.
.
Summary:
Secara berkala pria menghampiriku. Ada sesuatu tentang statusku sebagai yeoja lajang yang seolah berteriak "goda aku" pada mereka.||| " aku bertanya –tanya, eemmm...mau bercinta denganku?" ||| " Lihatlah Boo, apa yang kumiliki untukmu." ||| YUNJAE (GS)!
.
.
.
HALFWAY to the GRAVE
By : Vhy*mirror
.
.
.
Cast : Jung Yunho + Kim Jaejoong, and another cast
.
Disclaimer : ALL OF THE PLOT IS MINE + REAL WRITER (JEANIENE)!
.
.
RATED : – T+ –
.
GENRE : Fantasy / Romance / Suspense(?)
.
CHAPTER : 1 OF ?
.
Warning : (GS) SC –Straight Character–, Typos (semoga tak ada), POOR EYD, alur MAJU, general LIFE –not as DBSK member- ^_^
.
Warning++ : italic for saying inside, ALL POV is KIM JAE JOONG!
.
Warning +++ : diSARANkan untuk membaca cerita ini dengan POSISI PALING NYAMAN & SANTAI
.
.
.
Note : Seluruh charakter& setting tempat hanya fiksi belaka dan milik bersama.
.
.
DON'T FORGET to SEND me A RIVIEW, ne~~?
.
.
.
.
! HAPPY READING !
.
.
THEME : SPRING_SEOUL
.
.
.
.
Baiklah!
Aku mulai sebal. Lampu merah biru itu tak kunjung hilang dari kaca spionku.
Mobil itu mengejarku?
Kulirik sebentar spidometerku, OKE! aku memang sedikit ngebut kali ini. Tapi..ayolah~~ jam sudah menunjukkan angka 4 dan jalanan sangat sepi di jalan gelap tak berlampu ini.
Menurutmu siapa yang mungkin kutabrak? Hantu? JANGAN BERCANDA!
"Annyeong...apa ada yang salah?" aku bertanya tenang menunjukkan keramahanku, nada suaraku terdengar tidak bersalah. Setidaknya aku memasang wajah tak bersalah.
Seorang gendut yang menghampiriku adalah polisi. Kepala polisi bila ingin lebih jelas.
"..." Dia tak menjawab apapun. MENYEBALKAN! Berani dia mengabaikanku dan hanya terus mengalihkan bola matanya menyusuri diriku dan mobilku! Tapi... dalam hatiku aku terus bedo'a agar tidak ada yang tak biasa dengan mataku.
Kendalikan dirimu Jaejoong...kau tau apa yang terjadi jika kau marah.
"Lampu belakangmu pecah. Tolong perlihatkan SIM dan STNK."
Sial. Itulah yang terjadi jika ada beban di bak belakang mobil pickup-ku. Saat aku mengangkutnya, kecepatanlah yang penting, bukan body mobilnya. ITU PASTI.
Aku memberikan SIM asliku, dan tentu saja STNK yang senada dengan SIM yang kuserahkan.
"..." Polisi itu diam, terus menerus mengarahkan senter itu ke arah wajahku dan SIM asliku secara bergantian.
"Kim Jaejoong. Kau putri Kim Heechul, keujji? Dari perkebunan ceri Kim?"
"ye.." sopan dan santai, seperti aku tidak sedang menghadapi masalah besar.
"Nah...Jaejoong-ssi ini sudah pukul 4 pagi, kenapa kau berada di luar selarut ini?"
Aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya tentang kegiatanku, kecuali bila aku memang sedang ingin mencari masalah. Terutama masalah besar!
"Aku tak bisa tidur, jadi aku sedikit berkeliling."
Tap tap tap tap tap tap tap
Polisi itu menjahuiku di kemudi dan berjalan menuju bagian belakang mobil, lalu senternya ia alihkan ke terpal lebar yang menutupi gundukan agak besar di bak mobilku.
"Apa yang ada di belakang sini?"
Oh. Bukan sesuatu yang tidak biasa. Hanya segunduk mayat dan sebuah kapak!
"Karung -karung itu berisi ceri dari perkebunan eomma. Bukankah sudah waktunya untuk panen?"
"Benarkah?" Polisi itu terus saja menyenteri terpal biru yang menutupi hampir separuh dari bak mobilku.
"Salah satunya bocor." Lanjutnya sambil menatap spion kananku agar aku dapat melihat wajahnya. Satu tangannya yang bebas menunjuk pada gundukan itu.
