Remember Me © Soulless-Fariz

Naruto © Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Drama.

Rated : T+

Warning : AU, OOC, Typo(s).


Aku bahkan tidak sempat melihat wajahmu, bagaimana rupa indahmu saat itu. Tapi mengapa?

Naruto masih kebingungan. Mengacak-acak rambutnya seraya terus berpikir tentang apa yang terjadi tadi. Apa dia salah mengucapkan sesuatu?

Dia mengingat-ingat setiap detail yang terjadi tadi. Setiap napas yang ia hirup. Setiap langkah yang ia pijak. Dan juga, setiap angan yang ia lihat.


Seorang gadis terlihat ketika aku melewati pertigaan itu. Kami berpapasan. Perasaanku aneh. Perasaan apa ini? Daripada berjalan terus, naluriku berkata lain, aku justru berhenti dan berbalik.

Seorang gadis berambut warna indigo, dengan rambut sebahu.

Dia juga berhenti. Namun tidak berbalik badan.

Aneh, aku harus berkata sesuatu. Apa saja, pikirkan sesuatu.

"Apa aku mengenalmu?" tanyaku, memandang pakaian putih dengan blazer berwarna indigo senada dengan warna rambutnya. Tas yang ia kenakan juga tidak terlihat terlalu berat.

Gadis itu terdiam sejenak, "Eh?" dia gugup.

Aku bergerak mendekatinya, secara perlahan. Langkah demi langkah.

Dia tidak bergerak.

.

...

.

Hal ini seharusnya menjadi mudah untukku.

Aku mengangkat tanganku perlahan, menggapai tangannya yang tergantung secara bebas.

Namun ketika aku berusaha menggapai pergelangan tangannya, ia malah lari begitu saja.

Aku hanya sempat menyentuhnya sesaat, hampir tidak bisa kurasakan, sebenarnya.

Entah kenapa juga aku tidak mengejarnya. Hanya dapat menatapnya berlari menuju stasiun.

Hmm. Aku bahkan tidak sempat melihat wajahnya. Melihat seperti apa paras dibalik rambut indigo-nya itu.

Hanya sebuah kertas kecil terlipat yang terjatuh dari buku yang ia bawa di tangan kirinya.

Aku memandang kertas itu sejenak, kertas lusuh yang warnanya bahkan sudah tidak bisa dikatakan putih lagi.

Lalu ku ambil kertas itu. seraya memandanginya punggung yang kian menjauh dan menghilang di ujung pintu masuk stasiun.

Ah. Aku penasaran.

Aku baru bertemu dengannya. Aku belum melihat wajahnya. Aku bahkan tidak tahu namanya. Namun aku merasa pernah mengenalnya di sisi lain.


"Yo!" seorang pria yang seumuran menyapa Naruto yang sedang bermalas-malasan di sebuah kafe kecil yang sudah beberapa jam ini menjadi tempatnya melamun. Wajah dengan ekspresi santai, setelan kaos oblong yang ditutupi dengan jaket, celana ukuran ¾. Membawa secangkir kopi yang diketahui baru saja dia pesan dari meja kasir. "Ada tempat untukku?" tanyanya.

Naruto mengalihkan pandangannya yang sedari tadi memandangi jendela luar, mungkin menghitung mobil-mobil yang melintas di depan kafe itu. Memandang sesosok pria yang sedang berdiri dihadapannya "Hmm. Duduk saja kalau kau mau." Naruto menjawab tak acuh lalu kembali memandang jendela itu. Pria itu kemudian duduk dan menaruh cangkir kopi yang ia bawa.

"Namaku Kiba Inuzuka."

"Naruto Uzumaki."

Diam untuk sesaat. Kiba menikmati secangkir kopi yang sudah tidak terlalu panas itu, menyeruputnya secara nikmat. Walaupun hari sudah hampir siang, sebuah kopi masih menjadi sebuah pilihan untuk Kiba.

