Title : Perfectly Imbalanced (Indonesian)

Author : Supergelie

Main pairing : ChanBaek / BaekYeol

THIS STORY BELONGS TO SUPERGELIE

AND I JUST TRANSLATE IT INTO INDONESIAN

PLEASE DO NOT REUPLOAD THIS STORY!

T/N: Wuih… seneng bgt waktu dpet izin dari author supergelie utk translate FF super keren ini… yup bener sekali… ini adalah salah satu ff Baekyeol FAVORITE saya, hehe. Ohya, maaf nih kalo cara translate saya masih amburadul, acak-acakan, jelek, kurang dimengerti, dsb. Maklumlah, saya hanya anak kelas 2 SMA berumur 16 dengan kemampuan masih seujung kuku, tapi uda sok2 mau jadi translator. So, kalo ada diantara kalian yang mau bantu saya (saya seneng bgt tuh kalo ada yg mau) utk mentranslate ff ini, PM aja, ok? (bner2 berharap ada yg mau T.T)

PERFECTLY IMBALANCED

Characters

Baekhyun, Chanyeol, Luhan, Sehun, Kai, Kris, Lay, Kyungsoo, Minseok, Tao, Chen.

Description

Park Chanyeol berada dalam masalah paling besar dalam hidupnya saat ibunya menyuruhnya untuk menikah, dimana hal itu benar-benar tidak mungkin karena dia adalah seorang gay, jadi saat dia bertemu dengan seorang perempuan yang menurutnya adalah calon terbaik, dia berharap bisa menjadi straight dan menikah. Rencananya, ia akan mengajak perempuan itu berkencan.

Masalahnya adalah, perempuan itu bernama Baekhyun. Dan dia adalah seorang lelaki.

Tidak ada rencana B.

P.S. There will be crossdressing in this…and whiny Baekhyun. IDEK.

Foreword

Surprise. Surprise. Tepat pukul 9 pagi, di hari libur, Chanyeol tidak mengerti kenapa sebenarnya dia berdiri di depan pintu tetangganya. Dia mengetuk pintu tiga kali, empat kali, lima kali, sebelum dia melihat bel dan memutuskan untuk menekan bel itu. Tak sampai sedetik pintu terbuka dengan suara klik.

Dia kira dia akan bertemu Luhan. Tapi malah lelaki bermabut cokelat yang muncul di depan pintu.

Rambut kusut, tak memakai atasan, dan mata mengantuk yang terlihat tidak menarik.

"Apa?" tanya lelaki itu, sedikit terganggu.

"Uh, maaf, salah alamat, salah alamat." gumam Chanyeol dan berbalik hendak pergi.

"Apa kau mencari Luhan?"

Chanyeol berbalik. "Ya, aku mencarinya."

"Kau tidak salah alamat."

Chanyeol mengangguk. "Apa kau temannya?" lelaki berambut cokelat mengangkat sebelah alisnya, terganggu dengan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu. "Baiklah. Um..Sebenarnya aku mencari temanmu..temanmu yang lain..perempuan itu."

Lelaki berambut cokelat itu memiringkan kepalanya. Chanyeol rasa itu adalah hal terimut yang pernah ada.

"Perempuan apa."

"Kau tau, rambutnya cokelat, bukan kau, seseorang dengan rambut panjang.. aku bertemu dengannya kemarin, dia memakai gaun merah muda dan-"

"Di Grand City Hotel?" tanya lelaki berambut cokelat itu seolah-olah dia bisa membaca pikiran Chanyeol. Chanyeol mengangguk. "Ya, benar."

Lelaki berambut cokelat membuka pintunya lebar, menampakkan gaun merah muda yang Chanyeol bicarakan tergantung di dinding. "Itu gaunnya!" sela Chanyeol kemudian pandangannya jatuh pada warna familiar tersebut. "Dan...rambutnya...adalah wig." Ia mengerutkan alisnya bingung.

Lelaki berambut cokelat menelan ludah.

Dan kemudian semuanya menjadi jelas. Mata Chanyeol melebar. "Tolong katakan semua ini tidak seperti apa yang kupikirkan."

"Tidak ada perempuan di sini." Lelaki berambut cokelat itu berkata apa adanya.

"Oh my god." Chanyeol benar-benar merasa seperti tidak sadarkan diri.

.

.

.

.

.

Chapter 1 : You need a wife

Businessmen mungkin adalah manusia yang paling peramah dalam kehidupan bermasyarakat. Well, jika kau ingin berada dalam urutan atas dalam rantai makanan, kau harus membuat hargamu lebih tinggi dibanding orang lain. Seperti sebuah lukisan, daripada melukis dengan warna hal ini lebih ke melukis dirimu sendiri dengan uang. Park Chanyeol mungkin saja salah satu dari mereka, mungkin juga tidak.

Chanyeol mengerang, merasakan sinar matahari mengusik kulitnya saat dia berguling di kasurnya. Terdengar suara beep yang keras dari telepon.

"Chanyeol sayang, tolong katakan bahwa kau sudah bangun saat kau mendengar ini. Sepupumu akan datang menjemputmu nanti."

Sepupu.

Yang mana?

Chanyeol mengerang lagi, duduk perlahan sambil menggosok wajahnya. "Alkohol…Sialan," dia berdiri dan membuka pintu agar ia bisa menncuci-

"BRO!"

"MOTHER OF GOD!"

"Wow, kau terlihat buruk."

"Apa-apaan kau Sehun?! Apa yang kau lakukan di sini?!"

"Apa ibumu tidak bilang kalau aku akan datang?"

"Uh ya, dia mengatakannya sekitar lima menit yang lalu." Chanyeol memutar bola mata lalu meraih handuk yang tergantung di kursi.

Sehun menggigit apel yang diambilnya dari dapur. " Oh ya, bro, hyung-ku bilang dia akan mengirim surat kontrak padamu nanti jadi kau bisa memasang wajah 'bitch' saat menandatanganinya untuk sebuah hubungan partner atau apapun itu."

