jumpahh.."

"Ge—tunggu—

PIP..

Sambungan telepon pun di putuskan oleh Luhan secara sepihak tanpa mendengar terlebih dahulu jawaban Tao. Tao pun kembali mengerutkan kedua alisnya tampak bingung.

"—Yah, sudah di putus.— Tao mengerucutkan bibirnya, sebal. "Tapi, kenapa suara Luhan gege seperti itu, ya? Ini aneh." gumam Tao sambil memandangi layar ponselnya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Namun beberapa detik kemudian ia menggelengkan kepalanya—seperti tidak ingin ambil pusing dengan semua itu. "Ya, sudahlah.. Terpaksa aku harus naik bus hari ini. Huftt.. Lihat saja nanti, ia harus membelikan ku seluruh koleksi Gucci terbaru musim ini. Kau pintar sekali, Tao." Ujarnya sambil bertepuk tangan—tampak puas dengan ide nya.

Ddrrtt.. Dddrrtt...

Namun, baru saja Tao akan melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja ponselnya kembali bergetar. Tao memandangi layar ponselnya, kembali ia mengerutkan kedua alisnya—terlihat sangat bingung. "Nomor siapa ini? Sepertinya, aku tidak pernah memberitahu kan nomorku ke sembarang orang. Atau, aku lapa, ya?" gumam Tao begitu melihat nomor asing yang meneleponnya. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Tao memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut—karena ia berpikir mungkin saja teman atau sahabatnya yang telah mengganti nomor baru dan lupa memberitahukan nya. Err.. polos sekali diri mu, nak.

"Ha—

"YA! KENAPA KAU BARU MENGANGKATNYA SEKARANG?"

—lo."

Ucapan Tao terputus, karena orang asing di seberang sana sudah terlebih dahulu berteriak. Tao—segera— menjauhkan sedikit ponselnya dari telingannya karena suaranya benar-benar sangat kencang.

"A—a—aku—" ujar Tao sedikit terbata setelah kembali mendekatkan ponselnya ke telinganya untuk menjawab pertanyaan laki-laki asing yang meneleponnya. Ya. Yang menelepon Tao saat ini adalah seorang laki-laki.

"YAA! PARK CHANYEOL! KALAU KAU TIDAK DATANG DALAM WAKTU 10 MENIT LAGI! AKU PASTIKAN KAU TIDAK AKAN BERTEMU DENGAN BACONMU SELAMA SEMINGGU PENUH!"

Tao mengerutkan keningnya. 'Park Chanyeol? Siapa itu Park Chanyeol? Pasti orang ini salah sambung.' batin Tao.

"A—Aku—

"POKOKNYA KAU HARUS DATANG 10 MENIT LAGI DI CAFE EXO! KALAU KAU TELAT! MATI KAU!"

Namun, belum sempat Tao menyelesaikan kalimat nya, laki-laki asing tersebut telah memutuskan panggilannya. Tao kembali menatap layar ponselnya, bingung.

—aku bukan Park Chanyeol."

Tao mengusap wajahnya kasar, lalu mengacak rambutnya, frustasi sepertinya. "Kenapa orang itu sama sekali tidak membiarkan aku menjawab sedikit pun? Dan lagi, orang itu tidak sopan, seenaknya saja memutuskan panggilan dan berteriak-teriak seperti itu." gerutu Tao sambil memandangi layar ponselnya.

"Lebih baik aku datang ke sana atau tidak ya? Tapi kan orang tadi mencari yang bernama Park Chanyeol. Bukan aku." Tao menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tampak sedikit berpikir. Namun tak lama kemudian ia mulai melangkahkan kakinya menuju ke halte bus yang terletak lumayan dekat dari sekolahnya.

"Tidak ada salahnya juga, kan kalau aku datang, dan menjelaskan kalau orang itu salah sambung. Daripada orang yang bernama Park Chanyeol itu mati di tangan orang yang senang berteriak seperti itu. Aku jadi merasa sedikit kasihan kepada Park Chanyeol, yang mempunyai teman bertempramen seperti itu." gumam Tao sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

.

.

.

.

Di lain tempat, CAFE EXO

.

.

.

"HATCHIIIIII"

"Haish.. Siapa yang sedang menjelek-jelekkanku? Atau aku terkena flu ya?"

Seorang pemuda tampan dengan rambut pirang nya tengah duduk di sebuah bangku yang berada di sudut Cafe tersebut. Terlihat seluruh pengunjung wanita yang melihat pemuda itu langsung terpesona melihat ketampanan pemuda tersenut. Bagaimana mereka tidak terpesona pada sosok yang saat ini sedang mengangkat cangkir coffee dan meminumnya dengan begitu elegan, wajah tirusnya, rahangnya yang tegas, tatapan matanya yang tajam, wajahnya yang begitu terlihat dingin dan angkuh—namun terlihat begitu mempesona, kulitnya yang putih pucat, serta kaki jenjangnya yang turut menyempurnakan ciptaan Tuhan yang satu ini.

"Haishh.. Dia benar-benar tidak menanggapi ancamanku ternyata." Wajah pemuda tampan itu tampak sedikit kesal ketika menatap layar ponselnya. Ia pun mengacak rambutnya, frustasi—dan membuat beberapa pengunjung wanita berteriak histeris karenanya—karena menurut mereka itu terlihat, seksi. Well, coret kata yang terakhir itu.

KLINGG..

Bunyi lonceng pintu café itu mengalihkan pandangan pemuda tampan itu ke arah pintu. Dan seketika matanya terpaku melihat sesosok pemuda yang—terlihat begitu manis menggunakan seragam sekolah, tengah melangkahkan kakinya ke dalam cafe. Kedua iris kelam pemuda tampan itu tak berkedip sedikit pun begitu melihat pemuda manis yang saat ini tengah duduk di meja yang berada tak jauh dari nya—lebih tepatnya satu meja di depan nya.

'Astaga.. Dia itu—pria, atau wanita? Kenapa terlihat cantik sekali?' batin Kris—pemuda tampan itu— tanpa hentinya memandang kagum ke arah pemuda manis yang saat ini tengah sibuk memainkan ponselnya. Dan saat itulah, Kris langsung teringat, jika saat ini dia tengah menunggu seseorang. Dengan cepat Kris menyentuh layar ponselnya tampak menghubungi orang tersebut, tanpa mengalihkan sedikit pun pandangannya dari pemuda manis tersebut.

Tak lama berselang, Kris dapat melihat pemuda manis di hadapannya mengerutkan keningnya lalu dengan ragu menempelkan ponselnya ke telinganya. Kontan, mata Kris membulat dengan sempurna, begitu mengetahui jika pemuda manis yang sekarang ada di seberang itulah, yang saat ini sedang dihubungi olehnya.

"Halo." suara pemuda manis itu terdengar begitu merdu di telinga Kris. Tanpa membuang waktu, Kris memutuskan sambungan teleponnya, lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah pemuda manis yang saat ini sedang memandangi ponselnya dengan wajah bingung—dan seperti menggumamkan kata-kata 'Kenapa di matikan, sih?'

"Apa kau yang tadi menjawab panggilan dari ku?"

.

.

.

.

.

.

.

FF ini pernah di publish di berbagai FP.

Namun saya sedikit menambahkan beberapa disana sini.. saya remake sedikit. Karena begitu membaca ulang.. ternyata.. begitulah..

Dan untuk Rate, aku sengaja taruh di M. buat jaga-jaga aja sih.. tapi lihat nanti, aku belum kuat (?) buat bikin adegan NC de el elnya.. #plok

Hope you like it.. :)

Keep or Delete? Mind to review? J