"Kopi disini memang yang paling enak," Kiba kemudian menyeruput kopi itu lagi hingga tersisa setengah cangkir. "Kau orang baru ya? Wajahmu asing." ucapnya seraya menaruh cangkir itu, kemudian menyandarkan bahunya di kursi kulit yang empuk.

"Ee, ya, begitulah." Naruto menjawab ragu, dia bahkan berpendapat pada dirinya sendiri, apakah dulu sebelum kecelakaan yang membuatnya amnesia seperti sekarang ini dia baru pindah kesini. Kalau dia sudah lama tinggal disini, bukankah seharusnya ada setidaknya seseorang yang mengenalnya dan menyapanya. Tapi ini membuatnya semakin ragu tentang keberadaannya disini, dia meyakinkan diri kalau dulu dia bukan dari derah sini. Katakan saja orang baru.

"Kau ragu? tanyanya meyakinkan.

Naruto sendiri meyakinkan dirinya dengan sebuah anggukan pasti, lalu meminum sebuah teh hangat yang sudah tidak terasa hangat lagi, hangatnya sudah hilang ditelan oleh detik-detik yang berlalu selama ia disana.

"Justru aku yang menjadi ragu dengan anggukanmu itu," Kiba terkekeh setelah mengatakan itu, sedangkan Naruto hanya bisa tersenyum kecut mendengar perkataan Kiba, sebuah tekanan batin, mungkin. "Tidak-tidak, aku hanya bercanda kok. Mungkin kita bisa akrab setelah ini." ucapnya memajukan bahunya ke posisi semula, mengambil cangkir dan menyeruput lagi dengan nikmatnya.

"Mungkin." Naruto manggut-manggut serta menyeringai seolah ada sebuah ide yang muncul dibenaknya.

"Jadi apa yang kau lakukan dikota yang membosankan ini?"

"Entahlah. Aku mencari sesuatu yang hilang."

"Hilang? Mungkin aku bisa membantumu."

"Tidak, bukan hilang seperti barang yang kau maksudkan." Naruto menolak halus tawaran dari Kiba.

"Aku tahu maksudmu," Kiba menyeringari sembari menyilangkan kedua tangannya di dadanya. "Ingatan?"

"Eh?"

Percakapan ini, orang ini, percakapan ini, aku seolah sudah pernah berbicara dengan seorang yang baru ku kenal ini. Apakah orang ini, Kiba, dulu mengenalku?

"Tebakanku benar, ya?" dia kembali terkekeh dan seolah bangga akan dirinya sendiri "Sepertinya aku cocok juga menjadi seorang detektif." seringainya semakin mencurigakan jika dipandang, bahkan Naruto pun merasa merinding ketika mendengar dan menatap Kiba. Namun perasaan itu seperti sudah pernah ia rasakan. Mungkin sebuah ingatan yang sedikit demi sedikit muncul kembali.

"Ya, begitulah," Naruto ikut terkekeh. "Jadi, kau mau membantuku?" kemudian Naruto mulai bercerita.


Sebuah perjanjian.


"Jadi begitu ya." Kiba manggut-manggut setelah mendengar cerita singkat yang diceritakan Naruto, tentang 'gadis berambut indigo', jadi ini lebih mirip seperti misi pendekatan.

"Jadi kau bisa membantuku?" Naruto bertanya dengan ekspresi yang cukup yakin, dia berpikir kalau Kiba mungkin bisa mencari infromasi tentang gadis itu.

"Hmm. Sebenarnya dia adalah temanku. Dari deskripsi singkat yang kau berikan." Kiba kembali manggut-manggut sambil sesekali tersenyum.

"He?" Naruto tak percaya dengan apa yang Kiba ucapkan barusan. "Di-dia temanmu?" Naruto bertanya untuk memastikan.

"Yah, rambut indigo dengan potongan sebahu, aku hanya punya satu teman gadis yang berambut indigo."

"Jadi kau-"

"-Sebelum itu." Kiba tiba-tiba memotong pertanyaan yang akan diajukan oleh Naruto.

"A-apa?"

