Naruto © Masashi Kisimoto

Cat? © Hyuuga Divaa Lavender-Hime

Rated : T+

Genre: Fantasy & Romance

Pair: NaruHina

Warning: AU. OOC. TYPO's. Alur kecepetan. Dan warning warning lainnya.

.

.

Dont Like Dont Read

(Remember it)

.

.

Happy reading minna

.

Chapter 9

.

.

"Na-Naruto-kunh.. hah.. aku mencintaimu~" dibawah sinar bulan Hinata mengucapkan kata yang selama ini ditunggu-tunggu Naruto. Tiba-tiba keluar cahaya menyilaukan dari tubuh Naruto membuat Hinata menutup kedua mata Amethystnya.

.

.

.

.

.

Seberkas cahaya menyilaukan masuk dari kamar seorang gadis yang sedang tertidur lelap. Bukan, bukan hanya gadis itu saja yang tertidur didalam sana. Ada seorang pemuda tampan yang ikut tidur dan memeluk erat gadis Indigo itu. Saking eratnya, pemuda itu seakan tak ingin melepaskan tubuh mungil gadis itu. Hei~ jangan pikirkan kalau mereka semalam melakukan hal semacam 'itu'. Karna mereka sebenarnya tak tau kenapa mereka sampai berada dikamar tersebut.

Gadis itu tampak tenang didalam dekapan pemuda itu. seakan-akan ia terlindungi dengan dekapan pemuda itu. Nafas hangat dari pemuda pirang itu berhembus mengenai puncak kepalanya.

Cahaya menyilaukan mulai mengenai sepasang mata Amethyst yang ditutup rapat oleh kelopak gadis indigo itu.

Perlahan. Mata gadis bernama Hinata itu terbuka dengan pelan, lalu tertutup kembali. Seperti itu sampai beberapa kali. Ia masih ingin tidur. Rasanya sangat nyaman dan sayang jika dilewatkan. Telapak tangannya serasa memegang sesuatu yang bidang dan berdetak dengan teratur. Ia juga dapat merasakan kehangatan dari situ.

Namun, cahaya menyilaukan ini terus saja mengusik tidur Hinata yang nyaman. Padahal ia masih ingin melanjutkan 'mimpi' tentang ia diculik lalu diselamatkan oleh Naruto. Lalu dengan penuh keberanian, ia mencium bibir Naruto. Didalam mimpinya ia juga dapat merasakan bau citrus yang bercampur dengan alkohol. Bukan hanya dimimpinya, sekarang pun ia dapat merasakannya dengan jelas.

Rasanya Hinata juga bisa merasakan wangi citrus itu sekarang. Wangi yang selalu ingin dia hirup. Mimpi Hinata memang sedikit menakutkan, namun indah pada bagian akhirnya. Dalam tidur Hinata yang sudah terusik, ia tersenyum tipis. Mengingat 'mimpi' indah semalam. Mimpi yang benar-benar terasa nyata baginya.

Cahaya itu kembali mengusik tidurnya, membuat Hinata tak bisa tidur dengan tenang dan lebih memilih membuka kelopak matanya menampilkan iris Bulan itu.

"Enggh.." erangan kecil ia keluarkan saat membuka matanya dengan sempurna. Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya sekitar yang masuk kedalam matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah tangannya yang menyentuh sesuatu –entah apa itu- yang terasa hangat dan berdetak. Saat Hinata ingin bangun, badannya terasa terlalu berat untuk digerakkan. Dan rasanya ada sebuah tangan melingkar erat dipinggangnya. Tunggu~ tangan? Sebuah tangan melingkar erat dipingganya?

"KYAAA! Naruto-kun tolong aku!" pekikan kencang berhasil lolos dari mulut Hinata. Membuat pemuda pirang itu terkejut dan membuka matanya dengan cepat.

"Hei, Hime. Ada apa? Aku disini!" Naruto menatap Hinata yang sedang memegang selimut menutupi seluruh badannya.