Chanyeol berjalan ke arah dapur dan secara tak sengaja kuku kakinya tersandung kursi. "Aw! Tuhan!" desisnya, membungkuk untuk mengurangi rasa sakitnya.

"Kau baik-baik saja di sana?" tanya Sehun sambil mengambil posisi duduk di sebuah sofa.

"Ya, ya."

"Apa kau dengar apa yang kukatakan tadi?"

"Surat kontrak dan memasang wajah 'bitch'" jawab Chanyeol. Dia berdiri lalu membuka lemari kaca untuk mengambil kopi. Kopi tidak ada di mana pun. "Sialan, dimana kopinya?"

Sehun mengintip ke bawah sofa, ke bawah meja, di samping televisi berlayar datar, dan di dalam tong sampah dan belum ada tanda-tanda keberadaan remote control. Dia akhirnya menyerah dan melihat sekeliling dengan kedua tangan di pinggang. "Wow bro, tempat tinggalmu sangat berantakan."

Soal berantakan, mungkin maksudnya, pizza dari seminggu yang lalu di bawah sofa, kaos kaki bergantungan di mana-mana (termasuk di atas TV), kaleng beer berserakan di berbagai tempat, dannnnn pancake lengket di langit-langit. Sehun sebenarnya menunggu pancake itu jatuh. "Tidak terlalu sulit bersih-bersih, huh?" dua menit, dan dia menyerah.

"Aku tau, Captain Obvious." Jawab Chanyeol dari dapur dan Sehun akhirnya menyusul ke sana. Chanyeol akhirnya menemukan biji kopi yang dicarinya, namun ia tak sengaja menumpahkan setengahnya ke lantai karena dia membuka bungkusnya dari bawah sehingga dia hanya bisa menggunakan setengah sisanya yang tidak terlalu banyak. Namun, sialnya ia menyia-nyiakan waktu kemarin malam dan dia mendapat sakit kepala yang amat dahsyat, dia benar-benar butuh kopi. Dia meraih coffe maker, memasukkan biji kopi, menyalakannya lalu meraih segelas air. Setelah minum, dia meletakkan gelas tadi di dekat wastafel selagi ia mencuci tangannya.

"Bro-"

"Ah!" kaget, Chanyeol tak sengaja menyenggol segelas air dengan lengannya mengakibatkan gelas itu jatuh tepat ke stopkontak mengakibatkan coffe maker meledak dan kerusakan sirkuit menyebabkan keluarnya listrik.

Hitam sempurna.

Chanyeol dan Sehun saling berpandangan satu sama lain selama beberapa saat sampai detakan jam sialan milik Chanyeol itu menginterupsi. "Well, fuck."

Sehun mendesah, "Kau membutuhkan seorang istri."

"Atauuu aku butuh seorang maid." Ucap Chanyeol, sebelah tangan mengenggam kopi yang ia minta dari tetangga, sambil memandangi Sehun yang sedang membetulkan listrik. Dia sangat bersyukur karena Sehun kebetulan bercita-cita sebagai masinis. "Dan pasti ibuku tidak akan mengizinkanku mempunyai seorang maid karena, 'sayang, kau sudah besar, kau tidak membutuhkan seseorang untuk mengurusmu' " sambungnya dengan mengutip perkataan sang ibu.

"Karena seseorang yang akan segera menjadi CEO dari Park Industry tidak membutuhkan seorang maid untuk melakukan pekerjaan rumah karena kau adalah ahli waris, oleh karena itu kau pasti tau bagaimana melakukan pekerjaan rumah." Selanjutnya Sehun mengolok-oloknya.

"Dan aku menjawab, 'Tidak ibu, aku tidak tau karena ibu tidak pernah mengizinkanku mengerjakan pekerjaan rumah.' "

Sehun tertawa, "Lalu dia akan menjawab, 'itu karena kau seharusnya belajar sendiri.' "

Mereka berdua tertawa, "Serius. Seorang ibu sangat sulit dimengerti."

"Untung ibuku penyabar." Balas Sehun dan menyalakan saklar utama. "Dan ini listrikmu."

"Terima kasih. Setelah kau lulus nanti, aku akan mempekerjakanmu."

"Aku bukan tukang listrik!"

Sehun melompat ke sofa dengan beberapa keripik di tangan sambil menyalakan TV setelah ia menemukan remote nya di atas kandil. Dia menyalakannya dan mengutak-atik channel sampai puas. Dia melakukannya bermenit-menit sampai layar menunjukkan siaran pertandingan basket lalu ia membuang remote ke samping.

"Oh, menyebalkan." Bisiknya saat melihat salah satu pemain melakukan pelanggaran. Dia berkonsentrasi pada pertandingan saat sesuatu di luar jendela di belakang TV menarik perhatiannya. Dia mencondongkan tubuhnya ke kiri, berjinjit, sampai ia melihat rambut blonde di sana. Dia semakin mencondongkan tubuhnya, mencoba untuk melihat wajah si rambut blonde saat Chanyeol datang, memukul pelan kepalanya dengan handuk, "Aw! Hei!"

"Apa yang kau lakukan?"

"Apa yang kau lakukan?" jawab Sehun ketus lalu berjalan ke arah jendela. "Siapa itu?"

"Siapa?" jawab Chanyeol dari arah dapur sambil meraih bacon yang diberi oleh tetangganya yang lain tadi.

Sehun memperhatikan saat si rambut blonde membuang sampah, badan menunduk hingga mempertontonkan butt-nya. Ia menahan nafas. Chanyeol berjalan mendekat untuk melihat, menyadari Sehun sama sekali tak berniat menjawab. Memang begitu, atau Sehun tidak mendengarnya.

"Oh, si namja China."

Sehun berbalik ke arahnya, "Dia orang China?" lalu kembali pada si rambut blonde yang sedang meregangkan tubuhnya hingga menunjukkan sedikit lekukan.

