Sungmin yakin ia hanya tinggal sendirian di apartemen tempatnya tinggal. Tapi kenapa saat ia terbangun di pagi hari dia menemukan tubuhnya telanjang dengan bercak keunguan di sekujur tubuhnya, serta.. bagian selatan tubuh yang sakit?

_/_BoyxBoy_/_M for mature content_/_Pairing: ? x Sungmin_/_Don't like? Please, don't read. Do like? Please review :D_/

.

.


WHO ARE YOU?

Rated: M (for mature content)

Pairing: ? x Sungmin

Genre: Fantasy, Romance

All cast belongs to God


.

.

.

Sesosok namja mungil menggeliat dalam tidurnya. Dahinya mengkerut merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Butuh beberapa saat hingga namja bersurai pirang itu membuka mata dan menyentuh bagian tubuhnya yang terasa sakit. Dia yakin betul, pasti bercak di tubuhnya semakin banyak. Menghela nafas berat, dia bangun dan menyenderkan punggung ke kepala ranjang dan mengecek tubuhnya. Telanjang sempurna, hanya tertutup selimut putih tebal miliknya sebatas pinggang, dengan bercak keunguan memenuhi bahu hingga bagian paha dalamnya, termasuk.. daerah vitalnya.

Namja itu—Sungmin, lebih lengkapnya Lee Sungmin—, mengusap wajahnya frustasi. Mungkin dia bisa dibilang polos, tapi bukan berarti dia tidak tahu sebab dari bercak keunguan di tubuhnya. Pasti seseorang atau lebih (Sungmin berharap tidak) telah menjamah tubuhnya saat dia terlelap. Tapi dia sama sekali tidak mengingat bahwa ia pernah bermimpi melakukan hubungan intim—kecuali saat puber dulu. Bukankah seharusnya jika ada yang menyentuh tubuhnya sampai seperti ini dia bisa ikut merasakannya di dalam mimpi? atau mungkin saja dia terbangun saat 'orang itu' melakukan 'itu'. Dia adalah tipe orang yang mudah terbangun dari tidur. Seharusnya.. hah! dia pusing! Mungkin dia harus segera pindah apartemen. Tidak mungkin kan dia curhat pada orang lain mengenai ini? Apa yang harus dia katakan? "Aku diperkosa setiap malam oleh orang yang tidak aku kuketahui"? tidak, tidak. Terimakasih. Itu hanya akan membuatnya malu.

Sungmin turun dari ranjang dengan hati-hati. Rektumnya terasa sangat nyeri! 'Tuhan, sebrutal apa orang yang telah menyetubuhiku?' pikirnya.

Tidak butuh waktu yang lama, Sungmin telah berhasil sampai di kamar mandi dan memulai membersihkan diri. Tanpa dia ketahui, sepasang mata merah mengawasinya sedari tadi.

.

_Who are you?_

.

Sungmin POV

Haaah segarnya! Beruntungnya aku kerena tidak ada kuliah hari ini, jadi aku bisa bersantai sepanjang hari.

SREEK. SREEK.

Deg!

Suara apa itu? Apa ada orang?

SREEK. SREEK.

Aku melonjak kaget. Suaranya terdengar keras, namun terasa berat, dan terdengar seperti dari arah.. lemari?

Aku melangkahkan kakiku pelan, selain karena sekujur tubuhku sakit, aku juga merasa takut. Sambil mengeratkan handuk yang melilit pinggangku, aku berkomat-kamit. 'Mudah-mudahan itu hanya kucing. Mudah-mudahan itu hanya kucing.'

Gagang lemari sudah ada di genggamanku, tingal menariknya.

SREEK! SREEK!

Aku meloncat mundur. Dapat kudengar ada banyak kuku atau benda tajam lainnya yang digoreskan di dinding lemari. Apa itu benar-benar kucing?

Dengan berbekal rasa penasaran kubuka pintu lemari itu perlahan.

Sedikit. Masih gelap, belum terlihat apa-apa.

