[chaptered FanFic]Labyrinth Memories

Kuroko no バスケ © Fujimaki Tadatoshi

Labyrinth Memories © Ai Natha

.

Length : 2544 words

Pairings : go find 'em :D

Warnings :

AU, complex situaton, possibly OOC, all in Kuroko's POV [for this chapter]

Summary :

RedFlag café, sebuah café dengan pelayan-pelayan pecinta basket dan berbagai permasalahan, kumpulan memori masa lalu juga kenangan di dalamnya.

Dan disinilah kami sekarang, menjadi bagian 'keluarga' dari RedFlag café. / Terakhir kali Sei-kun datang sebagai pengunjung adalah sekitar tiga minggu yang lalu sebelum ia memutuskan bekerja di RedFlag café selama satu minggu terakhir ini. / Aku tercengang saat pemuda itu mengalihkan pandangannya melewatiku guna menilik pantry. Beberapa menu rekomendasi yang tengah kupikirkan melayang pergi begitu saja.

.

Comments :

Hai, I got this idea oooonn ehm~~ 2 months― ah forgot! Hhe pokoknya pas saya masih nglanjut 'Between Us' dan ide ini sempet terlantar *plakk* XD

Probably it'll makes you lilbit confused and makes a question on your mind like "eh? What's going on?" 'cz there will be a complex situation in this FanFic 'cz judulnya aja 'Labyrinth' *kicked* hhe NO.

Mungkin bakal banyak Flashback here and there.

But, please bear with it, ne?

Hope you love this one, enjoy~ :D

Ah, I'm not own the cover image, it belongs to the owner XDD

.

.

.

.

"Ryou, bagaimana keadaanmu?"

"Aku?"

Lelaki bertubuh tinggi itu mengangkat sebelah alisnya. Ia kemudian mengangguk, "Ya, kau. Bagaimana perasaanmu?"

"Aku~ baik~" Ujarku lirih, sedikit menelengkan kepalaku.

"Hmm, begitu keadaanmu membaik—" Jeda. Pemuda berkulit tan itu mengulurkan tangannya, jemari panjangnya menyentuh sisi wajahku. "—Begitu luka ini sembuh, kita akan melanjutkan sesi pemotretan."Lanjutnya.

"Ma―"

"Permisi, Aomine-san, saya akan mengecek kondisi Kise-san." Seorang gadis cantik berbalut seragam putih rapi menginterupsi. Masih dengan mengulas senyum, ia memasuki ruangan serba putih ini. Melakukan tugasnya sesaat setelah pemuda bersurai navyblue itu bangkit dari kursi disamping ranjangku dan mempersilahkannya.

"Aomine Daiki-san, tak menyangka Anda akan meninggalkan pekerjaan Anda demi Kise-san." Perawat itu masih tersenyum seraya mengecek infus yang tergantung.

Aomine Daiki, pemuda tinggi itu hanya terkekeh kecil. "Atarimae jyan? (Itu hal yang sudah semestinya, kan?)" Ia kemudian mengarahkan manik navybluenya padaku yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Aomine mengulaskan sebuah senyuman.

"Keadaannya semakin membaik." Suster itu menggoreskan penanya sesaat, mencatat data yang ia perlukan. "Odaiji ni, Kise-san. (Semoga lekas sembuh, Kise-san.)" Ujarnya sebelum berbalik badan, tersenyum pada Aomine. "Anoo saa, memang belum ada uwasa (gosip) di media massa, tapi― apakah Aomine-san memiliki hubungan khusus dengan Kise-san?"

Pemuda berkulit tan itu hanya tertawa menanggapi pertanyaan sang perawat. Sementara itu, aku bungkam.

"Menurutku kalian pasangan yang cocok." Komentar perawat cantik itu seraya mengangguk-anggukkan kepalanya, memandang ke arahku dan pemuda tinggi itu bergantian.

"Terima kasih~" Aomine masih tertawa diantara ucapan terima kasihnya.