"Bukan. Dia orang Korea." Jawab Chanyeol sarkastik lalu mulai berjalan lagi ke dapur. "Dia baru pindah dua minggu yang lalu. Mereka atau dia atau apa pun itu." (di sini maksudnya si yeol gak tau tetangga barunya itu satu orang atau lebih.)

Sehun menunggu dengan sabar sampai lelaki itu berbalik mencari sesuatu atau seseorang, mungkin merasakan seseorang sedang mengawasinya. "Wow, dia cantik."

"Oh, mu gaydar's broken (Huwaaaa T.T gak tau artinya.). Terlalu banyak gay di sini!"

Sehun mencerca, "Seperti kau bukan gay saja!" saat ia menyadari sepasang mata lelaki itu mendarat padanya, ia segera bergeser ke samping, bersembunyi di balik dinding. Dia melihat Chanyeol melihat ke arahnya sambil berdiri di ambang pintu dapur.

"Kau terlihat menyedihkan."

Sehun menghela nafas berat dan mengabaikan Chanyeol.

Chanyeol berjalan kembali ke kamarnya saat ia mendengar suara cetakan dari mesin fax.

"Jadi ini yang dimaksud dengan menjemputku," ucap Chanyeol sambil mengambil posisi duduk dalam mobil Sehun.

"Apa pun yang kau lakukan pada mobilmu.." jawab Sehun, menghidupkan mesin mobil sambil memandang mobil Chanyeol yang berantakan.

"Aku tidak tau. Mungkin mobil ini sudah kehilangan akal sehatnya." Chanyeol mengangkat bahu.

Sehun mendesahkan nafas berat lalu mulai melaju, menatap si rambut blonde yang sedang menyiram tanaman sebelum kembali memperhatikan jalan. Chanyeol terkekeh.

"Ta de mingzi jiao Luhan." Bisik Chanyeol dalam bahasa mandarin dengan pelafalan yang tidak terlalu baik.

Sehun tersenyum.

Mereka sampai di Grand City Hotel, tempat yang dijadikan untuk rapat penting bagi sebagian besar pebisnis serta berbagai konfrensi dimana para sekretaris bodoh itu tidak mampu menanganinya dengan mudah karena mereka belum cukup mampu. Well, begitulah untuk Chanyeol. Dia sangat suka tidur jadi dia lebih suka menyuruh asisten yang bahkan bisa saja lolos test menjadi presiden. Kau tau, untuk membuat hidupnya lebih mudah. Jangan salah paham, dia memang suka berbisnis, hanya saja dia bukanlah tipe orang pekerja keras.

Di dalam ruang rapat Chanyeol serasa melukis pelangi karena semuanya berwarna putih dan membosankan. "Cukup tandatangani kertas sialan itu." Ucapnya pada Kris, Investor Kanada dengan wajah bitch-yang telah mereka incar beberapa waktu ini-yang baru saja sampai kemarin karena Kris ada urusan pribadi di China.

Kris meletakkan kertas itu. "Bagaimana jika aku tidak mau?"

"Apa kau sedang bercanda?"

"Aku tidak bercanda dan yang paling penting, aku tidak mau berinvestasi di perusahaan yang dipimpin oleh presdir bodoh dan tak tau sopan-santun."

Mulut Chanyeol menganga. "Apa? Kau itu sudah cukup beruntung karena kami mau mempertimbangkan untuk bekerja sama denganmu."

Kris menyilangkan kakinya. "Well, mungkin aku akan lebih beruntung jika aku tidak bekerja sama dengan perusahaanmu."

"Kau yang akan rugi. Park Industry adalah perusahaan paling sukses di Asia, dimana kau tidak akan pernah mengimbanginya. Jadi kau dan perusahaanmu bisa 'menghisapnya'!"

Ia berjalan ke luar dan membanting pintu kuat. Dia mungkin akan menyesali ini nanti tapi siapa peduli. Dia punya prinsip bahwa dia tidak akan berbisnis saat sedang dilanda sakit kepala dahsyat. Ia meraih ponsel dari dalam saku lalu men-dial nomor Sehun. Ia berjalan di sekitar lorong masuk sambil menunggu Sehun menjawab teleponnya, ia terlalu sibuk untuk menyadari bahwa ada seseorang yang berlari ke arahnya.

"Hey! Minggir!" orang itu berteriak dengan kedua tangan mengangkat ujung gaun ke atas sambil berlari. "HEY! APA KAU TULI?" orang itu berteriak lagi lalu menoleh ke belakang. Saat melihat orang yang mengejarnya tidak terlalu dekat, ia mengambil kesempatan itu untuk berlari lebih cepat tapi sayangnya ia malah menabrak Chanyeol di jalan.

"AH! Sial!" kutuk Chanyeol saat kepalanya mendarat di lantai dengan seseorang berada di atasnya. Orang itu segera bangkit lalu kembali menoleh ke belakang.

"Shit." Kutuk orang itu dan ia tak punya pilihan lain selain menarik Chanyeol bersamanya ke sebuah gudang di sekitar mereka dan menguncinya. Mereka terus diam sampai suara langkah kaki diluar tak terdengar lagi. Hanya helaan nafas merekalah yang mengisi kesunyian saat itu.

"Halo? Chanyeol, apa kau mendengarku?" ucap Sehun dari seberang telepon. Chanyeol segera mematikan ponselnya, lalu beralih memandangi orang itu-perempuan-yang sedang mengintip dari lubang kecil di gudang itu untuk memastikan orang-orang yang mengejarnya sudah tidak berada di sana. Saat ia sudah yakin, ia menghela nafas lalu memerosotkan tubuhnya ke lantai dengan nafas terengah-engah.

Chanyeol menelan ludah gugup.