"Jangan khawatir.." Suaraku hampir berteriak, karena aku tak mau repot –repot dengan turun dari mobil dan meladeni pak tua gendut itu dengan lebih ramah.
"Memang selalu ada yang bocor. Itu sebabnya aku membawanya dengan pick-up tua ini karena ceri itu akan meninggalkan noda merah di beberapa bagian bak." Lanjutku masih sedekit berteriak.
Ohh..lega. akhirnya dia berjalan kembali menuju jendela kemudiku.
"Dan kau berkeliling selarut ini karena kau tak bisa tidur?" Polisi itu kembali mengoceh. Matanya menyipit dan tersirat curiga di dalamnya.
"Kau pikir aku percaya?" Polisi gendut itu mengarahkan gadunya pada tanktop ketat yang kupakai, lalu beralih ke rambutku yang acak –acakan. Sabar Jaejoong..kau harus sabar.
Sial atau beruntung. Polisi ini mengalihkan kecurigaannya padaku soal bak dan beralih soal pakaianku.
Poinnya sekarang...dia sedang berpikir aku keluar selarut ini untuk tidur entah dengan siapa. Tuduhan yang tak terucapkan sangat kental darinya. Sial.
Kelakuanmu sama seperti eommamu,ya? Kurang lebih seperti itu yang ada di pikiran polisi gendut yang sedang membenarkan letak ikat pinggangnya yang melorot. DASAR GENDUT.
Tidak mudah hidup sebagai anak haram di kota kecil. Orang –orang cenderung meremehkanmu. Di zaman seperti sekarang, mungkin kau menganggap itu bukan masalah. Tapi di sini, di Daejeon, Korea Selatan, ada standart berbeda. Penduduknya masih berpikiran kuno.
Dengan sekuat tenaga, kumenahan amarahku. Sisi kemanusiaanku cenderung mengelupas setiap kali aku merasa marah. Dan itu tidak baik.
"Bisakah kita merahasiakannya untuk kita berdua saja?" kuikuti jalan pikirannya. Aku hanya ingin segera hengkang dari sini sebelum bau 'ceri' di bak mobilku tercium olehnya.
"Aku janji tak akan mengulanginya lagi." Lanjutku dengan mengidipkan sebelah mata. Paling tidak itu yang bisa kulakukan sekarang.
Tangan polisi itu kembali menyusuri pinggangnya saat mempertimbangkan permintaanku. Dia bukan polisi yang baik jika kau tanya pendapatku. Perut yang buncit, gigi kuning kecoklatan, dan mulut berbau arak..Kau pasti tau maksudku 'kan? Tapi, aku menahan diri untuk tidak berkomentar apapun, atau aku akan benar –benar bersama dengannya untuk lebih lama lagi.
"Pulanglah, Jaejoong-ssi . dan betulkan lampu belakangmu." Ucap polisi itu sambil tersenyum dan melangkah kembali ke mobil polisinya, seteah mengembalikan STNK dan SIMku.
Aku lolos. Segera aku nyalakan mobil dan sebentar menunggu polisi itu melewatiku. Nyaris saja. Lain kali aku harus lebih berhati –hati atau mencari jalan lain untuk pulang.
V
V
V
Orang –orang mengeluh karena memiliki seorang appa pecundang ataupun memiliki rahasia besar dalam keluarganya. Percayalah aku mengalami keduanya. Jangan salah paham, bukan berarti aku tau tentang diriku sejak awal. Eomma baru memberitahuku tepat hari ulang tahunku yang ke 17. Mungkin ia berpikir...itu adalah kado terbaik untukku di sweet seventeenku. OH!
Aku tumbuh dengan kemampuan yang tak dimiliki oleh anak –anak lain. Tapi saat aku mengatakannya pada eomma saat itu, ia marah dan menyuruhku tak membicarakannya lagi.
Bagi semua orang aku hanya aneh. Tak lebih dari itu. Tidak punya teman, suka berkeliaran, dan memilki kulit pucat yang tidak biasa. Bahkan haraboji dan halmoni-ku tidak juga tau apa yang terjadi pada diriku, tapi toh..namja -namja yang kuburu juga tak tau. Itu sebuah keuntungan, kkeuji?