Eh? Tenang~ Hinata masih berpakaian kok. Lengkap lagi. Yang tidak berpakaian lengkap itu pemuda diatas ranjang Hinata sekarang. Ia hanya menggunakan celana jeans, tanpa baju! Ingat tanpa baju! Tentu saja Hinata berteriak keras saat melihat seorang pemuda tanpa baju tidur mendekapnya erat. Memang sih Hinata belum melihat wajahnya sehingga ia pikir yang tidur dengannya itu orang lain, yang ternyata adalah Naruto. DEG. Apa? Naruto tidur dengannya? Semalam?

Hinata membuka selimutnya meraba-aba bagian tubuhnya. Jangan sampai. Jangan sampai hal 'itu' ia lakukan dengan Naruto semalam.

Ah. Tidak. dia baik-baik saja. Ternyata dia masih 'utuh'.

"Hei jangan seperti itu. kau pikir aku melakukan hal mesum padamu-ttebayo?" Padahal sebenarnya aku memang ingin sih. Batin Naruto sambil memajukan bibirnya. Membuatnya terlihat sangat lucu. Lagian, siapa sih pria normal yang tak akan terangsang melihat Hinata. Ia cukup berusaha mati-matian untuk tidak menyentuh Hinata. Dia tak ingin merusak hubungannya dengan Hinata sekarang. Seperti ini saja sudah cukup. Setidaknya ia masih bisa bersama Hinata. Cuma gadis itu yang ada dipikirannya.

"I-iya.. biasanya Naruto-kun 'kan selalu berbuat mesum." Perkataan Hinata membuat Naruto sweatdrop . apa dia semesum itu? sampai-sampai Hinata takut ia dekati karna sifat mesumnya. Ayolah, siapapun pria yang sedang berada di dekat Hinata pasti akan mesum seperti dirinya. Setidaknya dia tidak sampai melakukan hal 'itu' 'kan? Iya, setidaknya sekarang belum. Ia tak tau besok, lusa atau kapan, dia bisa saja melakukan hal 'itu' pada Hinata.

Hinata menunduk tak menatap iris Saphhire didepannya. Ia sempat menatap kembali badan Naruto yang tak dibalut oleh baju itu. membuat Hinata merona sekaligus menahan nafasnya. Badan Naruto memang benar-benar -ehm- Sexy. Persis seperti dimimpinya tadi malam.

Naruto tersenyum lebar saat tau Hinata mencuri-curi pandang kearah badannya yang memang tidak dibaluti baju.

"Ada apa Hime? Terpesona dengan tubuhku?" Hinata tersentak. Ia menggeleng-geleng kepalanya kuat. Tidak. ia sedang tidak terpesona dengan tubuh bak atlet itu. Dia yakin dia tak terpesona oleh tubuh itu. Tapi kenapa~ kenapa pandangannya tak pernah lepas dari badan sixpack Naruto?

"Kalau kau mau.. aku bisa memperlihatkannya setiap hari~" seringaian mesum Naruto terlihat jelas oleh Hinata.

BUK

"Jangan menggodaku, PANGERAN MESUM!" Hinata melemparkan bantal kearah Naruto secara bertubi-tubi. Sementara Naruto terkekeh kecil, ternyata ia berhasil menggoda Hinata.

"Hime.. apa benar kalau aku ini pangeran? Walaupun pangeran mesum sih.. ittai~" dan pagi itu Naruto sudah dihadiahi oleh tinju Hinata.

"Sakit-ttebayo.. ittai~"

.

.

.

.

.

.

Hinata menyeduh dua cup ramen untuk sarapan mereka. Hari ini hari libur, jadi Hinata hanya bersantai-santai saja di Apartemennya. Sebenarnya ia lebih memilih sekolah dari pada di Apartemen yang ujung-ujungnya digoda terus-terusan oleh Naruto. Membuat mukanya memerah dan Hampir saja pingsan. Bisa-bisa saja ia mati konyol karna digoda terus oleh Naruto. Pagi tadi saja Naruto sudah menggodanya. Na Dan waktu menuju malam tentu saja masih lama. Ingin rasanya Hinata memiliki kekuatan atau membuat mesin waktu agar pagi ini cepat berlalu. Tapi, apa benar ia bisa seperti itu? kedengarannya hal yang tak mungkin.

Hinata berjalan kearah ruang keluarga, tempat Naruto -sedang duduk- menonton acara TV sambil, membawa 2 cup ramen dimasing-masing tangannya. Entahlah, sepertinya khir-akhir ini Hinata jadi ketularan Naruto. Setiap hari ia pasti selalu memakan ramen. Yang menurutnya itu tidak sehat. Sepertinya ia harus kembali mengatur program makannya sekarang.