"Oh, shit. Maaf aku menarikmu ke sini tiba-tiba. Seseorang sedang mengejarku." Perempuan itu kemudian mendongak, mengejutkan Chanyeol dengan wajah cantiknya.

Oh tuhan, cantiknya.

Sejak kapan perempuan terlihat semenarik ini?

"Jangan khawatir. Mereka mungkin saja sudah pergi jadi kau bisa keluar sekarang. Aku akan menunggu teman untuk menjemputku di sini karena aku benar-benar tidak bisa keluar sekarang."

Chanyeol hanya bisa mengangguk. Ponselnya tiba-tiba berdering, mengejutkannya, hingga menyebabkan ponselnya hampir jatuh ke lantai, namun dengan cepat ia menangkapnya kemudian menjawab telepon itu. "Uh-ya-hai,"

"Hai? Bro, apa kau baik-baik saja?"

"Sehun! Ya-Aku..Aku akan turun sekarang."

"Cepatlah! Aku sudah ada di depan gedung sekarang."

"ya," kemudian Chanyeol mengakhiri sambungan teleponnya. Dia beralih pada perempuan yang sedang tersenyum ke arahnya itu. "Kurasa..Aku harus pergi."

"Ya, pergilah. Sekali lagi maaf ya. Uh, hati-hati?"

Chanyeol membuka pintu. "Terima kasih. Kau juga berhati-hatilah." Lalu dia pergi.

Sehun bersandar di kursinya, mendengarkan musik dari headphonenya sambil menunggu kedatangan Chanyeol. Dalam hati dia merutuk ketika mengingat PR sekolahnya untuk besok. Dia sama sekali tidak mood untuk mengerjakan tugas, jadi ia pikir nanti ia akan meminta professornya untuk memberi tenggang waktu untuk tugasnya..tentu saja dengan sedikit aegyo. Hanya sedikit. Lagipula, dia adalah adik dari wakil presdir Park Industry dan sepupu dari presdir Park Industry jadi ia juga mendapatkan keuntungan juga, meskipun tidak sebanding dengan kakaknya tapi itu saja sudah cukup. Keluarganya itu sangat kaya okay.

Ia memandang berkeliling dan melihat wajah familiar di antara kerumunan orang-orang, memasuki gedung itu, lalu Sehun mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas tapi terlambat karena orang itu sudah masuk ke dalam gedung. Lalu ia mendengar ketukan pada jendela mobilnya. Dia melihat Chanyeol menunjuk pada kunci dan ia segera membuka pintunya.

"Apa yang terjadi? Kenapa cepat sekali?" tanyanya sambil melepas headphone.

"Kacau." Chanyeol mengangkat bahu.

"Aku tau ini akan terjadi. Aku rasa orang tolol tidak akan bisa bekerja sama dengan orang jalang."

"Tidak." Chanyeol sependapat. "Tentu saja tidak."

Sehun meraih tas nya di kursi penumpang untuk menyimpan headphonenya saat ia menyadari seseuatu. "Ada apa dengan dasimu?"

Chanyeol menoleh ke bawah dan mengerang. " Uh, well, ada sedikit kecelakaan tadi. Seorang perempuan menarikku-"

"seorang perempuan meracunimu?!"

"Bukam, bukan, bukan, menarik bukan meracuni. Bedakan itu bodoh."

"Hey!" Sehun mem-pout-kan bibirnya. "Oke, dia menarikmu, lalu?"

"Tidak ada apa-apa sebenarnya. Dia hanya menarikku ke dalam sebuah gudang untuk bersembunyi karena ada beberapa lelaki yang mengejarnya."

Sehun memandangnya curiga.

"Tidak ada yang terjadi, idiot. Menyetirlah. Aku ingin pulang. Sakit kepala ini membuat hidupku bertambah buruk."

Sehun terkekeh. "Itulah yang akan kau dapat jika bergaul dengan Jongin." Lalu ia menyalakan mesin mobil.

Mereka akhirnya meninggalkan tempat itu saat mereka melihat wajah familiar keluar dari dalam gedung.

"Oh, itu dia."

"Oh, perempuan itu."

Mereka berkata serentak lalu saling memandang satu sama lain.

"Itu-oh-shit. Jadi dia sudah punya kekasih?" ucap mereka serentak sambil mendesah.

"Tidak, tidak, tidak. Aku tidak akan terpengaruh."

"Ya, aku juga tidak."

Mereka mengangguk. "Kita harus pergi."

Benar-benar tak ada yang bisa diperbincangkan ataupun dilakukan saat ini jadi mereka pergi tanpa pilihan lain selain meninggalkan tempat itu. Tidak, bukannya mereka patah hati atau apa. Mereka hanyalah orang-orang yang berorientasi bisnis tanpa kehidupan percintaan.

Dua hari setelah kegagalan Chanyeol untuk menjalin kerja sama dengan investor Kanada berwajah bitch itu, akhirnya ia menampakkan diri di perusahaannya untuk menghadapi kemurkaan wakil presdir-yang sama malas dengannya dan tidak terlalu-berdedikasi, dengan kulit lebih cokelat daripada orang berkulit cokelat lainnya, Kim Jongin aka Kai. Juga alasannya tidak hadir kemarin adalah karena sakit kepalanya yang tak mau hilang.

"Kau gagal menjalin kerjasama itu?! Si wajah bitch itu adalah satu-satunya investor yang layak untuk perusahaan ini!"

Chanyeol menghela nafas. Apa dia sudah bilang bahwa Kai meneriakkan hal yang sama berulang-ulang selama hampir satu jam?

"Padahal baru sekali ini aku memberimu kesempatan untuk melakukan negosiasi sendiri dengan seorang investor tapi kau mengacaukannya!"

Chanyeol bersandar pada kursinya sambil melipat tangan di depan dada. "Well, di mana kau kemarin?"

Kai diam. "Aku..Aku pergi ke pesta..dengan teman-temanku."

"Pesta, huh?" Chanyeol mengangguk, masih belum yakin.