Sedikit lagi. Cahaya kamar mulai masuk, tapi belum terlihat apapun.

Kubuka semakin lebar. Cahaya mulai sepenuhnya menerangi bagian dalam lemari, dan terlihat..

"AAAAAAAA!"

.

_Who are you?_

.

Aku menutup mulut dengan kedua tanganku dan menggeleng keras. D-di sana.. seorang mayat laki-laki dengan mata terbuka lebar, dan mulut terbuka dengan lidah menjulur keluar serta jangan lupakan darah yang mengalir deras dari kepalanya yang.. pecah?! Oh Tuhan, ternyata ada kapak yang masih menancap tepat di kepala sebelah kanan mayat itu. Leher orang itu terkoyak lebar, menampakkan urat yang terputus dan darah yang terus mengucur.

Air mataku keluar. Aku menangis dalam diam. Ini terlalu menakutkan. Aku ingin pindah! Aku ingin pindah dari sini! Aku ingin membalikkan badan dan berlari sejauh mungkin. Tapi kakiku bergetar hebat dan tak bisa kugerakkan.

Tubuhku kembali tersentak kaget saat sepasang tangan pucat memelukku dari belakang. Sontak aku menjerit ketakutan dan memberontak. Tangan itu semakin kuat mencengkeram tubuhku. Kuat, dan juga sangat dingin. Kulitnya yang sedingin es menyentuh langsung tubuh atasku yang masih telanjang.

"Sshht.. tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu jika kau tenang." bisik sosok itu. Rendah, berat, dan menakutkan.

Aku terdiam. Jantungku berdetak keras. Entah kenapa aku merasa nyawaku terancam oleh sosok di belakangku.

Sosok itu terkekeh senang, "Bagus." lalu menumpukan dagunya di pundakku dan mengendus leher kananku. "Hmm.. kau menggairahkan, sayang. Tak salah aku memilihmu."

'Menggairahkan? Apa maksudnya?' pikirku. Tapi aku tak berani bertanya, hanya membeku dalam pelukannya yang dingin.

Sosok itu kembali terkekeh, "Kau memiliki darah yang menggiurkan, sayang. Itu alasan kenapa aku menyebutmu menggairahkan."

Aku tersentak, 'Dia bisa membaca pikiranku?!'

"Tentu saja aku bisa, sayang. Semua vampir bisa melakukannya dengan mudah." dia mengusap leherku pelan, lalu melanjutkan "Aku tahu kau tidak pernah percaya dengan vampir, tapi inilah kenyataannya."

Aku semakin bingung. Vampir? Darah yang menggiurkan?

Sosok itu menempelkan bibirnya di pundak kananku. Dari sana aku dapat merasakan bibirnya memebentuk sebuah senyum kecil. "Ah, harusnya aku menceritakan dulu semuanya padamu, aku tahu kau sangat bingung dengan situasi sekarang." Dia menopang punggung dan kakiku, lalu menggendongku bridal style. "Ayo kita pindah ke kamarmu, dia mengganggu pemandangan."

Aku mengikuti arah pandangnya. Oh God, bahkan aku melupakan mayat di lemari yang tadi sempat membuatku takut setengah mati.

.

.

_Who are you?_

.

.

"Jadi.." ucapku "Kau benar-benar vampir?" tanyaku tak percaya.

Sosok itu masih mengendus leherku. Sungguh, ini membuatku sedikit risih, tapi aku tidak mau membuatnya marah dan berbuat hal yang tidak kuinginkan—seperti membunuh, mungkin?

Sosok itu—entah untuk ke berapa kalinya—terkekeh. "Aku tidak akan membunuhmu, sayang. Yah, kecuali jika kau susah diatur." ujarnya santai.

Dia menegakkan badan (ah, aku lupa menjelaskan. Kami sedang berada di kamarku, atau lebih tepatnya di kasur, menyenderkan badan dan saling bercerita—sebenarnya dia yang daritadi bercerita, aku hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan padanya. Dan jangan lupakan bahwa aku sudah berpakaian lengkap, tidak seperti tadi, jadi jangan berpikir macam-macam) "Seperti yang kuceritakan sebelumnya. Aku, sebagai vampir alfa, membutuhkanmu sebagai beta-ku. Aku tidak akan bertahan hidup jika aku tidak segera memiliki beta."

