Warning : AU, OOC, typo, Boys Love, Horror, tidak masuk akal karena ini imajinasiku.

Disclaimer : Themselvs

Rate : T

.


"Yun…"

"Ya?"

"Aku rasa sebaiknya kita pindah rumah."

.


.

Step

-Z-

.

YunJae Fanfiction

.


.

Victoria Street number 26

.

BRUK

"Huft… Jae, barangmu terlalu banyak!" Yunho bertolak pinggang. Punggungnya serasa lepas setelah mengangkut banyak dus-dus ke dalam rumah barunya.

"Taruh saja, nanti aku yang bereskan. Kau ada rapat sebentar lagi, kan?"

Yunho menatap Jaejoong sebentar sebelum mengangguk setuju. Dia mendekati orang yang dinikahinya 3 bulan yang lalu dan mengecup dahinya cepat, "Aku akan pulang cepat. Nanti ku bantu bereskan."

"Ya, ya, ya. Sana berangkat," usir Jaejoong dengan kekehan ringan.

.


"Dude, kau pindah rumah lagi?"

Yunho yang baru keluar dari ruang rapat dengan atasannya menoleh ke rekan sekerjanya. Sudah 2 tahun mereka berada di bagian produksi perusahaan mereka—ZDGame—sehingga sudah terbiasa berbagi tentang suka-duka mereka selama ini.

"Jaejoong meminta untuk pindah, Jim."

Pria keturunan Amerika-Hawaii itu menyipitkan matanya heran, "Ini sudah kedua kalinya kalian pindah. Suamimu terlalu muluk. Jangan bilang dia meminta rumah-rumah yang mewah…"

Yunho mendesah, "Kita makan siang, yuk," Yunho berjalan mendahului Jimmy ke arah kantin. Tidak perduli dengan Jimmy yang mengerang tidak suka.

"Damn, kau mengalihkan pembicaraan!" Jimmy mengejar Yunho yang lebih tua 2 tahun darinya.

Dan seperti biasa… Yunho pura-pura tidak mendengar. Walaupun pada akhirnya akan sulit untuk menutup rahasia dari Jimmy Macken.

.


Seharian membereskan rumah barunya membuat Jaejoong lelah luar biasa. Setelah memasak makan malam dan mandi, dirinya sempat tertidur sejenak di sofa ruang tengah.

Sebenarnya dia tidak mau pindah ke sini. Rumahnya yang sebelumnya sangat bagus, halaman luas dan rumah yang tidak terlalu besar—sehingga dia tidak repot membereskan rumah. Bahkan dia sudah membeli beberapa kantung biji bunga untuk ditanam. Namun ada hal yang membuatnya memohon pada Yunho untuk pindah.

Ngomong-ngomong sudah jam 9 malam dan Yunho belum juga pulang. Jaejoong menghela nafas dan mengambil ponselnya dengan enggan. Padahal seingatnya tadi Yunho—suaminya—berjanji untuk pulang cepat.

"Hallo?"

"Kau dimana?"

"Dalam perjalanan, sayang. Ada apa?" suara Yunho terdengar ringan seolah lupa bahwa dia sudah berjanji pulang lebih awal.

"Tidak apa-apa. Hanya bertany—"

Tap

Tap

Tap

Tubuh Jaejoong menegang. Dia mendengar dengan jelas ada orang yang berjalan tepat dibelakangnya. Buru-buru dia menoleh. Matanya membulat takut saat mendapati tidak ada siapapun disana.

"Jae? Hey? Kau masih disana?"

"Y-Yun…" suara Jaejoong bergetar.

Mendapati ada yang aneh dari suara Jaejoong, jantung Yunho berdetak lebih cepat, "Kenapa, Jae?"

"C-cepat pulang… Please, suara itu keluar lagi!"

"Suara apa, Jae?"

Tap

Tap

Tap

"Please! Please! Cepat pulang!" Jaejoong benar-benar ingin berlari sekarang juga. Suara langkah itu tiba-tiba menjadi lebih keras. Seperti ada orang yang berjalan memutarinya.

"Oke! Aku hampir sampai sayang. Jangan tutup telfonnya!"

