"…Wow…"

Roxis menatap janggal pada Vayne. Sang pemuda berambut perak itu sendiri menatap takjub pada cauldron yang menampung cairan hasil sintesis barunya.

"…warna supnya berubah jadi merah."

Roxis menepuk jidatnya.

Ia harap penemuan baru Vayne itu tidak lebih buruk dari apapun hasil racikan Philo dan Pamela.


Mana Khemia © Gust

Synthesis!

By The Fallen Kuriboh

Letter A, Amber Soup and Misunderstanding Position

Warning: Drabbles. Ngaco to no end. So ambigay. Mainly RoxisVayne. Possibly OOC. Contains hint of shonen ai.

Happy reading~!


Roxis Rosenkrantz, 18 tahun, saat ini sedang berada dalam kondisi kurang nyante.

Pasalnya, baru beberapa menit yang lalu Vayne membuat sintesis baru. Oh baiklah, mungkin ini berlebihan. Kita semua tahu bahwa Vayne bukanlah alkemis yang akan meledakkan workshop dengan apapun penemuannya. Sebaliknya, sang pemuda bermata biru itu sering kali menemukan dan membuat banyak benda yang keratif, imajinatif dan inovatif—

—sebentar. Sekarang Roxis jadi merasa seperti sedang mengiklankan Vayne atau apa.

Harusnya, penemuan baru Vayne bukanlah hal yang tak wajar, dan tentu saja ini bukan bencana. Lain halnya dengan ketika Pamela menyentuh cauldron workshop mereka.

Karena itu, harusnya Roxis tetap bisa tenang saat menatap cairan merah menyala yang dibuat Vayne. Ya, itu benda normal. Walau warnanya mirip lahar gunung Merapi atau warna darah yang menyala-nyala (ugh! Roxis mulai mual), tetap saja ini tak akan mungkin lebih buruk dari obat buatan Philo dan Pamela, bukan?

Vayne menatap tabung kaca berisi cairan merahnya itu dalam-dalam.

"…sepertinya ada yang aneh dengan warnanya."

Bukan 'sepertinya' lagi, ini memang sudah aneh.

"Apa yang kau masukkan dalam cauldron tadi?" mau tak mau Roxis menutup bukunya dan ikut penasaran juga dengan hasil kerja Vayne kali ini.

"Uh, aku memasukkan carrotato, air, dan ATK fruit. Seperti yang tertera di resep." Roxis menatap skeptis padanya. "Sungguh. Aku tidak bohong."

Roxis mengambil kertas resep dari tangan Nikki, membuat sang gadis setengah binatang itu berteriak protes—tentu saja dihiraukan.

Pemuda berambut honey blond itu membaca secarik kertas yang bertuliskan huruf latin itu. Tentu saja, Vayne tidak melakukan kesalahan. Ia melakukan segalanya benar sesuai resep. Yang jadi masalah adalah warna cairan yang agak kurang wajar itu.

Habisnya, dari mana warna merah itu bisa muncul dari bahan-bahan yang dimasukkan Vayne ke dalam cauldron tadi?

"Ooh, Vayne. Kau membuat Amber Soup ya?"

Seisi workshop menoleh ke arah pintu. Sang ketua workshop—Flay, tertawa-tawa sambil melangkah masuk dalam ruangan. Di belakangnya, sosok gadis hantu mengikuti dengan senyuman ceria.

"Amber Soup?" Vayne memiringkan kepalanya.

"Wah, lama aku tak melihat ini~!" Pamela bersorak riang sembari menghambur ke arah cauldron. "Warnanya indah sekali~"

Roxis menaikkan alisnya. "Lalu, efek sup ini apa?" Untuk membakar sesuatu kah? Melelehkannya mungkin?

"Hahaha, kenapa tidak kau coba sendiri saja?"

Uh-oh, sepertinya Flay tidak memiliki rencana untuk mengatakannya pada adik-adik kelasnya.

Lagi-lagi Vayne menatap cairan merah—amber soup buatannya. kemudian ia menatap Nikki, sayangnya sang gadis enerjik itu keburu hilang entah kemana. Oh, sense of danger yang bagus. Ia menatap Pamela—yang membalas tatapannya dengan senyuman tanpa dosa. Tentu saja, hantu tidak bisa makan dan minum. Dia aman. Dan Vayne tidak mungkin meminta Flay untuk mencicipi hasil ramuannya.

Tinggal satu opsi.

"Roxis—"

"Tidak."

"…aku bahkan belum bilang apa-apa."

"Sudah berkali-kali aku menghadapi alur pembicaraan yang serupa, jadi aku tahu kau ingin aku melakukan apa."

"Tapi, sedikit saja—"

"Tidak."

"Roxiiiiiss…."

Sang pemuda bermata merah itu mundur selangkah.

"Jangan gunakan nada bicara seperti itu padaku."

"…uh, kau jahat."

Alis Roxis berkedut.

"Dan jangan merajuk, itu tidak akan mempan."

Vayne menggembungkan pipinya.

"Puppy eyes juga tidak akan mempan, Vayne."

Sang pemuda perak menghela nafas. Roxis makin memicingkan matanya.

"Kenapa tidak kau coba sendiri saja?"

"Uh… semacam traumatik pada hasil sintesis baru karena beberapa hal."

Oh tentu saja. Vayne memang sering menjadi korban Philo. Namun bukan berarti Roxis tidak pernah menjadi korban di sini. Jadi tolong, paling tidak Vayne harus bertanggung jawab dengan mencicipi hasil sintesisnya sendiri.

"Kau terlalu banyak alasan, Vayne."