Kai mengerang. "Baiklah. Aku menemui teman-temanku karena salah satu dari temanku yang sekolah di China baru saja pindah ke Korea, jadi yah, kami bertemu."

Chanyeol mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke meja. "Kau punya teman dari China yang baru pindah?"

"Ya, sekitar dua minggu yang lalu tapi aku baru tau beberapa hari yang lalu karena dia mengganti nomor ponselnya. Ohya, dia tinggal di daerah yang sama denganmu. Jadi, yah, aku mencoba berkunjung ke rumahmu tapi kau tidak ada, jadi.."

"Apa rumahnya berada di sebelah rumahku?"

Kai mengangguk. "Namanya Luhan..mungkin kau sudah mengenalnya."

Chanyeol memutar bola mata lalu beralih pada telepon. "Kau dengar itu nak?"

"Ya, aku mendengarnya!" jawab Sehun dari seberang telepon. "Sekarang berhentilah membuatku menunggu! Aku akan membeku karena hujan! Biarkan aku masuk!"

"Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Kai.

Chanyeol mengangkat bahu. "Aku tidak tau. Apa yang dilakukan adikmu di sini?"

"HEI! BIARKAN AKU MASUK!"

"Baiklah, baiklah! Hei, orang yang sedang bertugas, siapa pun kau, biarkan dia masuk!" teriak Chanyeol lalu mengakhiri sambungan telepon.

Kai menyilangkan kak, duduk nyaman di atas sofa Chanyeol sambil mengamati mereka curiga. "Jadi..Kalian mengenal Luhan."

"TIDAK. Kami uh-"

"-tentu saja, kami bertetangga, jadi-"

"-maksudku aku melihatnya saat membuang sampah-"

Chanyeol melihat ke arah Sehun heran.

"-kau tau..hanya melihatnya membuang sampah.."

"Sehun menyukainya."

Kenapa itu terdengar seperti catatan bunuh diri?

Seandainya Sehun lebih tua dan seandainya Chanyeol bukan CEO dari Park Industry, ia bersumpah, dia akan meninjunya tepat di wajah, karena di wajah Jongin terdapat aura-aura hitam, ditambah dengan seringaian jelek.

"Aku tidak menyukainya."

"Kau menyukainya. Bahkan kau memandangi bokongnya."

"Apa-apaan kau. Dia sudah punya yeojachingu."

"Jadi kenapa?"

"Oh, aku tau kenapa kau mengatakan ini. kau menyukai yeojachingunya." Ucap Sehun dengan tangan terlipat di depan dada sambil bersandar pada sofa.

Chanyeol menganga. "Aku tidak menyukai yeojachingunya. Aku ini gay."

"Seseorang mengatakan bahwa dia ditarik masuk ke dalam sebuah gudang oleh seorang perempuan."

"Whoa." Akhirnya Kai menginterupsi. "Apa kita benar-benar membicarakan Luhan yang sama?"

Chanyeol dan Sehun saling memandang lalu mengangkat bahu.

"Rambut blonde?"

"Like sticking out everywhere?"

Kai mengangguk. "Yup, Luhan yang sama. Lucu sekali. Dia tidak punya kekasih, apalagi yeojachingu karena dia gay seperti kalian."

"Kita." Koreksi Chanyeol.

Kai memutar bola mata.

Sehun menemukan celah baru dalam hidupnya.

"Kapan kau memperbaiki mobilmu?"

"Kemarin. Kau tau, seharusnya kau itu menjadi asistenku. Kau selalu menanyakan hal-hal tidak penting." Jawab Chanyeol, enggan memanggil Kai dengan sebutan wakil presdir. Mungkin dia akan memanggilnya begitu jika ada tambahan tidak sononoh di belakangnya. Seperti, wakil presdir sialan. Well, itu benar-benar menawan. Itu benar-benar terdengar seperti surga untuk telinganya.

"Itu penting. Kurasa mobilku terlihat jelek di belakangmu."

Chanyeol bsa membayangkan Sehun cemberut di mobilnya. Ia terkekeh kemudian mengganti topik, menyadari mereka butuh lima menit lagi untuk sampai karena ada kambing yang sedang menyeberang jalan.

Apa-apaan, kambing? Apa ini pedesaan?

"Ngomong-ngomong nak, apa alasanmu datang ke kantor tadi?" tanya Chanyeol, segera menginjak pedal saat kambing-kambing itu sudah minggir dari jalanan.

"Aku bolos sekolah karena aku belum menyelesaikan tugasku. Jadi aku pergi ke kantormu jadi saat dia menelepon, aku akan mengatakan, "Oh, maaf professor, aku sedang berada di Park Industry saat ini, aku sedang mendiskusikan sesuatu dengan CEO nya.' Trik lama, trik lama. Untungnya dia menelepon jadi aku mendapat tenggang waktu."

Chanyeol terkekeh. "Well, kau tau, orang-orang bilang, jika kau ingin memenangkan sebuah pertandingan, gunakanlah nama (koneksi). Tapi, jika kau terus melakukan itu, kau harus memberikanku sesuatu sebagai balasannya."

"Oh ayolah. Kau sudah punya segalanya!"

Chanyeol menepikan mobil di depan rumahnya kemudian melepaskan earpiecenya, Sehun melakukan hal yang sama, memarkirkan mobilnya tepat di sebelah mobil Chanyeol. Saat Chanyeol keluar dari mobil, ia langsung lanjut berjalan ke dalam rumah, mengabaikan tempat sampah tergeletak di tanah dengan sampah berserakan di sekitarnya. Sehun mengikutinya. Dia menggeram melihat kekacauan itu lalu menggelengkan kepalanya.

"Kau benar-benar butuh seorang istri." Ucap Sehun sambil menyamai kecepatan Chanyeol.

"Atau seorang maid. Kenapa kau

"Agar kau bisa punya kehidupan percintaan."