Perawat itu ikut tertawa kecil menanggapi. "Ah, maaf~ sepertinya saya terlalu banyak bicara. Kalau ada kabar dari Sensei akan saya beritahu. Banyaklah istirahat, Kise-san~ saya permisi~" Ujar perawat itu undur diri sebelum menghilang dibalik pintu bercat putih itu.

.

.

Labyrinth Memories

chapter 1 – RedFlag's Family

.

[Kuroko's POV]

.

Begitu usai menata kaleng-kaleng creamer dan syrup di rak, juga memasukkan kotak-kotak ice cream berbagai rasa ke dalam freezer, akumelongok ke dapur, melihat Murasakibara-kun tengah memplating waffle dengan ice cream dan beberapa potongan buah kiwi juga stroberi di atasnya, sementara Kagami-kun juga sibuk mengaduk adonan cake pesanan pengunjung. Mengalihkan pandangan dari dapur, aku mendapati Midorima-kun yang tak berhenti meracik minuman di balik pantry dan Himuro-kun yang dengan baik hati membantu kami dengan berjaga di kasir.

Kemudian aku mengedarkan pandanganku pada RedFlag café yang ramai, mencari sosok yang belum kutemui. Sei-kun terlihat tengah mondar-mandir mengantarkan daftar menu, berjalan bolak-balik dari pantry ke meja-meja untuk mengantar pesanan pada pengunjung. Beberapa kali kulihat Sei-kun meniup poni merahnya dan menyincing lengan kemejanya yang sudah terlipat hingga siku. Ya, udara terasa cukup panas sekalipun beberapa buah Air Conditioner telah menyala kencang berusaha mendinginkan ruangan dengan arsitektur classic ini, namun tetap saja, tak sebanding dengan pengunjung yang mengisi seluruh wilayah RedFlag di akhir pekan. Mulai dari pasangan, keluarga dan juga segerombolan siswa―mahasiswa ikut memenuhi RedFlag café. Terlebih, ini masih dalam pertengahan―libur―musim panas.

Melewati pintu kecil disamping pantry sembari melipat lengan kemeja putihku, aku berjalan menghampiri pemuda bersurai merah itu, menepuk bahunya pelan. "Sei-kun, beristirahatlah sebentar. Aku akan menggantikanmu."

Manik mataku memandang lurus manik crimson miliknya saat ia menoleh usai aku menepuk bahunya. Wajahnya terlihat lelah, peluh sudah bercucuran dari dahinya. "Ah, sankyuu na, Tetsuya."

Aku mengangguk menjawab ucapan terima kasihnya. Menatap punggung Sei-kun yang menjauh, aku pun melangkah ke meja di sudut ruangan, mengambil alih pekerjaannya.

Ya, aku sudah bekerja part time di café ini semenjak aku masih di high school―sekitar satu setengah tahun yang lalu. Di pertengahan musim semi enam bulan lalu, aku memutuskan untuk pindah dan menyewa apato bersama dengan Sei-kun―temanku semenjak di middle school yang juga tetangga sebelah apatoku dulu. Jauh sebelum kepindahan itu, aku telah mengetahui niat dan juga alasan Sei-kun untuk segera keluar dari rumahnya begitu kami lulus dari high school.

Dan disinilah kami sekarang, menjadi bagian 'keluarga' dari RedFlag café.

RedFlag café sudah terasa seperti rumah bagiku. Rumah bagi kami semua. Dan para pelayan disini juga teman-teman lamaku yang sudah seperti saudaraku. Setelah Baachan (nenek) pergi meninggalkanku karena sakit―saat aku usai menjalani ujian akhir tahun di high school, hanya disinilah tempatku merasa seperti aku pulang ke rumah. Kehangatan yang mereka tawarkan membuatku berpikir bahwa aku tak pernah sendiri. Aku masih memiliki mereka semua disini, juga Sei-kun.