Ini bukan pertama kalinya! Tapi ini selalu membuat Jaejoong bergetar ketakutan, "Yunho… Yunho… Yunho… Yunho…" ia terus merapalkan nama Yunho. Berusaha mengurangi rasa takutnya. Dengan cepat dia menyalakan televisi dan membesarkan volumenya.

Namun bukannya reda, Jaejoong merasa ada angin menerpa bagian kanan tubuhnya. Seketika bulu kuduknya berdiri. Ruangan ini tertutup. Tidak mungkin ada angin yang masuk.

"J-Jejung-kun…"

Itu bukan suara Yunho!

"AAAAAAAAAAARGH!"

.

.

.


.

.

.

Yunho hampir saja mati.

Saat diperjalanan dia mendengar teriakan Jaejoong melalui telefon dan di rumah ia mendapati Jaejoong tak sadarkan diri.

Kini dia hanya diam sambil mendekap orang yang paling dia cintai ini. Mengelus punggungnya beberapa kali. Sudah 1 jam dia menunggu Jaejoong untuk sadar. Dia sudah memeriksa seluruh tubuh Jaejoong untuk memastikan apakah ada luka atau apapun.

Sempat beberapa kali ia hampir tertidur karena menunggu, namun kembali terjaga dan mendekap Jaejoong semakin erat.

"Yun…"

Jaejoong sadar! Namun Yunho tidak kunjung melepaskan pelukannya. Dia sengaja, "Kau kenapa?"

"Aku ingin pindah lagi…"ada sepercik nada takut.

"What the…" Yunho segera melepas dekapan keduanya dan memandang Jaejoong kesal, "Kau ingin kita pindah untuk ke tiga kalinya, huh? Bahkan belum ada 24 jam kita disini!"

Jaejoong menatap Yunho dengan penuh permohonan, "Yun… kau tidak mengerti."

"Bagaimana aku mau mengerti jika kau tidak pernah bilang! Aku sudah cukup sabar mencari rumah hingga 2 kali seperti ini, tanpa menuntutmu untuk bercerita. Tidak ada pindah untuk yang ke tiga kalinya! Kau pikir uangku menggunung?"

Jaejoong terkejut. Yunho marah padanya. Tapi ini juga salahnya tidak mau—tidak berani—untuk bercerita.

"Maafkan aku, Yun…" Jaejoong menunduk. Membuat Yunho merasa bersalah.

Yunho kembali mendekap Jaejoong, "Maaf, baiklah. Kita pindah lagi. Aku akan cari perumahan yang lebih ramai."

"Tidak usah. Maaf merepotkan."

Yunho tergelak, "Kau tidak akan pernah membuatku repot, sayang…" Yunho mengecup bibir Jaejoong, "Besok aku akan bertanya pada Helen tentang rumah baru."

Namun Jaejoong tetap memasang wajah kurang nyaman. Yunho pasti sangat kerepotan karenanya, "Y—"

"Jaa… aku mau mandi, kau boleh tidur duluan," Yunho bangkit berdiri dan mengusap kepala Jaejoong, "Aku janji tidak akan lama."

.


.

"Kau baru pindah kemarin, Yun! Sekarang mau pindah lagi?" Helen—salah satu teman Yunho yang menjadi agen untuk jual-beli rumah—tampak sangat terkejut dengan penuturan Yunho.

"Ini kemauan Jaejoong."

"Ada apa dengannya?! Rumah yang kemarin memang kenapa? Tidak nyaman? Banyak serangga? Atau apa?!" Helen tampak terlihat kesal. Dia membolak-balik map besar berisi rumah-rumah yang perusahaannya jual.

Yunho menghela nafas berat. Dia menyadarkan seluruh tubuhnya ke punggung kursi yang dia dudukin, "Please, jangan banyak tanya. Aku sudah cukup pusing."

Helen memutar matanya bosan, "Terserah. Sekarang kau ingin rumah seperti apa?"

Yunho menatap Helen sejenak, "Rumah… yang berada di keramaian. Sepertinya Jaejoong tidak terlalu suka tempat yang sepi."