"Harusnya kau paham dengan traumaku."

"Aku beberapa kali menenggak sesuatu yang bahkan lebih buruk dari apa yang pernah masuk ke dalam lambungmu (obatnya Pamela), tapi sampai sekarang aku masih tetap hidup. Jadi sebaiknya kau minum ini sebelum aku meminumkannya dengan paksa padamu."

Vayne bergeming.

"Tapi aku tidak bisa."

"Kau harus bisa. Itu buatanmu, jadi kurasa hasilnya tak akan seburuk biasanya." Sampai kapan argumen ini akan terus berlanjut? Ayolah Vayne, jangan keras kepala.

"Tidak mau. Bahkan ketika kau memaksaku—hhmpph!"

Roxis kehilangan kesabarannya.

Dengan gerakan cepat, sang pemuda pirang itu menyambar botol kecil yang dipegang Vayne. Kemudian mendorong Vayne hingga terjatuh di sofa, menindihnya dengan kaki dan memegangi kepalanya dengan satu tangan, kemudian mempertemukan bibir Vayne dengan bibir botol amber soup yang ia pegang dengan paksa.

"Mmh..!"

Gulp!

Berkat dorongan paksa yang dihadiahkan Roxis padanya, mau tak mau Vayne membuka mulutnya dan menenggak cairan merah yang memaksa masuk dalam mulutnya. Beberapa bagian dengan sukses mengalir dalam kerongkongannya dan berjalan mulus menuju lambungnya, sebagian lagi masuk terlalu cepat dan membuat Vayne tersedak. Sebagian kecil lagi tidak dapat menerobos pertahanan bibir Vayne, membuatnya mengalir jatuh ke sisi bibir sang pemuda perak tersebut.

Begitu isi cairan merah itu habis, Vayne mendorong pelan tangan Roxis. Seketika itu juga ia terbatuk, kemudian mengatur nafasnya yang sedikit terengah karena tersedak.

Dan Roxis membatu.

"…yang tadi itu kasar… Roxis…"

Oh tidak, tunggu dulu.

Saat ini Vayne terbaring pasrah di atas sofa. Belahan bibir merahnya terpisah, berusaha mengambil pasokan oksigen untuk menutupi kekurangannya dalam beberapa detik yang lalu. Jejak cairan yang bercampur saliva mengalir membentuk sungai tipis di sisi bibir Vayne. Nafasnya tentu masih terengah, dan wajah yang memerah (sebenarnya karena kekurangan udara) itu makin memperburuk keadaan.

"…Roxis, kau berat. Aku susah bernafas kalau begini…"

Dan indahnya lagi, Roxis baru sadar kalau saat ini ia sendiri sedang duduk menindih perut Vayne.

(Sekarang kita bisa menjelaskan kenapa tempo nafas Vayne menjadi sangat tidak teratur.)

"Hohohoho."

Dan ternyata, Flay beserta Pamela masih belum pergi dari dalam workshop.

(Dan benda apa itu yang Flay bawa, kamera?)

"ASLHKLJFIOLAHFAUUK! ASSDAKJLHSA!?"

Roxis Rosenkrantz, 18 tahun, sedang panik sendiri karena ia baru saja melakukan sesuatu yang benar-benar mengundang kesalahpahaman seperti ini.

Ini semua salah Vayne yang membuat cairan merah—apa itu, amber soup itu!

Dan ekspresi serta gelagat Vayne di atas sofa tadi itu benar-benar salah!

"…Roxis? Roxiiiis!"

Yang namana dipanggil keburu kabur keluar workshop dengan wajah yang merahnya kelewat padam, menghiraukan tawa nista mana of light yang bagai berdeing dalam benaknya.

"Kenapa dia lari?"

Flay dan Pamela hanya tertawa (nista).

Sejak saat iu, Roxis mendadak alergi ketika melihat Vayne meminum amber soup (bahkan ketika sedang bertarung sekalipun).


FIN


"Ngomong-ngomong, sepertinya aku baik-baik saja setelah meminum ini. Tapi tidak ada perubahan padaku, sebenarnya amber soup ini gunanya apa ya?"

"Itu untuk meregenerasi SP. Tentu saja tidak ada efeknya padamu karena sekarang SP-mu sedang penuh."

(Sayangnya itu tadi berdampak besar untuk Roxis)


To be Continued


a/ n: yossha! Bertemu lagi dengan saya ^^ Kali ini (dengan ajaibnya) saya niat bikin drabbles buat mana khemia. Temanya barang-barang hasil sintesis, dari A sampai Z. jadi ya… ntar ada 26 chapter hahaha /plak

the first chapter turned out to be samthing like this lol. Roxis jadi terlalu 'imajinatif', sementara Vayne sungguh OOC oh my QwQ

but I'll do my best—walau entah ada yang review atau engga. Saya sudah terbiasa main di non mainstream jadi hahaha no prob lah. Walau sebenarnya saya berharap ada yang baca walau cuma satu orang QwQ

pokoknya, untuk siapapun yang nyempetin diri buat baca ini, saya mengucapkan terima kasih banyak XDD

Kuriitan.


Next chapter:

Black Liquid.

Ketika kemarin Vayne membuat lahar merah, hari ini ia membuat air sehitam selokan.

"Sudah kubilang kalau ide Pamela tak akan pernah baik."

"Waaa!? Bajuku mulai leleh(?)!"

CRROOOOOT!

"Aaah! Roxis, jangan lihat!"

"Sang pejuang berkacamata kita telah tumbang karena kehabisan darah!"

"Gunner-senpai! Ini bukan saatnya untuk bercanda!"

(teaser macam apa ini.)