Sekarang –tepatnya 5 tahun setelah 'sweet sventeen'ku, aku memiliki pola akhir pekan yang berbeda. Pergi ke Club malam manapun yang masih dalam radius 3 jam dari rumah untuk mencari mangsa. Maksudnya bukan mangsa yang bisa aku ajak tidur –seperti pikiran kepala polisi itu, tapi kata mangsa yang sebenarnya. Mangsa untuk diburu, dibunuh. Orang yang kuharap bangkainya dapat kukuburkan di pekarangan belakang rumah, jika aku tak terbunuh terlebih dahulu. Itu adalah tindakan berbahaya dan sama saja dengan bunuh diri. Tentu aku tau pasti. Tapi...kurasa itu lucu. Bunuh diri? Bahkan secara teknis aku sendiri sudah setengah mati. haha
Itu sebabnya, meski nyaris bersinggungan dengan hukum, aku tetap melakukannya. Jadwalnya Jum'at malam dan akan kembali ke Jum'at malam berikutnya. Paling tidak, dengan melakukan itu akan ada satu orang yang bahagia. Eommaku.
Yah...dia berhak mendendam (karena itu dia menyuruhku melakukan semua inni), dan tentu juga berhak melampiaskan dendamnya. Hanya saja, aku berharap aku bukanlah seorang diantara salah satunya.
V
V
V
Musik menghentak keras. Akhir pekan baru untukku kali ini kuhabiskan di Mirrotic Club. Dengan hati –hati aku menyeruak kerumunan. Mencari getaran –getaran yang akan membawaku menikmati malam ini.
Hhahhh... guratan kekecewaan pertama muncul. Satu jam aku berkeliling dan yang kulihat hanyalah manusia biasa. Sambil menghela nafas, aku duduk di depan meja bartender. Mengacungkan tangan dan memesan Red Wine 1990. Minuman itu adalah minuman yang dipesankan oleh mangsa pertamaku dulu. Sekarang, itu menjadi minuman pilihanku. Siapa bilang aku tak bisa sentimentil?
V
V
Secara berkala pria menghampiriku. Ada sesuatu tentang statusku sebagai yeoja lajang yang seolah berteriak "goda aku" pada mereka. Dengan sopan dan sesekali ketus aku menolak mereka, tergantung seberapa keraskepalanya mereka.
Sekali lagi. Aku datang kesini bukan untuk mencari teman kencan!
Setelah hubunganku dengan namjachigu pertamaku –Hyunjoong berakhir, aku tak ingin berkencan lagi. Jika namja yang menghampiriku masih 'hidup', aku tidak tertarik. Tak heran aku tak memiliki kehidupan percintaan yang bisa kubanggakan.
Setelah minum 3 gelas, aku memutuskan untuk meninggalkan club. Tak ada gunanya menuggu tanpa hasil seperti ini. Mungkin aku sedang tak beruntung malam ini. padahal tengah malam hampir tiba dan dan yang kutemukan hanyalah narkotika, alkohol, dan dansa.
Aku berjalan menuju lorong keluar. Dan saat aku melewati daerah toilet, aku merasakan seseorang, atau sesuatu mendekat. Aku berhenti dan memutar tubuhku perlahan untuk memandangnya.
Tak jauh dari toilet, ada sebuah sofa panjang, aku melihat seseorang namja duduk disana, dengan bersandar. Tangannya kosong. Sepertinya sedang menunggu seseorang. Kekasih mungkin? Tapi apa peduliku!
Kutelusuri wajahnya. Dagu tegas, Hidung mancung, pipi yang terpahat apik, mata musang yang tajam, alis yang tebal, dan bibir hati yang terkesan menantang.
Sambil menyunggingkan senyuman, aku mendekatinya, lalu duduk sedikit memberi jarak.
"Halo, tampan~" sapaku, tentu dengan nada menggoda.
"Jangan sekarang."
Nada suara namja itu tergengar tegas, dengan logat Korea yang kental. Aku mengerjabkan mata bodoh beberapa saat. Berpikir aku mungkin terlalu mabuk sehingga mendengar kata yang salah.
"Maaf?"
"Aku sedang sibuk" terang namja berkulit putih, sangat putih itu dengan tak sabar dan sedikit kesal.
Kebingungan menguasai diriku. Apa mungkin aku keliru? Untuk sekedar memastikan, aku mengulurkan tanganku ke telapak tangannya dan memutarnya menggoda. Kekuatan besar nyaris terlonjak keluar dari kulit pria itu. Sudah pasti bukan manusia!
"Aku bertanya –tanya, eemmm..." aku membiarkan kataku menggantung. Berusaha mencari istilah yang tepat agar dia tergoda.