Berbeda dengan satu setengah tahun yang lalu, saat aku baru bergabung―ya, Murasakibara-kun menawariku dan saat itu aku memang sedang butuh uang untuk biaya obat Baachan yang sedang sakit―dulu sekali, saat hanya aku, Murasakibara-kun dan juga Himuro-kun yang melayani café ini, sebelum Kagami-kun dan Midorima-kun ikut bergabung, kami sering berbagi cerita. Sekalipun agenda ini sudah jarang dilakukan, tapi kami masih melakukannya hingga sekarang―sekalipun tidak sesering dulu. Kini kami memiliki agenda baru, kami jadi sering bertanding basket three on three―ditambah dengan Takao-kun yang merupakan teman Midorima-kun di universitas―saat café sengaja di tutup lebih awal dengan Sei-kun sebagai wasitnya. Team dipilih dengan janken (suit–gunting, batu, kertas). Tak peduli siapa yang manang, kami hanya menikmati permainannya. Rasanya seperti mengingatkan pada masa middle dan high school dulu, saat kami masih bergabung dengan klub basket.

.

*55*

.

"Hai, otsukaresama~ (Yak, terima kasih atas kerja kerasnya~)Maaf membuat kalian harus lembur hingga larut seperti ini, Akachin, Kurochin, Midochin dan Kagamichin~" Pemuda bersurai lavender―atasan kami―dengan tinggi badan mencapai dua meter itu mengacak helaian lembut kami satu persatu. Ya, ia adalah pemilik RedFlag café sekaligus patissier yang membuat dan memplateing hampir semua cake yang kami tawarkan dalam deretan di daftar menu. Sementara tiga orang yang lain―termasuk aku―yang merupakan teman-teman lamanya, secara bergantian mengisi bagian chef, barista juga waiters. "Terutama Akachin~ Maaf membuatmu kuwalahan di minggu pertamamu bekerja. Uhm~ ini, sepotong cake untukmu."

Sei-kun yang kulihat semula menunduk pun mendongakkan kepalanya, mengulurkan tangannya menyambut piring berisi sepotong cake tiramissu itu. "Arigatou, Atsushi~" Ujarnya yang kembali mendapat tangan besar Murasakibara Atsushi yang mengacak helaian merahnya.

"Ah, Murasakibara, hanya sekedar mengingatkan," Midorima-kun―Pemuda jangkung bersurai hijau itu menginterupsi, memberikan jeda pada kalimatnya seraya membenarkan posisi kacamatanya. "Besok dan lusa aku ada praktek―"

"Aku tahu, Midochin~ kau ada praktek di rumah sakit kan? Lalu hari kamis kau juga hanya bisa setengah hari karena harus menulis laporan untuk rekanmu di rumah sakit, kan?" Murasakibara-kun memotong kalimat Midorima-kun dengan nada malasnya seperti biasa. Ya, seorang Midorima Shintarou sudah berjanji akan terus mengingatkan teman yang juga atasannya ini di setiap minggunya mengenai kegiatannya. Teringat Murasakibara-kun pernah hampir memecat Midorima-kun karena RedFlag sedang kekurangan orang dan Murasakibara-kun lupa kapan jadwal Midorima-kun off dan tak datang ke RedFlag. Saat itu, Sei-kun masih menjadi pengunjung tetap café kami.

Ya, pengunjung tetap sebelum suatu hal membuat Sei-kun memutuskan untuk bergabung dan bekerja di RedFlag untuk mengisi waktunya. Saat itu, di akhir pekan atau di beberapa hari lain, Sei-kun selalu mengisi salah satu meja di sudut café dekat jendela kaca besar bersama orang terkasihnya. Duduk, berbincang, ikut melantunkan beberapa lagu yang bergema, menikmati aroma kopi yang menguar di penjuru café itu, dan sepotong cake yang mereka habiskan berdua.

Terakhir kali Sei-kun datang sebagai pengunjung adalah sekitar tiga minggu yang lalu sebelum ia memutuskan bekerja di RedFlag café selama satu minggu terakhir ini.

.

*55*

.

[a yearpassed]

.

.

Satu tahun berlalu dan kini telah kembali memasuki awal musim panas. Musim panas kedua bagi Sei-kun disini, RedFlag café.

Memasuki pukul delapan, semua RedFlag's Family―begitu sang patissier menyebutnya―telah berkumpul di ruang ganti seperti biasa, bersiap untuk mulai membersihkan dan menata café sebelum membukanya saat jam menunjukkan pukul sepuluh nanti.