"Hah~" Hinata menghela nafas. Rasanya ada yang terasa aneh pagi ini. Tapi, apa hal aneh itu? Hinata tetap berjalan menuju tempat pemuda itu.

Ya ampun. Naruto bahkan masih belum memakai bajunya. Ia hanya memakai jeans yang entah mengapa terlihat cocok dikakinya yang jenjang. Pemuda itu~ selalu saja. Apa dia memang sengaja memperlihatkan tubuhnya itu? mungkin gadis yang melihatnya bisa merona hebat dan mungkin saja hidung mereka akan mengeluarkan darah. Ya, gadis itu termasuk Hinata. Tapi ia berusaha menahan agar Naruto tak menggodanya tentang ia selalu memperhatikan tubuh Naruto. Ah, Tubuh ya?

Tiba-tiba Hinata berhenti. Dua cup ramen yang sudah ia siapkan terjatuh begitu saja. Membuat Naruto mengalihkan perhatiannya ke Hinata. Air mata gadis itu turun membuat Naruto menaikkan alis matanya. Heran. Awalnya Hinata berjalan kecil kearah Naruto, tapi kelamaan langkah Hinata semakin cepat. Ia segera menghambur kedalam pelukan Naruto. Menangis dengan kencang disana. Yang tentu saja membuat Naruto heran. Hinata kenapa? Kenapa dia tiba-tiba menangis? Apa ada yang salah?

"Hinata~"

"Naruto-kun, Hiks.. Yokatta.. Yokatta.." heh? Kenapa gadis ini malah mengucapkan kata syukur? Memangnya ada apa?

"Kau kembali Naruto-kun.. hiks.. kau kembali.. Yokatta.." perkataan Hinata langsung dicerna oleh otak Naruto. Ia melihat ke arah jendela. Ini sudah pagi. Pagi? Dan dia belum juga berubah? Jadi.. dia~ dia sudah normal. Naruto tersenyum. Ia membalas pelukan Hinata yang masih menangis.

Yokatta. Akhirnya aku kembali.

Jadi, Yang tadi malam itu mimpi atau kenyataan? tentang Ia menyelamatkan Hinata, dicium Hinata dan Hinata mengatakan mencintai dirinya itu.. itu~ sepertinya nya~

Kruuk

Bad timing

"Eh?" Hinata melepaskan pelukannya pada Naruto karna mendengar suara aneh. Sementara Naruto, ia menggaruk-garuk belakang kepalanya sambil menatap Hinata.

"Um.. Hinata-chan. aku sangat lapar-ttebayo.." Hinata tertawa kecil melihat tingkah Naruto. Hinata menghapus jejak air mata dengan punggung tangannya lalu menatap ramen yang sudah terjatuh dengan indahnya. Membuat lantai Apartemennya kotor karna kuah dan ramen yang berserakan.

"Baiklah, tapi bantu aku dulu, Naruto-kun."

.

.

.

.

.

.

Tsunoru omoi wo uchiaketa
Ookiku unadzuite kureta

Ponsel Hinata berdering. Dengan langkah cepat Hinata mengambil ponselnya dan langsung mengangkat telponnya.

"Moshi moshi~"

("Hinata-chan! Daijoubu ka? Dimana Naruto? Aku tak menyangka dia akan mengerikan jika meminum alkohol. Kau tau wajahnya sangat menyeram~")

"Tunggu~ meminum alkohol? Jadi itu bukan mimpi?" Hinata memegang ponsel flipnya.

("Kata siapa itu mimpi? Kau diculik oleh bajingan merah itu! Lalu malam itu kalian kemana saja? Kami sudah payah mencarimu tapi tak kunjung bertemu.") Jadi semalam itu memang benar-benar terjadi. Jadi dia memang benar-benar mencium Naruto? Ah, rasanya pipinya sudah memerah hebat.

"A-aku juga tidak tau Sakura-chan. Tiba-tiba saja aku sudah dikamar tidur berdua dengan Naruto-kun." Ada yang aneh. Kalau Sakura tidak menemukannya. lalu, Siapa yang membawanya ke Apartemennya?