Sebenarnya hal seperti ini tak pernah teradi sebelumnya. Biasanya jenis seperti namja ini mudah digoda. Jadi, aku tak bisa mengatasi hal semacam ini seperti para penghibur profesional.
"Mau bercinta denganku?"
Kata itu terlontar begitu saja. Bahkan aku sendiri ngeri mendengarnya, hingga nyaris mengarahkan tanganku untuk menutup mulutku rapat –rapat. Aku baru pertamakalinya menggunakan kata itu.
Namja itu menoleh kearahku, bibirnya melengkung –isyarat penolakan berikutnya. Mata pria itu menatapku dengan sorot menilai.
"Pemilihan waktu yang tidak tepat, Boo. Kau harus menunggu. Jadilah kucing yang baik dan menjauh. Aku akan menemukanmu nanti."
Dengan sentakan tangannya, namja itu mengusirku. Dengan pikiran kosong aku bangun dan beranjak pergi, menggelengkan kepalau dengan situasi tak terduga ini. Sekarang... bagaimana aku bisa membunuhnya?
Dalam keadaan bingung aku masuk ke toilet. Kulihat penampilanku. Rambut sebahuku rapi meski berwarna merah, aku mengenakan tanktop keberuntunganku, yang telah membuat 2 namja menuju ajalnya jum'at lalu. Kuperiksa gigiku, tak ada yang menyangkut disana. Kuangkat ketiakku, tidak bau. Kalau begitu kenapa? Sebuah pemikiran terlintas begitu saja. Apa dia gay?
Sambil memandang lekat diriku di cermin, aku mempertimbangkan pemikiranku. Segalanya mungkin –aku buktinya (setengah mati dan setegah hidup). Mungkin aku bisa mengikuti namja itu tiap kali dia bersama yeoja atau namja. Setelah membuat tekad itu, aku melangkah keluar.
Sial.
Namja itu sudah tak ada.
Dengan tergesa aku mencari ke sekeliling. Tidak ada jejak baunya di udara. Sial. Kemana dia?
Sambil mengutuk diriku sendiri aku kembali ke meja di depan bartender.
"Wanita cantik tidak seharusnya minum sendirian." Terdengar suara disampingku. Aku langsung berbalik dan bersiap mengucapkan penolakan.
"Sebenarnya...aku benci minum sendirian." Alihku sambil melihat dirinya. Rambut pirang terpotong rapih, dan warna mata yang coklat terang. Dia cukup tampan.
"Apa kau datang sendirian ke sini?" dengan sikap malu –malu aku mengedipkan bulu mataku pada namja di depanku. Aku bersumpah yang ini tidak akan lolos.
"Aku sangat berharap kau yang datang sendirian." Sekarang, suara namja itu terdengar pelan, sementara senyumnya lebih dalam. Oh...Tuhan...mereka memiliki intonasi yang luar biasa. Sebagian besar dari mereka pasti memilki profesi sebagai operator telepon seks. Ups~!
"Ya... Aku sendirian kecuali kau mau menemaniku." Aku memiringkan kepalaku dengan nada menggoda. Membiarkan leherku terekspos dengan sempurna. Bingo! Namja itu menatapku seksama dan menjilat bibir bawahnya. Oh, Tuhan...pria itu lapar.
"Neo ireummeun...nuguya?" dia menanyakan namaku.
"Jae Hero" Itu adalah nama kependekan dari Jaejoong dan nama yang digunakan pria pertama yang mencoba membunuhku. Lihat 'kan? Aku sangat sentimentil.
Senyuman pria itu melebar.
"Nama yang tidak biasa."
Pria itu adalah Kris. Berusia Dua puluh empat tahun dan seorang arsitek, atau begitulah pengakuannya. Kris baru –baru ini bertunangan, tapi ia dicampakkan dan sekarang ia sedang mencari yeoja baik yang akan dinikahinya.
Mendengar semua itu, aku berhasil tak tertawa ataupun tersedak. Bualan omong kosong.
Dan..betapa baiknya Kris mau mengantarku pulang. Tapi sebelumnya ia ingin menunjukkan sesuatu. Yah, itu berarti kita memiliki tujuan yang sama.
Pengalaman telah mengajariku bahwa mobil adalah alternatif terbaik yang mudah disingkirkan jika dijadikan tempat pembunuhan. Itu sebabnya aku berhasil menduduki kursi penumpang.