Aku memenoleh sejenak pada papan testimoni yang terdapat sebuah kalender yang telah di robek dan menunjukkan hari dan tanggal hari ini. Roku gatsu kokonoka, Kayoubi (Hari Selasa, 9 Juni). Hari Selasa adalah hari off Sei-kun dan 9 Juni merupakan hari peringatan kematian Ayah Sei-kun. Tadi pagi-pagi Sei-kun sudah rapi dengan setelan kemeja putih lengan pendek yang melengkapi jeans skaters hitamnya. Aku masih setengah tidur saat Sei-kun berpamitan, "Aku akan pergi ke Kyoto mengunjungi Oyaji (Ayah). Aku akan mampir ke RedFlag siang nanti." Sei-kun sedikit terkekeh mungkin karena melihat responku yang hanya bergumam "Hnn" menanggapi kalimat-kalimatnya. Sei-kun kemudian menyuruhku untuk kembali tidur dan menaikkan selimut hingga mencapai daguku sebelum mengacak rambutku kemudian beranjak dan meninggalkan apato (apartment).

Masih berdiri menatap kalender, sejenak aku memejamkan mata dan mengatupkan kedua tanganku didepan dada, berdoa untuk Ayah Sei-kun sebelum memutar badan dan kembali mengelap meja sebagai tugas pertamaku hari ini. Namun, otakku kembali memutar memori saat aku bertemu Sei-kun tujuh tahun lalu.

.

.

[seven years ago]

.

Saat itu aku masih berusia 13 tahun, baru menginjak kelas satu middle school. Di suatu sore saat langit musim dingin hampir berwarna oranye dengan biasan sinar hangat mentari, aku tengah mengantri bersama Baachan di sebuah yatai (semacam kedai kaki lima penjual makanan) yang tak jauh dari taman kota untuk membeli okonomiyaki (makanan berbahan dasar telur yang dicampur berbagai jenis sayur dan daging―sejenis martabak tanpa kulit). Aku mengedarkan pandanganku. Manik saffirku mengarah ke sebuah bangku taman dan mendapati seorang anak laki-laki—kira-kira seusiaku—dengan mantel merah mahal ber–merk yang mencapai lutut. Ya, aku tahu mantel itu mahal karena aku pernah menginginkan mantel merah itu―yang tahun lalu terpajang di etalase toko di sudut kota saat mendekati natal. Bocah dengan surai merah dibalik topi hitamnya itu tengah duduk memakan okonomiyaki hangat dalam pangkuannya, sementara disebelahnya seekor anjing kecil jenis siberian husky dengan bulu berwarna copper-red duduk menggerak-gerakkan ekor mungilnya yang seperti rubah dan sesekali mengaing.

"Bukankah anak itu yang tinggal bersama Keiko disebelah apato kita, Tetsuya?" Tanya Baachan tiba-tiba.

Aku pun memutar kepala mendongak menatap Baachan disampingku yang tengah mengarahkan pandangan pada bocah bermantel merah itu. Aku kemudian mengangguk mengiyakan. Antrian terus berjalan maju tanpa kusadari. Aku sibuk menatap bocah laki-laki diseberang sana yang bermain-main dengan anjing mungilnya. Entah kenapa, ada perasaan ingin mengenalnya. "Ne, Baachan~ kau mau membelikan satu okonomiyaki lagi untukku?" Aku memandang Baachan penuh harap. Berharap beliau mau membelikan satu lagi untukku.

Sejenak melirik bocah diseberang sana yang mulai beranjak pergi, Baachan angkat bicara. "Kau ingin menyapanya, Tetsuya?"

Aku mengangguk berulang kali berharap bisa cepat mendapatkan okonomiyaki dan segera mengejar bocah yang beranjak pergi itu. Baachan mengacak surai blue aquaku lembut sebelum memamerkan senyum lebarnya.