("APAA? Tidur berdua? Kau melakukan hal 'itu' dengannya?)

"Ti-tidak.. jangan beranggapan seperti itu. kami tidak melakukan apapun." Sepertinya wajah Hinata merona hebat. Melakukan itu dengan Naruto? Ia belum siap.

"Dengar~ aku memiliki sebuah berita bagus!" Hinata tersenyum menelpon Sakura sambil menatap Naruto.

("Apa itu?) suara penasaran terdengar dari ujung telpon sana.

"Naruto-kun sudah kembali normal!"

.

.

.

.

.

.

"Kita mau kemana Hinata-chan? aku sedang malas mandi-ttebayo!" Hinata mendorong Naruto yang dari tadi tak mau masuk kedalam kamar mandi. Tampaknya dia memang seperti kucing. Mungkin karna terperangkap menjadi kucing, membuat sifatnya hampir mirip seperti kucing sungguhan.

"Merayakan kau telah kembali seutuhnya, tentu saja! Cepatlah Naruto-kun. Kita harus cepat!" Hinata mendorong-dorong Naruto yang masih berdiri tegap diambang pintu. Hinata dapat melihat jelas seringaian yang terpampang diwajah Naruto.

"Kalau ingin cepat. Kenapa kita tidak mandi berdua saja?" mendengar itu, Hinata langsung menendang Naruto masuk kekamar mandi dan menghempaskan dengan kasar pintunya. Wajah Hinata memerah. pemuda itu memang selalu menggodanya. Membuat pipi putih Hinata selalu menjadi merah.

Sekarang ia harus siap-siap. Ia mengadakan pesta kecil-kecilan bersama sahabatnya. Tentu saja pesta kecil-kecilan ini diselenggarakan untuk Naruto. Pestanya akan diadakan di café Sora.

.

.

.

.

.

Sepanjang perjalan ke Café Sora membuat Hinata sedikit risih. Kenapa? Perhatikan saja orang-orang disekitar Naruto dan Hinata. Para gadis menatap kagum sambil berteriak-teriak karna melihat Naruto. Sementara para pemuda melihat Hinata dengan intens, malahan sampai ada yang mimisan karna menatap kecantikan Hinata.

Dan itu membuat Hinata benar-benar risih. Jangan tanya Naruto. Pemuda ceria itu santai-santai saja saat melewati para gadis sambil menggenggam tangan Hinata. Dia yang memang dasarnya tidak peka tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitarnya yang mulai ribut sejak kedatangan mereka berdua.

Akhirnya mereka sampai di Café Sora membuat penderitaan Hinata sepanjang perjalan menghilang. Walaupun masih banyak sih yang menatap mereka berdua didalam Café. Hinata menyeka keringat yang berada di dahinya dengan punggung tangannya. Mata beriris Amethyst itu mulai menjelajah, melihat dimana sahabat-sahabatnya berkumpul. Ah, dia menemukan mereka. Tentu saja karna mereka memang selalu terlihat mencolok.

Hinata menggandeng tangan Naruto dan langsung duduk dengan tenang. Ia melihat daftar menu Café itu.

"Pesan saja sesuka kalian, Hari ini aku yang traktir." Naruto menyikut lengan Hinata. Ia memperlihatkan tatapan yang menyatakan apa-tidak-apa-apa? Pada Hinata. Hinata hanya tersenyum mengangguk. Tou-san memberikan uang berlebih –sangat berlebih- padanya. Entah apa tujuan tou-san nya memberikan uang itu. biasanya sih Hinata diberi uang sebanyak itu kalau ada keluarganya yang menginap di Apartemennya. Karna ia rasa tak akan ada yang datang, akhirnya ia putuskan saja untuk mentraktir sahabat-sahabatnya itung-itung sebagai perayaan untuk Naruto.

.

.

.

.

.

"Hei.. lihat mereka!" seorang gadis berambut coklat menunjuk 3 pasang kekasih yang sedang berjalan-jalan santai ditaman.

"Kyaa! Lihat 3 pemuda itu.. sangat tampan!" orang-orang disana sedang memperhatikan 6 orang yang berjalan beriringan.

Sesekali 3 pasang orang itu tertawa melihat pemuda pirang yang paling berisik diantara pemuda lainnya. Sementara yang lain hanya menyikap degan senyumnya.