"Aku tidak akan memberitahumu tentang dirinya, ataupun namanya," dia menyeringai "Aku hanya akan mempertemukanmu dengannya," dia tersenyum "Bagaimana?"

Naruto terdiam sebentar, berpikir dan berpikir.

"Baiklah."


Sebuah pertemuan kedua.


"Yo!" Kiba melambaikan tangannya ketika Naruto datang di taman. Saat ini di taman sedang ada semacam festival, jadi menurut Kiba itu akan menjadi tempat pertemuan yang cukup menarik, tapi Kiba sendiri tak menyangka kalau Naruto sendiri akan terlambat karena tidak tahu jalan menuju taman.

"Maaf aku terlambat. Aku belum tahu betul lokasi-lokasi disini." Naruto menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal saat tiba di depan Kiba. Tapi, tidak terlihat gadis yang dijanjikan oleh Kiba.

"Tidak usah dipikirkan, kami belum lama menunggu, kok!" Kiba tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Semangatnya ini benar-benar tak bisa di duga oleh Naruto.

"Kami?" Naruto bertanya.

"Yah, gadis itu ada disana." Kiba menunjukkan ke suatu arah dengan jarinya. Sebuah stand yang berada sekitar dua puluh meter.

Gadis yang Naruto lihat dari tempat ia berdiri, memang benar gadis yang ia lihat kemarin. Rambut indigo sebahu, ia bahkan memakai blazer yang sama seperti kemarin. "Dia?" Naruto sedikit tercengang melihat gadis itu dari kejauhan, sedangkan Kiba sendiri hanya tersenyum.

"Itu gadis yang kau bicarakan kemarin, kan?"

"Iya si-"

"-Hei! Hinata!" Kiba tiba-tiba memanggilnya, dan gadis yang disebut Hinata itu pun menoleh dengan sebuah senyum yang indah. Kemudian Hinata berjalan kembali menemui Kiba disana, namun dia tidak tahu kalau Naruto ada disana.

"Si-siapa itu, Kiba?" Hinata bertanya ketika melihat seseorang di sebelah Kiba.

"Oh, ini. Dia Naruto." Kiba lalu memperkenalkan Hinata kepada Naruto yang berada di sebelahnya.

"Yo!" Naruto menyalami tangan Hinata tanpa ragu, sedangkan Hinata sendiri terlihat sedikit gugup.

"Hi-Hinata Hyuuga. Salam kenal." Hinata masih sedikit gugup ketika Naruto menyalaminya.

"Naruto Uzumaki." Naruto tersenyum ketika melihat wajah gugup Hinata itu, itu terasa seperti Naruto pernah dalam keadaan seperti ini, dulu.

"Yo!" suara lain muncul dari balik kerumunan orang-orang yang sedang berjalanan, taman itu mulai penuh seiring matahari mulai turun dari tempatnya di langit.

"Oh, Sasuke! Ino! Shika! Kebetulan sekali!" Kiba melambaikan tangannya kepada tiga orang yang ada di depannya itu.

"Dia, siapa, Hinata? Pacar barumu?" Ino menyeringai dengan senyum jahilnya ketika melihat Hinata dan Naruto bersalaman.

"He?" wajah Hinata merona merah mendengar perkataan Ino yang tiba-tiba "Bu-bukan!" Hinata segera menaruk tangannya dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.

"Kalian bertiga, sedang apa?" Kiba bertanya kepada mereka bertiga tentang kedatangannya kemari.

"Yah, kami hanya ingin bermain saja, sudah lama sejak aku kesini, jadi aku membawa mereka juga." jelas Sasuke.

"Oh iya, aku lupa mengenalkan, ini Naruto."

"Yo! Aku Shikamaru Nara" pria yang pendiam di balik itu akhirnya mengucapkan satu patah kata.

"Ino Yamanaka."

"Sasuke Uchiha."

"Naruto Uzumaki." Naruto melambaikan tangan dengan sedikit gugup. Mengapa pertemuan ini menjadi seramai ini? Ini benar-benar tidak terduga.