"Alfa? Beta?" tanyaku. Entah kenapa saat tahu dia cukup ramah, rasa takutku mulai hilang.

"Vampir alfa adalah vampir yang memimpin dalam suatu hubungan. Memiliki kekuatan yang lebih besar dari vampir beta, dan memiliki nafsu yang besar. Dan.. ehem.. kamilah yang berada dalam posisi 'memasuki' saat kawin nanti." Dia menggaruk belakang kepalanya canggung, "Jadi intinya, kami yang memimpin, dan kalian—para beta—yang menjaga kami."

"Menjaga?"

"Maksudku dengan memberi asupan darah setiap kami membutuhkan. Beta juga memiliki tugas untuk menenangkan alfa-nya saat sedang dalam puncak emosi."

"Misalnya?"

Dia berpikir sejenak, "Saat kami memiliki masalah dengan alfa lain, mungkin?" jawabnya ragu. "Alfa memiliki nafsu yang besar, termasuk nafsu untuk membunuh. Vampir alfa suka menyelesaikan masalah dengan saling membunuh. Jadi sebelum terjadi pertumpahan darah, masing-masing beta dari kami harus menenangkan dan menggagalkan usaha kami untuk membunuh."

"Kalau gagal?"

"Salah satu dari kami akan mati. Atau kemungkinan terburuknya kami semua akan mati."

"Tapi kenapa harus aku? Kenapa tidak mencari vampir beta?" tanyaku.

"Apa gunanya aku memiliki beta sesama vampir jika pada akhirnya aku mati karena tidak bisa meminum darah."

Aku menaikkan sebelah alisku heran, "Kau 'kan bisa minum darah darinya."

"Minum darah vampir?" kini dia yang merasa heran "Asal kau tahu, darah vampir itu hanya memiliki sedikit sekali nutrisi. Yah, seperti kalian para manusia, kami juga butuh nutrisi untuk tetap hidup. Tapi sebelum kami masuk masa kawin, dan belum memiliki beta, kami bisa meminum darah dengan membunuh orang—walaupun itu cukup menyiksa. Minum darah dari sumber yang selalu berbeda dapat membuat vampir pusing bahkan ada yang malah menguras tenaga, lalu mati. Maka dari itu dengan memiliki satu beta, dan selalu minum darah yang sama, kami bisa bertahan hidup hingga beratus-ratus tahun."

"Beratus-ratus tahun? Berarti kau pernah memiliki beta sebelumnya?"

"Tidak, ini pertama kalinya aku akan masuk masa kawin. Untuk ukuran vampir, usiaku masih terbilang muda, masih 15 tahun."

"Hah? muda sekali! Kau terlihat seperti sudah mahasiswa!"

"20 tahun umur manusia ditambah 15 tahun umur vampir." tambahnya.

"Oh.."

Aku berpikir sejenak, "Kau 'kan bisa mencari manusia lain selain aku." lirihku.

"Masing-masing vampir hanya boleh memiliki satu beta, sayang. Dan kaulah beta-ku satu-satunya." dia menyeringai, "Bercak di tubuhmu itu buktinya."

.

.

_Who are you?_

.

.

Aku bergidik ngeri. Dia, vampir yang baru dua hari lalu mengklaim diriku sebagai beta-nya, tengah menjilat leher korbannya yang terkoyak. Bau anyir segera menyapa indra penciumanku. Argh.. padahal sudah kukatakan padanya bahwa aku tidak mau ikut saat dia menyantap darah korbannya. Sebagai manusia, tentu saja aku merasa jijik. Apalagi dia meminum darah langsung dari leher manusia.

"Oh ayolah, sayang. Jangan terlalu banyak mengeluh. Aku mengajakmu untuk membiasakan diri dengan darah."