"Aku heran padamu Hinata. Bagaimana bisa kau mencintai pemuda ribut seperti dia?" Hinata hanya terkikik geli mendengar pertanyaan Ino.

"Hei pig. Cinta itu tak butuh alasan. Kau tau itu 'kan?" balas Sakura. Hinata mengangguk menyetujui.

"Ya.. ya.. terserah katamu. dasar jidat!" Sakura mendelik kesal mendengar Ino mengatainya jidat. Sebenarnya salah dia juga sih yang memulai menyebut Ino dengan sebutan pig. Sepertinya mereka akan segera perang. Untung saja Hinata langsung melerai.

"Ino chan, Sakura-chan. Kalian tidak mau 'kan acara kita batal hanya karna pertengkaran kalian?" Ino dan Sakura tersentak. Benar kata Hinata. Mereka kan jarang bisa berkumpul bersama sahabat dan kekasih mereka secara serempak seperti ini. Biasanya kalau diajak ketemuan pasti mereka akan bertanya dulu. Kalau tidak mereka yang tidak bisa pergi, kalau tidak kekasih mereka yang terlampau sibuk.

"Hinata-chan! Bagaimana kalau kita makan Ramen di kedai Ichiraku itu-ttebayo?" Hei.. tadi pagi pemuda pirang itu kan sudah makan ramen. Kenapa sekarang dia ingin lagi~

"Onegai.." Naruto maju kedepan Hinata sambil tangannya dikatupkan seperti orang yang akan berdoa dikuil. Dia juga mengeluarkan kitty eyes yang membuatnya seperti kucing sungguhan.

"A-ano.."

"Boleh juga~ bagaimana Hinata-chan?" ujur Ino menyetujui. 'bagaimana ini? Ramen? Naruto-kun bisa menghabiskan uang belanjaku selama sebulan.'

.

.

.

.

.

Mereka keluar dari kedai ramen dengan wajah yang cerah, minus Hinata.

"Kenyangnya!" Naruto mengelus perutnya yang sedikit membuncit. Wajar saja, dia menghabiskan 5 mangkok ramen sekaligus. Membuat Sakura, Sasuke, Ino & Sai tercengang. Sementara Hinata hanya meratapi uang yang sudah menipis didompetnya. 'Sepertinya bulan ini aku harus berhemat.'

"Sekarang sudah malam, bagaimana kalau kita pulang saja?" Sakura menatap kekasih dan para sahabatnya.

"Baiklah~ aku juga sudah mengantuk!" Ino merenggangkan tangannya keatas sambil menguap.

"Sepertinya kita berpisah disini.. Jaa mata Minna! Arigataou atas traktirannya Hinata-chan." Ino pergi berjalan kearah lain bersama Sai, begitupun Sakura dan Sasuke.

Sekarang hanya tinggal Naruto dan Hinata yang tinggal dijalan itu. mereka saling bertatapan lalu berjalan menuju Apartemen meninggalkan jalan itu.

Kenapa rasanya jadi canggung ya?

"Ittai~" suara itu mau tak mau membuat Naruto menghadap kebelakang. Naruto dapat melihat Hinata yang terjatuh sambil bertumpu dengan lututnya. High hells nya patah, membuat Hinata meringis kecil karna terjatuh. Ia dapat melihat liquid merah kental keluar dari lukanya. Ini sedikit perih.

"Kau baik-baik saja, Hinata-chan?" pertanyaan konyol, padahal ia tau kalau Hinata terjatuh dan tak mungkin ia baik-baik saja.

"Kakimu berdarah.." Hinata mencoba berdiri kembali, tapi~ ah. Dia terjatuh kembali. Membuat lukanya bertambah. Luka sudah kaki yang sebelumnya putih mulus bak porselen itu.

"Sini~" Naruto jongkok sambil menawarkan punggungnya. Hinata diam, dia tak menjawab apa-apa. Karna tak mendapat respon apapun, Kepala Naruto mencoba menoleh kebelakang.

"Mau ku gendong dipunggung, atau ku paksa gendong ala bridal style?" Seringaian Naruto membuat Hinata kesal. Ah, ia digoda lagi.