Mobil kami melaju meinggalkan club.
v
v
"Jangan sakiti aku!.." aku berteriak sekencang –kencangnya. Berharap seseorang mendengarnya? Tentu tidak. Kris membawa kami ke tempat yang sepi, terpencil dan gelap. Tentu aku menyadari bahwa tak akan ada orang yang mendengarku.
Kris menarik bagian belakang leherku. Ia berbisik...
"Hanya akan terasa sakit sebentar."
Pada saat itu, tanganku melakukan hal yang telah terlatih ke bagian belakang saku celanaku untuk mengambil senjata, dan ..
JLEB! JLEB! JLEB!
Senjata itu sudah kutancapkan beberapa kali ke jantungnya. Dia telah penuh dengan darah di bagian dada kirinya. Good job, Jae.
"Kau benar, hanya sakit sebentar." Aku menyeringai. Lalu menaruh mayatnya di jok belakang.
V
V
Setelah memebereskannya (menguburkan Kris di halaman belakang rumah dengan kepala dan beberapa bagian tubuh lain secara terpisah). Aku membasuh diriku. Cipratan darah Kris mulai mengering. eommaku? Dia takkan keberatan untuk membantuku menggilingnya di mesin cuci. Malah aku akan mendapat pertanyaan seperti "Apakah ada lagi yang berhasil kau singkirkan Jae?" Ya, tentu saja! Tanpa sedikitpun membuatku terluka atau menjadi korbannya, eomma.
V
V
V
V
V
Ini malam berikutnya, Sabtu malam..dan aku mencoba peruntungaku kembali di Mirrotic club. Toh, di sana ada monster penghisap darah yang masih berkeliaran. Jadi, aku menyelesaikan tugas rumah yang biasa dengan tidak sabar. Tak perlu berpamitan pada eomma, halmoni ataupun harabeoji, meski kami tinggal bersama. Kami tak terlalu saling mempedulikan.
Club itu sepenuh kemarin. Tentu karena ini masih akhir pekan. Aku berjalan menuju kursi bar dengan suasa hati yang memburuk, setelah berkeliling tak menemukan apapun. Hingga aku pun tak menyadari ada hawa aneh yang berada di sekitarku.
"Aku siap bercinta denganmu sekarang."
"Apa?" aku berputar, bersiap –siap memberikan penolakan keras dnegan mengucapannya yang blak –blakan. Tapi, seketika itu aku tertegun. Ternyata namja itu. Wajahku merona saat teringat apa yang kukatakan kemarin malam. Tampakknya namja itu juga mengingatnya.
"Ah, ya.." bagaimana biasanya orang merespon hal itu? "Hmm..minum dulu? Wine atau...?"
"Tidak perlu repot –repot" namja itu menghalangiku memanggil bartender dan menyusurkan jarinya sepanjang daguku. "Ayo kita pergi."
"Sekarang?" aku menoleh ke sekitar, bersikap waspada.
"Iya, sekarang. Berubah pikiran, Boo?"
Ada tantangan di mata namja ini dan kilatan yang tidak kupahami. Karena tak mau mengambil resiko kehilangan jejaknya lagi, aku meraih tasku dan berbalik ke pintu.
"Jalanlah lebih dulu."
"Tidak, tidak." Namja itu menyeringai dingin. "Yeoja lebih dulu."
Begitu sampai di tempat parkir, pria itu menatapku dengan tatapan penuh harap.
"Nah, ambil mobilmu dan kita segera pergi dari sini."
"Mobilku? Aku...aku tak membawanya. Dimana mobilmu?" aku berusaha tetap tenang, meski aku sedang gemetaran. Ini semua di luar kebiasaanku.
"Aku datang ke sini dengan motor. Kau mau naik motor?"
"Motor?" Tidak, tidak bisa. Tidak ada bagasi untukmenyembunyikan mayatmu. Terlebih lagi aku tak bisa mengunakan motor.
"Hmm...sebaiknya kita meggunakan mobilku saja. Ada di sebelah sana." Aku berjalan terlebih dahulu ke pick-upku. Ke club naik pick-up? Bahkan ada artis yang pakai rok mini naik ojek? Lalu kenapa?
"Tadi kau bilang tak membawa mobil." Ujar namja itu datar mengikuti langkahku.
Seketika itu aku berhenti dan hampir saja berbalik dengan ekspresi terkejut.
"Aku lupa, itu saja." Jawabku melanjutkan langkah.
"Aku pikir aku terlalu banyak minum. Kau mau menyetir?" Lajutku setelah sampai di depan pick-up hitam yang agak lusu.