"Ah, ini benar-benar tidak terduga," Kiba menggaruk-garuk kepalanya "Kalau begitu, ayo kita jalan bersama."

"Yah, apa boleh buat jika jadinya seperti ini." Sasuke terkekeh.

"Jadi, kita mau pergi kemana dulu?" Ino bertanya sambil melihat-lihat sekelilingnya, "Bagaimana kalau naik bianglala itu?"

"Ah, Ino seperti anak kecil saja." ejek Sasuke kepada Ino, sedangkan Ino hanya hanya cemberut mendengarnya.

"Biar!" Ino menjulurkan lidahnya kepada Sasuke lalu berjalan duluan. Yang lainnya mengikuti sesaat kemudian.

"Oh iya, mereka ini teman-teman masa kecilku. Aku sendiri tidak tahu bakal bertemu mereka lagi disini." Kiba menjelaskan.

"Jadi kalian terpisah?" Naruto bertanya kemudian melihat Sasuke, Ino, dan Shikamaru secara bergantian.

"Hn, aku sekarang sedang kuliah di Nagoya, karena ada libur, jadi aku pulang." jelas Sasuke

"Kalau aku di Fukushima." Shikamaru menimpali.

"Kalau Ino?" Naruto bertanya lagi.

"Dia satu universitas denganku." Sasuke menjawab singkat.

"Hei, bagaimana kalau kita naik bianglala itu?" Ino berteriak dari kejauhan, bersama dengan Hinata yang bersamanya.

"Baiklah, kami akan menyusul!" Kiba menjawab kemudian mereka berempat segera berjalan menuju tempat dimana Ino tuju. Di sebuah bianglala yang berada di dekat pantai. Oh iya, taman ini sedikit unik, karena tempatnya yang berada di dekat dermaga.

"Sudah berapa lama kalian kenal?"

"Kalau tidak salah, kita dulu kenal saat SD."

"Tepatnya kelas tiga SD." Shikamaru menimpali jawaban Kiba.

"Kalau kau sendiri?" Sasuke bertanya balik

"Itu, eh, aku, datang dari sebuah-"

"-Hei kalian cepatlah!" Ino kemudian meneriaki lagi mereka berempat.

"Iya!" Kiba menjawab lagi "Ino memang cewek yang benar-benar cerewet."

"Yah seperti itulah sifatnya dari dulu." ucap Shikamaru memaklumi.

.

...

.

Mereka bersenang-senang malam itu. Naruto sendiri pun dengan cepat membaur dengan mereka.


Seperti pertemuan yang sama.


"Ah, aku capek sekali." Kiba menyeka keringat yang melewati pelipisnya, malam itu memang benar-benar di luar dugaan, mereka bermain seperti kembali menjadi anak kecil lagi, terutama Naruto, yang tidak memiliki ingatan tentang masa kecilnya itu.

"Tadi itu benar-benar menyenangkan!" Ino bahkan tidak merasa lelah sedikit pun, dia justru ingin mengajak mereka naik bianglala lagi.

"Kalau begitu aku pergi beli minuman sebentar. Ada yang mau titip?" Naruto berdiri ketika mau beranjak ke sebuah mini market yang berada di seberang jalan taman.

"Hinata, pergi temanilah Naruto." Ino kemudian menarik lengan Hinata yang sedang terjulur di meja, memaksanya berdiri dan pergi mengikuti Naruto.

"E-eh?" Hinata pun terlihat kaget saat Ino menarik lengannya untuk berdiri.

"Apakah tidak apa-apa?" Naruto kemudian bertanya ketika Ino menyuruhnya pergi bersama Hinata.

"Sudah pergi sana." Sasuke menyeringai samar dibawah tiang lampu ketika dia bersandar disana.

"Baiklah, ayo Hinata." ajak Naruto, lalu Hinata mengikutinya dari belakang secara aneh. Bukan, Hinata mengikuti Naruto dari belakang secara aneh, sambil menundukkan kepalanya, mungkin karena malu.