Tapi, Jika ia pilih digendong ala bridal style, mungkin orang-orang akan menatap intens mereka berdua. Kalau digendong dipunggung, orang-orang akan menatap mereka juga sih, tapi rasanya ala bridal style itu agak menakutkan.

"U-ukh.." Hinata mengalungkan tangannya dari belakang keleher Naruto. Naruto berdiri, menyesuaikan posisi yang paling nyaman.

Menurut Naruto 2 gaya itu sama saja sih. Malahan digendong dipunggung itu terasa lebih ekstrim. Bayangkan saja, Hinata dibelakangnya. Rasanya ada benda yang -ehm- menyentuh punggungnya dan itu~ sudahlah lupakan. Intinya ia sebenarnya tak tahan dengan hal itu.

Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Naruto asik dengan pikirannya. Sementara Hinata yang memang pendiam dari sananya, tidak sedikitpun berusaha memecah kesunyian malam itu.

Ah benar perkiraan Hinata. Banyak orang yang melihatnya sambil berbisik-bisik. Karna malu, Hinata membenamkan wajahnya dileher Naruto sambil menutup kedua matanya. Dari sini bau citrus itu rasanya menguar jelas. Entah sudah berapa lama Hinata menghirup aroma itu. Membuatnya lupa dengan segala tatapan orang-orang tadi dan semua yang ada disekitarnya.

"Ne, Hinata-chan.. kita sudah sampai." Hinata tersentak. Ia melihat sekitarnya. Ah sudah sampai di Apartemennya. Kenapa ia sampai tak sadar?

Naruto menurunkan perlahan Hinata diatas kasurnya. Luka Hinata tadi harus segera dibersihkan, kalau tidak lukanya akan infeksi. Setelah meletakkan Hinata diatas kasur, Naruto keluar mengambil kotak P3K yang disimpan oleh Hinata didalam sebuah laci. Setelah menemukan apa yang dicarinya Naruto masuk kembali kedalam Kamar Hinata.

Naruto membersihkan luka Hinata dengan antiseptik. Hinata sedikit meringis saat Naruto mencoba meneteskan betadine keluka Hinata.

"Sa-sakit Naruto-kun~"

"Kalau tak diberi ini kakimu bisa infeksi Hinata-chan.. aku akan melakukannya pelan-pelan." Naruto kembali meneteskan betadine di lutut Hinata. Ia kemudian membersihkan betadine yang mengalir jatuh sampai kekaki Hinata dengan kapas.

Hinata memperhatikan Naruto yang sedang membersihkan betadine yang mengalir dikakinya. Ah, pemuda itu kenapa selalu membuatnya merona sih? Perlakuan Naruto padanya membuatnya selalu berdebar. Seperti saat sekarang ini. Tapi sepertinya Naruto hanya diam saja sejak tadi. Dia hanya berbicara seperlunya saja. Wajahnya memang terlihat lebih tampan dan cool saat diam. Tapi Hinata lebih suka Naruto yang berisik dan selalu mengggodanya seperti dulu. Ne, Hinata. sepertinya kau mulai senang digoda oleh Naruto.

"Naruto-kun.." merasa dipanggil Naruto pun menoleh kearah Hinata. Ia meletakkan kapas yang sedang ia pegang untuk membersihkan luka Hinata ke meja kecil disebelah tempat tidur Hinata. Naruto mulai duduk sambil bersandar disandaran tempat tidur Hinata.

"Ada apa, Hime?"

"Ti-tidak.. hanya saja, ke-kenapa Naruto-kun diam saja sejak tadi? Apa ada yag salah?" Hinata memiringkan kepalanya. Ia menatap mata Sapphire Naruto intens. Apa Naruto tak suka bersamanya?

"Aku hanya memikirkan sesuatu," Naruto menjeda kalimatnya. Senyum lima jari yang selalu ia tampilkan tampak menghilang.

"Setelah ini, aku tak mungkin lagi 'kan terus bergantung dengan Hinata-chan? Dan sepertinya aku harus melanjutkan kuliahku dan mencari pekerjaan." Hinata tidak mengerti. Memangnya kenapa kalau Naruto harus melanjutkan kuliah atau bekerja? Memangnya ada yang salah dengan itu?