Chanyeol memandang Sehun tajam.

"Bercanda! Bercanda!"

Chanyeol memutuskan untuk mengabaikan Sehun lalu membuka pintu rumahnya dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat di dalam. Bukan, bukan kekacauan, matanya sudah terbiasa dengan itu. Apa yang dia tidak terbiasa adalah kehadiran ibunya di ruang tamunya.

"IBU?"

Sehun mengintip dari belakangnya, "BIBI?!"

Nyonya Park berbalik dengan tangan direntangkan. "Kejutan!"

"K-kukira kau ada di Eropa!"

Nyonya Park menjatuhkan kedua lengannya. "Peru sayang, Peru."

"Terserah." Chanyeol berjalan ke dalam.

"Hai bibi!" Sehun mengucapkan salam dengan senyum palsu membuat Chanyeol serasa ingin meninjunya.

"Liatlah caramu memberikan salam." Nyonya Park mendesah. "Chanyeol, kenapa kau tidak belajar darinya?"

"Aku sudah cukup belajar." Jawab Chanyeol sambil meletakkan kunci mobilnya di atas meja. "Ngomong-ngomong, apa yang ibu lakukan di sini?"

"Ohya, aku punya sesuatu untukmu," Nyonya Park mengeluarkan sebuah folder dari tasnya dengan sempurna walaupun harus sedikit berjuang membuka zippernya tapi mari kita berpurapura seperti tidak ada yang terjadi, kemudian ia memberikan folder itu pada Chanyeol. Ia memperhatikan ekspresi Chanyeol sambil melihat ada apa di dalam folder itu. "Well, bagaimana menurutmu?"

Chanyeol tentu saja berbohong kalau dia bilang dia mengerti tentang apa yang ibunya berusaha sampaikan padanya. "Um..uh, rambutnya bagus." Ucapnya dengan jari di dagu sambil dia melanjutkan untuk memperhatikan wajah perempuan pada foto. Sehun tiba di sebelahnya dengan segelas air di tangan, sama bingungnya. "Maksudku, pewarnaannya berpadu dengan sangat baik. Iya kan?" Chanyeol berbalik ke arah Sehun, meminta bantuan.

Sehun menelan ludah. "Ya! Ya..rambut yang bagus..dan lipstiknya juga sangat hebat, bukankah begitu?"

Chanyeol mengangguk. "Ya…lipstiknya tidak berwarna." Ia mencondingkan tubuh untuk berbisik. "Aku rasa dia tidak memakai lipstik."

"Well.. mungkin dia hanya pakai lipgloss. Maksudku, itulah perempuan. Perempuan tidak bisa hidup tanpa meletakkan sesuatu di wajah mereka."

"Anak-anak,"Nyonya Park menginterupsi, terdengar sedikit kecewa.

Sehun menghindari tatapan tajam Nyonya Park dan meminum air dari gelasnya.

"Maksudku…Apa yang sebenarnya aku lihat ini?"

Nyonya Park memutar bola matanya. "Tunanganmu, bodoh."

Sehun menyemburkan air dari mulutnya tepat di wajah Chanyeol karena terkejut.

Chanyeol tidak tau harus jengkel pada apa.

Pada Sehun yang menyemburkan air bercampur saliva tepat di wajahnya

Atau pada ibunya yang memberikan anak gay nya ini seorang tunangan.

Setelah menyadari bahwa wajah Chanyeol basah kuyup oleh air liurnya, Sehun segera menyeka wajah basah Chanyeol dengan tangannya, lalu me-lap-kan tangannya di baju Chanyeol. Chanyeol menoleh ke arah Sehun dengan pandangan tajam.

"Oke..Aku harus pergi dan..meminum sedikit air," perlahan Sehun berbelok ke arah dapur dan berhenti begitu saja saat mendengar Chanyeol memanggil namanya.

Sehun menelan ludah gugup. Dia berbalik ke arah Chanyeol dan melihat Chanyeol menunjuk ke arah pintu. "Keluar. Baiklah."

Sesaat setelah pintu tertutup Chanyeol mulai berbicara.

"Tunangan?! Ibu! Aku sudah berumur 21 tahun! Aku tidak butuh bantuan ibu untuk mencarikan orang yang akan kunikahi! Aku bisa menemukannya sendiri!"

"Itu dia. Kau sudah 21 tahun tapi kau masih belum punya rencana untuk menikah. Nak," Nyonya Park menyentuh bahunya. "Keluarga ini harus terus berlanjut, berlanjut, dan berlanjut. Kau mengerti?"

"Tentu saja aku mengerti, tapi bu.."

Aku ini gay.

Aku berumur 21 dan tidak punya yeojachingu.

Karna aku gay.

"Tapi apa Chanyeol?"

Tapi, perempuan itu jelek. (maksudnya calon tunangan itu^^)

Bibirnya jelek.

Rambutnya terlihat seperti dijilat sapi.

"Aku sudah punya yeojachingu."

Itu.. bukan bagian dari rencananya.

Nyonya Park mengangkat sebelah alisnya.

Oh baiklah.

Di saat genting melakukan tindakan nekat.

"Maaf karena aku tidak mengatakannya pada ibu. Sebenarnya aku ingin memberi ibu kejutan." Jelas Chanyeol acuh tak acuh.

Nyonya Park menganga. "Astaga sayang! Kenapa kau tidak mengatakannya pada ibu?! Kau benar-benar mengejutkan ibu! Kapan ibu bisa bertemu dengannya?"

Chanyeol tertawa palsu. "Uh..mungkin..minggu depan?"

Nyonya Park mengipasi dirinya dengan tangan. "Aku sangat gembira!"

Tentu saja.

Nyonya Park meraih ponselnya. "ANAKMU PUNYA YEOJACHINGU!"