Sampai di apato, aku mengeluarkan satu kotak okonomiyaki dari kantung besar dan beranjak. Tanpa menanggalkan mantel serta syal yang masih melilit leherku, aku melesat keluar bahkan tak mencicipi okonomiyaki favoritku itu terlebih dulu. Aku sempat meremas-remas sebelah tanganku yang kosong dan menarik-hembuskan nafas beberapa kali disamping pintu dengan papan bertuliskan "Keiko" persis di sebelah daun pintu kayu itu. Menghela nafas, aku mengetuk pintu itu dua kali sebelum mundur tiga langkah dan menunggu.

Cukup lama hingga aku menelengkan kepala saat mendengar derap langkah dari dalam sebelum pintu di dorong keras hingga terbuka lebar, membuatku yang berdiri dibalik pintu itu terkena imbasnya hingga jatuh terduduk. Okonomiyaki yang kubawa tumpah mengotori bagian depan mantel hangatku. Namun bukan itu yang membuatku terkejut dan tetap terduduk dalam posisiku, melainkan bocah bersurai merah itu berlari tanpa menolehku yang terjatuh. Usai mendorong pintu keras-keras, bocah itu berlari kencang tak menghiraukan sekitarnya sebelum menghilang di ujung lorong.

Kini aku telah berada di dalam apato, duduk diatas futon (kasur lantai yang dapat dilipat dan biasa disimpan di oshiirelemari penyimpanan futon) kamarku. Aku teringat kejadian beberapa waktu yang lalu, saat tanpa sadar Keiko-san―wanita berambut hitam pendek itu sudah menolongku dan meminta maaf pada Baachan atas perbuatan anaknya, juga bersedia mencucikan mantelku yang kotor serta mengganti okonomiyaki yang sudah sengaja Baachan belikan untukku menyapa anaknya sekalipun Baachan sudah berulang kali melarangnya. Tadi saat terjatuh, aku sempat melihat Akashi Seijuurou―nama bocah itu―menggigit bibir bawahnya dengan lelehan air mata yang membasahi pipinya. Wajahnya terlihat geram―seperti tengah menahan amarah, sementara si siberian husky mungil itu berada dalam pelukan eratnya. Dan yang kini ada dalam pikiranku adalah, apa Akashi Seijuurou sudah pulang? Salju turun begitu lebat malam ini. Aku juga melihat bocah itu hanya mengenakan kaus tipis lengan panjang dengan celana pendek mencapai lutut.

.

[flashback end]

.

.

Suara gemerincing lonceng berbunyi bersamaan dengan derit pintu terbuka sebelum kemudian terdengar dentuman yang menandakan pintu kembali tertutup. Kudengar suara Kagami-kun yang berat menggema di ruangan café yang masih sepi saat mengucapkan "Selamat datang" pada pengunjung pertama kami. Aku masih sibuk membantu Midorima-kun mengelap gelas yang telah dicuci di dapur. Cukup lama kudengar gesekan pelan antara sepatu dengan lantai kayu, sebelum akhirnya terdengar derit kursi yang ditarik. Sekarang, hanya ada empat orang yang berada dalam RedFlag, kami bertiga dan pengunjung pertama itu. Ya, Murasakibara-kun sedang ada urusan dan pergi bersama Himuro-kun sesaat setelah café buka. Sementara Sei-kun sedang off dan tengah pergi ke Kyoto mengunjungi makam Ayahnya.

Tak lama, Kagami-kun menghampiriku dan memintaku melayani tamu pertama kami itu dengan alasan ia hendak mengangkat cheese cake dari pemanggangan. Aku mengangguk singkat dan meletakkan gelas yang ada di tanganku saat Midorima-kun mengatakan, "Biar aku yang lanjutkan." sebelum melesat melewati pintu kecil disamping pantry kemudian meraih buku menu. Aku berjalan ke meja dengan dua buah kursi yang ditata berhadapan di dekat papan testimoni dimana sosok pemuda jangkung berambut pirang tengah duduk sendiri, mengamati RedFlag café. Kalau dilihat dari gerak-geriknya, sepertinya ini merupakan kunjungan pertamanya.

Aku tercengang saat pemuda itu mengalihkan pandangannya melewatiku guna menilik pantry. Beberapa menu rekomendasi yang tengah kupikirkan melayang pergi begitu saja. Sosok berambut pirang ini― "Satomi―kun―?" lirihku sedikit ragu.