"Aku rasa kita tak akan bisa memiliki waktu banyak untuk berdua karna kita memiliki kesibukan masing-masing. Aku hanya takut kita akan berakhir karna kesibukkan itu-ttebayo.." kata Naruto lirih. Hinata sedikit terkejut saat Naruto mengatakan kata berakhir. Dia menatap Naruto lalu mengelus pipi Naruto pelan, mau tak mau membuat Naruto menatap Amethyst Hinata. Hinata tersenyum lembut kearah Naruto. Membuat Naruto tertegun saat melihat senyuman manis kekasihnya.

"Jangan berpikiran seperti itu. aku tak akan pergi darimu Naruto-kun. Walaupun aku jauh, aku masih tetap ada disini," Hinata menyentuh Hati atau lebih tepatnya dada Naruto.

"Dan kau akan selalu ada disini." Hinata menekan pelan dadanya. Menunjukkan kalau Naruto akan selalu berada dihatinya.

"Lagian kau kan sudah berjanji untuk selalu ada dan melindungiku." Senyum Naruto terkembang. Bukannya gadis ini yang menyelamatkannya dan akan menjadi pasangan hidupnya selamanya? Jadi, kenapa ia harus takut?

"Terima kasih Hinata~" Naruto mendekat kearah Hinata, menyentuhkan dahinya dan dahi Hinata, membuat dua pasang mata itu saling beradu pandang. Mereka dapat merasakan kehangatan nafas pasangannya. Hinata menutup matanya saat Naruto bergerak lebih maju. Bibir tipis itu sudah menempel. Dan sekarang Naruto malah melumat bibir Hinata yang rasanya sangat manis walaupun sudah berkali-kali dia mencobanya. Rasanya manis dibibir itu tak akan pernah hilang. Udara disekitar mereka mulai terasa panas. Naruto mulai mencoba ciuman yang lebih. Membuat Hinata sudah kesulitan untuk bernafas dan akhirnya mengakiri ciuman mereka.

"Hah.. Aishiteru Hinata-chan.."

"Aishiteru mo Naruto-kun.." Naruto mengacak-acak rambut Hinata sambil tersenyum. Sementara Hinata tersenyum karna menapat takdir cinta yang menurutnya aneh.

Apa kalian percaya dengan jodoh itu tak akan kemana? Walaupun dengan cara seaneh apapun yang tak terduga oleh kita. Walaupun pahit di awal tapi percayalah~ semuanya akan manis diakhir. Seperti kisah cinta Naruto dan Hinata ini.

OWARI

Omake:

TOK TOK TOK

"Iya tunggu sebentar." Hinata berjalan menuju pintu Apartemennya.

Cklek

"N-Neji nii-san!" Hinata memeluk neji secepat kilat karna rasa rindu kepada kakaknya itu.

"Siapa Hinata-chan?" Naruto keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang membalut tubuhnya.

"Kau.. siapa?"

"Hei perkenalkan.. aku Namikaze Naruto. Kekasihnya Hinata. Dan sepertinya kau aniki Hinata ya?" ucap naruto sambil mengulurkan tangannya.

"Upps.." Hinata menutup mulutnya. Ia lupa kalau nii-san nya itu over protective kepadanya.

"KAU! APA YANG KAU LAKUKAN DI APARTEMEN ADIKKU DENGAN MEMAKAI HANDUK BEGITU?!" Neji mengejar Naruto yang berusaha berlari menjauh.

"Hinata-chan! TOLONG!"

Dan hari itu Apartemen Hinata dipenuhi oleh teriakan kesakitan.

Owari sekali lagi

A/N: Ye.. Ye.. sekarang Divaa dah bisa hiatus dengan tenang. Huaa.. padahal sebenarnya pengen bangeet post beberapa fanfic divaa yang lain. Tapi berhubung divaa udah harus serius semester besok, makanya gak jadi post. Gimana endingnya? Ngegantung kah? Mudah-mudahan saja tidak.

Divaa mau ngucapin Arigatou buat para readers yang udah bersedia baca dan review ff divaa ini. Hontou ni Arigatou. Maaf gak bisa balas review kalian satu-satu, karna mungkin semua pertanyaan kalian udah terjawab dengan ada chp ini! Sekian dari Divaa! Jaa Mata!

Salam NH'L n,nb