"Tidak usah terlalu bagus kurasa, yang penting nyaman," tambah Yunho, "Kalau bisa tidak terlalu besar. Kesannya menakutkan."

Helen mendelik, "Kau ini banyak maunya. Mungkin dua sampai tiga hari lagi aku akan telefon mengenai harga dan tempat. Pelangganku akhir-akhir ini menggunung."

"Terserah kau. Kalau bisa secepatnya…"

"Kau harus mentraktirku jika sudah."

"Baik, princess~"

.

.


.

.

Yunho terbangun saat Jaejoong memeluknya terlalu erat. Dia meraba tubuh Jaejoong yang memeluknya dari belakang.

"Kenapa?"

"T-tidak apa…"

Tapi Yunho tetap merasa ada yang aneh, "Hei, kenapa?" Yunho membalik tubuhnya dan menatap Jaejoong dengan mata yang masih setengah mengantuk.

"Tak apa. Tidurah lagi…"

"Jae, hidungmu berdarah!" Yunho segera bangkit. Memaksa Jaejoong untuk duduk juga. Matanya menelusuri wajah orang yang dia cintai penuh kekhawatiran. Dengan jempolnya Yunho mengusap darah yang mengalir dari hidung Jaejoong.

"Aku bisa sendiri, Yun."

Yunho menggeram tidak suka, "Kau kenapa, Jae?! Sikapmu jadi aneh."

"Aku tidak mau merepotkan, Yun…"

"Ya Tuhan… kau merepotkanku?! Jika kamu merepotkan, aku tidak akan pernah menikahimu! Kenapa kau jadi aneh, ha?!" Yunho bangkit berdiri, "Aku ambil tisu dulu."

Setelah Yunho berlalu dari hadapannya Jaejoong menunduk dalam. Kepalanya terasa berat karena banyak hal menghantuinya. Jika tidak ada orang di dekatnya Jaejoong sama sekali tidak bisa merasa tenang selalu saja ada yang—

Tap

Tap

Tap

Matanya membulat. Suara langkah itu lagi…

"Yun…" Jaejoong memanggil nama Yunho berharap pria itu datang cepat!

Tap Tap

Tap Tap

Ketukan langkah semakin cepat.

"Yun!" Membuang harga dirinya sebagai laki-laki, Jaejoong menjerit keras.

Tap

Langkah itu terhenti. Mau tak mau Jaejoong ikut diam. Dia mengenggam selimutnya erat. Takut sekali. Ya ampun, Yunho… kau kemana?!

Drap Drap Drap Drap

Tuhan… suara langkah itu berubah menjadi hentakan kaki.

"YUNHOOO!"

Grep

Sebuah rengkuhan hangat membuat Jaejoong merasa lebih lega. Dengan erat dia membalas pelukan orang yang dia percaya akan melindunginya.

"Hey, kenapa sayang?"

"Aku takut… Please, kita pindah. Please!" perlahan Jaejoong mulai menangis.

Perasaan bingung menyerang Yunho. Dengan lembut dia mengusap punggung Jaejoong, "Kita akan pindah. Tenanglah."

Perlahan Yunho melepas pelukannya. Dia ingin mengusap air mata Jaejoong. Namun seketika pergerakannya terhenti. Matanya membulat syok mendapati suatu sosok perempuan dengan wajah hancur dan berambut panjang di belakang Jaejoong.

"Jae, dibelakangmu..."


TBC


Hanya twoshoot. Promise, lanjutannya ku lanjutkan secepatnya. Tidak ada 1 minggu kuusahakan, namun berikan respon ne? Ini fanfic horror pertamaku. Janji endingnya tidak terlalu menyeramkan, karena jujur aku sendiri takut dengan horror.

Ngomong-ngomong ini belum dipublish di Wordpress karena suatu kendala.

Dan bagi yang menunggu fanfiksiku yang lain, aku mohon maaf sebesarnya. Aku berusaha melanjutkan namun selalu stuck. Menyebalkan sekali.

Terima kasih yang sudah memintaku untuk Update dari di twitter, facebook, line, BBM, PM, bahkan sampai whats app... Dude, dari mana kalian tahu nomorku? Wks.

.

Kritik dan saran?

-Z