"Tapi kan aku akan tetap menjadi manusia nantinya." tukasku.

"Memang benar. Tapi aku tidak mau kau jijik saat aku menghisap darah dari tubuhmu." mengusap noda darah di sekitar mulutnya, lalu melanjutkan "Dan lagi, bulan purnama sudah dekat. Aku akan segera mengklaimmu sebagai beta-ku yang sah."

Ah, lagi-lagi aku lupa bercerita. Dia memang telah mengklaimku sebagai beta-nya, tapi seperti yang dia katakan barusan, aku belum menjadi beta sah-nya. Yah, bisa dibilang aku masih calon beta.

Masa kawin vampir tiba saat bulan purnama saja. Pada saat itu, beta yang telah mereka tandai (dengan menyetubuhi calon beta mereka saat terlelap) bisa menjadi pendamping hidup mereka. Untuk selamanya—kecuali jika beta mereka meninggal karena faktor usia ataupun penyakit.

Dia mengeluarkan botol kaca berukuran sedang dari balik bajunya, lalu menampung darah mayat tadi yang masih mengucur deras. Setelah dirasa cukup, dia kembali menyimpannya.

"Um.. boleh tanya?" ucapku ragu-ragu.

Dia membalikkan badan dan tersenyum, "Tentu saja, sayang. Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Waktu itu.. saat kau membunuh seorang laki-laki, dan menaruhnya di lemariku.." aku berhenti sejenak. Aku berani bersumpah aku merinding sekarang. Mayat itu.. begitu menakutkan, dan membuatku bergetar takut.

"Sepertinya aku terlalu menakutimu, ya." dia beranjak ke hadapanku lalu mengusap pelan puncak kepalaku. "Maaf, aku sedang iseng waktu itu—menaruh mayat menakutkan di lemarimu dan membuat suara aneh untuk memancingmu mendekat. Aku benar-benar minta maaf." ucapnya tulus.

Dia memelukku, "Sebaiknya kita kembali. Mungkin secangkir coklat hangat bisa membuatmu tenang."

Aku mengangguk pelan, coklat hangat memang ampuh dalam menenangkanku. Aku naik di punggungnya sebelum akhirnya dia melesat cepat, meninggalkan mayat itu tergeletak begitu saja.

.

.

_Who are you?_

.

.

Aku turun dari punggungnya saat sudah sampai di apartemenku. Di depanku sudah ada lemari tempat aku menyimpan barang-barang yang tidak terlalu penting—dimana mayat itu berada. Aku kembali bergidik ngeri. Dia bilang sudah membereskannya, dan memang benar, mayat itu sudah tak ada di sana, aku sudah mengeceknya kemarin, tapi tetap saja aku masih merasa takut. Bagaimanapun juga itu adalah mayat pertama yang aku lihat secara langsung. Biasanya aku hanya melihat di TV, dan itupun sedikit disensor.

"Jangan melamun terus, tak baik untukmu." ucapnya, mengagetkanku. "Ayo." dia menarik lenganku, mengajak ke kamar.

"Ini." Dia menyodorkan segelas coklat hangat padaku, asapnya masih terlihat sedikit mengepul. Aku meliriknya sebentar, lalu menerimanya.

"Sudah merasa baikan?"

"Hm," aku mengangguk, "Terima kasih."

Dia tersenyum, senyum yang menawan, hingga membuatku bersemu merah. "Apapun untukmu, sayang."

Kurasa aku tahu kenapa aku tidak menyesal telah dipilih menjadi beta-nya.. Mungkin, aku menyukainya..

.

.

.


TBC


Vampfic lagi~ :D

Oke oke, aku tau ada dua fic yang belum kelar. Tapi plis, jangan marah ._. aku lagi frustasi gara-gara susah nangkep pelajaran di sekolah #alesan

Gimana? kira-kira siapa alfa Sungmin yang ada di otak kalian? Aku sengaja belum kasih tau. Males soalnya #boom!

Kasih review ya, aku capek lho mikir ide sama ngetiknya ._.

.

.

Kai