Selama perjalanan, mereka berdua tidak berkata apapun, hanya ada suara angin yang sesekali bertiup melewatinya. Momen itu terasa sangat aneh Naruto rasakan.

"Hei. Namamu Hinata, kan?" Naruto akhirnya memecah keheningan di sepanjang perjalanannya. menoleh ke arah Hinata yang saat ini sudah berjalan di sampingnya.

Hinata mengangguk lembut.

"Kamu kuliah dimana?" Naruto bertanya lagi.

"Anu, di, To-tokyo University." Hinata secara gugup menjawabnya, ucapannya terbata-bata, ia terlihat selalu bingung saat Naruto melontarkan sebuah pertanyaan.

"Oh." Naruto hanya ber-oh-ria mendengar jawaban Hinata, dia terlihat begitu pendiam, namun sebenarnya dia hanya bingung dan gugup.

"Ka-kalau Naruto sendiri?" kemudian Hinata bertanya balik, masih dengan aksen yang terbata-bata seperti tadi, memainkan kedua jarinya.

"Ah, aku juga disana."

"Be-benarkah?" suara Hinata meninggi, dia sedikit bersemangat ketika Naruto menjawab itu.

"Begitulah, setidaknya itu yang dikatakan adikku." lalu Naruto menaikkan kedua tangannya di belakang kepalanya, membuatnya sebagai sandaran sejenak dan memandangi bintang-bintang yang bertebaran pada malam hari itu.

"Naruto punya adik?" Hinata bertanya lagi

Naruto mengangguk, Hinata terus memandangi Naruto dengan sangat dalam, lalu ketika Naruto memergoki Hinata memandanginya, Hinata langsung membuang pandangannya ke tempat lain, "Lihatlah, langitnya sangat indah." Hinata juga memandangi langit itu setelah Naruto berbicara.

Mereka memandangi langit malam itu bersama-sama.

Lalu kemudian sebuah dering terdengar dari dalam saku Naruto, dan cepat-cepat Naruto mengambil HP-nya.

"Oh ini dari Kiba," Naruto membaca pesan yang diberikan oleh Kiba, wajahnya sedikit tidak percaya "He?"

"Ada apa, Naruto?" Hinata memasang ekspresi wajah yang penasaran ketika Naruto membaca pesan itu.

"Kiba, katanya, Ino dan Sasuke ada urusan mendadak, jadi dia dan Shikamaru mengantar mereka berdua."

"E-eh?" ekspresi Hinata langsung berubah seketika Naruto berbicara seperti itu.

"Lalu, aku disuruh untuk mengantarmu pulang..." ini pasti kerjaannya Kiba.

"Yah, kalau begitu, sehabis beli minum kita pulang saja." lalu ekspresinya berubah lagi.

"Tidak apa-apa?" Naruto meyakinkan Hinata dengan jawabannya barusan.

Hinata menggeleng pelan.

"Hmm, oh!" mereka berdua kemudian sampai di mini market yang mereka tuju. "Mau ikut masuk?" tanya Naruto.

Hinata menggeleng lagi "Aku akan menunggu disitu saja." Hinata menunjuk ke arah sebuah kursi di dekat kolam yang berada beberapa meter di depan mini market itu.

"Baiklah kalau begitu." kemudian Naruto memasuki mini market itu, pintu otomatis yang membiarkannya masuk kini perlahan menutup dan Naruto hilang di dalam pintu kaca tebal yang samar-samar tembus pandang.

Hinata kemudian menunggu di kursi itu sambil memandangi kolam yang berisi berbagai macam ikan yang berwarna-warni.

"Masih terlihat sama seperti enam tahun lalu." gumam Hinata sambil tersenyum, memainkan kecil air yang ia jangkau dengan tangan mungilnya. Ikan-ikan di dalamnya mengerubungi tangan mungil Hinata disana, ia tertawa kecil sambil terus memainkan ikan yang berdatangan.