"Tidak, terima kasih." Logat tegas khas orang dulu.
Aku mencoba tersenyum, tentu saja aku sedang berpikir. Dia harus yang menyetir, agar aku segera bisa menyelesaikannya dengan cepat.
"Jeongmalyeo..kurasa aku sedikit pusing. Aku tak bisa menyetir."
"Jika kau mau menundanya hingga besok malam." Ucapnya dengan nada rendah dan tenang. Dia hanya menatap pick-upku dan aku secara bergantian.
"Tidak!" ada keputusasaan di suaraku, yang membuat pria itu menaikkan sebelah alisnya.
"Maksudku..kau sangat tampan dan..." apa yang biasanya orang katakan dalam situasi seperti ini?
"Aku benar –benar ingin melakukannya denganmu."
Namja mata musang itu tertawa, mata coklatnya berkilauan. Jaket denim melapisi kaos berkerahnya yang simple, dan tulang pipiya makin tegas. Ohh...dia tampan.
Pria itu menatapku dari kening hingga ujung jari kakiku, lidahnya meyapu bagian bawah bibirnya setelah andangannya kembali ke pangkal pahaku.
"Baik, kita pergi. Kau yang menyetir."
V
V
"Siapa namamu?"
"Mengapa penting?" jawabnya sambil bersandar di kursi dan bersendekap. Tatapannya masih lurus ke depan. Yang jelas, mata itu membuatku gelisah. Ada sorot tantangan di dalamnya. Padahal biasanya mangsaku menyosotkan kesan ramah.
"Aku hanya ingin tau. Namaku Jae." Kubawa mobilku keluar dari jalan raya menuju jalan bebatuan gelap dengan pohon besar di kanan –kirinya.
"Kau lebih cocok dengan Boo." Kepalaku tersentak dan aku menatapnya jengkel.
"Namaku Jae." Ulangku. "Jae Hero."
"Terserah kau saja, Boo."
Suasana hatiku memburuk.
V
V
"Apa kita akan berhenti di sini? kau ingin bermain denganku di sini?" Sial. Dia terlalu blak –blakan!.
"Hmm.. tidak sedikit lebih jauh dari sini."
Aku melajukan mobilku ke dalam hutan, dan setelah menemukan pohon yang sangat besar dan kurasa 'nyaman'. Aku berhenti.
"Kau tak ingin pergi keluar dan...bermain di sana?" aku melepas setbelt dan menunjuk pohon besar di depan.
Namja itu menyeringai.
"Oh, tidak. Aku suka melakukannya di dalam."
"Di sini tidak akan ada cukup ruang untuk bergerak."
"Aku akan tetap di sini." ucapnya memandang ku lekat. Baiklah, terserah kau.
Hening...
.
.
"Kau tidak akan berhubungan seks denganku menggunakan pakaian lengkap,'kan Boo? Tanggalkan bajumu, agar kita tak menghabiskan sepanjang malam hanya untuk saling menatap."
"Kau saja lebih dulu." Aku tak pernah sejauh ini.
"Kau pemalu, ya? Tidak cocok untuk yeoja sepertimu, apalagi kau yang menghampiriku dan memintaku menyetubuhimu. Bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Kita tanggalkan bersama –sama."
SHIT! Itu adalah kata paling kasar yang tertera di otakku sekarang.
"Lihatlah Boo, apa yang kumiliki untukmu." Dengan tidak acuh namja itu membuka kancing celananya, menurunkan resleting dan mengeluarkan kemejanya sebelum celananya terlepas dari kakinya. Aku melihat sekilas, perutnya sangat putih dan sangat indah.
Tanganku gemetar. Tapi aku mencoba mengarahkannya pada bagian belakang celanaku, berpura –pura akan membuka celana.
Tanganku sudah menyentuh senjata andalanku, hanya tinggal beberapa detik lagi, sebelum...
Ketika aku berbalik untuk menghindari tatapanku ke selangkangganya, aku tak sempat melihat tangannya mengepal. Tinju namja itu dengan sangat cepat menghantam kepalaku, dan kemudian kesunyian.
TBC -:_
Part pertama...part pertama...
Adakah yang sudah bisa membaca jalan cerita? Otte? Baguskah?
Semoga ini FF bisa dibaca banya orang. ^_^
*Jika ada (banyak) yang berminat, akan lanjuuuuut~~~*
Sign,
Vhy*mirror