Tanpa kusadari lirihanku terdengar olehnya. Pemuda pirang itu memandangku yang ternyata sudah berdiri dua meter didepannya. "Maaf?" Ia menelengkan kepalanya. Pandangan manik emasnya menyiratkan ia tak mengerti maksudku. Aku hanya diam―masih terdiam tetap dalam posisi yang sama hingga ia tersenyum, "Ohayo! (Selamat pagi!) Bisa aku minta daftar menu?" Sapanya ramah.

Aku terperanjat saking tanpa sadar sudah terpaku lama melihatnya. Aku pun maju beberapa langkah sebelum membukakan daftar menu yang kubawa ke meja dihadapannya. Tanpa memberikan rekomendasi seperti yang seharusnya dilakukan pada pengunjung baru, aku masih memaku pandanganku padanya. Apa aku salah orang? Tapi terlalu mirip jika aku memang salah orang. Ah tidak, aku pasti salah orang. Dia bahkan tidak mengenaliku. Lagipula―

"Iced Blended Orange Coffee dan pancake with caramel sauce." Pemuda itu menyebutkan pesanannya dengan tersenyum memandangku.

Iced Blended Orange Coffee?― Tak bisa menyingkirkan rasa penasaranku, aku pun memberanikan diri memastikan. "Shitsurei desuga, Satomi-kun desuka? (Maaf sebelumnya, apakah Anda Satomi-kun?)" Entah kenapa hatiku tak tenang dan aku menahan nafas menunggu jawabannya.

"Eh?" Pemuda pirang itu menelengkan kepalanya sementara alisnya bertaut. Ia kemudian terkekeh kecil, "Iya, chigau tte~ Ryouta. Kise Ryouta'ssu. Yoroshiku! (Oh bukan, kau salah~ Aku Ryouta. Kise Ryouta. Salam kenal.)" Pemuda jangkung itu menundukkan sedikit badannya.

Mengerjap beberapa saat, aku kemudian mengangguk. "Sou deshouka~ Sumimasen deshita. (Ah begitukah~ Maaf.)" Ujarku meminta maaf atas kelancanganku menanyakan namanya begitu saja.

"Naze no kai? (Memangnya kenapa?)"

Aku kembali menegakkan badanku mendengar pertanyaannya, sejenak memutar bola mata, aku menggeleng pelan. "Iie, nan demo nai desu. Moushiwake gozaimasen~ (Tidak, bukan apa-apa. Maafkan saya~)" Aku kembali membungkuk.

Pemuda itu menepuk bahuku, "Iya, heiki'ssu yo~ (Tidak, tidak apa-apa kok~)" Ujarnya mengerling padaku masih dengan senyum lebarnya.

Aku kemudian teringat akan pesanannya. Mengangkat notes yang kucengkeram sejak tadi, aku menggoreskan pena sebelum mengulang pesanannya, "Iced Blended Orange Coffee wa hitotsu to pancake with caramel sauce wa hitotsu desu ne. Kashikomarimashita. (Saya mengerti.)" Mengenyahkan pikiranku sejenak, aku pun membungkuk sebelum beralih ke pantry dan menyerahkan pesanan pada Midorima-kun dan Kagami-kun.

Sosok tinggi semampai dengan surai pirang― dan senyuman lebar secerah musim panas itu― tidak asing.

.

.

*ToBeContinued*

.

.

A/N : Halo there~ :D aku bikin FanFic chapter lagi karena "Between Us" udah kelar dan saya belom ada ide buat bikin yang oneshot hhe maka jadilah ini .. XD

Yep, ini baru chpater pertama .. mana panjang banget pula ! orz maafkan sayaaaa~~ *bows deeply* Saya butuh reviewnya, minna~~ mungkin ada kritik atau saran?

Hai, makasih banyak buat yang udah nemuin n nyempetin baca .. Sankyuuu~~ :D

Ah, n big thanks to Ryuu Dearu yang udah bantu kasih ide n udah mau saya repotin dalam proses pengerjaan ni chapter. Hontou ni arigatou~~~ :*