Tak lama kemudian Naruto keluar membawa dua kaleng minuman lalu duduk di kursi dimana Hinata duduk. Memandangi ikan-ikan yang bermain dengan Hinata. Tanpa Naruto sadari, ia sendiri ikut tersenyum saat itu, begitu juga dengan Hinata.

Situasi ini, seperti sudah pernah kurasakan sebelumnya, dalam pecahan-pecahan mimpi yang datang padaku.

"Jadi, Hinata, ceritakan aku tentang dirimu." Naruto kemudian membuka pembicaraan lagi setelah meminum minumannya.

"Eh?" Hinata tersedak minumannya ketika Naruto bertanya itu kepadanya.

"Eh, apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" Naruto lagi-lagi menggaruk-garuk kepalanya sambil tersenyum bingung.

"Ti-tidak kok." Hinata mengelak pertanyaan Naruto secara halus, lalu kemudian berpikir sejenak untuk perkataannya selanjutnya.

"Jadi, maukah kamu bercerita?"

Hinata mengangguk.

"Harus kumulai darimana dulu ya?"

"Terserah, ceritalah, apa saja. Tentang teman-temanmu, tentang keluargamu, tentang rumahmu, tentang pacarmu, atau apa saja."

Naruto tak sadar perkataannya membuat sebuah retakan kecil di hati Hinata, dia sedih saat Naruto bertanya itu, sesuatu yang sudah ada tepat di depan matanya itu, melupakannya.

"Aku dulu berkenalan seorang pria. Dia adalah playboy SMA yang terkenal. Dia bahkan bisa memacari bebrapa gadis di sekolah dengan sekali ucap kata. Namun dia berbeda saat aku mengenalnya," Hinata mulai bercerita, ekspresinya sekuat tenaga ia tutupi dengan ekspresi yang biasa-biasa saja. Sedangkan Naruto sendiri memperhatikan Hinata dengan sangat serius. "Dulu aku bahkan membencinya sebelum aku mengenalnya. Namun ternyata semua itu hanyalah topeng yang ia pakai. Dia mengenalku, dan begitu juga sebaliknya. Lalu seiring waktu berlalu, dia mulai menampakkan sifat aslinya kepadaku, lalu kepada semua orang di sekolah itu." Hinata tersenyum lebar saat menceritakan itu semua.

"Jadi, kamu yang merubahnya?"

Hinata menggeleng, "Aku tidak merubahnya," Hinata tersenyum simpul "Dialah yang merubahku."

"Bagaimana bisa?" Naruto bertanya bingung pada cerita Hinata.

"Dia merubah pandanganku terhadapnya, kamu dengar kan, aku bahkan membencinya sebelum mengenalnya, lalu dia merubah cara pandangku terhadapnya."

Naruto mengangguk mengerti.

"Dulu sebelum dia mengenalku -maksudku, mengetahui keberadaanku, walaupun kami satu sekolah. Dia bahkan sering bolos sekolah, dan melalui sebuah kejadian akhirnya kami saling mengenal."

"Lalu?"

"Lalu tiba-tiba dia menghilang begitu saja. Dia sekarang tidak mengingatku lagi. Aku benci kepadanya!" ucap Hinata kesal. "Tapi, meskipun begitu, aku tidak bisa melupakannya."

"He? Kok bisa?"

"Aku sendiri juga tidak tahu." tidakkah kau sadar, Naruto?

"Ah, Naruto. Sekarang sudah malam." tiba-tiba Hinata merubah topik pembicaraan, mungkin dia sudah tidak tahan dengan topeng yang ia pakai untuk berbicara pada Naruto.

"Oh, benar juga! Kita harus pulang."


"Rupanya rumah tidak terlalu jauh dari rumahku, ya." ucap Naruto ketika mereka berdua tiba di depan rumah Hinata.

"Oh benarkah?"

"Ya, mungkin sekitar dua puluh menit jika berjalan."

"Oh iya-!" secara bersamaan mereka berdua mengucapkan itu, mereka teringat sesuatu yang hampir terlupakan.

"Kau duluan saja, Hinata!"