Sehun hampir tersandung kakinya sendiri ketika mendengar apa yang diteriakkan Nyonya Park. Tadinya ia berjalan bolak-balik di depan rumah Chanyeol sambil menunggu, walaupun menguping itu menyenangkan, tapi dia rasa dia sudah membuat cukup banyak masalah dengan menyemburkan air ke wajah Chanyeol…tanpa disengaja.

Tapi kemudian terdengar ibu Chanyeol meneriakkan beberapa omong kosong yang tidak akan bisa ia atasi 24 jam kedepan.

Dan menit berikutnya ia melihat Nyonya Park keluar bersamaan dengan sampainya sebuah mobil dan dia mendengar Nyonya Park meneriakkan, "Yeojachingu. Konfrensi. Yeojachingu. Konfrensi. Aku terlambat!" Sehun berdiri di sana sambil melambaikan tangan saat ia melihat mobil itu melaju.

Dia segera masuk kembali ke dalam dan melihat Chanyeol berbaring di lantai. "Tembak aku sekarang."

"Tentu." Sehun meraih sebuah bantal dan melemparkannya ke arah Chanyeol.

"Wow, bro. Alasan sudah punya yeojachingu adalah alasan terbodoh yang pernah ada."

"Kemana aku harus mencari yeojachingu instan?!" Chanyeol mengerang dan bangkit duduk. "Bisakah aku membeli mereka atau apa ada jalan keluar lain?"

"Lalu apa? Membuat bayi? Membayar perempuan untuk mengisi sisa hidupmu?" untuk pertama kalinya, Chanyeol rasa Sehun benar. "Kenapa kau tidak mencari seseorang yang benar-benar kau sukai saja?"

"Aku tidak punya seseorang yang benar-benar aku sukai Sehun." Jawab Chanyeol sambil memandang Sehun tajam.

Sehun berlagak seperti pemikir di sofa. "Oh, bagaimana dengan perempuan yang menarikmu ke dalam lemari itu?"

"Gudang,"

"Terserah." Sehun mengangkat bahu. "Dia terlihat bagus. Kau bisa minta bantuannya, kau tau, sebagai imbalan karena dia sudah menarikmu ke dalam lemari."

"Gudang," ulang Chanyeol putus asa. "Dan aku bahkan tidak mengenalnya!"

"Dia juga tidak mengenalmu saat dia menarikmu ke dalam lemari,"

"Gudang," Chanyeol mengulang untuk ketiga kali. "Dan aku ini gay. Kenapa aku harus bersama dengan PEREMPUAN?"

Sehun menyeringai. "Kau akan terkejut."

Surprise. Surprise. Tepat pukul 9 pagi, di hari libur, Chanyeol tidak mengerti kenapa sebenarnya dia berdiri di depan pintu tetangganya. Dia mengetuk pintu tiga kali, empat kali, lima kali, sebelum dia melihat bel dan memutuskan untuk menekan bel itu. Tak sampai sedetik pintu terbuka dengan suara klik.

Dia kira dia akan bertemu Luhan. Tapi malah lelaki bermabut cokelat yang muncul di depan pintu.

Rambut kusut, tak memakai atasan, dan mata mengantuk yang terlihat tidak menarik.

"Apa?" tanya lelaki itu, sedikit terganggu.

"Uh, maaf, salah alamat, salah alamat." gumam Chanyeol dan berbalik hendak pergi.

"Apa kau mencari Luhan?"

Chanyeol berbalik. "Ya, aku mencarinya."

"Kau tidak salah alamat."

Chanyeol mengangguk. "Apa kau temannya?" lelaki berambut cokelat mengangkat sebelah alisnya, terganggu dengan pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu. "Baiklah. Um..Sebenarnya aku mencari temanmu..temanmu yang lain..perempuan itu."

Lelaki berambut cokelat itu memiringkan kepalanya. Chanyeol rasa itu adalah hal terimut yang pernah ada.

"Perempuan apa."

"Kau tau, rambutnya cokelat bukan kau, seseorang dengan rambut panjang.. aku bertemu dengannya kemarin, dia memakai gaun merah muda dan-"

"Di Grand City Hotel?" tanya lelaki berambut cokelat itu seolah-olah dia bisa membaca pikiran Chanyeol. Chanyeol mengangguk. "Ya, benar."

Lelaki berambut cokelat membuka pintunya lebar, menampakkan gaun merah muda yang Chanyeol bicarakan tergantung di dinding. "Itu gaunnya!" sela Chanyeol kemudian pandangannya jatuh pada warna familiar tersebut. "Dan...rambutnya...adalah wig." Ia mengerutkan alisnya bingung.

Lelaki berambut cokelat menelan ludah.

Dan kemudian semuanya menjadi jelas. Mata Chanyeol melebar. "Tolong katakan semua ini tidak seperti apa yang kupikirkan."

"Tidak ada perempuan di sini." Lelaki berambut cokelat itu berkata apa adanya.

"Oh my god." Chanyeol benar-benar merasa seperti ingin pingsan.

"Kau ingin masuk dan minum sedikit air? Karena kau terlihat seperti akan pingsan beberapa menit lagi." Tawar lelaki berambut cokelat itu. Saat ia tak mendapat jawaban apa pun, ia akhirnya menarik Chanyeol masuk ke dalam.

Setelah beberapa menit dengan penjelasan singkat, menghirup dan menghela nafas, sedikit terapi air untuk kebingungannya, Chanyeol akhirnya bisa tenang dan duduk di sofa, kaki disilangkan dan lengan di samping badannya.

"Jadi..kau menyamar."

"Apa? Tidak." Lelaki berambut cokelat itu menggeleng, menggeser posisi menjadi duduk di sofa di depan Chanyeol. "Aku hanya berpakaian seperti perempuan untuk menolong temanku. Dia ingin balas dendam pada seorang bitch suka mengatur alias mantan pacarnya."

"Dan kau kira itu ide yang bagus?"

"Well, selain menyebalkan, aku tidak tau ternyata dia orang kaya. Jadi saat kami adu mulut di toilet wanita sepertinya dia jadi kesal dan memanggil bodyguardnya. Jadi aku lari. Dan mereka mengejarku. Dan kau muncul di tengah-tengah aksiku dan aku tidak ingin ketahuan."

"Toilet wanita." Chanyeol mengangguk.

Lelaki berambut cokelat tertawa kecil melihat Chanyeol lebih tertarik tentang toilet wanita daripada bagian dari ceritanya yang lain. "Aku ini gay..jadi jangan berpikir yang tidak-tidak. Dan mereka menyebutnya ruang rias. Dan kukira aku akan menemukan bedak di dalamnya."

"Apa memang tidak ada?"

Lelaki berambut cokelat memutar bola matanya. "Jadi, kenapa kau mencariku? Tolong jangan katakan bahwa kau jatuh cinta pada dandanan itu karena—"

"Apa? Tidak, tentu saja tidak!Ahaha." Chanyeol tertawa canggung. Dia punya sedetik untuk berpikir lurus.

"Baiklah, semuanya sudah jelas, jadi tidak ada masalah lagi." Lelaki berambut cokelat itu mengubah posisi lagi, kali ini ia ia menarik kedua lututnya ke dada. Chanyeol berharap dia berhenti bergerak karena pahanya begitu indah. Semua upaya untuk berpikir jernih terbang keluar jendela. "Jadi, apa yang membawamu ke sini orang asing?"

Chanyeol memutuskan untuk mengalihkan pandangan. "Sebenarnya aku ingin mengajak dirimu yang lain (maksudnya yang berdandan ala cewek) untuk berkencan, tapi sekarang, sepertinya itu akan teriihat seperti permohonan."

Lelaki berambut cokelat mengangkat sebelah alisnya.

"Seperti yang kau lihat, aku butuh seorang yeojachingu."

Jeda sebentar.

"Seorang apa?"

"Seorang yeojachingu. Tadinya aku ingin mengajakmu keluar lalu kita akan berkencan lalu kau akan menjadi yeojachinguku lalu—"

"Ini sangat kacau!"

"Ya, aku tau. Tidak bisakah kau berpura-pura untuk sementara? Ini benar-benar sebuah permohonan."

"Kau memintaku, tetanggamu, untuk berpura-pura mejadi yeojachingumu? Bahkan kita tidak saling mengenal!"

"Ya tapi—tunggu, kau tidak mengenalku?" tanya Chanyeol ragu.

Lelaki berambut cokelat menggeleng. "Aku tidak mengenalmu. Ini pertama kalinya kita bertemu dan berbincang. Kecuali saat di gudang waktu itu."

Tiba-tiba terdengar suara kunci yang berdenting dari arah pintu. Mereka berbalik dan melihat Luhan membuka pintu, mata tertuju pada koran yang ada di tangannya. "Hei Baekhyun? Aku baru tau bahwa tetangga kita dalah CEO dari Park Industry—aku tidak tau apa itu—dan di sini ada fotonya." Luhan mengangkat kepala dan menunjukkan foto yang ada di koran. Luhan langsung menjatuhkan semua barang yang ia bawa. "AHH!"

Baekhyun berbalik perlahan ke arah Chanyeol yang sedang tersenyum sombong sekarang. "Kau adalah CEO—"

"Astaga, itu dia nya CEO."

Baekhyun tersentak dengan jeritan Luhan. "Lulu, pelafalan bahasa Koreamu berantakan lagi. Itu seharusnya, 'Itu dia CEO nya' "

Luhan mengabaikannya begitu saja lalu mengambil posisi duduk di sofa di depan mereka. "Apa kau berteman dengannya? Wow, ini hebat—mmff!"

Baekhyun melempar bantal ke wajah Luhan lalu ia beralih pada Chanyeol. "Keluar."

"Apa? Tapi bagaimana dengan permohonanku?"

"Permohonan apa?Aku bahkan tidak mengenalmu!" teriak Baekhyun sambil mendorong Chanyeol ke arah pintu.

"Aku akan membayarmu!"

Baekhyun berhenti sejenak saat dia melihat kata tak terlihat "HOE" muncul tepat di atas kepala Chanyeol, berkelap-kelip dan berkilauan. "TIDAK" ucapnya dan menendang Chanyeol keluar lalu membanting pintu.

Luhan memandangnya dengan mata melebar. "Apa kau baru saja menendang CEO itu?"

Baekhyun bersandar pada pintu. "Benar-benar menendang CEO itu." Kemudian ia melihat tas belanjaan Luhan di lantai..termasuk makanan anjing. Dan tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Lulu, di mana Brad Pitt?"

"Aku rasa dia ada di luar."

"AHHHHHHHHHHHH!" teriak Chanyeol, memukuli lengannya sambil berlari seperti orang gila. Lalu mereka mendengar anjing mereka, Brad Pitt, menggonggong dengan agresif.

Mereka membeku. "Dia tidak mungkin mati.."

"Ya." Luhan mengangguk.

TBC

Once more, thanks to SUPERGELIE who gave me a permission to translate this awesome fanfic.

Dan buat reader, aku yang Cuma translator ini T.T mau nyampein sesuatu. Mungkin ada beberapa kata yang ttp kubiarkan dalam bhs inggris, itu karna aku mikir kalo bgitu lebih bagus, ada satu kalimat yg memang aku bingung translatenya ke bhs indo, jadi mohon kemakluman aja ya #bow. Trus di fic aslinya ini sehun manggil yeol itu pake sebutan dude, sedangkan kalo ditrans ke indo itu artinya semacam bung gtu, tapi aku ganti jadi bro, karena menurutku bagusan bro daripada bung. Apa chingudeul sekalian punya sinonim yg lebih pas? Kalo ada tlg dishare ya^^

Read the original story here :

story/view/286536/perfectly-imbalanced-yaoi-baekhy un-chanyeol-hunhan-baekyeol-kaibaek