"Ti-tidak, Naruto duluan saja!"

"Baiklah," Naruto merogoh sesuatu dari saku celana sebelah kirinya, dan menarik secarik kertas dari dalam situ. "Ini, kemarin kamu menjatuhkan ini di dekat stasiun." Naruto menyodorkan secarik kertas itu dan diterima oleh Hinata.

"Jadi kemarin itu, Naruto, ya?"

Naruto mengangguk.

"Apa Naruto membaca isinya?" tanya Hinata penasaran.

"Ah, tidak, kok."

"Syukurlah kalau begitu." Hinata merasa lega untuk sesaat.

"Lalu, apa yang mau Hinata ucapkan tadi?" Naruto bertanya balik menagih sesuatu yang tadi akan di ucapkan oleh Hinata.

"Oh benar juga," Hinata mengambil sesuatu dari tas kecil yang ia bawa. "Ini." Hinata menyodorkan sebuah kunci kepada Naruto.

"Ini, untuk apa?"

"Um, anu, gimana ya, kita berlima punya sebuah markas -bukan markas seperti itu, lebih tepat disebut sebagai tempat nongkrong, mungkin. Jadi kalau Naruto ingin datang atau sekedar mampir, Naruto bisa datang kesana." jelas Hinata.

"Oh. Tapi, apa Hinata yakin?"

Hinata mengangguk, "Soal tempatnya, di dekat SMA setelah stasiun, ada sebuah gedung kecil bekas bioskop. Masuk dan naiklah ke lantai dua, dari situ Naruto pasti bisa menemukan ruangannya."

"Baiklah."

"Tapi, Naruto..."

"Hmm?"

"Karena tempat itu sudah beberapa bulan tidak dikunjungi, jadi jangan kesitu dulu, aku akan meminta yang lainnya untuk membersihkannya besok."

"Oh, tidak masalah, kalau boleh, aku malah ingin ikut membantu."

"Se-sebaiknya jangan! Aku mohon! Nanti Naruto bisa mati terkena debu-debu di dalamnya!" Hinata panik lantas membuat alasan acak yang dapat ia sebut, dan yah, begitulah.

"O-oh, baiklah, hubungi saja kalau sudah boleh dikunjungi, aku pasti datang kesana."

"Baiklah," Hinata merasa lega atas jawaban yang diberikan oleh Naruto, "Kalau begitu, selamat malam, Naruto." Hinata memberi salam dan masuk ke dalam rumahnya.

"Selamat malam, Hinata."


To Be Continued ~


A/N: Yo! author apdet lagi, sebenernya rada pusing waktu begimana mereka ketemu, author bingung semaleman untuk menceritakan bagaimana mereka bertemu, dan akhirnya, jadi seperti itu :D dan, di chapter ini, Naruto dan Hinata bertemu, sekaligus Kiba, Ino, Sasuke, dan Shikamaru. Di fict ini, mereka semua sahabat, loh. Jadi jangan pada salah sangka :p

Balasan review:

Manguni: kalau anda tidak mengerti tentang amnesia, apalagi author T.T

Black market: mari kita bongkar misterinya ~

jihan: lanjut deh XD

huddexxx69: makasih sudah mau menunggu :3

Makoto: aku juga penasaran sama kamu, loh :3

Yumi Murakami: iya sih rada aneh nyebut nya gitu, tapi tak apalah XD soal pulang ngga ada yg jemput, semua ada konspirasi antara RS dan keluarga Uzumaki *heleh punya temen donk, ntar pantengin aja biar makin ngerti cerita nya :3 kalo haruko, yah, mirip2 Naruko ituh, jutsu berubah yg jadi cewe ny Naruto, tapi kecilan dikit :D

baladewa: ngga apa2 kepo, itu kan nama ny perhatian :*

putraprawira: ekspresinya, setelah melihat Naruto, dia mati dengan mengenaskan, mulut berbusa dan kejang2 *heleh *ngawur *ditabok

sanner: ini lanjut kok :3